Anda di halaman 1dari 162

STUDI KEBANTENAN

Fakultas Hukum Universitas Sultan


Ageng Tirtayasa
2021

Eki Furqon, S.H., M.H.


DEFINISI
Studi Kebantenan adalah :

• “Mempelajari tentang dinamika masyarakat


Banten dalam pembangunan dan pemerintahan dari
berbagai perspektif antara lain perspektif sejarah,
mitologi, budaya, politik, ekonomi dan hukum”.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten
Tahun 1525, Sultan Trenggana
mengutus Sultan Syarif
Hidayatullah untuk menaklukan
Banten dengan tujuan untuk
mempeluas wilayah Kerajaan
Demak
Tahun 1527, Syarif Hidayatullah
merebut Sunda Kelapa dan diganti
namanya menjadi Jayakarta dibantu
sang anak yang bernama Sultan
Hasanuddin

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten

Siapakah
nama
tokoh
ini?

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sunan Gunung Jati
• Sunan Gunung Jati tampil di barisan terdepan. melainkan juga
pemimpin politik (amir). Kekuasaannya di Cirebon bermula
setelah berhasil menyebarkan Islam di wilayah-wilayah
Banten.

• Sebagai tanda penghargaan atas hasil yang dicapai oleh


penguasa baru Banten, Sunan Gunung Jati, pada 1528-1529
Sultan Trenggana menghadiahkan sepucuk meriam besa
buatan Demak. Meriam ini dinamakan Para Banya yang
kemudian hari selalu disebut Ki Jimat

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten

Meriam berukuran besar Kiai Jimat atau Kiai Amuk sampai kini masih
berada di halaman Masjid Agung Banten. Selain menjadi simbol
kekerabatan antara Demak dan Banten, meriam ini dulu juga dijadikan
lambang keagungan Kerajaan Banten.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten

Sementara itu, Sunan Gunung Jati kembali ke


Cirebon untuk menduduki posisi bupati Cirebon
menggantikan pangeran Cakrabuana yang wafat
ia tinggal di Banten hanya sampai tahun 1552
dan menyerahkan Banten kepada putera
keduanya Sultan Maulana Hasanuddin

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten

“Syarif Hidayatullah dan puteranya yaitu Maulana Hasanuddin


melakukan dakwah Islam dengan sopan, ramah serta suka
membantu masyarakat sehingga secara sukarela sebagian dari
mereka memeluk dan taat menjalankan agama Islam, dari
aktifitas dakwah ini di wilayah Banten, Syarif Hidayatullah
dikenal dengan nama Syekh Nurullah (Syekh yang membawa
cahaya Allah swt)”

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten

Sultan Maulana Hasanuddin diangkat dan


dipandang sebagai Raja Banten yang pertama.
Dalam tradisi Banten memang Hasanuddin
dianggap sebagai pendiri dinasti sultan-sultan
Banten

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten

Hasanuddin penguasa kedua Banten, melanjutkan cita-


cita ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah
Banten. Banyak tindakan progresif yang ia lakukan
dalam rangka memberikan arah terhadap kesultanan
yang baru muncul tersebut. Masjid agung Banten, dan
sarana pendidikan berupa pesantren di Kasunyatan
merupakan karya nyata yang monumentalnya terhadap
generasi penerusnya.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten
Dalam hal perluasan wilayah kerajaan dan menyebarkan
agama Islam, sultan Hasanuddin memperluas
wilayahnya ke Lampung dan daerah-daerah disekitarnya
di Sumatera selatan. Daerah-daerah taklukan pada
Maulana Hasanuddin ini ternyata adalah daerah
penghasil utama merica. Perdagangan merica itu
membuat Banten menjadi kota pelabuhan penting, yang
disinggahi oleh kapal-kapal dagang dari Cina, India, dan
Eropa.

Eki Furqon, S.H., M.H.


TERIMA KASIH

Eki Furqon, S.H., M.H.


STUDI KEBANTENAN

Fakultas Hukum Universitas Sultan


Ageng Tirtayasa
2021

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten
• Sejarah Banten lebih memperlihatkan aura politik dan
kekuasaan.
• Pada tahun 1478 Kerajaan Islam Demak berdiri oleh Raden
Fatah, putera raja Majapahit, Prabu Brawijaya.
• Demak berdiri sekitar 25 tahun setelah Khilafah Turki
Utsmani menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 dan
mengirim ekspedisi dagang ke Nusantara.
• Pola Islamisasi Nusantara berubah dari pendekatan ekonomi
dan budaya menjadi pendekatan politik
• Pada Tahun 1519 kerajaan Islam Demak mengambil alih
kendali/kekuasaan kerjaan Majapahit

Eki Furqon, S.H., M.H.


Sejarah Kerajaan Banten
• Kerajaan Demak menguasai dengan memperluas ke
wialayah pantai utara jawa hingga ke kota pelabuhan
Tuban
• Bergerak ke Wilayah Timur merambah ke Gresik,
Surabaya, Madura, Lombok, Ternate (Maluku), Goa ,
Makasar, Bugis (sulawesi) dan Banjar (Kalimantan)
Tokoh Utamanya adalah Sunan Giri.
• Bergerak Ke arah barat Jawa ke Cirebon dan Banten
menaklukan Kerajaan Pajajaran Pada Abad ke XVI
dan menduduki Selat Sunda dan Teluk Banten Tokoh
Utamanya Sunan Gunung Jati

Eki Furqon, S.H., M.H.


Kesultanan Banten

• Kerajaan Islam Banten ini dalam periode


ke Sultanan mengemban Visi Maritim
yang kuat
• Sultan Maulana Hasanudin Secara Cerdik
Memindahkan Pusat Pemerintahan dari
Pedalaman Banten Girang ke pesisir

Eki Furqon, S.H., M.H.


Kesultanan Banten

Tiga Instistusi Penting Sebagai Motor Perubahan


Sosial di Banten Pada Tahun 1552 :
1. Masjid Sebagai basis kegiatan sosial
keagamaan
2. Surosoan sebagai pusat Pemerintahan
3. Pelabuhan Sebagai sentra perekonomian dan
bisnis

Eki Furqon, S.H., M.H.


Syiar Islam ke Banten dan pendirian
kesultanan Banten
Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bersama
dengan Pangeran Walangsungsang sempat melakukan syiar
Islam di wilayah Banten yang pada masa itu disebut
sebagai Wahanten
dalam syiarnya menjelaskan bahwa arti jihad (perang) tidak
hanya dimaksudkan perang melawan musuh-musuh saja
namun juga perang melawan hawa nafsu
Wahanten

Arya Surajaya menjadi pucuk Arya Suranggana yang


umum (penguasa) untuk menjadi pucuk umum untuk
wilayah Wahanten Pasisir wilayah Wahanten Girang

Eki Furqon, S.H., M.H.


Peguasaan banten
Karena terusik dengan banyaknya aktifitas
dakwah Maulana Hasanuddin yang berhasil Sepeninggal Arya Suranggana,
menarik simpati masyarakat termasuk masyarakat kompleks Banten Girang digunakan
pedalaman Wahanten Arya Suranggana sebagai pesanggrahan bagi para
meminta Maulana Hasanuddin untuk penguasa Islam, paling tidak sampai di
menghentikan aktifitas dakwahnya dan penghujung abad ke-17.
menantangnya sabung ayam (adu ayam)

Atas petunjuk ayahnya yaitu Sunan Gunung Pada tahun yang sama juga Arya Surajaya pucuk
Jati, Maulana Hasanuddin kemudian umum (penguasa) Wahanten Pasisir dengan
memindahkan pusat sukarela menyerahkan kekuasannya atas
wilayah Wahanten Pasisir kepada Sunan Gunung
pemerintahan Wahanten Girang ke pesisir
Jati, akhirnya kedua wilayah Wahanten
di kompleks Surosowan sekaligus Girang dan Wahanten Pasisir disatukan
membangun kota pesisir Kompleks istana menjadi Wahanten yang kemudian disebut
Surosowan tersebut akhirnya selesai pada sebagai Banten dengan status
tahun 1526 sebagai depaten (provinsi) dari kesultanan Cirebon

Eki Furqon, S.H., M.H.


RAJA KERAJAAN BANTEN
Pada Tahun 1522-1570
1. Sultan Hasanuddin Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja Banten
pertama dan memerintah selama 18 tahun dari tahun
1552 sampai dengan 1570 M. Dibawah pemerintahan
Sultan Hasanuddin, Lampung berhasil dikuasai yang
merupakan wilayah penghasil rempah lada dan Selat
Sunda sebagai jalur lalu lintas perdagangan. Dalam
pemerintahannya, Sultan Hasanuddin membangun
pelabuhan Banten sehingga banyak dikunjungi
pedagang banyak bangsa seperti pedagang dari
Gujarat, Persia dan juga Venesia yang ingin
menghindari Selat Malaka yang saat itu dikuasai oleh
Portugis. Banten semakin berkembang dan menjadi
bandar perdagangan serta pusat penyebaran dari
agama Islam. Sultan Hasanuddin kemudian wafat
tahun 1570 dan diganti oleh putranya yakni Maulana
Yusuf.

Eki Furqon, S.H., M.H.


2. Maulana Yusuf Tahun 1570-1580

• Maulana Yusuf memerintah Banten dari tahun


1570 sampai dengan 1580 M. Pada tahun 1579,
Maulana Yusuf berhasil menaklukan Kerajaan
Pajajaran di Pakuan, Bogor dan juga
menyingkirkan Raja Pajajaran yakni Prabu
Sedah sehingga membuat banyak rakyat
Pajajaran yang mengungsi ke pegunungan dan
sampai sekarang dikenal dengan Suku Badui di
Rangkasbitung, Banten.

Eki Furqon, S.H., M.H.


3. Maulana Muhammad tahun 1580 - 1596
• Maulana Yusuf yang wafat lalu digantikan oleh putranya
yakni Maulana Muhammad yang naik tahta saat usianya
masih 9 tahun sehingga pemerintahan dijalankan oleh
Mangkubimu Jayanegara sampai Maulana Muhammad
beranjak dewasa dan memerintah tahun 1580 sampai
dengan 1596. Sesudah 16 tahun kemudian, Sultan
Maulana Muhammad menyerang Kesultanan
Palembang yang didirikan Ki Gendeng Sure, bangsawan
Demak. Kerajaan Banten yang juga merupakan
keturunan dari Demak juga merasa memiliki hak atas
Palembang, namun Banten kalah dan Sultan Maulana
Muhammad tewas di dalam pertempuran tersebut.

Eki Furqon, S.H., M.H.


4. Pangeran Ratu [Abdul Mufakhir]
Pada Tahun 1596-1651
• Pangeran Ratu yang saat itu masih berumur 5
bulan akhirnya menjadi Sultan Banten ke-4 tahun
1596 sampai dengan 1651. Sementara menunggu
Pangeran dewasa, pemerintahan dijalankan oleh
Mangkubumi Ranamanggala. Pada waktu tersebut,
Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman
mendarat di Banten tanggal 22 Juni 1596.
Pangeran Ratu lalu mendapat gelar Kanjeng Ratu
Banten dan saat wafat ia digantikan oleh anaknya
yakni Sultan Ageng Tirtayasa.

Eki Furqon, S.H., M.H.


5. Sultan Ageng Tirtayasa Pada Tahun 1651-1682

Sultan Ageng Tirtayasa lalu


memerintah Banten tahun 1651
sampai dengan 1682 M. Pada
masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah
akhirnya Banten mencapai puncak
kejayaan dan Sultan Ageng
Tirtayasa juga berusaha untuk
memperluas wilayah kerajaannya.
Tahun 1671 M.

Eki Furqon, S.H., M.H.


5. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) Tahun 1671

Sultan Ageng Tirtayasa lalu mengangkat


putranya untuk dijadikan raja pembantu
dengan gelar Sultan Abdul Kahar atau
Sultan Haji. Sultan Haji ini memiliki
jalinan baik dengan Belanda sehingga
membuat Sultan Ageng Tirtayasa yang
kecewa melihatnya lalu menarik jabatan
raja pembantu Sultan Haji. Sultan Haji
kemudian ingin mempertahankan jabatan
tersebut dengan cara meminta bantuan
pada Belanda sehingga terpecahlah
perang saudara dan Sultan Ageng
Tirtayasa tertangkap kemudian di penjara
di Batavia sampai ia wafat pada tahun
1691 M.
Eki Furqon, S.H., M.H.
Perjanjian VOC dan Sultan Haji

• Banten harus menyerahkan Cirebon untuk VOC


• Monopoli lada di Banten dikuasai VOC dan
Persia, India serta Cina harus disingkirkan
sebab merupakan saingan dari VOC
• Banten juga diharuskan membayar 600.000
ringgit jika ingkar dengan janji
• pasukan Banten yang menguasai pantai serta
pedalaman Priyangan juga harus ditarik

Eki Furqon, S.H., M.H.


• Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng
lalu memberikan perintah untuk
menyerang Surosowan yakni dengan
membakar kampung-kampung dekat
Keraton Surosowan sehingga
membuat belanda yang tinggal disitu
menjadi gentar.

Eki Furqon, S.H., M.H.


• Sultan Haji melarikan diri dengan meminta
perlindungan orang Belanda yakni Jacob de Roy
dan saat siang akhirnya pertempuran berhenti.
Belanda kemudian menambah pasukan
sehingga perang yang sudah dikuasai Sultan
Ageng berbalik di pegang oleh Belanda
kemudian Keraton Tirtayasa di kepung belanda
sampai beberapa bulan sehingga timbul
kelaparan dan pengikut Sultan Ageng bersama
Sultan Ageng melarikan diri. Pada tanggal 14
Maret, Sultan Ageng tiba di Keraton Surosowan
dan kemudian di penjara di Batavia sampai ia
menutup usia.

Eki Furqon, S.H., M.H.


• Kemunduran Kerajaan Banten

Kerajaan Banten kemudian mulai mengalami kemunduran


yang bermula dari perselisihan Sultan Ageng dengan putra
beliau yakni Sultan Haji karena perebutan kekuasaan. VOC
lalu memakai keadaan tersebut dengan cara memihak
Sultan Haji dan membuat Sultan Ageng bersama dengan 2
orang puteranya yang lain yakni Pangeran Purbaya serta
Syekh Yusuf harus mundur menuju pedalaman Sunda.
Akan tetapi di tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng
kemudian di tangkap dan di tahan di Batavia dan pada 14
Desember 1683, Syekh Yusuf juga di tangkap VOC serta
Pangeran Purbaya yang kemudian juga menyerahkan
dirinya.

Eki Furqon, S.H., M.H.


• Dengan kemenangan tersebut, Sultan haji
menyerahkan Lampung di tahun 1682 pada
VOC sebagai balasannya. Pada 22 Agustus
1682 akhirnya hadir surat perjanjian hak
monopoli perdagangan lada di daerah Lampung
ke tangan VOC. Sultan Haji kemudian
meninggal pada tahun 1687 dan VOC
menguasai Banten yang membuat
pengangkatan Sultan Banten harus disetujui
oleh Gubernur Jenderal Hindian Belanda di
Batavia.

Eki Furqon, S.H., M.H.


• Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya untuk
menggantikan Sultan Haji dan kemudian
digantikan kembali oleh Sultan Abul Mahasin
Muhammad Zainul Abidin. Pada tahun 1808
sampai dengan 1810, Gubernur Hindia Belanda
melakukan penyerangan ke Banten di masa
pemerintahan Sultan Muhammad bin
Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan ini terjadi karena Sultan tidak mau
menuruti permintaan Hindia Belanda karena
ingin memindahkan ibukota Banten ke Anyer.
Tahun 1813, akhirnya Banten runtuh oleh
Inggris.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Profil Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal di
Provinsi Banten
(Kajian Kearifan Lokal dalam Pelestarian Lingkungan Hidup dan Hutan )

DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


PROVINSI BANTEN
2017
KATA PENGANTAR

Dalam peta etnografi, Indonesia dikenal sebagai sebuah Negara yang multi etnis,
multikultur dan multiras, dibangun oleh ratusa suku bangsa dan ribuan kelompok
masyarakat hukum adat dengan latar belakang budaya yang berbeda satu sama lain.
Kemajemukan masyarakat penduduk Indonesia ini bukan saja dibentuk karena
keberagaman etnis, melainkan juga perbedaanya dalam latar belakang sejarah,
kebudayaan, agama dan system kepercayaan yang dianut, serta lingkungan
geografisnya. Akan tetapi perbedaan tersebut mampu dibingkai menjadi visi yang sama
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Hukum Adat merupakan masyarakat yang memegang teguh adat


istiadat warisan leluhur, mereka hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam tanpa
melupakan kelestarian alam itu sendiri. Hutan merupakan tempat masyarakat adat hidup
dan mempertahankan kehidupannya, mereka mengambil apa yang mereka perlukan dan
sebagai timbal baliknya mereka memberikan apa yang hutan butuhkan, yaitu
perlindungan, pelestarian guna tercipta keseimbangan anatara hutan dan lingkungan
hidup manusia.

Dalam prakteknya, tercatat 2.332 komunitas adat dengan latar belakang budaya
yang berbeda yang ada di Indonesia (Catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). Di
Provinsi Banten, tepatnya di Kabupaten Lebak, terdapat 2 tipologi masyarakat adat
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak. Perda Kab. Lebak No. 32 tahun 2001
tentang Perlındungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy dan Perda Perda Kab. Lebak
No. 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Adat Kasepuhan.

Eksistensi masyarakat adat kasepuhan di Provinsi Banten yang didukung oleh


pemerintah Kabupaten Lebak, berimplikasi terhadap kuatnya identitas dan jatidiri asli,
terjaminnya hak hak masyarakat adat, dan kebebasan masyarakat adat untuk
melaksanakan tatali paranti karuhun yang menjadi ruh dari kehidupan masyarakat adat
itu sendiri. Hal ini memberi ruang lebih kepada masyarakat adat di Kabupaten Lebak
untuk melaksanakan ritual-ritual kebudayaanya dan melaksanakan pikukuh baik yang

i

mengatur pola hubungan antar manusia, manusia dengan penciptanya dan manusia
dengan alam sekitar. Terkait dalam hubungannya dengan alam, masyarakat Kasepuhan
sudah menerapkan pola pemanfaatan hutan yang sustainable, dengan menggunakan
sistem zonasi Hutan tutupan, Hutan Titipan dan Hutan Garapan.

Patut disyukuri bahwa Masyarakat Adat Kasepuhan sudah secara turun temurun
turut mengkampanyekan dan mengimplementasikan program program pelestarian hutan
meski dengan tata caranya sendiri, melalui tatali paranti karuhun, melalui simbol
simbol entitas budaya, melalui perilaku perilaku ke-adat-nya, melalui kearifan lokal
budayanya. Tentu saja pola-pola tersebut secara langsung membantu mengisi ruang
ruang pengetahuan kosong tentang keterlibatan Masyarakat Adat pada program
pemerintah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten.

Tulisan ini bukan merupakan hasil akhir yang sempurna, melainkan masih
memerlukan perbaikan dan saran untuk menyempurnakan tulisan. Namun besar harapan
kami agar tulisan sederhana ini dapat memberikan pemahanan enklusif terhadap
pengimplementasian nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat akan pentingnya
lingkungan hidup dan hutan, tidak hanya untuk dimanfaatkan oleh generasi sekarang
tetapi dapat sustain untuk generasi dan kehidupan yang akan datang.

Terobosan yang dibuat oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi
Banten, telah membuka jalan panjang tentang pentingnya keterlibatan Masyarakat Adat
dalam men-sinergi-kan program program pemerintah dengan kearifan lokal sehingga
program program tersebut dapat tepat sasaran dan bermanfaat signifikan tidak hanya
terhadap penguatan entitas budayanya tetapi juga dapat seiring sejalan dalam menjaga
dan melestarikan hutan dan lingkungan.

Melalui kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran proses penyususnan tulisan ini, baik di lapangan
maupun instansi terkait.

Juni 2017

Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan ...................................... i

Pengantar Penulis .......................................................................................................... i

Daftar Isi ......................................................................................................................... iii

Daftar Gambar .............................................................................................................. iv

Daftar Tabel ................................................................................................................... vi

Bab 1 Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal ............................................... 1

1.1 Pengertian Masyarakat Hukum Adat ................................................................... 1


1.2 Pengertian Kearifan Lokal ................................................................................... 2

Bab 2 Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Banten ................................................. 4

2.1 Masyarakat Kanekes (Baduy) .............................................................................. 4

2.2 Masyarakat Adat Kasepuhan ............................................................................... 7

Bab 3 Kondisi Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Hukum Adat ......... 14

3.1 Letak Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Kanekes (Baduy) ............. 14

3.2 Letak Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Kasepuhan ....................... 17

Bab 4 Prosedur Pengumpulan Data............................................................................. 21

4.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 21

4.2 Sumber Data Primer ............................................................................................ 22

4.3 Sumber Data Sekunder ........................................................................................ 22

iii

Bab 5 Mayarakat Adat dalam Pelestarian Lingkungan Hidup dan Hutan ............ 23

5.1 Profil Masyarakat Adat Kanekes (Baduy) ........................................................... 23

5.1.1 Sistem Kelembagaan ........................................................................................ 23

5.1.2 Mata Pencaharian ............................................................................................. 25

5.1.3 Agama ............................................................................................................... 27

5.1.4 Pendidikan ........................................................................................................ 31

5.2 Profil Masyarakat Kasepuhan .............................................................................. 33

5.2.1 Kasepuhan Cisungsang ..................................................................................... 33

5.2.2 Kasepuhan Cicarucub ....................................................................................... 38

5.2.3 Kasepuhan Citorek ........................................................................................... 40

5.2.4 Kasepuhan Cirompang ..................................................................................... 43

5.2.5 Kasepuhan Karang ............................................................................................ 47

5.2.6 Kasepuhan Pasir Eurih...................................................................................... 50

5.2.7 Sistem Pertanian Masyarakat Adat Kasepuhan ................................................ 53

5.2.8 Keanekaragaman Flora dan Fauna ................................................................... 58

5.3 Konsep Hutan Masyarakat Hukum Adat ............................................................. 63

5.4 Kearifan Lokal Masyarakat Adat ........................................................................ 71

5.4.1 Pikukuh Karuhun Masyarakat Kanekes ........................................................... 71

5.4.2 Tatali Paranti masyarakat Adat Kasepuhan ..................................................... 72

Bab 6 Rekomendasi ....................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 80

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kain Tenun Baduy merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang harus dilestarikan
................................................................................................................................... 3

Gambar 2. Peta Wilayah Masyarakat Kanekes (Baduy) ........................................... 5

Gambar 3. Suasana Upacara Adat Seren Taun dalam rangka Ngamumule pare (memelihara padi)
................................................................................................................................... 8

Gambar 4. Padi adalah komoditas pertanian utama, masyarakat Kasepuhan pamali menjual padi
(beras) ........................................................................................................................ 11

Gambar 5. Masyarakat Baduy sedang menyemai benih padi (ngaseuk) di huma ..................... 16

Gambar 6. Lahan pertanian (sawah & ladang) di Kasepuhan Cisungsang .............................. 19

Gambar 7. Warga Baduy sedang emngencangkan ikat padi yang sedang dijemur ................... 25

Gambar 8. Anak-anak Baduy yang sejak kecil sudah terbiasa hidup dengan alam ................... 31

Gambar 9. Invasi teknologi terhadap masyarakat Baduy melalui pengunjung......................... 32

Gambar 10. Peta Wilayah Adat Kasepuhan..................................................................... 34

Gambar 11. Kawasan Pusat Kasepuhan Cisungsang ......................................................... 35

Gambar 12. Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cicarucub 38

Gambar 13. Pusat Kawasan Kasepuhan Cisungsang ......................................................... 39

Gambar 14. Peta wilayah Kasepuhan Citorek .................................................................. 41

Gamabr 15. Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang ..................................................... 44

Gambar 16. Rumah adat Kasepuhan Cirompang 45

Gamabar 17. Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang ................................................... 47

Gambar 18. Rumah Adat Kasepuhan Karang .................................................................. 48

v

Gambar 19. Sawah dan hutan sebagai jantung dan paru-paru masyarakat adat
Kasepuhan ................................................................................................................. 49

Gambar 20. Peta wilayah Adat Kasepuhan Pasir Eurih .......................................... 52

Gambae 21.Proses panen (dibuat/ngetem) di masyarakat adat Kasepuhan............. 53

Gambar 22. Tanaman Kapol (tanamn obat) tumbuh subur dan dibudidayakn oleh
masyarakat adat ....................................................................................................... 59

Gambar 23.Kerbau adalah satwa peliharaan masyarakat adat, setiap satu ekor kerbau
diwajibkan membayar cacah jiwa sebesar Rp 5000 ................................................ 63

Gambar 24. Pemanfaatna hutan sampalan untuk kebutuhan lahan pemukiman dan
pertanian .................................................................................................................. 66

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Tugas/wewenang lembaga adat (Kapuunan) .......................... 23

Tabel 2. Tata Guna Lahan Wilayah Adat Baduy..................................................... 26

Tabel 3. Tahapan pertanian sawah .......................................................................... 54

Tabel 4. Proses atau tahapan Ngahuma ................................................................... 56

Tabel 5. Flora di Kawasan Kasepuhan Masyarakat Adat Banten Kidul ................. 59

Tabel 6. Fauan di Kawasan Masyarakat Adat Banten Kidul ................................... 63

Tabel 7. Pelaksaaan Seba dari tahun 2013 sampai 2017 ......................................... 69

Tabel 8. Daftar Pikukuh Karuhun masyarakat adat Kanekes ................................. 72

Tabel 9. Tatali parani karuhun dari para leluhur kepada Incu Putu di berbagai
Kasepuhan ............................................................................................................... 74

vi

Bab 1 Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal

1.1 Pengertian Masyarakat Hukum Adat


Indonesia memiliki beragam komunitas adat yang tersebar di seluruh
Nusantara, setiap masyarakat adat memiliki ciri dan identitas tersendiri
yang membedakan antara masyarakat adat satu dengan masyarakat yang
lainya. Masyrakat hukum adat juga memiliki beragam pengertian, Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendefinisikan masyarakat adat
sebagai suatu komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turun-
temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi,
ekonomi, politik, budaya, dan sistem sosial yang khas.1 Sementara dalam
program pemerintah yang digunakan sejak tahun 1970 – 1999 masyarakat
hukum adat juga dikenal dengan istilah Komunitas Adat Terpencil (KAT)
yang memiliki pengertian sebagai kelompok sosial budaya yang bersifat
lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan
pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Masyarakat adat sering
juga disebut ‘masyarakat tradisional’ atau dalam istilah lain disebut
indigeneous people, secara garis besar masyarakat adat adalah sekelompok
masyarakat yang menggunakan keseragaman pola hidup yang kemudian
dijadikan pedoman, baik itu pedoman lisan maupun tulisan. Perbedaan
masyarakat adat dengan masyarakat non adat adalah cara hidup
masyarakat adat dengan pola yang berulang dan bahkan tetap, sehingga
terkesan statis dan menutup diri dari kehidupan modern yang dinamis.
Sementara itu menurut UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
menyebutkan bahwa : Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang
yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum adat yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal
atau dasar keturunan2 Selain itu dalam UU No 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa :
Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun

1
Nyoman Shuida. 2016. Masyarakat Adat dalam Pusaran Perubahan. Kemenko Bidang
Pembangunan Manusia & Kebudayaan. Hal.3
2
Ibid. 11

1

temurun bermukim diwilayah geografis tertentu karena adanya ikatan
pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan
hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, dan hukum. Dalam UU NO 18 tahun 2004 tentang
Perkebunan dijelaskan kriteria Masyarakat Hukum Adat, yaitu : (1)
Masyarakat yang masih hidup dalam paguyuban; (2) Memiliki
kelembagaan dalam bentuk perangkat adat; (3) Memiliki wilayah hukum
adat yang jelas; (4) memiliki pranata hukum, khususnya peradilan adat
yang masih ditaati; (5) adanya pengukuhan dengan peraturan daerah.
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Masyarakat Hukum Adat adalah masyarakat yang
masih menjaga aturan-aturan adat dalam mempertahankan hidup dan
kehidupannya sesuai amanat leluhur.
1.2 Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal secara etimologis merupakan serapan dari bahasa
Inggris, yaitu local wisdom. Dalam definisi Quartich Wales, local wisdom
diartikan sebagai kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi
pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan saling
berhubungan.3 Local wisdom sebenarnya memiliki arti yang sendiri-
sendiri. Local atau lokal adalah kondisi sebuah tempat atau setempat,
sementara wisdom atau kearifan adalah sifat yang melekat pada karakter
seseorang, yang berarti arif dan bijaksana. Ketika digabuungkan menjadi
local wisdom maka mempunyai definisi atau makna yang sangat luas,
terutama hal-hal yang menyangkut tatanan nilai, kebiasaan, tradisi, baik
budaya maupun agama, yang menjadi aturan dan kesepakatan tempatan
(lokalitas). Sehingga kearifan lokal dapat dimaknai sebagai suatu gagasan-
gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
dan tertanam serta diikuti oleh anggota masyarakatnya.4 Kerafina lokal
juga diartikan sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya
(kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau

3
Dhila Fadhila dan Dadan Sujana, 2015 :Kearifan Lokal di Kabupaten Lebak-Provinsi Banten.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Banten. Hal 1.
4
Ahmad Baedowi. 2015. Calak Edu 4 –Esai-esai Pendidikan. PT. Pustaka Alvabet. Hal 61

2

peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Keraifan lokal merupakan cara
masyarakat hidup dan mepertahankan kehidupannya dengan berpegang
teguh pada keyakinan yang bersumber dari para leluhur atau nenek
moyang.

Gambar 1: Kain Tenun Baduy merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang harus
dilestarikan
Sumber : https://keepo.me/_rendradwi-/kearifan-lokal-suku-baduy

Kearifan lokal mengandung nilai-nilai suci firman Tuhan yang


berkaitan dengan tata cara atau pedoman hidup. Kearifan lokal juga
merupakan bentuk warisan nilai-nilai yang sudah sepatutnya untuk dijaga
dan dilestarikan, tidak hanya sebagai cara mempertahankan hidup namun
juga menjadi bagian atau identitas dari kelompok masyarakat tertentu.
Kearifan lokal dapat dijumapai dalam berbagai bentuk, seperti dalam
tarian, nyanyian, pepatah, kitab-kitab atau benda pusaka peninggalan para
leluhur.

3

Bab 2 Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Banten

2.1 Masyarakat Kanekes (Baduy)


Masyarakat Kanekes “Masyarakat Baduy” atau “Masyarakat
Rawayan” adalah sekelompok masyarakat Sunda yang masih
mempertahankan gaya hidup tradisional dan mengisolasi diri dari
kehidupan modern, segala sesuatunya dilakukan dengan menggunakan
aturan adat. Masyarakat Baduy terbagi ke dalam kelompok masyarakat
Baduy Dalam dan masyarakat Baduy Luar, hal mendasar yang
membedakan keduanya terletak pada ketaatan terhadap aturan adat, hal itu
tampak dari cara berpakain dan keterbukaan terhadap kehidupan modern.
Masyarakat Baduy Dalam sangat ketat dalam menjalankan setiap aturan
adat, sehingga hal-hal yang baerbau modern sangat dihindari, dari segi
pakain mereka biasa menggunakan pakaian putih dengan ikat kepala
warna senada, berbeda dengan masyarakat Baduy Luar yang biasa
menggunakan pakaian warna hitam dan ikat kepala warna biru motif batik
Baduy. Masyarakat Baduy Luar sudah cukup terbuka dengan mulai
mengenal perangkat teknologi komunikasi yaitu telefon genggam (hand
phone).
Istilah Baduy berasal dari nama tempat yang diambil dari nama sungai
Cibaduy. Kemudian orang-orang yang tinggal di sekitar wilayah itu
dikenal dengan nama orang Baduy, selain itu istilah Baduy juga berasal
dari nama pohon yang hanya terdapat di kampung itu yaitu pohon
Baduyut, yang kemudian juga dijadikan nama untuk menyebut orang-
orang yang tinggal di sekitar pohon-pohon itu tumbuh.5 Keterangan lain
menyebutkan bahwa kata Baduy berasal dari kata Budha, yaitu agama
yang dianut oleh Prabu Siliwangi dan rakyat dari Kerajaan Padjadjaran,
hal ini sejalan dengan sumber yang mengatakan bahwa asal muasal
masyarakat Baduy adalah berasal dari masyarakat para punggawa
Kerajaan Padjadjaran (sekitar abad XVI) yang melarikan diri dari
kerjaaan, karena masuknya agama Islam ke wilayah Banten melalui Pantai

5
Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai
Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 65

4

utara Cirebon. Kemudian mereka melarikan ke daerah Banten selatan, di
wilayah Pegunungan Kendeng.6

Gambar 2 : Peta Wilayah Masyarakat Kanekes (Baduy)

Selanjutnya ada pendapat yang mengatakan bahwa mereka berasal dari


kelompok masyarakat pengungsi yang terdesak oleh gerakan perluasan
wilayah kekuasaan dan pengislaman dari Kesultanan Banten. Mereka
menganut agama Hindu, dan pada mulanya menetap disekitar gunung
Polosari (Kabupaten Pandeglang) yang berhasil ditundukan oleh
Kesultanan Banten. Sebagian diantaranya berhasil melarikan diri ke arah
selatan dan mendirikan pemukiman baru di tempat pengungsian mereka,
maka jadilah pemukiman masyarakat Baduy.7 Sedangkan menurut
masyarakat Baduy sendiri, bahwa leluhur masyarakat Kanekes memang
sudah sejak dahulu kala mendiami tempat yang mereka tempati sekarang,
yaitu Desa Kanekes.
Masyarakat Kanekes memiliki stratifikasi sosial atau pelapisan
masyarakat berdasarkan status atau tingkatan tertentu sesuai kesepakatan.
Pelapisan ini didasarkan pada sataus wilayah kemandalaan (tanah suci)
Kanekes. Kemandalaan Kanekes terbagi menjadi tiga lokasi pemukiman :


6
Ibid. Hal 67
7
Ibid. Hal 68

5

(1) Wilayah Tangtu yang dikenal dengan Baduy Kajeroan atau Baduy
Jero; (2) Wilayah Panamping, dikenal dengan sebutan Panamping; dan (3)
Wilayah Dangka, yakni kampung yang dianggap dibawah keterikatan
secara adat dengan orang Baduy yang mempunyai wewenang
kemandalaan secara penuh.8 Wilayah Tangtu terdiri atas tiga kampung
atau dikenal dengan Tangtu Telu (tiga Tangtu), yaitu Cikesik,
Cikartawana, dan Cibeo, ketiganya mempunyai otoritas kemandalaan
penuh. Tangtu sendiri bermakan pasti (tentu) sehingga mereka yang
tinggal di ketiga kampung tersebut wajib mengikuti setiap aturan adat
secara mutlak. Penamaan tangtu berkaitan dengan kayakinan bahwa
mereka adalah inti keturunan dan pendiri kampung. Orang tangtu juga
dikenal dengan sebutan urang girang yaitu orang yang mempunyai strata
lebih tinggi atau dengan kata lain istilah ini digunakan sebagai panggilan
kehormatan terhadap orang tangtu. Kampung Panamping, kata panamping
berasal dari kata tamping, atinya buang. Jadi Kampung Panamping
merupakan kampung tempat pembuangan bagi orang-orang tangtu yang
melanggar pikukuh (aturan) atau ketentuan adat. Kampung Panamping
berada di luar tangtu telu, salah satu Kampung Panamping adalah Babakan
Jaro yang merupakan pusat pemerintahan Desa Kanekes. Selanjutnya
Wilayah Dangka, wilayah ini berada di luar Desa Kanekes, hampir sama
dengan Kampung Panamping, Kampung Dangka juga merupakan tempat
pengasingan atau pembuangan para pelanggar aturan adat. Mengenai
Kampung Dangka, diantaranya ada Cihulu, Cibengkung, Panyaweuyan,
Kompol, Kamancing, Nungkulan dan Cihandam. Terkait ketaatan terhadap
aturan adat, masyarakat Kampung Dangka sudah cukup bebas, mereka
hidup mengadopsi kehidupan modern dan menerima perubahan termasuk
keyakinan dalam beragama.
Masyarakat Kanekes dipimpin oleh tiga puun, yakni Puun Cikeusik,
Puun Cibeo, dan Puun Cikartawana. Orientasi atau kegiatan para puun
merujuk pada pikukuh karuhun. Pikukuh merupakan ketentuan adat
mutlak, sedangkan karuhun adalah para arwah nenek moyang. Pikukuh


8
Ibid, Hal 78

6

karuhun bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat Kanekes
dan dunia ramai. Mensejahterakan dunia dengan prinsip tanpa perubahan
apapaun, yaitu melalui : (1) ngabaratapakeun (melakukan tapa terhadap
inti jagat dan dunia); (2) ngareremokeun (menghormati dengan cara
menjodohkan Dewi Padi/Sanghyang Asri dengan bumi); dan
mengekalkan pikukuh dengan melaksanakan semua ketentuan yang ada.9
Proses menjalankan pemerintahan adat, ketiga puun memiliki tugas
dan wewenang berbeda. Kapuunan Cikeusik bertugas mengurusi bidang
keagamaan dan pengadilan adat, terutama dalam menentukan waktu
pelaksanaan upacara-upacara adat (seren tahun, kawalu dan seba) dan
memutuskan hukuman bagi para pelanggar adat. Kapuunan Cibeo
berwenang mengurusi bidang pelayanan kepada warga dan tamu di
kawasan Kanekes, termasuk terkait ketertiban wilayah, pelintas batas dan
berhubungan dengan daerah luar. Kapuunan Cikartawana berwenang
mengurusi bidang pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan dan
monitoring yang berhubungan denga Kanekes. Dalam lembaga Kapuunan,
puun dibantu oleh Girang Seurat (‘sekretaris’ puun atau pemangku adat),
Baresan (petugas keamanan kampung), Jaro (pelaksana harian urusan
pemerintahan kapuunan), dan Palawari (‘panitia tetap’ dalam berbagai
kegiatan upacara adat).10

2.2 Masyarakat Adat Kasepuhan


Masyarakat Kasepuhan berdasarkan cerita para baris kolot (tetua adat)
bermula dari runtuhnya Kerjaan Padjadjaran, masyarakat adat percaya
bahwa asal muasal Kasepuhan didirikan oleh keturunan Prabu Siliwangi
yang melakukan perjalanan ke daerah sekitar gunung Halimun dan
mendiami wilayah-wilayah baru yang kemudian berkembang menjadi
perkampungan adat yang kini dikenal dengan istilah Kasepuhan. Istilah
kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan ‘ka’ dan akhiran ‘an’.
Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa

9
Imam Hanafi dkk. 2014 . Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The
Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal 15
10
Ibid. Hal 15

7

Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, munculah istilah kasepuhan, yaitu
tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan
model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang
berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot).11 Penyebaran
masyrakat Kasepuhan mengakibatkan banyaknya jumlah Kasepuhan yang
tersebar di Kabupaten Lebak, masyarakat Kasepuahan mendiami lereng-
lereng di pegunungan, hal itulah yang kemudian menjadikan masyarakat
Kasepuhan menggantungkan kehidupannya di sektor pertanian (huma dan
sawah), dengan padi sebagai komoditas utama, padi yang ditanam oleh
masyarakat kasepuhan berbeda dengan padi pada umunya, masyarakat
adat mengenalnya dengan nama pare Geude (padi besar). berbeda dengan
padi biasa, pare Geude mempunyai masa tanam selama enam bulan,
sehingga dalam setahun masyarakat adat hanya menanam padi sebanyak
satu kali.

Gambar 3 : Suasana Upacara Adat Seren Taun dalam rangka Ngamumule pare
(memelihara padi)

Meskipun sekarang ada beberapa Kasepuhan yang menanam padi dua


kali dalam setahun, namun padi musim kedua bukan merupakan pare
Geude yang biasa ditanam, tapi padi kecil yang merupakan hasil
kolaborasi dengan pemerintah dalam upaya pengembangan sektor pangan.
Masyarakat Kasepuahan bersifat nomaden atau berpindah-pindah, hal ini

11
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id , diakses pada
tanggal 12 Juni 2017 pukul 22.17

8

yang kemudian menjadi salah satu alasan kenapa rumah adat di Kasepuhan
adalah rumah panggung atau semi permanen bergaya tradisional, dengan
memanfaatkan bahan-bahan yang diperoleh dari alam sekitar, rumah
panggung beralaskan palupuh atau lantai bambu atau papan kayu, dinding
dari bilik bambu serta atap dari hateup (daun kiray/sagu) berlapiskan ijuk
pohon aren. Perpindahan dari satu daerah ke daerah lain tidak dilakukan
secara sembarangan, melainkan harus melalui wangsit dari para leluhur,
sehingga tidak peduli berapa lama sudah menempati daerah tertentu, jika
wangsit mengharuskan untuk pindah, maka tidak ada tawar menawar lagi,
memang sudah seharusnya untuk ngalalakon (berkelana/pindah).
Perpindahan ini hanya berlaku untuk pusat kasepuhan, bukan
perkampungan yang dihuni masyarakat adat keseluruhan, itulah sebabnya
masyarakat adat diluar area pusat Kasepuhan diizinkan membangun rumah
permanen dan mengadopsi arsitektur modern.

Kehidupan sosial masyarakat adat tidak terlepas dari aturan atau


norma-norma adat, ada tiga sistem aturan yang dianut masyarakat adat
Kasepuhan dan digunakan sebagai pedoman hidup, yaitu sistem adat,
agama dan pemerintahan. Ketiganya digunakan secara beriringan tanpa
ada benturan. Proses kehidupan bermasyrakat di Kasepuhan memiliki
keunikan tersendiri, rutinitas masyarakat adat adalah bercocok tanam
(tani), ada pula yang berdagang, gurandil (penambang emas tradisional),
pengrajin dan tukang. bahasa kesehariannya adalah bahasa Sunda yang
terbagi menjadi Sunda Alus dan Sunda kasar. Pakaian masyarakat adat
serba hitam (khususnya saat ritual-ritual adat), ada pula pakaian adat yang
berwaran putih, ciri masyarakat adat Kasepuhan adalah selalu
menggunakan iket (ikat kepala) bagi kaum laki-laki. Namun jika dalam
keseharian, masyarakat Kasepuhan juga bergaya santai seperti masyarakat
modern pada umumnya. Warna hitam yang digunakan sebagai warna
pakaian adat bermakna paham atau mengerti, hal ini karena dalam bahasa
Sunda, hitam artinya hideung, sedangkan kata hideung merupkan bentuk
lain dari hideng, sementara hideng itu sendiri bermakna paham atau
mengerti. Sedangkan warna pakaian putih melambangkan kesucian dan

9

kebersihan hati, sehingga cara berpakain melambangkan bahwa hanya
dengan kebersihan atau kesucian hati dan pikiran dapat memahami
berbagai fenomena atau teka-teki dalam kehidupan. Aturan adat
Kasepuhan biasanya berbentuk kalimat siloka atau teka-teki, bukan dalam
bentuk kalimat sederhana, maka dari itu perlu penafsiran mendalam
tentang istilah yang dikemukakan oleh para karuhun.
Masyarakat hukum adat menggunakan adat istiadat sebagai pedoman
hidup dalam sosial kemasyarakatan, aturan tersebut kemudian diwariskan
secara turun menurun. Masyarakat adat kasepuhan berpegang pada filosofi
tatali paranti karuhun, secara harfiah tatali paranti karuhun bermakana
mengikuti, mentaati serta mematuhi tuntutan rahasia seperi yang dilakukan
para karuhun (leluhur) yang merupakan landasan moral dan etik. Nilai-
nilai kearifan lokal tatali paranti karuhun tidak hanya tercrmin dalam
tataran religius tapi juga termnifestasikan dalam kehidupan sosial, sistem
kepemimpinan, dan tata cara berinteraksi dengan alam.12 Bentuk-bentuk
kearifan lokal dapat ditemukan melalui berbagai aspek kehidupan
manusia, salah sataunya tercermin dalam tata cara bersosialisasi
masyarakat adat, yaitu "Hiji ucap, dua lampah, tilu tekad". Artinya yaitu :
(1) 'ucap' yang berarti perkataan, perkataan seseorang dapat
mencerminkan seperti apa orang tersebut, jadi setiap perkataan
mendeskripsikan identitas seseorang itu tadi. pada konteks ucapan atau
perkataan, masyarakat adat mempunyai aturan atau norma-norma yang
bersifat lisan, walaupun tidak tertulis, tapi aturan itu berlaku dan dipatuhi
oleh anggota masyarakat adat. Sebagai contoh, masyarakat adat mengenal
istilah pamali, yaitu sebuah larangan untuk tidak melakukan sesuatu yang
karena sifatnya dapat merugikan. Sebagai sebuah larangan, pamali
mempunyai konsekuensi bagi pelanggarnya yaitu kabendon (bencana).
Percaya atau tidak, ketika anggota masyarakat adat melakukan sebuah
kesalahan atau melanggar aturan adat yang telah ditentukan, maka hal
buruk akan terjadi kepada pelanggarnya, baik itu penyakit yang tak


12
Imam Hanafi dkk. 2014 . Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The
Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal 16

10

kunjung sembuh, usaha yang selalu merugi atau bahkan pada tingkatan
paling fatal akan mengakibatkan pelanggarnya mati mendadak.

Contoh kongkrit larangan atau pamali di masyarakat adat Kasepuhan


adalah teu meunang ngajual beas, beas mah nyawa (tidak boleh menjual
beras, beras adalah nyawa).

Gambar 4 : Padi adalah komoditas pertanian utama, Padi juga dianggap jelmaan Nyai
Sri (Dewi Padi).
Foto : Joe

Sehingga hasil panen padi selama satu tahun hanya akan dikonsumsi
sendiri dan sisanya disimpan di Leuit sebagai cadangan pangan untuk dua
sampai tiga tahun kedepan. Analogi beras disejajarkan dengan nyawa,
artinya padi atau beras mempunyai kedudukan begitu luhur dalam
pandangan masyarakat adat Kasepuhan. Masyrakat Kasepuhan percaya
bahwa padi merupakan jelmaan dari Nyai Sri (Nyai Pohaci) atau Dewi
Padi. Sebagai jelmaan sosok seorang Dewi, padi begitu diistimewakan,
maka dari itu ada ritual Ngamumule Pare atau merawat dan memanjakan
padi. Ngamumule pare dilakukan selama siklus musim panen, yang setiap
proses dalam menanam padi selalu disertai dengan berbagai ritual, mulai
dari nibakeun sri ka bumi (proses awal menanam benih padi), teubar
(proses menebarkan benih padi), tandur (menanam padi di sawah),

11

salamet pare nyiram (syukuran saat padi mulai akan berbuah), mipit (ritual
tanda akan dimulainya proses memanen padi), dibuat (proses panen padi
tradisional dengan Etem), Mocong (proses membersihkan dan merapikan
padi), Ngunjal yaitu membawa padi dari lantaian (penjemuran) menuju
lumbung atau leuit, Ngadiukeun (ritual memasukan padi hasil panen ke
dalam lumbung padi) atau juga istilah lainnya ngamitkeun sri ti bumi
(ritual merapikan atau memasukan padi yang tadinya di tebar di sawah
“bumi” ke dalam leuit), nganyaran (ritual pertama kali memasak pare
anyar atau padi baru yang selesai dipanen) Seren taun (ritual puncak
‘syukuran’ sebagai penutup dan awal akan dimulainya proses menanam
padi kembali). (2), 'lampah' atau perbuatan, sejatinya antara apa yang
diucapkan harus sesuai dengan apa yang dilakukan, perbuatan juga
mendeskripsikan pribadi seseorang. Bagi masyarakat adat, setiap tindakan
yang akan dilakukan harus sesuai dengan ketentuan adat. Bentuk-bentuk
karifan lokal tercermin dalam tindakan berupa ritual-ritual warisan nenek
moyang yang hingga kini masih tetap dilestarikan. Ritual yang dilakukan
tidak hanya bersifat seremonial semata, namun juga memiliki nilai-nilai
kehidupan yang mencerminkan identitas masyarakat adat yang hidup
tertata sesuai aturan adat. Salah satu fiosofi masyarakat adat yang
mengatur konsep bagaimana seharusnya bersikap tertuang dalam pepatah
atau wasiat para karuhun (leluhur) “nyucrug galur mapay wahangan nete
taraje nincak hambalan,” yang artinya dalam kehidupan sehari-hari kita
harus jujur mengikuti apa yang telah digariskan, tidak boleh menentang
apa yang bukan haknya. (3) tekad yaitu berkaitan dengan keteguhan dan
keyakinan masyarakat adat dalam melestarikan apa yang menjadi
keyakinannya. Tekad ini tercermin dalam kuatnya aturan-aturan adat atau
kebiasaan masyarakat adat yang masih terjaga yang bahkan tidak lekang
oleh waktu, walaupun zaman sudah berganti.
Masyarakat Kasepuhan bersifat adaptif bukan primitif, sehingga
teknologi atau inovasi modern sangat diterima, meskipun beberapa
penggunaan teknologi masih belum diizinkan atau istilahnya can nepi ka
zaman artinya belum waktunya. Masyarakat Kasepuhan menganut filosofi

12

'hirup kudu ngigeulan zaman' atau dalam istilah lain 'ngindung ka waktu,
ngabapak ka zaman', filosofi itu mencerminkan bahwa, masyarakat
Kasepuhan begitu terbuka mengenai perubahan zaman, mereka menyadari
bahwa dunia terus berputar dan zaman pun ikut berganti, sehingga
diperlukan adanya penyesuaian agar terjadi keseimbangan antara aturan
adat dan kondisi zaman saat ini. Kendati demikian, dengan adanya
keterbukaan itu maka tidak secara otomatis menghilangkan tradisi lama
dan menggantinya dengan cara baru, ada pakem atau patokan yang tetap
dijaga, sehingga keaslian atau hakekat dari tradisi tersebut tidak
mengalami perubahan. Penyesuaian terhadap kemajuan zaman terlihat
dalam berbagai aspek, dalam teknologi pertanian misalanya, dahulu
masyarakat Kasepuhan menggunakan kerbau untuk membantu membajak
sawah, namun sekarang sudah menggunakan traktor yang dirasa lebih
cepat dan efesien dari segi waktu dalam membajak sawah. Meski demikian
tidak semua Kasepuhan melakukan hal yang sama, terdapat beberapa
Kasepuhan yang masih menahan diri dari penggunaan teknologi tersebut
dengan alasan can nepi ka wanci, can datang ka jaman (belum saatnya).
Pada dasarnya masyarakat Kasepuhan hampir sama dengan masyarakat
modern, hanya saja mereka memadukan sikap taat pada aturan adat namun
juga tetap menyambut baik modernisasi selama tidak bertentangan dengan
aturan adat. Dari ketiga aturan adat (ucap, lampah, dan tekad) semuanya
merunut pada bagaimana pola masyarakat hidup dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai warisan leluhur di tengah-tengah kehidupan
yang modern. Disisi lain ucap, lampah dan tekad juga merupakan konsep
hidup yang begitu luhur, yaitu konsep hidup yang mengajarkan betapa
pentingnya sebuah keselarasan, keseimbangan dan kedewasaan dalam
bertindak dalam menyikapi setiap persoalan. Aturan adat bersifat
mengikat sehingga pengikutnya dituntut untuk taat dan patuh guna
terciptanya kehidupan yang sesuai tatali paranti karuhun.

13

Bab 3 Kondisi Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Hukum Adat

3.1 Letak Geografis dan Alam dan Lingkungan Masyarakat Kanekes


Daerah Tatar Kanekes, secara Astronomis berada pada posisi ; 6o
27’:27” Lintang Selatan (LS) sampai dengan 6o 30’:00” Lintang Selatan
(LS) 108o 3’:9” Bujur Timur (BT) samapai dengan 106o 104 4’:55” Bujur
Timur (BT). Batas Wilayah Administratif Desa Kanekes sebagai wilayah
Masyarakat Baduy yang memeiliki batas-batas Desa sebagai berikut :13

a. Utara :
1. Desa Bojong Menteng Kecamatan Leuwidamar;
2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar;
3. Desa Nayagati Kecamatan Leuwidamar.
b. Barat :
1. Desa Parakan Beusi Kecamatan Bojongmanik;
2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongamanik;
3. Desa Karang Nunggal Kecamatan Cigemblong;
c. Selatan : Cikate Kecamatan Cigemblong.
d. Timur :
1 Karang Combong Kecamatan Muncang;
2 Desa Sukajaya dan Sinarjaya Kecamatan Sobang;
3 Kampung Cidikit Desa Hariang Kecamatan Sobang.
Batas Alam, wilayah masyarakat Baduy yang berlokasi di Desa Kanekes
memiliki batas-batas alam sebagai berikut :

a. Utara : Sungai Ciujung;


b. Selatan : Sungai Cididkit;
c. Barat : Sungai Cibarani;
d. Timur : Sungai Cisimeut.
Kondisi lingkungan masyarakat Baduy berada di sekitar wilayah
Pegunungan Kendeng, dengan wilayah yang memiliki tipe alam
bertofografi perbukitan. Keadaan wilayah yang berbukit-bukit menjadikan
masyarakat baduy mengandalkan sistem pertanian kering yaitu huma.

13
Ibid. Hal 69-70

14

Biasanya masyarakat Baduy bermukim tepat di kaki Pegunungan
Kendeng di Desa Kanekes, dengan ketinggian 300-600 meter di atas
permukaan laut (MDPL), struktur tanah tersusun atas tanah vulkanik (di
bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di
bagian selatan), dengan suhu rata-rata 20 0C.14

Desa Kanekes yang termasuk dalam Kecamatan Leuwidamar berjarak


sekitar 40 km dari ibu kota Kabupaten Lebak yaitu Rangkasbitung. Daerah
Kanekes berada di daerah subur dengan banyak aliran sungai, sungai
terbesar yang mengalir di daerah Kanekes yaitu Sungai Ciujung, sungai ini
berhulu di daeah selatan wilayah Kampung Tangtu. Sungai Ciujung
mengalir ke bagian hilir melintasi wilayah Rangkasbitung dan bermuara di
pantai utara laut Jawa. Dengan demikian, dipandang dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) wilayah Kanekes merupakan daerah penting yang
merupakan daerah hulu DAS Ciujung, yang aliran sungainya
dimanfaatkan untuk pelbagai kebutuhan penduduk, seperti mandi,
mencuci, menangkap ikan, mengambil pasir dan transportasi.15

Jumlah penduduk masyarakat Baduy diperkirakan mencapai 12 ribu


jiwa yang mendiami 65 kampung. Mengutif dari pemberitaan detikcom
bahwa : Kebutuhan lahan Baduy terus meningkat seiring dengan terus
bertambahnya jumalah populasi. Hak Ulayaat adat Baduy yang hanya
seluas 5.136,8 hektare sudah tidak mencukupi untuk penghidupan
penduduk Baduy, yang setiap tahun meningkat. Apalagi pemanfaatan
lahan itu masih dibatasi dengan berbagai aturan seperti peruntukan utan
larangan dan sasaka domas (tempat yang disucikan bagi Baduy). Orang
Baduy, lebih-lebih orang luar, tak boleh menginjak dan memanfaatkan
lahan seluas 3.000 hektare ini.16 artiya permasalahan kekurangan lahan
merupakan situasi terkini yang dialami masyarakat Baduy, mengingat
mereka sangat tergantung dari alam, sehingga bagaiamna mereka akan


14
Ibid. Hal 71
15
Ibid. Hal 72
16
https://x.detik.com/detail/intermeso/20170530/Ketika-Tanah-Baduy-Terasa-Kian-
Sempit/index.php, diakses pada 13 Juni 2017 pukul 05.40

15

melanjutkan kehidupannya sementara lahan tempat mereka hidup sudah
semakin berkurang.
Masih berkaitan dengan penggunaan lahan, hampir seluruh lahan yang
ada digunakan untuk pertanian lahan kering (huma). Lahan yang
digunakan adalah lahan pegunungan yang termasuk dalam wilayah Desa
Kanekes. Pertanian huma sifatnya berpindah-pindah dari satu lahan ke
lahan yang lain dalam kurun waktu tertentu. Berebeda dengan masyarakat
Kasepuhan yang juga menggarap sawah (pertanian lahan basah), justru
pertanian sawah ini sangat dilarang oleh pikukuh, yang masyarakat
Kanekes menyeebutnya buyut (tabu).

Gambar 5 : Masyarakat Baduy sedang menyemai benih padi (ngaseuk) di huma


Sumber : http://www.kanekes.desa.id/2016/10/29/ngaseuk-penghormatan-budaya-dan-
kedaulatan-pangan-masyarakat-baduy/

Sistem pertanian sawah memerlukan air yang direkayasa dari aliran


tetap (sungai) untuk kemudian dialirkan ke sawah dan benih padi akan
ditanam di lahan basah, sedangkan merekasaya ketetapan aliran sungai
adalah hal yang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan kodrat
alam sehingga dipandang buyut, begitu pula dengan membiarkan padi
tergenang dalam air juga sesuatu yang dilarang (buyut). Selain itu proses
pertanian sawah juga perlu proses membajak, yang pada prakteknya
dipandang merusak kodrat atau ketetapan bumi (tanah). Tidak sebatas
dalam sistem pertanian yang amat sangat sederhana dengan tidak merusak
ketetapan alam lingkungan, hal serupa juga berlaku pada aktivitas lain

16

dalam keseharian seperti dalam menangkap ikan. Proses menangkap ikan
juga tidak boleh menggunakan pancing, ikan hanya boleh ditangkap
dengan menggunakan jala, bubu atau alat sair. Tidak ada istilah
peternakan dalam sistem kehidupan masyarakat Baduy, tidak boleh
memelihara kambing, sapi, kerbau, bahkan tidak diizinkan untuk
menyembelih hewan-hewan tersebut. Hewan yang dipelihara hanya ayam
dan anjing sebagai teman berburu. Sistem jual beli hanya terjadi pada
masyrakat Baduy Penamping, yang memang sudah terbuka, itu juga
semata hanya untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Sementara Baduy
Dalam masih menggunkan sistem barter untuk mendapatkan barang-
barang tertentu.17

3.2 Letak Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Adat


Kasepuhan
Masyarakat adat Kasepuhan tersebar di daerah kabupaten Lebak
bagian selatan, masyarakat Kasepuhan adalah suatu komunitas yang dalam
kesehariannya menjalankan pola perilaku sosio-budaya tradisional yang
mengacu pada karakteristik Sunda pada abad ke 18.18 Masyarakat
Kasepuhan tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Lebak-Banten.
Jumlah Kasepuhan terbanyak terdapat di wilayah Kecamatan Cibeber-
Lebak, yaitu Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan
Citorek. Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cibadak, dan Kasepuhan Ciherang.
Sedangkan Kasepuahan Cirompang dan Kasepuhan Pasir Eurih berada di
Kecamatan Sobang-Lebak serta Kasepuahn Karang yang terletak di
Kecamatan Muncang-Lebak. Kasepuhan juga terbagi menjadi Kasepuhan
induk, yaitu Kasepuhan besar dan ada juga Kasepuhan kecil atau Kaolotan
yang tersebar di berbagai wilayah. Wilayah Kasepuahn berada di sekitar
lahan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS),
dengan kondisi wilayah pegunungan dan perbukitan. Wilayah yang


17
Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai
Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 103
18
Imam Hanafi dkk. 2014 . Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The
Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal 16

17

berbukit-bukit mempengaruhi sistem pemukiman dan pertanian yang
semuanya sangat tergantung dengan alam. Masyarakat Kasepuhan
mengandalkan sistem pertanian lahan kering yaitu huma dan juga
pertanian lahan basah atau sawah.

Lokasi Kasepuhan yang berdampingan dengan wilayah Konservasi


Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menjadikan wilayah
tersebut merupakan representasi terlengkap yang menggambarkan hutan
hujan pegunungan yang ada di Jawa. Terdata (diyakini dapat beertambah,
karena belum seluruh kawasan diinventarisasi) kawasan ini merupkan
habitat bagi lebih daroi 500 spesies tumbuhan, 156 anggrek, 244 spesies
burung (27 diantaranya endemik Jawa dengan sebarab terbatas), 16 spesies
kodok, 12 spesies kadal, 9 spesies ular dan 61 jenis mamalia khas.19

Kawasan Ekosistem Halimun adalah kawasan pegunungan yang


selalu diselimuti kabut, masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar
kawasan itu awalnya lebih mengenal tempat tersebut sebagai Kawasan
Gunung Sangga Buana atau Tutugan Sangga Buana atau Leuweung
Pangabuan Sangga Buan yang bermakna gunung penyangga bumi, salah
satu gunung yang di dalamnya terdapat gunung Halimun. Masyarakat
Kasepuhan Banten Kidul percaya bahwa Gunung Halimun merupakan satu
kesatuan urat Gunung Kendeng yang tidak putus dari ujung timur sampai
ujung barat dan sebagai penciri dalam pengelolaan wilayah. Pada
sebagaian wilayah masih dilarang menggarap (membuka hutan) atau
menebang pohon. Kegiatan yang diperbolehkan hanya sebatas
pemanfaatan hutan non kayu berupa rotan, madu, jamur dan tanaman
obat.20

Lahan pertanian masyarakat adat Kasepuhan terbilang subur,


ditambah dengan metode bercocok tanam sistem tumpang sari. Selain itu
dikarenakan masyarakat Kasepuhan rata-rata hanya menanam padi sekali


19
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri. Hal 16.
20
Ibid. Hal 17

18

dalam setahun yang kurang lebih dalam kurun waktu enam bulan, artinya
ada tenggat waktu sekitar enam bulan antara musim tanam dan musim
rumpakjami (musim istirahat). Disadari atau tidak sistem pertanian seperti
ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah, mengingat lahan
pertanian juga perlu diistirahatkan, perlu waktu untuk kembali memulai
kembali proses penyuburan lahan secara alami. Disamping bertani yang
merupakan mata pencaharian utama, masyarakat Kasepuhan juga
berternak, namun hal ini terkesan ala kadarnya, karena memang bukan
merupakan prioritas layaikanya komoditas padi.

Gambar 6 : Lahan pertanian (sawah & ladang) di Kasepuhan Cisungsang


Foto : Joe
Hewan-hewan ternak yang umum dipelihara oleh masyarakat adat
diantaranya ayam kampung, bebek, kambing, dan kerbau. Terkesan asal-
asalan dalam berternak karena diakibatkan dari salah satu filosofi hidup
masyarakat adat yaitu hirup sacukpna (hidup secukupnya) sehingga pada
konteks berternak, masyarakat tidak berpikir untuk menjadikannya sebagai
komoditi usaha, hanya sebatas keperluan semata, mengingat ayam
kampung selalu dipakai untuk acara-acara selametan atau ritual tertentu
dan memang tidak boleh menggunakan jenis ayam lain, kecuali untuk
konsumsi sehari-hari. Masih terkait dengan hewan ternak, ada hewan
ternak yang wajib dikenai pajak, atau masyarakat adat menyebutnya
ngajiwa (sensus pada konsep tradisional), hewan tersebut adalah kerbau,
setiap kepemilikan kerbau diwajibkan membayar ngajiwa sebesar kurang

19

lebih 5000 ribu rupiah per ekor (tiap Kasepuhan bisa berbeda-beda).
Konsep ngajiwa pada hewan ternak merupakan bentuk lain dari sensus
ekonomi yang bahkan itu sudah dilakukan sebelum konsep sensus
ekonomi modern dilakukan. Hewan kerbau juga merupakan hewan yang
diperlakukan dengan baik, mengingat jasa kerbau yang amat besar dalam
proses penggarapan sawah (membajak sawah), selain itu dari segi ekonomi
harga kerbau terbilang memiliki harga jual yang bagus.

Lokasi pemukiman masyarakat adat yang bersinggungan langsung


dengan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) menjadikan masyarakat hidup berdampingan dengan hutan,
terkait hal ini, masyrakat adat punya pandangan tersendiri tentang konsep
hutan. Setidaknya ada empat jenis hutan yaitu : (1) Leuweung tutupan
yaitu leuweung kolot/geledegan (hutan tua/rimba), hutan ini tidak boleh
dijamah; (2) Leuweung Titipan yaitu hutan yang dititipkan oleh karuhun
dan boleh digunakan jika mendapat izin dari leluhur melalui wangsit; (3)
Leuweung awisan (hutan cadangan) yaitu hutan yang dapat digunakan
untuk lahan pertanian maupun permunikamn pada waktu yang akan
datang; (4) leuweung garapan atau sampalan yaitu hutan atau lahan yang
boleh dipergunakan untuk keperluan menunjang kehidupan.21 Pembagian
wilayah hutan dalam pandangan adat menjelaskan bahwa konsep
kesimbangan antara hidup makmur tanpa mengorbankan alam sudah
tertanam dalam tatali paranti karuhun. Masyarakat adat mengakui bahwa
hidup harus saling berdampingan dengan alam. pamali bukan sesuatu yang
dapat diabaikan atau bahkan dilanggar. Hutan bagi masyrakat adat juga
merupakan sirah cai atau sumber air. Sehingga jika merusak ekosistem
hutan sama artinya dengan merusak sumber air, sedangkan air merupakan
sumber kehidupan, sehingga merusak hutan artinya merusak kehidupan
manusia itu sendiri karena masyarakat adat memanfaatkan sumber air
murni untuk kebutuhan minum, mandi dan lain sebagainya.


21
Irvan setiawan dkk. 2012. Upacara Seren taun pada Masyarakat Kasepuhan di Ciptagelar di
Sukabumi. Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 149

20

Bab 4 Prosedur Pengumpulan Data

4.1 Teknik Pengumpulan Data


4.1.1 Teknik Observasi

Basrowi dan Suwandi menjelaskan bahwa observasi merupakan


salah satu metode pengumpulan data dimana peneliti melihat, mengamati
secara visual sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan
observer.22 Nasution mengatakan bahwa observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Para ilmuan dapat bekerja berdasarkan data, yaitu
fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.23
Dengan kata lain pada proses pengumpulan data peneliti dituntut untuk
mengumpulkan data penelitian seakurat mungkin dan mengesampingkan
subjektivitas peneliti dengan hanya fokus pada apa yang diteliti. Teknik
observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi
terfokus, yakni salah satu jenis pengamatan yang secara spesifik
mempunyai rujukan pada rumusan masalah atau tema penelitian.24

4.1.1 Teknik Wawancara


Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam
(in-depth), tetapi kebebasan ini tetap tidak akan terlepas dari pokok
permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah
dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.25 Pengumpulan data melalui
wawancara memiliki kelebihan tersendiri karena data yang diperoleh
dapat dikonfirmasi saat itu juga saat wawancara berlangsung, teknik
wawancara dapat meminimalisir kesalahan informasi karena peneliti
dapat menentukan sendiri siapa narasumber yang dianggap kompeten
sebagai sumber informasi. Wawancara dapat dilakukan secara langsung
face to face (tatap muka) maupun secara tidak langsung, seperti via


22
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta. Hal. 94
23
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Hal. 226
24
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta. Hal.99
25
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri. Hal. 37

21

telefon atau alat komunikasi lain yang memungkinkan untuk terjadinya
kontak pertukaran informasi.

4.1.3 Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang


digunakan dalam metodologi penulisan sosial.26 Dokumentasi dalam hal
ini merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi dapat
berupa dokumen yang dipublikasikan seperti buku, jurnal, artikel, surat
kabar, berita online, catatan harian dan sebagainya. Dokumentasi juga
dapat berupa foto, vidio, rekaman suara, maupun cerita rakyat.
Pengumpulan data dokumentsi tidak terpaku pada satu sumber tapi
kolaboratif.

4.2 Sumber Data Primer


Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber datanya langsung. Data primer disebut
juga sebagai data asli atau data yang memiliki sifat kebaruan, hal ini karena
langsung diperoleh saat melakukan pengumpulan data. Untuk mendapatkan
data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung dengan
menggunakan teknik pengumpulan data seperti : wawancara, observasi,
diskusi terfokus (focus grup discussion – FGD) dan penyebaran kuesioner.

4.3 Sumber Data Sekunder


Data Sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti
dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan,
Biro Pusat Statistik (BPS), dan lain-lain. Data sekunder dibutuhkan untuk
menunjang hasil penelitian dari berbagai perspektif, sehingga hasil
penelitian yang disajikan tidak bersifat subjektif.


26
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri. Hal. 38

22

Bab 5 Masyarakat Adat dalam Pelestarian Lingkungan Hidup dan Hutan

5.1 Masyarakat Adat Baduy


5.1.1 Sistem Kelembagaan Masyarakat Kanekes

Seperti sudah dijelaskan di awal, bahwa Masyarakat Kanekes dipimpin


oleh Puun (ketua adat). Ada tiga puun yang memimpin masyarakat Kanekes,
yaitu Puun Cikeusik, Puun Cikartawana, dan Puun Cibeo. Di bawah ini
adalah pembagian tugas atau wewenang para puun beserta para pembantu
pelaksana kelembagaan adat dalam menjalankan pemerintahan adatnya.27

Tabel 1 : Pembagian tugas/wewenang lembaga adat (Kapuunan)

Jabatan Kapuunan Tugas/wewenang

Puun Cikeusik Mengurusi bidang keagamaan, pengadilan


adat, menentukan pelaksanaan (seren taun,
kawalu dan seba), menentukan hukamn
bagi para pelangar adat.

Puun Cibeo Mengurusi bidang pelayanan kepada


warga dan tamu di kawasan Kanekes,
administratur tertib wilayah, batas wilayah
dan hal yang berhubungan dengan daerah
luar.

Puun Cikartawana Mengurusi bidang pembinaan warga,


kesejahteraan, keamanan dan monitoring
kawasan Kanekes.

Girang seurat sekretaris puun

Baresan Petugas keamana kampung


27
Imam Hanafi dkk. 2014 .Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The
Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal. 15

23

Jaro Pamarentah Pelaksana harian urusan pemerintah
Kapuunan, penghubung antara unsur
pemerintahan (Camat, Bupati, dll) dengan
masyarakat Kanekes.

Tangkesan (Dukun kepala), bertanggung jawab


mengenai masalah kesehatan warga
Kanekes

Palawari Panitia tetap untuk mengurusi berbagai


kegiatan upacara adat

Pemerintahan Desa Kanekes sedikit berbeda dengan pemerintah Desa pada


umunya, jika mengacu pada Undang-undang nomor 5 tahun 1979, tentang
Pemerintahan Desa. Terdapat perbedaan dalam beberapa aspek, diantaranya
:28

1. Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah), bukan dipilih oleh rakyat,


melainkan diangkat dan ditunjuk langsung pemerintah atas persetujuan
Puun;
2. Kepala Desa hanya dibantu oleh Carik Desa, Pangiwa, dan Kokolot
(tidak ada LKMD atu aparatur pembantu pemerintah desa);
3. Kepala Desa tidak disyaratakan harus pandai baca-tulis, karena dalam
adat masyarakat Baduy, baca-tulis adalah buyut (tabu);
4. Desa Kanekes tidak memiliki kantor, yang menjadi kantor adalah rumah
Jaro Pamarentah itu sendiri.


28
Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai
Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 79

24

5.1.2 Mata Pencaharian
Sebagaimana masyrakat yang hidup dan bermukim di pegunungan,
maka sektor pertanian adalah hal yang paling memungkinkan untuk
memaksimalkan potensi alam. Begitu pula dengan masyarakat Kanekes
yang juga menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Namun
berbeda dengan masyrakat atau petani pada umumnya yang sudah
menggunakan teknologi modern dalam bidang pertanian, seperti
penggunaan mesin traktor, atau mesin pemanen otomatis. Masyarakat
Kanekes masih menganut sistem pertanian tradisional yang berlandaskan
pada aturan-aturan adat atau pikukuh karuhun. Masyarakat Kanekes
menggunakan lahan pertanian sekitar 2,585.29 hektare yang termasuk
dalam wilayah administratif Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar.

Gambar 7 : Warga Baduy sedang mengencangkan ikat padi yang sedang dijemur
Sumber : https://humaspdg.wordpress.com/2010/05/04/perilaku-konformitas-
masyarakat-baduy/

Sitem pertanian masyarakat Kanekes adalah pertanian lahan kering atau


masyarakat setempat menyebutnya huma. Ngahuma merupakan pertanian
yang hanya menggandalkan air hujan sebagai pengairan (tadah hujan).
Huma adalah pertnian yang berpindah-pindah dalam kurun waktu tertentu,
artinya lahan yang sama bisa saja digunakan satu atau dua kali musim
tanam, bisa juga hanya sekali musim tanam dan ditinggalkan berpindah ke
lahan lain. Pertimbangannya adalah kesuburan lahan, mengingat
masyarakat Kanekes tidak menggunakan bahan kimia untuk menyuburkan

25

tanah. Proses ngahuma dimulai dengan pemilihan lahan, kemudian masuk
pada proses nyacar (menebang rerumputan dan semak belukar), setelah
rumput-rumput liar kering, maka selanjutnya yaitu ngaduruk (pembakaran
rumput untuk kemudian abunya digunakan sebagai pupuk), setelah lahan
bersih, lalu masuk pada proses ngaseuk (menanam benih padi di lahan
huma dengan menggunakan tongkat runcing untuk melubangi tanah),
setelah proses ngaseuk, maka tinggal tunngu beberpa bulan untuk
kemudian masuk musim panen. Semua proses itu dilakukan dengan
teknologi sederhana berupa, arit, kujang, kored dan aseuk.29

Tabel 2 : Tata Guna Lahan Wilayah Adat Baduy


Lahan Luas Lahan (ha) Presentase %

Lahan Pertanian 2, 585.29 50.67

Hutan Tetap 2,492.06 48.85

Pemukiman 24.50 0.48

Jumlah 5,101.85 100

Masyarakat Kanekes tidak menganut sistem pertanian lahan basah


atau sawah, dikarenakan pada proses bersawah dianggap merusak tatanan
alam, dalam bersawah harus menggunakan pengairan dari sungai, untuk
melakukan itu perlu merekayasa aliran sungai untuk kemudian dialirakan
ke sawah-sawah. Merekayasa aliran sungai (irigasi) sama artinya merubah
tatanan alam dan itu sifatnya buyut (tabu) menurut pikukuh. Masyarakat
Kanekes menggunakan banyak pantangan-pantangan dalam bercocok
tanam, hal itu dilakukan semata karena tidak ingin bumi tempat manusia
hidup hancur oleh manusia itu sendiri, sebuah konsep yang amat sangat
luhur yang diaplikasikan oleh sekelompok masyrakat adat yang memilih
mengisolasi diri. Jika dunia internaasional menggaungkan global warming


29
Hal 101

26

akibat kekhawatiran akan pemanasan global yang dapat menghancurkan
bumi, maka masyarakat Kanekes sudah melakukan apa yang manusia
modern khawatirkan, dan itu sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu.
Tidak hanya dalam bercocok tanam, hidup yang berdampingan
dengan alam juga mengakibatkan batasan-batasan dalam mengambil
sumber daya alam yang ada. Masyarakat kanekes tidak berternak untuk
memenuhi kebutuhan akan konsumsi daging, mereka hanya mengambil
ikan di sungai dan itu juga harus dilakukan secara tradisional, tidak
menggunakan alat pancing, hanya berupa jala, bubu, dan ayakan (sair).

5.1.3 Agama

Sama seperti masyrakat adat lainnya, Mayarakat Kanekes juga


mempunyai keyakinan, dari semua rujukan atau literatur yang ada bahkan
pengakuan dari masyarakat Kanekes sendiri, agama masyarakat Kanekes
adalah Sunda Wiwitan.Dalam catatan N.J.C. Giese yang dikutip Garna
(Garna, 1987:84)30 pernytaan Giese yang dimaksud adalah :

Nabi Adam anak Puun Cibeo boga deui putra, jadi Kangjeng Nabi
Muhammad. Nabi Adam Jeung Kangjeng Nabi Muhammad jadi incu
Puun Cikeusik. Ceuk Puun Cibeo ka anakna Kangjeng Nabi
Muhammad : “Hayu sia kudu ayeuna ngaramekeun nagara. Kudu
ngadegkeun masigit bagoang di Mekah. Kudu make salat kasaban,
ajian, kudu ngaramekeun nagara bae”. Ceuk Kangjeng Nabi
Muhammad : “Heug, tapi para buyut kabeh kudu dicekelan ku kaka,
nyaeta Kangjeng Nabi Adam. Jadi kaka eta kudu ngasuh ngajayak
menak. Sakung kurung ning langit satangkarak ning lemah. Nagara
satelung puluh sawidak lima panca salawe nagara kudu dicekel para
buyutna ku kaka, ku Nabi Adam”.

Artinya :


30
Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai
Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. 124

27

(Nabi Adam anak Puun Cibeo mempunyai putra lagi, yaitu Kangjeng
Nabi Muhammad. Nabi Adam dan kangjeng Nabi Muhammad
menjadi cucu Puun Cikeusik. Berkata Puun Cibeo kepada anaknya,
Kangjeng Nabi Muhammad : “Marilah ! Kau sekarang harus
meramaikan negara, Harus ada salat, korban, pengajian, rewah dan
mulud. Tetapi jangan bercampur dengan kami, harus meramaikan
negara saja”. Lalu jawab Kangjeng Nabi Muhammad : “Baiklah !
tetapi para tanah nenek moyang semuanya harus di bawah tanggung
jawab Abang, yaitu Kanjeng Nabi Adam. Jadi Abang harus
mengasuh ratu, memelihara bangsawan, seluas langit dan selebar
bumi tiga puluh tiga negara, enam puluh lima panca dan dua puluh
lima negara. Nenek moyang harus dipegang oleh Abang, oleh Nabi
Adam”.)

Penuturan di atas lebih kepada pembagian wewenang antara Nabi


Adam dan Nabi Muhammad. Sebagai catatan, masyarakat Kanekes
memahami dan menyebarkan pesan nenek moyang melalui cerita lisan,
bukan dengan tulisan. Sehingga bukan tidak mungkin, informasi dari satu
generasi ke generasi yang lain mengalami distorsi pesan, artinya terdapat
pengurangan dan penambahan makna, dan sangat mungkin informasi yang
disampaikan tidak diserap secara sempurna. Jadi dari paparan di atas,
dapat dikatakan bahwa ada pesan Islam yang disampaikan namun
mengalami distorsi karena ketidaksempurnaan pemahaman.

Masyarakat Kanekes (Tangtu) juga mengenal adanya syahadat,


meski sedikit berbeda, berikut ini adalah Syahadat Baduy Tangtu :

Asyhadu syahadat sunda

Jaman Allah ngan sorangan

Kaduan Gusti Rasul

Katilu Nabi Muhammad

28

Kaopat Umat Muhammad

Nu cicing di bumi ngarincing

Nu calik di alam keueung

Ngacacang di alam mokaha

Salamet umat Muhammad

(Ashadu syahadat Sunda

Waktu Allah sendiri (Esa)

Kedua para Rasul

Ketiga nabi Muhammad

Keempat umat Muhammad

Yang tinggal di dunia ramai

Yang duduk di alam takut

Menjelajah di alam tekebur

Selamat umat Muhammad) (Suhandi, 1986:62-63)31

Istilah Sunda Wiwitan, seperti dalam makalah Jatisunda (Jatisunda,


2005). Jatisunda menyebutkan : Istilah sunda Wiwitan dikemukakan oleh
Ayah Sacin (1972) dan Aki Bantarwaru (1972). Ayah Sacin adalah ahli
sastra bambu dan salah seorang bekas panengen atau penasehat Puun
Cikeusik, sedangkan Aki Bantarwaru adalah mantandamar Kampung
Cikeusik. Ayah Sacin mengemukakan:

“Sunda Wiwitan eta biena mah Sunda bae, agama Sunda. Keurna
ngaraton keneh para aji di pakwan, lajuna disarebut Sunda


31
Ibid Hal. 128

29

Pajajaran bae. Di kami disarebutna pikukuh Sunda Wiwitan.
Baheula karaton Pajajaran ruka dirurug ku Eslam, loga rawayan
anu kapaksa jaradi Eslam. Ngeun kami nu hanteu. Cik para
wangatuha ; beusi isuk jagana pageto aya rawayan ne ndeuk
parulang deui ka agama Sunda nyah, wiwitanan mudu di kami
heula. Matakna, para wangtuha kami nyarebutna pikukuh agama
Sunda Wiwitan. Kitu geh meureun”.

(Sunda Wiwitan itu, tadinya agama Sunda. Pada saat berjaya di keraton
Pakuan (Pajajaran), yang disebut agama Sunda Pajajaran. Di sini
disebutnya pikukuh Sunda Wiwitan. Dahulu ketika Pajajaran diserbu
pasukan Islam, banyak rawayan yang secara terpaksa masuk (agama)
Islam. Hanya kami yang tidak. Mudah-mudahn nanti ada rawayan yang
masuk agama Sunda Wiwitan. Harus dari sisni (Baduy) terlebih dahulu.
Sebab di sinilah mulanya agama Sunda Wiwitan. Itu pun mungkin.).

Kemudian Bantarwaru mengatakan :

“Sunda ma agama kami. Sunda ta dipurna ti mimiti ngadegna Batara


Cikal, wayah jagat ieu mimiti teuas sageude jangnjang reungit di
Sasaka Pusaka Buana Pada Geude. Mantakna di kami disebut Sunda
Wiwitan”.

(agama kami Sunda. Agama Sunda muncul sejak berdirinya Batara


Cikal, ketika bumi mulai mengeras sebesar sayap nyamuk di Sasaka
Pusaka Buwana Pada Geude. Makanya kami menyebutnya Sunda
Wiwitan).

Dari penjelasan yang disampaikan di atas, menggambarkan asal


muasal agama Sunda Wiwitan yang dulunya hanya agama Sunda atau
Keyakinan sunda saja. Dari paparan tersebut juga menyebutkan asal usul
masyarakat Kanekes yang merupakan masyarkat pelarian dari kerajaan
Pajajaran. Alasan pelarian itu antara lain dikarenakan adanya penyerangan
dari pasukan Islam, sehingga rakyat Pajajaran (rawayan) ada yang

30

kemudian masuk Islam dan ada juga yang memilih lari dan bersembunyi
ke daerah pegunungan Kendeng. Rawayan yang dalam pelarian itu tetap
melestarikan ajaran Sunda yang kemudian dikenal dengan agama Sunda
wiwitan sampai sekarang.

5.1.4 Pendidikan

Sebagian besar masyarakat Kanekes tidak mengenal baca tulis,


terutama masyarakat Baduy Dalam. Sekolah adalah hal yang tabu, tempat
anak-anak Baduy sekolah adalah lingkungan dengan orang tua mereka
sebagai gurunya. Mereka tidak diajarkan pendidikan umum yang biasa
diajarkan di sekolah konvensional. Anak-anak Baduy belajar tentang ilmu
bercocok tanam dan pikukuh karuhun, mereka belajar tentang hidup dari
alam dan memanfaatkan apa yang alam sediakan tanpa mengskploarsi
alam itu sendiri, seperti belajar berburu, menangkap ikan, mengambil
madu hutan atau belajar bagaimana caranya menyadap air nira.

Gambar 8 : Anak-anak Baduy yang sejak kecil sudah terbiasa hidup dengan alam
Sumber : http://lidibiru67.com/baduy/

Sekarang masyarakat Baduy sudah mulai mengenal baca tulis


bahkan lebih dari itu, terutama masyarakat Panamping (Baduy Luar),
pemerintah setempat sudah mendirikan Sekolah Dasar Ciboleger, Desa
Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar. Tidak hanya itu, sekarang

31

masyarakat Baduy Luar sudah menguasi beberapa perangkat elektronik,
seperti telefon genggam sebagai sarana komuniksi. Artinya masyrakat
Baduy bukan merupakan masyarakat yang terbelakang, melainkan
masyarakat yang memilih untuk tidak mengimbangi perubahan zaman
dengan alasan bertentangan dengan pikukuh para leluhur. Bahkan
masyarakat Kanekes adalah masyarakat yang cerdas, masyarakat yang
sudah mengaplikasikan sikap yang bahkan masyarakat modern belum
melakukannya. Masyarakat Kanekes menyadari bahwa dengan menjadi
‘pintar’ maka artinya juga menjadi ancaman (perusak). Masyarakat
Kanekes menjaga ekosistem hutan disaat banyak pembalakan liar oleh
korporasi, masyarakat Kanekes sudah menjawab keresahan masyarakat
modern akan keselamatan alam, jika masyarakat modern masih tenang-
tenang saja akan keselamatan bumi dari kehancuran tangan-tanag tidak
bertanggung jawab, maka beda halnya dengan masyarakat Kanekes yang
hidup berdampingan dan melestarikan alam, mereka hanya mengambil apa
yang mereka butuhkan, mereka menjaga apa yang seharusnya dijaga,
mereka menjauhi apa yang pikukuh adat larang.

Gambar 9 : Invasi teknologi terhadap masyarakat Baduy melalui pengunjung


Sumber :Banten Pos

32

5.2 Profil Masyarakat Adat Kasepuahan
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Lebak no 8 tahun 2015
tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan masyarakat Hukum
Adat, terdapat 522 masyarakat Adat Kasepuhan yang tersebar di wilayah
Kabupaten Lebak. Kasepuhan adalah kesatuan masyarakat hukum adat
yang terdapat di Kabupaten Lebak. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya
dan hukum. Masyarakat Kasepuhan mempunyai Hak atau kewenangan
yang disebut Hak ulayat atau kewenangan masyarakat hukum adat
Kasepuhan untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah,
wilayah, dan sumber daya alam yang ada di dalam wilayah adat yang
menjadi sumber kehidupan dan mata pencahariannya. Salah satu
kewenangan masyarakat adat adalah megelola daerah yang menjadi bagian
dari Wewengkonnya, Wewengkon adalah wilayah adat yang terdiri dari
tanah, air dan sumber daya alam yang terdapat di atasnya, yang
penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan menurut hukum
adat.

5.2.1 Kasepuhan Cisungsang


5.2.1.1 Letak Geografis
Kasepuhan Cisungsang secara administratif berada di Desa
Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Kondisi alam
Kasepuhan Cisungsnag terdiri dari pegunungan dan perbukitan. Kampung
Cisungsang terletak persis di tepi kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. Masih asri. Tak jauh dari Cisungsang, terdapat perbatasan
Banten dan Jawa Barat dengan sungai yang menjadi garis pemisah
Kabupaten Lebak dan Sukabumi. Dari ibu kota Rangkasbitung, jarak
kampung adat ini sekitar 150 kilometer, sedangkan dari Jakarta sekitar 280
kilometer.

33

5.2.1.2 Batas Wilayah
Batas Utara :Desa Cisistu

Batas Selatan :Desa Kujang Jaya

Batas Timur :Desa Gunung Wangun

Batas Barat :Gunung Tumbal

Gambar 10 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan

5.2.1.3 Sejarah

Warga kampung percaya Cisungsang didirikan oleh anak Prabu


Siliwangi yang bernama Prabu Walangsungsang yang telah mengalami
situasi 'Ilang Galuh Pajajaran'. Raja ini memberikan banyak keturunan
bagi masyarakat Sunda yang tersebar di hampir seluruh daerah Jawa Barat.
Konon, kata Cisungsang juga dibentuk dari dua suku kata, 'ci' dan
'sungsang'. Secara harfiah kata ‘ci’ adalah bentuk singkat dari cai dalam
bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan ‘sungsang’, dalam bahasa
Sunda berarti terbalik atau berlawanan dari keadaan yang sudah lazim.
Maka istilah Cisungsang dapat diartikan air yang mengalir kembali ke

34

hulu (mengalir secara terbalik). Warga Kampung Cisungsang percaya
bahwa kampung mereka merupakan desa pertama yang dibuka oleh
Walangsunsang. Mereka menyebutnya dengan istilah ‘Guru Cucuk’. Apih
Jampana, salah satu sesepuh Cisungsang mengatakan, wilayahnya adalah
lahan hutan yang dipilih para leluhur untuk dijadikan tempat tinggal.

Nama Cisungsang secara etimologi berasal dari gabungan dua kata


yaitu Ci dan Sungsang. Pengertiannya sebuah tempat di daerah Sunda
banyak yang diawali dengan Ci atau Cai (Air), (aspek Hidrologis).
Dinamai kata Ci menggambarkan bahwa masyarakat sunda termasuk pada
Hodrolic Society, artinya masyarakat yang tidak terlepas dari air.
Sebabnya Sunda terkenal dengan kesuburannya, Indikator utamanya
banyak mata air dan sungai mengalir di mana-mana.

Sedangakan Sungsang, mempunyai arti tumbuhan yang merambat dan


mengndung racun, bunganya merah seperti bunga angrek. Menurut Apih
Adeng, Cisungsang merupakan hutan yang banyak tumbuh bunga
Sungsang yang berada di sekitar sungai.

Gambar 11 : Kawasan Pusat Kasepuhan Cisungsang


Foto : Henriana Hatra

Dahulu Cisungsang merupakan sebuah hutan yang luas, menurutnya


Mbah Ruman membuka hutan menjadi perkampungan, tanpa membawa

35

keris atau perkakas apapun hanya dengan tangan saja mengubah hutan
menjadi lahan perkampungan. Mbah Ruman atau juga disebut Mbah
Buyut yang berusia kurang lebih 350 tahun, diteruskan generasi kedua
oleh Uyut Sakrim yang berusia kurang lebih 250 tahun, generasi ketiga
oleh Olot Sardani berusia kurang lebuh 126 tahun dan generasi keempat
oleh Abah Usep Suyatma yang kini berusia 46 tahun. Abah Usep
memegang tampuk pimpinan Kasepuhan Cisungsang sejak berusia 18
tahun. Pada tahun 1984 pernah di pegang sementara oleh Olot Naedi
namun tidak sanggup, lalu diserahkan ke Abah Usep Suyatma pada tahun
1989

5.2.1.4 Lembaga Adat

- Abah yaitu pimpinan Kasepuhan, puncak piramida kekuasaan,


memiliki keahlian dalam bidang pertanian (teknis dan simbolis),
pemberi do’a dan restu segala kegiatan masyarakat di Kasepuhan
Cisungsang.
- Dukun bertanggung jawab dalam menangani kesehatan, ritual
pertanian dan siklus hidup.
- Paraji bertanggung jawab dalam menangani masyarakat (ibu-ibu)
dalam proses melahirkan dan pengurusan bayi.
- Bengkong bertanggung jawab dalam menangani dan membantu
masyarakat dalam khitanan.
- Amil bertanggung jawab dalam menangani dan membantu
masyarakat dalam urusan dan pengelolaan zakat, menikahkan,
kematian, urusan kelahiran bekerjasama dengan pemerintah desa dan
kecamatan.
- Panei bertanggung jawab dalam menangani perkakas kerja dalam
bidang pertanian dan kebun.
- Rendangan, tokoh yang dituakan / pimpinan kelompok masyarakat
didasarkan hubungan keluarga dalam suatu dusun, memimpin
anggota dengan jumlah bervariasi. Legitimasi secara turun temurun
jatuh ke anak laki-laki

36

- Tutunggul lembur (Kasepuhan), yaitu tokoh masyarakat di setiap
Kampung yang bertugas sebagai kepanjangan tangan dari Abah.
- Baris kolot, yaitu tokoh rendangan di Kasepuhan, istilah baris kolot
muncul krtika para rendangan sedang berkumpul bersam dalam
sebuah ritual adat.
- Dukun kolot bertugas menentukan kapan tibanya kidang dan kerti
untuk menentukan waktu dimulainya musim tanam padi, selain itu
tugas dukun kolot juga membaca tanda-tanda gejala alam yang
bersifat gaib, seperti datangnya wabah penyakit ayau bencana.
Dukun kolot harus melakukan ritual tolak bala untuk keselamatan
masyarakat Kasepuhan
- Ulu-ulu bertugas mengatur sistem pengairan di kawasan
Kasepuhan, terutama pengairan utama yaitu irigasi
- Parawari semacam panitia pembantu umum dalam rangkaian adat.
Seperti pada saat Seren Taun.
- Canoli, yaitu juru dapur atau juru masak yang tidak boleh
meninggalkan dapur selama proses acara ritual berlangsung.
- Tukang Para, yaitu orang yang bertugas mengatur berbagai
makanan atau hidangan dalam sebuah acara, istilah ini muncul
karena struktur bangunan rumah adat yang memiliki para (sekat
kosong antara plafon dan atap rumah).
- Juru Leuit, yaitu orang yang bertugas menagtur ketika hendak
dilakukan ritual ngamitkeun pare ti bumi (proses memasukan padi
ke lumbung).
- Juru Seni, yaitu mengatur kesenian.
- Juru Pantun, yaitu orang yang bertugas melantunkan pantun secara
lisan dengan diiringi musik kecapi.
- Tukang Ngala Lauk Cai, yaitu orang yang bertugas mencari bahan
makann khusus untuk acara ritual, sperti mencari keyep (kepiting
kecil jenis air tawar).

37

5.2.2 Kasepuhan Cicarucub
5.2.2.1 Letak Geografis
Kasepuhan Cicarucub terletak daerah kampung Cicarucub, Desa
Neglasari, Kecamatan Cibeber, kabupaten Lebak. dan sampai saat ini
masih terus tinggal di daerah tersebut. Kasepuhan Cicarucub adalah
salah satu dari 5 Kasepuhan Induk yang ada di Banten Selatan.
Sebaran masyarakatnya selain berada di Kabupaten Lebak, bermukim
juga di Wilayah Kabupaten Pandeglang dan Lampung. Jumlah
Anggota masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub menduduki
peringkat teratas dan penyebaranya terluas.
5.2.2.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Sungai Cimayanten
Batas Selatan : Jalan Raya Bayah
Batas Timur : Kampung Cipanggung
Batas Barat : Desa Warung Banten

Gamabr 12 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cicarucub

5.2.2.3 Sejarah
Informasi mengenai sejarah Kasepuahn Cicarucub tidak banyak
disebutkan, hak itu berkenaan dengan aturan adat. Kasepuhan Cicarucub
sejak awal memang menempati Perkampungan di Cicarucub yang terbagi

38

ke dalam tiga lokasi yaitu, Kampung Cicarucub Girang, Cicarucub
Tengah dan Cicarucub hilir. Kasepuhan Cicarucub dipimpin Oleh ketua
adat yang disebut Oyot, saat ini Kasepuhan Cicarucub dipimpin Oleh
Oyot Enjay. Berikut adalah hierarki kepemimpinan masyarakat adat
Kasepuhan Cicarucub :
- Informasi tidak diperkenankan disebutkan
- Informasi tidak diperkenankan disebutkan
- Uyut Edot
- Ama Dulhana
- Oyot Enjay

Bagian informasi yang tidak disebutkan berkenaan dengan aturan adat


yang tidak membolehkan untuk membuka informasi terkait leluhur
mereka.

Gambar 13 : Pusat Kawasan Kasepuhan Cisungsang


Foto : Henriana Hatra

5.2.2.4 Lembaga Adat

Menegnai lembaga adat yang terdapat di Kaepuahn Cicarucub, pada


dasarnya sama saja dengan Kasepuhan Cisungsang, hanya perbedaannya
terletak pada penyebutan beberapa istilah saja seperti, penyebutan untuk
ketua adat, kalau Cisungang itu Abah sedangkan Cicarucub itu Oyot.

- Oyot (ketua adat)


- Tutunggul lembur

39

- Baris kolot
- Dukun kolot
- Paraji
- Panghulu atau amil kampong
- Ulu-ulu
- Palawari
- Canoli
- Tukang para
- Juru leuit
- Juru seni
- Juru pantun
- Tukang ngala lauk cai

5.2.3 Kasepuhan Citorek


5.2.3.1 Letak Geografis
Kondisi Tofografis Wewengkon Citorek, ketinggian 501-1050 mdpl,
serta dataran tinggi Gunung Sanggabuana dan puncak Pegunungan
Halimun, yang letaknya mengelilingi Citorek. Suhu udara di Citorek
antara 24,5 – 28,8oC. Sebagai wilayah tropis.
5.2.3.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Gunung Kendeng/Kecamatan Sobang
Batas Selatan : Pasir Soge/Desa Cihambali
Batas Timur : Gunung Nyungcung/Cibedug
Batas Barat : Parakan Saat/Batu Meungpeuk/Desa Cisitu
5.2.3.3 Sejarah
Masyarakat Kasepuhan Citorek berasal dari Guradog (Jasinga) yang
mulai menetap di Citorek pada tahun 1846. Tujuan perpindahan tersebut
adalah untuk mencari lahan yang luas disebelah selatan Gungung Kendeng
dan untuk mengembangkan pertanian sesuai dengan wangsit dari leluhur.
Pusat kasepuhan berada di wilayah wewengkon adat Citorek meski sempat
beberapa kali berpindah-pindah. Perpindahan ini dilakukan untuk
menjalankan wangsit dari leluhur masyarakat Kasepuhan Pada waktu di

40

Lebak Singka ada Raja bernama Raja Suna, beliau membawa 2 orang
keturunan Pangawinan (Pacalikan), kedua orang tersebut yaitu sepasang
laki-laki dan perempuan, yang laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang,
Cicarucub, dll) disebut Dulur Lalaki dan diberi bekal kemenyan,
sedangkan yang perempuan dibawa ke Citorek disebut Dulur Awewe
diberi bekal Panglay (bangle)

Gambar 14 : Peta wilayah Kasepuhan Citorek

5.2.3.4 Lembaga Adat


Kasepuhan Wewengkon Citorek, Lembaga Adat merupakan Lembaga
yang dianggap formal. Ada tiga lemabag yang dipakai sebagai acuan hidup
masyarakat adat Cioter uaitu, Negara (jaro/lurah), Agama (panghulu),
Karuhun (kasepuhan/kaolotan). Sebagian besar wilayah Kasepuhan

41

Citorek berada didalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak,
tepatnya di Kampung Guradog, Desa Citorek Timur, Kecamatan Cibeber
Kabbupaten Lebak. Sejak tahun 1802, Kasepuhan Citorek sudah menetap
di wilayah tersebut, meskipun sebelumnya pernah mendiami wilayah lain
disekitarnya. Sebaran Masyarakat Adat Kasepuhan Citorek tersebar di 5
Desa Administrasi yaitu Desa Citorek Sabrang, Citorek Kidul, Citorek
Tengah, Citorek Barat dan CItorek Timur.
Ketua Adat Kasepuhan Citorek adalah “Oyok” saat ini diduduki oleh
Oyok Didi. Dalam menjalankan tugasnya, Oyok dibantu oleh Jaro Kolot,
Panghulu, Juru Basa / Jalan, Bengkong dan Paraji/Indung Berang.
Keberadaan lembaga adat merupakan bagian yang terpenting dalan sistem
kehidupan sosial masyarakatnya. Pemimpin adat merupakan sosok
pemipin yang dipatuhi. Kepatuhan terhadap pemimpin adat merupakan hal
yang tidak dapat terbantahkan. Sesuai dengan kebutuhan komunitas adat,
Adat Kasepuhan Citorek memiliki moment penting yang menjadi latar
belakang terbentuknya struktur kelembagan Adat Kasepuhan Citorek.
Moment ini telah membetnuk posisi-posisi/jabatan-jabatan tertentu sesuai
dengan fungsinya dalam kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek, moment
yang dimaksud adalah:
- Kelahiran
- Kehidupan /Penghidupan
- Kematian.
Peristiwa kelahiran menjadi cikal bakal adanya jabatan Bengkong,
peristiwa Kehidupan melahirkan jabatan Jaro Adat dan peristiwa Kematian
melahirkan jabatan Panghulu dalam struktur Adat Kasepuhan Citorek.
Adapun adanya baris kolot dalam struktur merupakan bagain dari
kebutuhan seorang pemimpin terhadap struktur dalam mengawal setiap
kebijakan yang akan ditetapkan32


32
http://pancercitorek.blogspot.co.id/2013/01/wewengkon-adat-kasepuhan-citorek.html diakses
pada 18 Juni 2017 pukul 10:48

42

5.2.4 Kasepuhan Cirompang
5.2.4.1 Letak Geografis
Wilayah Desa Cirompang secara geografis berada di sekitar hamparan
kawasan Gunung Halimun Salak maka secara kontur alam berupa
pegunungan. Sementara secara administratif Desa Cirompang masuk ke
wilayah administratif Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Akses menuju Desa Cirompang antara lain dapat ditempuh dari
Kota Rangkasbitung (Ibu Kota Kabupaten) melalui Gajrug-Mucang-
Cirompang dengan waktu tempuh lebih kurang 3 jam. Dari arah Jawa
Barat (Kabupaten Bogor) melalui Jasinga-Cipanas-Cirompang dengan
waktu tempuh lebih kurang 4 jam perjalanan.
5.2.4.2 Batas Wilayah
Batas Utara :Desa Sukaresmi Kecamatan Sobang
Sebelah Selatan :Desa Citorek Timur-Tengah-Barat Kecamatan
Cibeber
Sebelah Timur :Desa Sukamaju Kecamatan Sobang
Batas Barat :Desa Sindang Laya Kecamatan Sobang
5.2.4.3 Sejarah
Berdasarkan pemaparan atau penuturan masyarakat bahwa
masyarakat sudah bermukim di wilayah Desa yang dinamakan
‘Cirompang’ ini sejak masa penjajahan Belanda. Jaro Sarinun menuturkan
bahwa Desa Cirompang merupakan pemekaran dari Desa Sukamaju pada
tahun 1988. Olot Amir menyatakan bahwa asal kata ‘Cirompang’ dari kata
‘Ci/Cai’ yang berarti air atau sungai dalam bahasa Sunda dan nama sebuah
bukit yaitu Gunung Rompang yang ada di wilayah Desa. Konon ceritanya
menurut Olot Amir bahwa berdasarkan kepercayaan masyarakat di semua
tempat memiliki ‘penghuni’. Ketika itu ada burung Garuda yang
bertengger di Gunung Bongkok yang letaknya di sekitar Gunung
Rompang dan dirasakan akan mengganggu kehidupan penghuni setempat
sehingga harus diusir dengan cara dilempari dengan tanah gunung. Alhasil
gunung tersebut tampak ’rarompang’ (bahasa Sunda berarti tidak utuh).

43

Gambar 15 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang

44

Runutan Kaolotan cirompang
Citorek
- Olot Sarsiah, Olot Sawa, Olot Sahali, Olot Amir (Sekarang)
Ciptagelar
- Olot Selat, Olot Jasim, Olot Sali, Olot Opon (Sekarang)
Ciptagelar
- Olot Sata, Olot Nalan, Olot Nasir, Olot Upen (Sekarang)

Gambar 16 : Rumah adat Kasepuhan Cirompang


Foto : Henriana Hatra

Menurut Olot Amir bahwa masyarakat yang bermukim di Desa


Cirompang merupakan keturunan/incu putu dari Kasepuhan Citorek dan
Ciptagelar. Hingga sekarang ada 3 Kaolotan di Desa Cirompang.
Masyarakat Cirompang memiliki bentuk kelembagaan tersendiri dalam
menata keseharian kehidupan Desa Cirompang. Secara umum
kelembagaan yang ada terbagi menjadi dua, yaitu kelembagaan yang
terkait dengan urusan adat dan kelembagaan yang terkait dengan urusan
desa (kenegaraan). Olot Amir menyatakan bahwa kelembagaan adat di
Cirompang ini bukan sebagai pengambil keputusan dalam urusan adat,

45

melainkan hanya garis koordinasi dan komunikasi; karena pengambil
keputusan dalam urusan adat tetap berada di pusat Kasepuhan Citorek dan
Ciptagelar. Hasil diskusi dengan para kokolot di Kasepuhan Cirompang
pada tahun 2009, bahwa kokolot dibantu oleh barisan pager sebagai
lapisan koordinasi pertama dan lajer sebagai lapisan kedua koordinasi
sebagai saluran informasi-informasi terkait urusan adat, khususnya dalam
konteks pertanian (tatanen). Oleh karena itu lajer tersebar di setiap
kampung di Desa Cirompang.
5.2.4.4 Lembaga Adat
Secara umum kelembagaan yang ada terbagi menjadi dua, yaitu
kelembagaan yang terkait dengan urusan adat dan kelembagaan yang
terkait dengan urusan Desa (kenegaraan). Olot Amir menyatakan bahwa
kelembagaan adat di Cirompang ini bukan sebagai pengambil keputusan
dalam urusan adat, melainkan hanya garis koordinasi dan komunikasi;
karena pengambil keputusan dalam urusan adat tetap berada di pusat
Kasepuhan Citorek dan Ciptagelar. Kokolot dibantu oleh barisan pager
sebagai lapisan koordinasi pertama dan lajer sebagai lapisan kedua
koordinasi sebagai saluran informasi-informasi terkait urusan adat,
khususnya dalam konteks pertanian (tatanen). Selanjutnya masing-masing
lajer akan mengkomunikasikan kepada masyarakat adat di Cirompang.
Oleh karena itu lajer tersebar di setiap kampung di Desa Cirompang. Hal
lain yang menjadi ciri spesifik kelembagaan adat di Desa Cirompang
memiliki perangkat adat yang antara lain memiliki fungsi dan tugas
tersendiri, yaitu :
- Juru Basa bertugas mengurus keperluan orang luar terkait dengan
adatKasepuhan, mendampingi kasepuhan (Olot)
- Pager/Lajer bertugas mengurus Incu-Putu (Warga) yang tersebar di beberapa
kampung
- Amil bertugas mengurus pernikahan dan kematian
- Ma Beurang bertugas mengurus persalinan (kelahiran)
- Palawari bertugas mengurus acara-acara hajatan (Kasepuhan dan Warga)

46

5.2.5 Kasepuhan Karang
5.2.5.1 Letak Geografis
Secara administratif Kasepuhan Karang masuk ke dalam Desa
Jagaraksa, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak. Kasepuhan Karang
berada di jalur lintas antara Kecamatan Sobang - Kecamatan Sajira –
Kota Rangkasbitung. Kondisi jalan aspal dan sebagian berbatu. Letak
Kasepuhan Karang ini dapat dibilang agak jauh, sekitar 35 km, dari pusat
pemerintahan Kabupaten Lebak di Rangkasbitung.
5.2.5.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Kampung Pondok Raksa Desa Cikarang
Batas selatan : Kampung Cilunglum-Cibinglum Desa Jagaraksa
Batas Timur : Desa Kumpay
Batas Barat : Kampung Pasir Nangka Desa Pasir Nangka

Gambar 17 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang

47

5.2.5.3 Sejarah
Kasepuhan Karang berasal dari turunan Bongbang. Bongbang
memiliki arti pasukan kerajaan yang bertugas membuka atau membuat
kampung. Sedangkan kata Bobojong adalah fase atau proses cikal bakal
terbentuknya kampung. Oleh sebab itu Kampung Karang disebut juga
sebagai Bobojong Bongbang. Orang karang berasal dari Kampung
Kosala (Lebak Sangka sekarang), komunitas ini diberikan tugas oleh
leluhur mereka untuk menjaga serta memelihara situs kosala sehingga
dalam satu tahun sekali situs kosala (karamat) masih di pelihara
(jiarah/pangjarahan) oleh Kokolot Karang. Situs Kosala dianggap sebagai
titipan (anu dititipkeun). Versi lain menyebutkan arti Bongbang adalah
anu Ngaratuan (Ratu) sedangkan kelompok lain adalah sajira diartikan
sebagai Panglima.

Gambar 18 : Rumah Adat Kasepuhan Karang


Sumber : https://arikaharmon.wordpress.com/2016/10/01/mengungkap-komunitas-adat-
kasepuhan-karang-belajar-memposting-di-wordpress/

Kasepuhan Karang mengalami fase perpindahan dari Kosala pindah


ke kampung Lebuh saat ini secara administratif masuk di kecamatan
Cimarga. Dari Lebuh kemudian berpindah lagi ke Sindangwangi
Muncang. Dari Sindangwangi kemudian pindah ke Kampung Bagu
Ciminyak. Dari Bagu Ciminyak kemudian ke Kampung karang hingga
saat ini. Proses perpindahan kemudian akan terjadi lagi dari Karang akan
berpindah ke lahan cawisan yaitu Lebakpatat kemudian ke Kosala dan

48

berakhir di wilayah jasinga. Proses perpindahan didasarkan pada wangsit
yang diterima oleh kokolot. Perpindahan pun sangat dipengaruhi oleh
masuknya ajaran agama. Sehingga proses pindah hanya diikuti oleh
kokolot dan baris kolot (pemangku adat) sedangkan incu putu diberikan
keleluasaan untuk menetap tinggal dikampung yang telah didiami dengan
filosofi “ngaula karatu tumut kajaman” yang memiliki arti mengikuti
dinamika perubahan jaman yang berlangsung artinya kaolotan karang
memberikan kebebasan bagi warganya untuk menentukan pilihan.
Sedangkan wilayah-wilayah yang dijadikan perpindahan adalah wilayah
adat keturunan Bongbang atau dikenal oleh masyarakat kasepuhan karang
adalah tanah bongbang. Diperkirakan dari mulai jaman Belanda-Jepang
sudah sampai di Kampung Karang dan telah mengalami pergantian empat
kokolot yaitu Kolot Asmir, Kolot Narsim, Kolot Sadin, Kolot Icong.

Gambar 19 : Sawah dan hutan sebagai jantung dan paru-paru masyarakat adat
Kasepuhan
Foto : Henriana Hatra

5.2.5.4 Lembaga Adat

Kasepuhan seperti halnya sebuah negara memiliki wilayah, penduduk


dan juga pemerintahan. Lembaga adat Kasepuhan Karang hingga saat ini
ada dipimpin oleh Kokolot atau Olot.

49

- Baris Kolot ini terdiri dari Wakil kokolot/Jurubasa bertugas untuk
mewakili kasepuhan berhubungan dengan pihak luar.
- Pangiwa bertugas menjaga ketertiban kampung serta memimpin
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan.
- Ronda kokolot bertugas menjaga keamanan Imah Geude atau rumah
kasepuhan.
- Amil bertugas mengajarkan pemahaman agama, prosesi kematian dan
pernikahan.
- Ma beurang/Paraji bertugas melayani kelahiran.
- Bengkong bertugas melayani incu putu untuk khitanan
- Palawari bertugas mengatur serta melayani tamu pada saat hajatan
atau kegiatan adat yang dijalankan oleh kasepuhan.

5.2.6 Kasepuhan Pasir Eurih


5.2.6.1 Letak geografis

Kasepuhan Pasireurih secara administratif masuk di Desa Sindanglaya


Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Banten. Menuju ke kasepuhan ini
ditempuh dengan perjalanan selama 3 jam menggunakan angkutan umum
kendaran roda empat dari Rangkasbitung ibu Kota Kabupaten Lebak
Banten. Sedangkan dengan kendaraan pribadi menghabiskan waktu
tempuh 1,5 – 2 jam dengan jarak 62 Km

5.2.6.2 Batas Wilayah


Batas Utara : Kasepuhan Sindangagung
Batas Selatan : Kasepuhan Cirompang
Batas Timur : Kasepuhan Bongkok
Batas Barat : Desa Sukajaya Kecamatan Sobang Lebak
5.2.6.3 Sejarah
Kasepuhan Pasireurih berasal dari Bogor. Masyarakat Adat
Kasepuhan Pasireurih mengartikan Bogor adalah Bongol atau Canir yang
artinya pusat atau asal muasal. Masyarakat kasepuhan meyakini bahwa
nenek moyang (Karuhun) yang ada di Pasireurih berasal dari Cipatat yang

50

melakukan perjalanan lewat jalur tengah. Perjalanan menuju Pasireurih
melewati wilayah Cibarani (sekarang Desa Pasirmadang Bogor)
kemudian Leuwijamang- Cisalak –Sarongge (Desa Cisarua Bogor) –
Sampay - Cibanung (Desa Lebaksitu Lebak) dan berakhir di Muhara
Cirompang (Desa Cirompang Lebak). Wilayah yang dilaui oleh Karuhun
merupakan bekas pemukiman (patilasan) dan saat ini menjadi rendangan
dari Kasepuhan Cipatat.
Sebelum pada akhirnya menetap di Pasireurih. Rombongan dibagi dua
di Muhara Cirompang. Rombongan pertama melanjutkan perjalanan ke
wilayah selatan yang merupkan cikal bakal dari Kasepuhan Cicarucub
sedangkan Rombongan kedua menetap di Pasireurih.Pasireurih mendapat
mandat untuk menjaga Gunung Bongkok sebagai Titipan untuk incu putu.
5.2.6.4 Lembaga Adat
Kasepuhan Pasireurih telah mengalami delapan kali pergantian sesepuh
(abah) sebagai kepala adat yang bisa diketahui yaitu :

1. Uyut Asif
2. Abah Sarmali
3. Abah Sarmain
4. Abah Ijot
5. Abah Murta
6. Abah Jasura
7. Abah Epeng
8. Abah Aden

Abah (Pupuhu ) Kasepuhan sebagai kepala adat Kasepuhan berperan


sebagai penanggung jawab atas segala urusan yang dititipkan oleh karuhun
dalam melayani kepentingan incu putu menuju keselamatan dunia dan
akhirat. Hal ini dikenal dalam filosopi “Nungtun Karahayuan Nyayak
Kamokahaan”. Dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua adat
kasepuhan Abah dibantu oleh Baris Kolot yang masing-masing memiliki
tugas yaitu :

51

Gambar 20 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Karang

- Palu bertugas untuk mempertimbangkan keputusan sekaligus


memberikan masukan (penasehat) kepada Abah
- Lajer bertugas memberikan nasihat atau peringatan kepada kasepuhan

52

- Juru Serat/Surat bertugas untuk menyampaikan informasi kepada
incu putu dan menjadi penyambung menyampaikam kepentingan dari
incuputu ke kasepuhan
- Juru Basa bertugas menyampaikan informasi tentang tentang
Kasepuahan
- Juru Masak Mengatur masakan untuk kepentingan ritual
- Canoli bertugas menjadi juru gowah atau mempersiapkan sesajen
- Lukun bertugas mempersiapkan Alat ritual Seren taun
- Ronda Kokolot bertanggung jawab untuk hal-hal keamanan
- Palawari bertugas melayani tamu, mempersiapkan tempat
5.2.7 Sistem Pertanian Masyarakat Adat Kasepuhan
Berada di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
menjadikan masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian. Masyarakat Adat Kasepuhan menyadari
bahwa dalam pengelolaan alam, masyarakat harus menitikberatkan pada
keseimbangan. Artinya, apa yang diambil, harus berbanding lurus dengan
apa yang diberikan terhadap alam. Sistem pertanian di masyarakat adat
Kasepuhan terbagi menjadi dua, yaitu sistem pertanian lahan kering atau
huma dan pertanian lahan basah atau sawah, selain keduanya terdapat juga
ladang atau perkebunan yang ditnamai berbagai macam pohon kayu dan
buah-buahan serta aneka pangan lain.

Gambar 21 : Proses panen/ngetem di masyarakat Kasepuhan


Foto : Joe

53

Pertanian lahan basah atau sawah pengerjaannya relatif lebih lama.
Bagi masyarakat Kasepuhan bertani sawah merupakan sebuah keharusan,
bahkan bagi masyarakat yang tidak mempunyai sawah pun tetap bisa
menggarap sawah orang lain atau istilahnya nengah yaitu sistem bagi
hasil. Berbeda dengan pertnian lahan kering yang tidak tergantung pada
air, pertanian sawah lebih membutuhkan perhatian ekstra agar kondisi air
tetap terkontrol. Berikut ini adalah tahapan pertnian lahan basah (sawah).

Tabel 3 : Tahapan pertanian sawah

Dilakukan Oleh
Lama
No Tahapan Pengertian
Waktu
Perempuan Laki-laki

Ritual persiapan
1 Beberes 1 bulan Kasepuhan
awal

2 Macul Membajak sawah 1 bulan √

Membersihkan
3 Babad rumput di areal 1 hari √ √
pematang sawah

4 Tebar Menyemai bibit padi 1 hari √

Memindahkan padi
5 Babut 1 hari √
dari pembibitan

1
6 Tandur Menanam padi √ √
minggu

Membersihakn padi
7 Ngoyos √ √
dari gulma

8 Ngubaran Selamatan untuk 1 √ √

54

menjaga sekaligus minggu
mengusir hama
penyakit

Ritual menyambut
Mapag Pare
9 padi saat muali 1 hari √ √
beukah
berbuah

Selamatan ketika
Salamet
10 hendak memulai 1 hari √ √
mipit pare
panen

Ritual pertama kali


akan memanen padi
11 Mipit 1 hari √
(dilakukan di
pungpuhunan)

Dibuat/Nget 2
12 Panen padi √ √
em minggu

Menjemur padi di
13 Ngalantai 1 hari √ √
lantaian

Membersihkan dan
merapikan padi 1
14 Mocong √ √
ketika hendak minggu
disimpan

Memindahkan padi
15 Ngunjal 1 hari √
dari lantian ke leuit

Netepkeun/ Ritual saat hendak


16 menyimpan padi di I hari √ √
ngadiukeun leuit

55

Rangkaian puncak 1
17 Seren Taun Kasepuhan
pesta panen minggu

Pertanian lahan kering (huma) di masyrakat adat sangatlah unik, setiap


rangkaian atau tahapan proses bercocok tanam (menanam padi) harus
melalui berbagai tahapan ritual adat, mulai dari memilih bibit sampai
menjelang panen tiba, berikut ini adalah tahapan mengelola huma :

Tabel 4 : Proses atau tahapan Ngahuma

Dilakukan Oleh
Lama
No Tahapan Pengertian
Waktu Laki-
Perempuan
laki

Ritual persiapan
1 Beberes 1 bulan Kasepuhan
awal

Membersihkan
2 Nyacar 1 bulan √ √
lahan

Membakar puing
sisa-sisa
3 Ngahuru 1 hari √ √
membersihkan
lahan

Membakar sisa
4 Ngaduruk ngahuru agar lebih 1 hari √ √
bersih

5 Ngaseuk Menanam atau 1 hari √ √

56

menyemai benih
padi

Membersihkan 1
6 Ngored √ √
rumpul liar/gulma minggu

Selamatan untuk
menjaga sekaligus 1
7 Ngubaran √ √
mengusir hama minggu
penyakit

Mapag Ritual menyambut


8 Pare padi saat muali 1 hari √ √
beukah berbuah

Selamatan ketika
Salamet
9 hendak memulai 1 hari √ √
mipit pare
panen

Ritual pertama kali


akan memanen
10 Mipit 1 hari √
padi (dilakukan di
pungpuhunan)

Dibuat/Nge 2
11 Panen padi √ √
tem minggu

Menjemur padi di
12 Ngalantai 1 hari √ √
lantaian

Membersihkan dan
merapikan padi 1
13 Mocong √ √
ketika hendak minggu
disimpan

57

Memindahkan padi
14 Ngunjal 1 hari √
dari lantian ke leuit

Netepkeun/ Ritual saat hendak


15 menyimpan padi di I hari √ √
ngadiukeun leuit

Rangkaian puncak 1
16 Seren Taun Kasepuhan
pesta panen minggu

Jenis padi yang ditanam di sawah dan di huma adalah jenis yang
berbeda, namun umumnya jenis-jenis padi yang ditanam di sekitar
masyarakat adat kasepuhan diantaranya yaitu, Rajawesi, Srikuning, Cere,
Kui, Kewal, Cere Ketan, Langkasari, Ketan Bogor, Ketan Tawa, Ketan
Putri, Ketan Hideung dan Gantang, Pare nete, Ketan langsari, Cere
markoti, Keta,Ketan Putri, Cere Marire, Jamu, Emas, Gantang, Kewal,
Cere Belut, Pare Beunteur, Ketan Odeng, Ketan Nangka, Pare Peuteuy,
Pare Seksek,Pare Mute, Pare Kadut, Pare Sirimahi,Pare Jogja, Apel dan
masih banyak lagi jenis nama-nama padi yang di tanam di masyarakat
Kasepuhan Banten Kidul.

5.2.8 Keanekaragaman Flora dan Fauna


Kawasan TNGHS merupakan representasi hutan hujan yang memiliki
berbagai macam keanekaragaman flora dan faunanya, hal ini pula
berdampak pada wilayah Kasepuhan yang memang awalnya merupakan
daerah yang sama, hanya saja mengalaim perubahan setelah adanya
pemukiman masyarakat adat di sekitarnya.

58

Gambar 22 : Tanamn Kapol (tanamn obat) tumbuh subur dan dibudidayakan oleh
masyarakat adat
Foto : Joe

namun secara vegetasi baik yang merupakan kawasan Taman Nasional


maupun masyarakat Kasepuhan memiliki flora dan fauna yang sejenis.
Meski dibeberpa daerah Kasepuhan ada yang berbeda, tapi gambaran
keseluruhan flora yang terdapat di areal kasepuhan Banten Kidul antara
lain :

Tabel 5 : Flora di Kawasan Kasepuhan Masyarakat Adat Banten Kidul


No Nama Kategori Habitat Nama Kategori Habitat
Tanaman Tanaman
1 Rasamala Kayu Hutan Singkong Palawija Huma/ladang
2 Puspa Kayu Hutan Ubi Palawija Huma/ladang
3 Mahoni Kayu Hutan Talas Palawija Huma/ladang
4 Pasang Kayu Hutan Pisang Palawija Huma/ladang
5 Maranti Kayu Hutan Tiwu Endog Palawija Huma/ladang
6 Afrika Kayu Kebun Kentang Sayur Huma/ladang
7 Jengjeng Kayu Kebun Waluh Palawija Huma/ladang
8 Ki Maja Kayu Kebun Pete Sayur Huma/ladang
9 Ki Buluh Kayu Kebun Jengkol Sayur Huma/ladang
10 Ki Bancet Kayu Kebun Lamtoro Sayur Huma/ladang
11 Ki Kayu Kebun Lada Rempah Huma/ladang
Bangkong

59

12 Ki Kayu Kebun Cengkeh Rempah Huma/ladang
Sampang
13 Ki Kayu Kebun Rinu Obat Huma/ladang
Ronyok
14 Saninten Kayu Kebun Kunir Palawija Huma/ladang
15 Kalimorot Kayu Kebun Koneng Palawija Huma/ladang
Geude
16 Ki Awi Kayu Kebun Babanyaran Palawija Huma/ladang
17 Ki Putri Kayu Kebun Lampuyang Palawija Huma/ladang
18 Ki Bima Kayu Kebun Babadotan Palawija Huma/ladang

20 Kalapa Kayu Kebun Nilam Palawija Huma/ladang


Ciung
21 Kokosan Kayu Kebun Ki Beling Palawija Huma/lading
Monyet
22 Huru Kayu Kebun Seureuh Palawija Huma/ladang
Madang
23 Huru hiris Kayu Kebun Pining Palawija Huma/ladang
24 Huru Kayu Kebun Ranyang Palawija Huma/ladang
Sampalan
25 Jurang Kayu Kebun Akar Palawija Huma/ladang
Kawung
26 Huru batu Kayu Kebun Pinang Palawija Huma/ladang
27 Ki Kawat Kayu Kebun Rane Palawija Huma/ladang
28 Ki Besi Kayu Kebun Taras Tulang Palawija Huma/ladang
29 Ki Pinang Kayu Kebun Manganeh Palawija Huma/ladang
30 Salam Kayu Kebun Rende Palawija Huma/ladang
31 Ki Sereh Kayu Kebun Ki Lampahan Palawija Huma/ladang
32 Ki Sapi Kayu Kebun Buah Mahuni Palawija Huma/ladang
33 Hamirung Kayu Kebun Paku Palawija Huma/ladang
34 Laban Kayu Kebun Kapipingkel Palawija Huma/ladang

60

35 Ki Padali Kayu Kebun Buah Picung Obat Huma/ladang
36 Manglid Kayu Kebun Randu Obat Huma/ladang
37 Ceuri Kayu Kebun Ki Sereh Obat Huma/ladang
38 Ki Kayu Kebun Areuy Obat Huma/ladang
Sebrang Kidang
39 Waru Kayu Kebun Aawian Obat Huma/ladang
40 Cangcarat Kayu Kebun Kapol Obat Huma/ladang
an
41 Kitamarga Kayu Kebun Jukut Bau Obat Huma/ladang
42 Bareubeuy Kayu Kebun Beuti Obat Huma/ladang
Ganawang
43 Tulak Kayu Kebun Cecenet Obat Huma/ladang
Tangul
44 Ki Kacang Kayu Kebun Capeu Obat Huma/ladang
45 Dawolong Kayu Kebun Kumis Ucing Obat Huma/ladang
46 Leungsir Kayu Kebun Jawer Kotok Obat Huma/ladang
47 Cangkalak Kayu Kebun Kukuk Palawija Pekarangan
48 Ki Kayu Kebun Lengkuas Palawija Pekarangan
Beureum
49 Gintung Kayu Kebun Jahe Palawija Pekarangan
50 Dahu Kayu Kebun Pisang Buah Kebun
Kepok
51 Ki Tano Kayu Kebun Pisang Buah Kebun
Sarebu
52 Ki Sawo Kayu Kebun Pepaya Buah Kebun
53 Laka Kayu Kebun Kedondong Buah Kebun
54 Palahlar Kayu Kebun Erbis Buah Kebun
55 Angrit Kayu Kebun Kopi Buah Kebun
56 Huru Kayu Kebun Coklat Buah Kebun
Carulang
57 Ki Sigeng Kayu Kebun Gandarasa Buah Kebun

61

58 Bengang Kayu Kebun Salak Buah Kebun
59 Ki Amis Kayu Kebun Pisang Buah Kebun
Lampeneng

60 Ki Kayu Kebun Pisitan Buah Kebun


Cariang
61 Tenyo Kayu Kebun Jambe Buah Kebun
62 Cengal Kayu Kebun Jambu Batu Buah Kebun
63 Teureup Kayu Kebun Jambu Buah Kebun
64 Dadap Kayu Kebun Cingcolo Buah Kebun
65 Jirak Kayu Kebun Jambu Air Buah Kebun
66 Parengpen Kayu Kebun Jambu Bol Buah Kebun
g
67 Rengas Kayu Kebun Jambu Buah Kebun
Monyet
68 Hantap Kayu Kebun Jeruk Nipis Buah Kebun
69 Bungur Kayu Kebun Jeruk Bali Buah Kebun
70 Katulamp Kayu Kebun Pisang Buah Kebun
a Hurang
71 Jeret Kayu Kebun Pisang Abu Buah Kebun
72 Tengek Kayu Kebun Pisang Sepet Buah Kebun
caah
73 Kiara Kayu Kebun Mang Pelem Buah Kebun
74 Karoya Kayu Kebun Darmayu Buah Kebun
77 Nangka Buah Kebun Manggis Buah Kebun
78 Durian Buah Kebun Duku Buah Kebun
79 Rambutan Buah Kebun Jatake Buah Kebun
80 Picung Buah Kebun Kokosan Buah Kebun
81 Kelapa Buah Kebun Limus Buah Kebun
82 Kacapi Buah Kebun Kaweni Buah Kebun

Sumber : RMI

62

Selain flora, jenis fauna di setiap Kasepuhan hampir serupa,
meskipun ada sedikit beberap perbedaan dipenamaannya saja. Fauna di
Kawasan Masyarakat adat Banten Kidul terbagi kedalam hewan peliharaan
dan hewan liar yang mendiami wilayah di sekitar Kasepuhan. Berikut ini
adalah macam-macam fauna :

Gambar 23 : Kerbau adalah satwa peliharaan masyarakat adat, setiap satu ekor kerbau
diwajibkan membayar cacah jiwa sebesar Rp 5000
Foto : Joe

Tabel 6 : Fauna di Kawasan Masyarakat Adat Banten Kidul

No Nama Satwa Kategori Habitat


1 Kerbau Peliharaan Pemukiman/Sawah/Kebun
2 Kambing Peliharaan Pemukiman/Kebun
3 Domba Peliharaan Pemukiman/Kebun
4 Bebek Peliharaan Pemukiman
5 Ayam Peliharaan Pemukiman
6 Monyet Liar Hutan/Leuweung
7 Bagong/Babi Hutan Liar Hutan/Leuweung
8 Ikan Benteur Liar Sungai
9 Ikan Kehkel Liar Sungai

63

10 Ikan Bogo Liar Sungai
11 Ikan Mas Peliharaan Pemukiman/Kebun
12 Ikan Mujair Peliharaan Pemukiman/Kebun
13 Ikan Nila Peliharaan Pemukiman/Kebun
14 Ikan Lele Peliharaan Pemukiman/Kebun
15 Ikan Jeler Liar Sungai
16 Ikan Sengal Liar Sungai
17 Ikan Nanyeng Liar Sungai
18 Ikan Regis Liar Sungai
19 Ikan Sarompet Liar Sungai
20 Ikan Mayo Liar Sungai
21 Belut Liar Sawah
22 Ikan Amis Pinang Liar Sungai
23 Ikan Bungkreng Liar Sungai
24 Ikan Serewet Liar Sungai
25 Ikan Tampele Liar Sungai
26 Lubang Liar Sungai
27 Keuyeup Liar Sungai
28 Hurang Liar Sungai
29 Beragam jenis Liar Alam
burung
30 Tawon Liar Alam

5.3 Konsep Hutan Masyarakat Hukum Adat

Masyarakat Adat Kasepuhan hidup bergantung pada alam, mereka


memanfaatkan apa yang alam sediakan tanpa mengambilnya scara
berlebihan. Pemahaman tentang menjaga alam sudah tertuang sejak
Kasepuhan itu ada, hal ini terbukti melalui beberapa tatali paranti karuhun
yang isinya mengacu pada bagaiamna seharusnya hidup menyelaraskan
dengan alam, seperti pemahaman konsep tentang hutan misalnya. Konsep

64

hutan, masyarakat punya pandangan tersendiri. Jika pemerintah
mempunyai program zonasi hutan lindung, maka masyarakat adat
Kasepuhan mengenal adanya leuweung tutupan, leuweung titipan,
leuweung awisan dan leuweung garapan/sampalan yang merupakan
bagian dari tatali paranti karuhun.

- Leuweung Tutupan, disebut juga leuweung kolot/leuweung geledegan


(rimba), merupakan sebuah lahan hutan yang masih terjaga
keasliannya. Habitat dan vegetasinya masih tidak tersentuh.
Masyarakat adat mengkategorikan hutan ke dalam hutan larangan yang
sama sekali tidak boleh diganggu gugat, bahkan masyarakat adat
meyakini bahwa hutan ini dijaga oleh makhluk gaib, dan siapapun
yang mencoba memasuki dan mengganggu keaslian hutan ini akan
tertimpa kabendon (kuwalat). Ketika sudah berhubungan dengan
kabendon atau sesuatu yang melanggar aturan adat maka tidak ada
tawar menawar lagi bagi masyarakat hukum adat.
- Leuweung Titipan, lahan hutan ini merupakan titipan dari karuhun.
Mengenai penggunaannya masyarakat adat belum diizinkan sebelum
ada wangsit dari karuhun untuk membuka atau menggarapnya. Aturan
pada hutan ini tidak seketat leuweung tutupan, jika memang ada
kebutuhan mendesak yang harus diambil dari hutan ini, maka masih
bisa dimasuki namun harus celuk (meminta izin kepada karuhun).
- Leuweung Awisan, yaitu hutan atau lahan cadangan yang akan
digunakan untuk lahan pemukiman atau lahan garapan pada masa yang
akan datang, setelah ada perintah atau wangsit yang mengharuskan
untuk berpindah atau ngalalakon (berkelana). Pusat kasepuhan
memang selalu berpindah-pindah sesuai perintah karuhun. sehingga
bukan tidak mungkin jika kepindahannya bukan semakin ke tempat
yang ramai, tapi justru semakin menjauh dan terpencil memasuki lahan
atau hutan baru.
- Leuweung sampalan, lahan hutan ini merupakan hutan garapan yang
digunkan untuk pemukiman dan lahan pertanian.

65

Pemahaman tentang konsep hutan ini merupakan sebuah kearifan lokal
yang bahakn sudah ada sebelum gaung pembagian zonasi hutan lindung
oleh pemerintah, artinya masyarakat adat Kasepuhan sejak dahulu sudah
memahami betapa pentingnya hutan untuk kehidupan, hutan adalah sirah
cai (sumber mata air) sehingga jika merusak hutan maka artinya merusak
sumber air, dan merusak sumber air bearti merusak keberlangsungan hidup
masyarkat adat.

Gambar 24 : Pemanfaatna hutan sampalan untuk kebutuhan lahan pemukiman dan


pertanian
Foto : Henriana Hatra

Pemanfaatan hasil hutan seperti kayu untuk membangun rumah juga


dibatasi. beberpa pohon yang diperbolehkan untuk digunakan untuk
membangun rumah yaitu, pohon puspa, kisereh dan pasang. Dibeberpa
kasepuhan akan sedikit berbeda, tapi satu hal yang pasti bahwa
penggunaan hasil hutan dibatasi hanya sekedar untuk kebutuhan
mendesak saja, hasil hutan lain yang boleh dimanfaatkan adalah tanaman
obat yang terdapat dihutan, pohon gaharu dan pohon kemenyan yang
digunakan juga sebagai alat ritual adat, selain itu ada pula rotan yang
digunakan untuk bahan pembuatan berbagai perkakas dapur dan perkakas
lain yang memang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk
membuat kaneron (tas tradisional dari rotan). Pemnafaatan yang serba
dibatasi, artinya sangat mempertimbangkan kelangsungan atau kelestarian

66

hutan itu sendiri, hal ini sangat bertolak belakang dan para oknum yang
mengekplorasi hutan tanpa tnaggung jawab. Mereka melakukan
penebangan hutan untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu konsep hutan adat diatur dalam Peraturan Daerah no 8 tahun
2015 tentang, Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Hukum Adat. Disitu dijelaskan bahwa :

- Leuweung Kolot atau disebut dengan Leuweung Tutupan adalah


wilayah adat yang berdasarkan hukum adat dipertahankan sebagai
wilayah konservasi lingkungan.
- Leuweung Titipan atau Cawisan adalah wilayah adat yang berdasarkan
hukum adat dipertahankan sebagai wilayah cadangan untuk kegiatan
pemanfaatan tanah dan sumber daya alam.
- Leuweung Sampalan atau Garapan adalah wilayah adat yang
berdasarkan hukum adat dipergunakan untuk kepentingan mata
pencaharian atau pemukiman masyarakat hukum adat.
- Leuweung Kolot atau Titipan adalah hutan adat yang berada di dalam
wilayah adat.

Dari sekian banyak Kasepuhan yang ada di Kabupaten Lebak, baru


Kasepuhann Karang yang sudah secara resmi mempunyai hutan adat
sendiri dan sudah disahkan langsung oleh Presiden. Mengutip pemberitaan
yang di muat di halaman RMI Bogor

“Masyarakat Kasepuhan Karang, Lebak, Banten, kini bisa bernafas lega.


Pasalnya, perjuangan selama tiga tahun untuk mendapatkan pengakuan
hak hutan adat dari pemerintah dapat diwujudkan. Setelah melewati dua
kali tahap verifikasi dan validasi sejak pengajuan penetapan hutan adat 5
Oktober 2015, hari ini (30/120), Presiden Jokowi menetapkan status hutan
seluas 486 hektar yang dikelola turun-temurun oleh masyarakat adat
Kasepuhan Karang.

67

Luas hutan adat Kasepuhan Karang yang ditetapkan adalah 485,366
hektar yang terdiri dari 389,207 hektar hutan tutupan dan hutan titipan
dan 96 hektar di wilayah Gunung Haruman masyarakat adat Kasepuhan
Karang. Luas tersebut dalam SK Penetapan Hutan Adat menjadi 486
hektar, dengan keterangan 462 hektar berada dalam wilayah TNGHS
(Taman Nasional Gunung Halimun Salak) dan 24 hektar berada di
wilayah APL (Areal Penggunaan Lain).

“Alhamdulillah hutan adat kami sekarang sudah diakui pemerintah, ibu


menteri sangat memahami apa yg dibutuhkan oleh masyarakat adat. Ini
tentu menjadi penguat semangat kami untuk memperkuat pengelolaannya,
termasuk keterlibatan anak muda adat,” ujar Kepala Desa Jagaraksa,
Jaro Wahid, sebagai perwakilan Kasepuhan Karang.”33

Selain PERDA, penegakan hak ulayat masyarakat adat juga tertuang


dalam Putusan MK 35/PUU-X/2012 yang isi putusannya mengacu pada
“Hutan adat adalah hutan hak dan bukan merupakan hutan negara”.
Sehingga jika ada hutan adat yang masih masuk claim sebagai hutan
negara, maka negara wajib mengeluarkannya dan mengembalikannya
kepada masyarakat adat, karena itu merupakan perintah undang-undang.
Putusan tersebut merupakan legal standing bagi masyarakat adat sebagai
penjaga dan pelestari hutan. Disinilah pemerintah harus bersama-sama
dengan masyarakat adat untuk segera merealisasikan putusan tersebut,
guna melestarikan alam dan lingkungan tempat manusia hidup dan
mempertahankan kehidupannya.
Masyarakat Baduy adalah salah satu masyarakat yang aktif dalam
menggaungkan pesan-pesan menjaga kelestarian alam dan hutan, mereka
meyakini jika alam dirusaka maka akan timbul bencana yang akan
merugikan manusia. Kampanye-kampanye itu disampaiakan dalam bentuk
ritual tahunan, yaitu Seba Baduy, ritual ini merupakan bentuk
penghormatan masyarakat Kanekes terhadap negara. Selain membawa


33
http://rmibogor.id/2016/12/30/hutan-adat-kasepuhan-karang-resmi-diakui-presiden/ diakses
pada 18 Juni 2017 pukul 05:15

68

berbagai hasil bumi seperti pisang, telor tebu, gula, beras, dan hasil alam
lainnya, Seba juga digunakan sebagai momentum masyarakat Kanekes
untuk menyampaikan beberapa situasi terkini tentang kondisi alam
masyarakat Baduy itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari tema acara Seba
yang setiap tahunnya berubah.

Tabel 7 : Pelaksaaan Seba dari tahun 2013 sampai 2017


Tanggal Tema Jumlah Peserta Jenis Pembaca
Tangtu Baduy Seba Seba
Luar
Penegakan dan 20 380 Geude Jaro Saidi
Mei
Pengukuhan dan Jaro
2003
Perlindungan batas- Warega
batas wilayah tanah
ulayat
Penitipan kelestarian 21 470 Geude Jaro Saidi
1-3 Mei
alam dan lingkungan
2004
agar gunung-gunung
tidak rusak agar
terhindar dari
bencana alam
Mengingatkan 27 580 Geude Jaro Saidi
2-3 Mei
bencana alam akibat
2005
ulah manusia yang
berlebihan
Meminta 22 759 Leutik Jaro Saidi
1-3 Mei
menghilangkan dan Jaro
2006
suap-menyuap dan Warega
penegakan keadilan
Meminta pejabat 23 1012 Geude Jaro Saidi
20-22
datang ke Baduy dan
April
meninjau langsung

69

2007 penegakan hukum
Mempererat 25 987 Leutik Jaro Saidi
9-10
silaturahmi,
Mei
mengajak
2008
pemerintah untuk
menyatu peduli
lingkungan
Perlindungan dan 56 1781 Geude Jaro saidi
1-3 Mei
tindakan hukum bagi dan Jaro
2009
penyerobot tanah Warega
ulayat, perbaikan
jalan, mendukung
pemilu dan
memohon bantuan
bencana kebakaran
dan penerbiatan
buku “Saatnya
Baduy bicara”
Perlindungan tanah 25 580 Leutik Jaro Saidi
19-21
milik warga Baduy dan Jaro
April
di luar kawasan Warega
2010
Baduy seluas 700 ha
agar dipronakan dan
peningkatan
kesejahteraan
menagih janji ke
Depsos pusat dan
meminta dibuatkan
UU perlindungan
tanah ulayat
Ngasuh Ratu 99 1492 Geude Jaro saidi
8-9
Ngajayak Menak

70

April
2011
Silaturahmi demi 50 1720 Leutik Jaro Saidi
27-29
kelestarian alam
April
2012
Melestarikan dan 1.750 Geude Jaro saidi
16-17
melindungi hutan
Mei
2013
- 1.200 Geude Jaro saidi
3–4
Mei
2014
Ngasuh Ratu 1957 Geude Jaro Saidi
23-25
Nganjak Menak
April
Mageuhkeun Tali
2015
Duluran Ngajaga
Lingkungan
Pamarentah
Negakeun Hukum
Jeung Keadilan
- 91 1.752 Geude Jaro saidi
3-15
Mei
2016
Menjaga kelestarian 1658 Geude Jaro Saidi
28-29
alam, hutan, dan
April
lingkungan
2017

Sumber : Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di banten dan


Kompilasi data

71

5.4 Kearifan Lokal Masyarakat Hukum Adat
5.4.1 Pikukuh Karuhun Masyarakat Kanekes
Masyarakat Kanekes adalah masyarakat yang berpegang teguh
pada aturan adat yang disebut pikukuh karuhun, aturan ini bersifat
mengikat dan mutlak bagi setiap pengikut adat. Beikut ini adalah daftar
pikukuh karuhun masyarakat Kanekes.
Tabel 8 : Daftar Pikukuh Karuhun masyarakat Adat Kanekes
No Pikukuh karuhun Baduy Makna
Buyut nu dititipkeun ka Pantangan yang dititipkan kepada
1 puun puun
Gunung teu meunang di
2 Gunung tidak boleh digempur
lebur
Lebak teu meunang
3 Lembah tidak boleh dirusak
dirakrak
Larangan teu menang
4 Pantangan tidak boleh dilanggar
dirempak

5 Buyut teu meunang dirobah Pantangan tidak boleh dirubah

6 Nu ulah kudu diulahkeun Yang dilarang harus dilarang

7 Nu enya kudu dienyakeun Yang benar harus dibenarkan

8 Ngala kudu menta Mengambil harus minta

9 Nyaur kudu naur Berkata harus diukur

10 Nyabda kudu diunggang Berkata harus diukur

11 Ulah maling papanjingan Jangan mencuri walau kekurangan

12 Ulah jinah papacangan Jangan berzinah dan berpacaran

13 Matak burung jadi ratu Bisa gagal jadi pemimpin

14 Matak edan jadi menak Bisa gila menjadi pembesar

72

15 Matak pupul pangaruh Bisa hilang pengaruh

16 Matak hambar komara Bisa hilang kewibawaan

Nu pondok te meuanng

17 disambung nu panjang teu Biarkan apa adanya


menang di potong
Ritual kembalinya padi dari ladang
18 Ngawalu
ke lumbung
Yaitu ritual membentuk mie yang

19 Ngalaksa lebar, untuk mengungkapkan rasa


syukur kepada Karuhun
Datang mempersembahkan/
21 Seba
berkunjung

22 Seba laksa Kunjungan kepada camat dan bupati

Dilakukan apabila hasil panen


23 Seba Geude
baik/berlimpah
Dilakukan apabila hasil panen
24 Seba leutik
merugi/sedikit

5.4.2 Tatali Paranti Karuhun Masyarakat Adat Kasepuhan


Ujaran-ujaran yang tetap menjadi bagian kehidupan keseharain di
komunitas adat Kasepuhan Cisungsang adalah tatali parani karuhun dari para
leluhur, yang tetap dipercaya sebagai Siger (mawas diri), untuk menjalani
kehidupan Incu Putu di Kasepuhan. Baik di sampaikan dalam prosesi ritual
adat atau dalam kehidupan sehari-hari di rumah para Incu Putu. tatali parani
karuhun yang biasa di sampaikan dari Kepala Adat kepada Rendangan dan
oleh Rendangan disampaikan kepada Incu Putu, dalam keseharaiannya.
Ungkapan itu merupakan tatali parani karuhun dari para leluhur yang
diturunkan secara turun temurun kepada Incu Putu, tatali parani karuhun itu
untuk kebaikan Incu Putu dalam menjalani kehidupan di dunia. Dalam
kehidupan dengan sesama dan dalam pencarian kehidupan, seperti berusaha

73

dan agar dapat dipercaya orang lain, untuk memenuhi unsur ketertiban dalam
kehidupan sehari-hari. Intinya bukan untuk dihapal namun diterapkan dan
dihayati serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari di manapun berada.
Selain itu Incu Putu, memaknai dengan seksama berbagai ungkapan-ungkapan
yang tidak tertulis untuk menjalani kehidupannya. Karena bekal bukanlah
hanya harta namun, ujaran berupa tatali parani karuhun itu juga merupakan
suatu warisan yang sangat berharga. Aturan tradisi jika dilaksanakan oleh Incu
Putu dan tatali parani karuhun di pegang erat dan dilaksanakan, maka akan
selamat. Apalagi jika dilaksanakan semua ketentuan adat istiadat, dan tentunya
tetap pada jalur yang benar. Berikut ini adalah tabel tentang tatali parani
karuhun sehari-hari yang biasa disampaikan kepada Incu Putu :

Tabel 9 : Tatali parani karuhun dari para leluhur kepada Incu Putu di
berbagai Kasepuhan

No. Tatali parani karuhun Makna


1.
“Nyucrug galur mapay Maknanya bagi masyarakat adat
wahangan nete taraje Kasepuhan Cisungsang adalah,
nincak hambalan,” dalam kehidupan sehari-hari kita
harus jujur mengikuti apa yang telah
digariskan, tidak boleh menentang
sesuatu yang bukan haknya.

2. “Mipit Kudu AMit Makna dari ujaran tersebut di atas


Ngala Kudu menta adalah sebagai manusia yang hidup
Nngaggo Kudu Suci dalam lingkungan sosial, hendaknya
Ngadahar Anu Halal ketika akan melakukan sesuatu harus
Ngecap Sabenerna direncanakan, ditertibkan lalu
Nganjuk Kudu Naur meminta ijin ke orang tua, ketika
Ngahutang Kudu mayar akan meminta sesuatu harus
Nginjem Kudu Mulangkeun berbicara terlebih dahulu, dalam
Sing Tigin Kana janji kehidupan ini hati harus suci bersih,

74

Iman Ka diri Sorangan” dalam mengkomsumsi makanan
sehari-hari harus dari uang yang
halal hasil kerja keras, jika berbicara
harus yang sebenarnya, tidak boleh
berbohong sedikitpun, dalam hal
hutang piutang tidak boleh dilupakan
namun harus membayar dengan
semestinya.
Juga pinjam meminjam harus
mengembalikan. Tidak boleh ingkar
janji. Dan memiliki iman yang kuat
dalam diri sendiri.
3 “Sing Sarua cangkang Makna bagi masyarakat adat
jeung eusina bisi pahili Kasepuhan Cisungsang adalah, jika
adina, patuker lanceukna kita melakukan sesuatu harus sesuai
bisi jadi kawih mamaruan” dengan hati kita, tidak boleh
menghianati, karena jika tidak seia
sekata, maka jadi masalah yang
sangat besar bagi diri sendiri.

4 “Bisi jadi genteng ku- Dalam kehidupan sehari-hari semua


kadekna, legok ku amal yang dilakukan oleh Incu Putu di
perbuatan-nana,” kasepuhan, harus seimbang dan tidak
boleh semena-mena terhadap orang
lain, bahakan nanti jika terkena
musibah itu karena perbuatannya
sendiri.

5. “Moal di duduka ku batur Tatali parani karuhun ini


mun urang teu ngaduduka mengandung makna, tidak akan di
batur” disakiti hati kita oleh orang lain jika

75

kita tidak menyakiti hati orang lain.
“Moal di cabok batur, mun Tidak akan di tempeleng orang lain
urang teu nyabok batur” jika kita tidak menempeleng orang
lain, dan tidak akan di tebas orang
“Moal di kadek batur, mun apabila kita tidak menebas orang.
urang teu ngadek batur” Incu Putu di Kasepuhan memegang
tatali parani karuhun seperti ini,
agar tidak terjadi perselisihan yang
menimbulkan salah sangka dan
permasalahan di kemudian hari.

6. “Ka Cai Kudu Saleuwi, Ka Dapat dimaknai bahwa ketika dalam


Darat Kudu Saleugok, sutau pekerjaan yang menyangkut
Sareundeuk Saigeul, Sa harkat hidup orang banyak kita harus
Bobok Sa Pinahean,” saling bekerjasama, dan saling
berbagi kebaikan.
7 Dapat dimaknai sebagai berikut, Jika
“Lamun Lelemburan hidup bertetangga kita harus
Kumaha Batur Salembur, mengikuti apa yang menjadi
Mun Makaya Kumaha batur kehendak orang banyak, jika
Sacatihan,” berusaha mencari nafkah harus
seperti rang lain, jangan ingin lebih
sendiri dan tidak memikirkan orang
lain.

8 “Dug Hulu Pet Nyawa, Yang tidak bisa dilupakan adalah


Congeang balik Aseupan,” ungkapan tersebut adalah yang

76

dimaknai bahwa, belahan jiwa
adalah untuk kemanfaatan kesuburan
dan kemakmuran seluruh keluarga.

9 Nungtun Karahayuan Abah (Pupuhu ) Kasepuhan sebagai


Nyayak Kamokahaan kepala adat Kasepuhan berperan
sebagai penanggung jawab atas
segala urusan yang dititipkan oleh
karuhun dalam melayani
kepentingan incu putu menuju
keselamatan dunia dan akhirat
10 Salamet ku Peso, bersih ku kesederhanaan masyarakat di
Cai Kasepuhan menyandarkan sumber
keberlangsungan penghidupan dari
kemurahan alam yang merupakan
anugerah dari Tuhan yang Maha
Kuasa
11 Caricing pageuh kancing, waspada dan siap siaga
saringset pageuh iket
12 Nibakeun Sri ka Bumi kegiatan yang dilakukan pada saat
akan menyebar benih dan waktu dari
menyebar sampai menuai benih
selama 45 s/d 50 hari.
13 Ngamitkeun Sri ti Bumi kegiatan yang dilakukan sebelum
memetik atau menuai hasil panen
yang diawali dengan upacara
selamatan yang dilakukan dirumah
kasepuhan dan diawali acara doa
bersama, dilanjutkan dengan makan
bersama
14 Ngunjal kegiatan penyimpanan padi ke
lumbung (leuit) setelah

77

dikeringkan/dilantayan
15 Rasul Pare di Leuit mempersembahkan tumpeng rasul
dan bebakak ayam jantan berwarna
kuning keemasan. Kegiatan ini
dilaksanakan dan dipimpin oleh
ketua adat yang didampingi 7 (tujuh)
orang baris kolot (tujuh orang tua
yang diambil berdasarkan garis
keturunan.
16 Nyebor ini merupakan lanjutan dari Prah
prahan yaitu suatu kegiatan di mana
para bayi yang lahir pada tahun
tersebut untuk di simur/nyimur.
Acara simur ini dilakukan oleh
petugas khusus yang dinamakan
Tukang Rorok. Seorang Tukang
Rorok adalah tokoh Tokoh Adat.
17 Seren Taun Ritual punyak setelah selesai panen,
sebagai wujud syukur masyarakat
adat kepada Tuhan Ynag Maha
kuasa.
18 Cacah Jiwa Sensus penduduk masyarakat adat
setiap tahun.
19 Ngindung ka waktu, Menyesuaikan perubahan atau
ngabapa ka jaman perkembangan jaman.
20 Hirup kudu ngigeulan Menyesuaikan perubahan atau
jaman perkembangan jaman.
21 Carita Yaitu laporan atau meminta izin
untuk melakukan suatu pekerjaan
22 Balik taun Lapran rendangan kepada ketua adat
setelah melakukan prose sbercocok
tanam

78

Bab 6 Rekomendasi

Masyarakat hukum adat di Kabupaten Lebak yaitu Baduy dan


Kasepuhan memiliki hubungan yang erat dengan sumber daya alam khususnya
sumber daya hutan. Letak geografis dari MHA ini berada dikawasan hulu
yang memiliki fungsi penting untuk penyelamatan lingkungan serta flasma
nuftah. Ketaatan MHA terhadap pelestarian sumber daya hutan turut
berkontribusi mencegah terjadinya Deforestasi dan Degradasi kualitas
lingkungan.
Disisi lain keberadaan MHA kurang mendapat penerimaan dari
masyarakat secara luas. MHA kerap mendapat stigma sebagai komunitas
yang terbelakang, kondisi ini berdampak secara phsikis bagi MHA sendiri
malu untuk mengakui jati diri sebagai MHA terutama kalangan generasi
muda. Kondisi ini adalah kerentanan terhadap keberadaan MHA dan nilai-
nilai yang dimiliki. Akses dan kontrol terhadap SDA sangat lemah. Areal
kelola Hutan Adat bersinggungan dengan klaim pihak lain, kondisi ini
memicu terjadinya konflik tenurial antara MHA dengan pengelola kawasan.
Berkenaan dengan hal tersebut maka rekomendasi yang dapat disampaikan
adalah :
1. Pemberdayaan MHA untuk meningkatkan kapasitas serta kepercayaan diri
MHA terutama generasi muda dalam pengelolaan Sumber daya hutan
melalui kegiatan produktif pengembangan tananam asli MHA.
2. Pendokumentasian aturan adat dan kearifan lokal yang berkaitan dengan
Pengelolaan Sumber Daya Hutan hal ini bermanfaat untuk menguatkan
serta meningkatkan pemahaman dinternal MHA terutama generasi muda
dan bagi pihak luar untuk mengenal, mengakui, menghormati dan
mempelajari nilai-nilai di MHA dalam pelestarian sumber daya hutan.
3. Pengembangan ekonomi lokal dengan inovasi pengembangan tanaman
produktif dibawah tegakan menja nilai tambah di lingkungan Hutan Adat.
4. Memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan pihak pengelola kawasan
melalui program kemitraan pengelolaan hutan dan lingkungan.
5. Memfasilitasi pengajuan dan penetapaan Hutan Adat dengan tidak
merubah fungsi atas kawasan.

79

DAFTAR PUSTAKA
Fadhila, Dhila., dan Sujana, Dadan. 2015. Kearifan Lokal di Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten. Serang : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Banten
Hanafi, Imam., Ramadhaniaty, Nia., dan Nurzaman, Budi. 2012. Nyoreang Alam
Katukang Nyawang Anu Bakal Datang. Bogor : RMI

Rusnandar, Nandang., dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di


Banten. Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB)

Setiawan, Irva., dkk. 2012. Upacara Seren Taun pada Masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar di Sukabumi.Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya
(BPNB) Bandung

Shuida, Nyoma. 2016. Masyarakat Adat dalam Pusaran Perubahan. Jakarta :


Kemenko Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan

Yusanto, Yoki.. Hihabudin, Ahmad., dan Hatra, Henriana. 2014. Kasepuhan


Cisungsang, Serang : Pustaka Getok Tular.

Sumber Lain :

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id

https://x.detik.com/detail/intermeso/20170530/Ketika-Tanah-Baduy-Terasa-Kian-
Sempit/index.php,

https://keepo.me/_rendradwi-/kearifan-lokal-suku-baduy

http://www.kanekes.desa.id/2016/10/29/ngaseuk-penghormatan-budaya-dan-
kedaulatan-pangan-masyarakat-baduy/

https://humaspdg.wordpress.com/2010/05/04/perilaku-konformitas-masyarakat-
baduy/
http://lidibiru67.com/baduy/

https://arikaharmon.wordpress.com/2016/10/01/mengungkap-komunitas-adat-
kasepuhan-karang-belajar-memposting-di-wordpress/

80

LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH NO 8 TAHUN 2015


TENTANG PENGAKUAN, PERLINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT KASEPUHAN

DAFTAR NAMA KASEPUHAN DI KABUPATEN LEBAK


NAMA Nama Ketua
NO KAMPUNG DESA KECAMATAN KETERANGAN
KASEPUHAN Adat

WEWENGKON PUPUHU
1 CITOREK Oyok Didi Guradog Citorek Timur Cibeber KASEPUHAN

Citorek
2 Naga Aki Undikar Naga Tengah Cibeber Gurumulan

3 Cibengkung Olot Umar Cibengkung Citorek Barat Cibeber Gurumulan

Babakan Pasir Babakan Citorek


4 Nangka Olot Sana Pasir Nangka Sabrang Cibeber Gurumulan

Babakan Citorek
5 Inpres Olot Sukardi Sukamaju Sabrang Cibeber Gurumulan

6 Ciusul Aki Calo Ciusul Citorek Kidul Cibeber Gurumulan

Lebak
7 Sampay Olot Sana Sampay Lebak Situ Gedong Gurumulan

Sesepuh
8 Cirompang Olot Amir Cirompang Cirompang Sobang Kampung

Cibama
9 Cibama Lebak Lebak Cirompang Sobang Rendangan

10 Cibama Pasir Cibama Pasir Cirompang Sobang Rendangan

11 Sinargalih SinarGalih Cirompang Sobang Rendangan

Sesepuh
12 Cibarani Olot arwata Cibarani Cibarani Cirinten Kampung

H. Ono PUPUHU
13 GURADOG Rohadi Guradog Guradog Curug Bitung KASEPUHAN
Lembur
14 Lembur Gede Aki Nurkib Gede Guradog Curug Bitung Gurumulan

15 Alung Aki Kosim Alung Guradog Curug Bitung Gurumulan

16 Sengkol Aki Sapri Sengkol Guradog Curug Bitung Gurumulan

Abah Sesepuh
17 CIBARANI Dulhani Cibarani Cibarani Cirinten Kampung

18 Cipaku Abah Uci Cipaku Cibarani Cirinten Gurumulan

19 Gunung Batu Abah Jamur Gunung Batu Cibarani Cirinten Gurumulan

20 Cisedok Abah Jasir Cisedok Cibarani Cirinten Gurumulan

21 Cikolelet Abah Sahari Cikolelet Cibarani Cirinten Gurumulan

22 Cinangka Olot Harun Cinangka Cibarani Cirinten Gurumulan

Karang Karang
23 Combong Olot Saldi Combong Cibarani Cirinten Gurumulan

Pasir Pasir
24 Gembong Olot Arda Gembong Cibarani Cirinten Gurumulan

25 Sempur Olot Adin Sempur Cibarani Cirinten Gurumulan

Sesepuh
26 Lebak Gadog Aki Sarbi Lebak Gadog Cikadu Cibeber Kampung

27 Cikadu Aki Adwari Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

Sesepuh
28 Cibengkung AKI ALIK Cibengkung Cikadu Cibeber Kampung

Cibengkung Cibengkung
29 Lebak Aki Muhadi Lebak Cikadu Cibeber Rendangan

Sesepuh
30 Cisungsang Aki Ipit Cisungsang Cisungsang Cibeber Kampung

Leembur Sesepuh
31 Gede Uwa Adul Cisungsang Cisungsang Cibeber Kampung

Sesepuh
32 Rabig Hilir Aki Nadi Rabig Hilir Kujangjaya Cibeber Kampung

Sesepuh
33 Tegal Lumbu Aki Idit Tegal Lumbu Wanasari Cibeber Kampung
Sesepuh
34 Cirangkas Aki Ujid Cirangkas Wanasari Cibeber Kampung

Sesepuh
35 Lebak Tipar Aki Wahid Lebak Tipar Wanasari Cibeber Kampung

Sesepuh
36 Cimanggu Aki Suki Cimanggu Cikadu Cibeber Kampung

Sesepuh
37 Jambe Jajar Aki Harman Jambe Jajar Wanasari Cibeber Kampung

Sesepuh
38 Tambleg Aki Surhani Tambleg Cidikit Cibeber Kampung

Sesepuh
39 Cikarang Aki Okim Cikarang Kujangjaya Cibeber Kampung

Sesepuh
40 Lebak Larang Aki Ata Lebak Larang Mekarsari Cibeber Kampung

Sesepuh
41 Ciburial Aki Ukam Ciburial Wanasari Cibeber Kampung

Sesepuh
42 Cihaneut Aki Da'i Cihaneut Wanasari Cibeber Kampung

Waru Sesepuh
43 Waru Doyong Aki Apud Doyong Girimukti Cibeber Kampung

Sesepuh
44 Cinangka Aki Emis Cinangka Girimukti Cibeber Kampung

Sesepuh
45 Cikiyam Aki Madhani Cikiyam Girimukti Cibeber Kampung

Sesepuh
46 Cikadu Aki Tasrip Cikadu Lebak Cikadu Cibeber Kampung

47 Cikadu Aki Tarmidi Cikadu Lebak Cikadu Cibeber Rendangan

Babakan Sesepuh
48 Cikadu Aki Juhad Empang Cikadu Cibeber Kampung

Sesepuh
49 Pasir Eurih Abah Aden S Pasir Eurih Sindang Laya Sobang Kampung

Sesepuh
50 Cibeas Aki Talung Cibeas Sindang Laya Sobang Kampung
51 Cibece Olot Ade Cibece Sindang Laya Sobang Gurumulan

Babakan Babakan
52 Nangka Olot Jarman Nangka Sindang Laya Sobang Gurumulan

53 Cigoyot Olot Sidik Cigoyot Sindang Laya Sobang Gurumulan

54 Cileler Olot Sawira Cileler Sindang Laya Sobang Gurumulan

55 Hegarsari Olot Tempel Hegarsari Sindang Laya Sobang Gurumulan

56 Sela Gunung Olot Jahadi Sela Gunung Sindang Laya Sobang Gurumulan

Sindang Sindang
57 Layung Aki Kalong Layung Sindang Laya Sobang Gurumulan

58 Satong Olot Marta Satong Sindang Laya Sobang Gurumulan

SINDANG SINDANG Sesepuh


59 AGUNG Olot Solihin AGUNG Hariang Sobang Kampung

60 Cikate Abah Onen Cikate Cikate Cigemblong Gurumulan

61 Cigaclung Abah Narim Cigaclung Sobang Sobang Gurumulan

Lebak
62 Lebak Nangka Abah Samid Nangka Cikate Cigemblong Gurumulan

Sesepuh
63 JAMRUT Olot Santura JAMRUT Wangun Jaya Cigemblong Kampung

Sesepuh
64 Cikareo Olot Asmin Cikareo Wangun Jaya Cigemblong Kampung

Sesepuh
65 Cangkeuteuk Olot Lamri Cangkeuteuk Wangun Jaya Cigemblong Kampung

Parung Parung Sesepuh


66 Gedong Olot Nurjaya Gedong Wangun Jaya Cigemblong Kampung

Sesepuh
67 CIBEDUG Olot Asbaji CIBEDUG Citorek Barat Cibeber Kampung

PUPUHU
68 BAYAH Apa Ujang Bungkeureuk Bayah Timur Bayah KASEPUHAN

Sesepuh
69 KARANG Olot Ariksan KARANG Jagaraksa Muncang Kampung

70 Cilunglum Olot Saltum Cilunglum Jagaraksa Muncang


Sesepuh
Kampung

Sesepuh
71 Cikadu Olot Armat Cikadu Jagaraksa Muncang Kampung

Sesepuh
72 Cibangkala Olot Jodi Cibangkala Jagaraksa Muncang Kampung

WEWENGKON PUPUHU
73 SAJIRA Abah Naik Sajira Maraya Sajira KASEPUHAN

Cokel Coktl Sesepuh


74 Pasirnangka Abah Yana Pasirnangka Curugbitung Curug Bitung Kampung

Sesepuh
75 Cikawah Abah Usa Cikawah Sobang Sobang Kampung

Sesepuh
76 Cokel Abah Jarsim Cokel Sekarwangi Curug Bitung Kampung

PUPUHU
77 Cicarucub Oyot Enjay Cicarucub Neglasari Cibeber KASEPUHAN

Babakan Babakan Sesepuh


78 Mede Nurpatah Mede Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
79 Kadu Lahang Sarmin Kadu Lahang Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
80 Cicarucub Sakid Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
81 Cicarucub Tuhari Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
82 Cicarucub Madtasa Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
83 Cicarucub Sapura Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
84 Cicarucub Wahi Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
85 Cicarucub Masri Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
86 Cicarucub Encid Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung
Sesepuh
87 Cicarucub Ahmad Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
88 Cicarucub Marnasih Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
89 Cicarucub Anong Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
90 Cicarucub Manap Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
91 Cicarucub Owik Cicarucub Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
92 Ciawi Sugarna Ciawi Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
93 Lebak Munti Marhada Lebak Munti Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
94 Naga sari Sarta Naga sari Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
95 Langkob Mulyadi Langkob Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
96 Langkob Madsira Langkob Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
97 Langkob Ubra Langkob Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
98 Lebak Picung Amat Lebak Picung Hegarmanah Cibeber Kampung

Sesepuh
99 Lebak Picung Cuding Lebak Picung Hegarmanah Cibeber Kampung

Sesepuh
100 Lebak Picung Artuki Lebak Picung Hegarmanah Cibeber Kampung

Sesepuh
101 Cipanggung Musti Cipanggung Hegarmanah Cibeber Kampung

Sesepuh
102 Cipanggung Subarna Cipanggung Hegarmanah Cibeber Kampung

103 Sukarasa Juhana Sukarasa Hegarmanah Cibeber


Sesepuh
Kampung

Sesepuh
104 Lebak Limus Emad Lebak Limus Hegarmanah Cibeber Kampung

Lebak Sesepuh
105 Lebak Binong Surhad Binong Neglasari Cibeber Kampung

Sesepuh
106 Ciseureuh Saili Ciseureuh Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
107 Ciseureuh Nata Ciseureuh Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
108 Cirotan Rusman Cirotan Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
109 Cihambali Ayo Cihambali Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
110 Cihambali Sariani Cihambali Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
111 Cikondang Ju'ang Cikondang Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
112 Tegal lumbu Sukrani Tegal lumbu Wanasari Cibeber Kampung

Ciayunan Ciayunan Sesepuh


113 Tonggoh Juhani Tonggoh Sukamulya Cibeber Kampung

Ciayunan Ciayunan Sesepuh


114 Lebak Madhari Lebak Sukamulya Cibeber Kampung

Sesepuh
115 Bojong Lancong Bojong Sukamulya Cibeber Kampung

Curug Curug Sesepuh


116 Bandung Juka Bandung Sukamulya Cibeber Kampung

Sesepuh
117 Ciparay I Iyong Ciparay I Sukamulya Cibeber Kampung

Sesepuh
118 Ciparay II Hasim Ciparay II Sukamulya Cibeber Kampung

Bbk. Psr. Bbk. Psr. Sesepuh


119 Rengit Asmid Rengit Sukamulya Cibeber Kampung
Ciparay Ciparay Sesepuh
120 Sawah Ipon Sawah Citorek Timur Cibeber Kampung

Sesepuh
121 Cijaha Sahib Cijaha Citorek Timur Cibeber Kampung

Warung Sesepuh
122 Cibadak Dalim Cibadak Banten Cibeber Kampung

Warung Warung Warung Sesepuh


123 Banten Janata Banten Banten Cibeber Kampung

Warung Sesepuh
124 Panyaungan Salimun Panyaungan Banten Cibeber Kampung

Warung Sesepuh
125 Naga Jaya Jukandi Naga Jaya Banten Cibeber Kampung

Sesepuh
126 Kadu Tilu Anda Kadu Tilu Sukamulya Cibeber Kampung

Sesepuh
127 Pasir Kolecer Sala Pasir Kolecer Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
128 Cipancur Sutawi Cipancur Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
129 Cisuren Kaler Karma Cisuren Kaler Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
130 Bbk. Mayak Adih Bbk. Mayak Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
131 Cisuren Suryana Cisuren Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
132 Cisuren Kidul Dulmukri Cisuren Kidul Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
133 Satong Sarnata Satong Cisuren Bayah Kampung

Cidadap Cidadap Sesepuh


134 Girang Aga Girang Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
135 Cidadap Hilir Bakri Cidadap Hilir Cisuren Bayah Kampung

136 Naga Mukti Arsata Naga Mukti Cisuren Bayah


Sesepuh
Kampung

Sesepuh
137 Cigaledug Nunung Cigaledug Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
138 Ciakar Wira Ciakar Cisuren Bayah Kampung

Sesepuh
139 Bojong Lio Hadi Bojong Lio Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
140 Cibeber Oji Cibeber Mekarsari Cibeber Kampung

Sesepuh
141 Cikareo Narheda Cikareo Girimukti Cilograng Kampung

Sesepuh
142 Cinangka Madconi Cinangka Girimukti Cilograng Kampung

Sesepuh
143 Cicariang Sadromi Cicariang Girimukti Cilograng Kampung

Sesepuh
144 Cigaru Marhi Cigaru Girimukti Cilograng Kampung

Sesepuh
145 Cileungsir Darman Cileungsir Girimukti Cilograng Kampung

Bantar Bantar Sesepuh


146 Gadung Sahri Gadung Cibeber Cibeber Kampung

Ranca Sesepuh
147 Ranca Pasung Ojer Pasung Cibeber Cibeber Kampung

Sesepuh
148 Cibeureum Suherman Cibeureum Cibeber Cibeber Kampung

Sesepuh
149 B Lapang Juhasan B Lapang Cibeber Cibeber Kampung

Sesepuh
150 Cilaksana Rusdi Cilaksana Cibeber Cibeber Kampung

Pasir Sesepuh
151 Garung Marta Garung Gembong Bayah Kampung

Sesepuh
152 Pasir Nangka Omek Pasir Nangka Cikotok Cibeber Kampung
Sesepuh
153 Sukmajati Bohari Sukmajati Cikotok Cibeber Kampung

Garung Garung Pasir Sesepuh


154 Cipalasari Santama Cipalasari Gembong Bayah Kampung

Cidikit Sesepuh
155 Cidikit Girang Saleh Girang Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
156 Panenjoan Santura Panenjoan Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
157 Cikapudang Armaja Cikapudang Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
158 Cibeas Ajay H Cibeas Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
159 Pasir Lebu Maryudi Pasir Lebu Cibeber Cibeber Kampung

Sesepuh
160 Pamubulan Sukri Pamubulan Darmasari Bayah Kampung

Sesepuh
161 Tenyo Laut Samin Tenyo Laut Darmasari Bayah Kampung

Sesepuh
162 Cirendeu Sumri Cirendeu Caringin Cisolok Kampung

Gunung Gunung Sesepuh


163 Gandaria Jahdi Gandaria Caringin Cisolok Kampung

Bbk Bbk Sesepuh


164 Cibeungkung Medi Cibeungkung Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
165 Cibeungkung Miskarya Cibeungkung Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
166 Naga Hurip Suwirno Naga Hurip Cidikit Bayah Kampung

Lebak Lebak Sesepuh


167 Malaning Eman Malaning Sawarna Bayah Kampung

Sesepuh
168 Gondang Misnar Gondang Sawarna Bayah Kampung

169 Pasir Gebang Husen Pasir Gebang Sawarna Bayah


Sesepuh
Kampung

Karang Karang Sesepuh


170 Nebeng Sukanta Nebeng Sawarna Bayah Kampung

Sesepuh
171 Sawarna Sapri Sawarna Sawarna Bayah Kampung

Sesepuh
172 Sela Awi Karata Sela Awi Sawarna Bayah Kampung

Sesepuh
173 B Toke Buhani B Toke Sawarna Bayah Kampung

Sesepuh
174 Nangewer Usin Nangewer Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
175 Pasir Angin Supani Pasir Angin Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
176 Pasir Peteuy Emus Pasir Peteuy Cijengkol Cilograng Kampung

Bbk Ps Sesepuh
177 Bbk Ps Peteuy Madta Peteuy Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
178 Pasir Peteuy Warta Pasir Peteuy Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
179 Pasir Peteuy Sukatma Pasir Peteuy Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
180 Pasir Peteuy Rosid Pasir Peteuy Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
181 Lebak Lame Madta Lebak Lame Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
182 Pasir Peteuy Suma Pasir Peteuy Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
183 Neglasari Sahri Neglasari Bayah Barat Bayah Kampung

Cinangga Cinangga Sesepuh


184 Lebak Satra Lebak Bayah Timur Bayah Kampung

Cinangga Cinangga Sesepuh


185 Barat Mukidin Barat Bayah Timur Bayah Kampung
Cinangga Cinangga Sesepuh
186 Tengah Sukarta Tengah Bayah Timur Bayah Kampung

Sesepuh
187 Neglasari Jamri Neglasari Bayah Timur Bayah Kampung

Sesepuh
188 Cintawana H Bulloh Cintawana Bayah Timur Bayah Kampung

Sesepuh
189 Bayah, BTN Juha Bayah, BTN Bayah Barat Bayah Kampung

Garung Pasir Sesepuh


190 Garung Lebak Hanapi Lebak Gembong Bayah Kampung

Pasir Sesepuh
191 Cipalasari Urta Cipalasari Gembong Bayah Kampung

Garung Garung Pasir Sesepuh


192 Ciguha Ali Ciguha Gembong Bayah Kampung

Sesepuh
193 Gunung Batu Edi Gunung Batu Cilograng Cilograng Kampung

Ciawi Sesepuh
194 Ciawi Tengah Warsa Tengah Cilograng Cilograng Kampung

Sesepuh
195 Cibunar III Rois Cibunar III Cilograng Cilograng Kampung

Sesepuh
196 Cibunar I Tabroni Cibunar I Cilograng Cilograng Kampung

Sesepuh
197 Citapen Dadi Citapen Lebak Tipar Cilograng Kampung

Sesepuh
198 Cirompang Emad Cirompang Lebak Tipar Cilograng Kampung

Sesepuh
199 Pasir Haur Sahroni Pasir Haur Lebak Tipar Cilograng Kampung

Sesepuh
200 Tipar Sapei/Empe Tipar Lebak Tipar Cilograng Kampung

Sesepuh
201 Picung Matna Picung Lebak Tipar Cilograng Kampung

202 Kalapa Dua Suhadi Kalapa Dua Lebak Tipar Cilograng


Sesepuh
Kampung

Sesepuh
203 Daya Sari Padna Daya Sari Lebak Tipar Cilograng Kampung

Sesepuh
204 Lebak Lame Sanam Lebak Lame Cijengkol Cilograng Kampung

Ciawi Sesepuh
205 Ciawi Tengah Mamad Tengah Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
206 Ciawi Lebak Udin Ciawi Lebak Cijengkol Cilograng Kampung

Babakan Babakan Sesepuh


207 Ciawi Ukat Ciawi Cijengkol Cilograng Kampung

Sesepuh
208 Cijatra Atok Cijatra Lebak Tipar Cilograng Kampung

Sesepuh
209 Cikamunding Madrohim Cikamunding Cikamunding Cilograng Kampung

Cilengsir Sesepuh
210 Cilengsir Kidul Hanan Kidul Cikamunding Cilograng Kampung

Cilengsir Cilengsir Sesepuh


211 Wetan Muhdi Wetan Cikamunding Cilograng Kampung

Sesepuh
212 Cikatomas I Oman Cikatomas I Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
213 Cikatomas II Endar Cikatomas II Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
214 Cihideng I Dana Cihideng I Cikatomas Bayah Kampung

Kampung Kampung Sesepuh


215 Sawah Kair Sawah Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
216 Cikeusik Omom Cikeusik Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
217 Cihideng II Sadai Cihideng II Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
218 Sukamulya Sukanta Sukamulya Cikatomas Bayah Kampung
Sesepuh
219 Nagajaya Sarmat Nagajaya Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
220 Ciseel Lebak Arjoi Ciseel Lebak Cikatomas Bayah Kampung

Ciseel Ciseel Sesepuh


221 Tonggoh Madsa/Suma Tonggoh Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
222 Ciseel Lebak Arat Ciseel Lebak Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
223 Ciseel Lebak Uju Ciseel Lebak Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
224 Cikatomas Madtohi Cikatomas Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
225 B Beas Empad B Beas Cidikit Bayah Kampung

Sesepuh
226 Cibuntu I H Pani Cibuntu I Suwakan Bayah Kampung

Sesepuh
227 Cibuntu II Toi Cibuntu II Suwakan Bayah Kampung

Sesepuh
228 Pasir Ipis Suali Pasir Ipis Mancak Bayah Kampung

Sesepuh
229 Panyaungan Sarip Panyaungan Panyaungan Cihara Kampung

Sesepuh
230 Ciletuh Sukria/Suhedi Ciletuh Panggarangan Panggarangan Kampung

Sesepuh
231 Sukamantri Karta Sukamantri Panggarangan Panggarangan Kampung

Sesepuh
232 Cibuluh Dulasan Cibuluh Panggarangan Panggarangan Kampung

Sesepuh
233 Cikaram Supendi Cikaram Panggarangan Panggarangan Kampung

Sesepuh
234 Cisitu Mumuh Cisitu Situ Jaya Cibeber Kampung

235 Cisitu Hu'ih Cisitu Situ Jaya Cibeber


Sesepuh
Kampung

Sesepuh
236 Lengsar Surja Lengsar Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
237 Cigaru Suman Cigaru Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
238 Janti'ah Sukroni Janti'ah Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
239 Gunung Tilu Enjen Gunung Tilu Gunung Gede Panggarangan Kampung

Bantar Sesepuh
240 Bantar Kidung Samin Kidung Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
241 HuruGading I Dulkaer HuruGading I Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
242 Mekarjaya Suandi Mekarjaya Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
243 Gintung Yadi Gintung Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
244 Bangkonol Dulasan Bangkonol Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
245 HuruGading Jasria HuruGading Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
246 Hoewalat Adsura Hoewalat Gunung Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
247 Cibitung Mista Cibitung Jatake Panggarangan Kampung

Sesepuh
248 Cisero Miskari Cisero Jatake Panggarangan Kampung

Sesepuh
249 Seredang Madsur Seredang Jatake Panggarangan Kampung

Sesepuh
250 Seredang Ayudi Seredang Jatake Panggarangan Kampung

Sesepuh
251 Picung Adsari Picung Jatake Panggarangan Kampung
Sesepuh
252 BK Ciastana Dulhamid BK Ciastana Jatake Panggarangan Kampung

Sesepuh
253 Jatake Ruhadi Jatake Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Giung Giung Sesepuh


254 Mungke Mirhasan Mungke Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
255 Pasir Tangkil Jarip/Karis Pasir Tangkil Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Curug Curug Sesepuh


256 Dengdeng Kasjaya Dengdeng Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
257 NagaHurip Suarja NagaHurip Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
258 Kadu Panak Oban Kadu Panak Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
259 Mekarsari Rasnadi Mekarsari Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
260 Cisaat Margani Cisaat Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
261 Susukan Juman/Mursa Susukan Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
262 Pasir Rangap Dulhari Pasir Rangap Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
263 Cikadu Kirman Cikadu Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
264 Tenjojaya Juhi Tenjojaya Mekar Jaya Panggarangan Kampung

Sesepuh
265 Citerep Wahidin Citerep Sogong Panggarangan Kampung

Sesepuh
266 Cikacapi Murhad Cikacapi Sogong Panggarangan Kampung

Sesepuh
267 Cimapag Mista Cimapag Sogong Panggarangan Kampung

268 Suka Asih Sukarta Suka Asih Sogong Panggarangan


Sesepuh
Kampung

Curug Curug Sesepuh


269 Dengdeng Surhaya Dengdeng Sogong Panggarangan Kampung

Sesepuh
270 Lebak Panan Rakib Lebak Panan Cikate Cijaku Kampung

Sesepuh
271 Lebak Rinu Sardi Lebak Rinu Cikate Cijaku Kampung

Sesepuh
272 Lewi Gede Ahmad Lewi Gede Cikate Cigemblong Kampung

Sesepuh
273 Paneresan Dina Paneresan Cikate Cigemblong Kampung

Sesepuh
274 Cisarua Madhaya Cisarua Sinang Ratu Panggarangan Kampung

Sesepuh
275 Nagajaya Tarsa Nagajaya Sinang Ratu Panggarangan Kampung

Sesepuh
276 Ci Ijew I Sajuli Ci Ijew I Sinang Ratu Panggarangan Kampung

Sesepuh
277 Ci Ijew II H Suharta Ci Ijew II Sinang Ratu Panggarangan Kampung

Sesepuh
278 Cisunel Katja Cisunel Cicadas Cibeber Kampung

Sesepuh
279 Bbk Cisunel Darman Bbk Cisunel Cicadas Cibeber Kampung

Sesepuh
280 Kulantung Jahidi Kulantung Mekarsari Panggarangan Kampung

Sesepuh
281 Kertasari Nurjaya Kertasari Tanjungan Cikeusik Kampung

Sesepuh
282 Cihanjuang Marsudin Cihanjuang Cihanjuang Cimanggu Kampung

Batu Sesepuh
283 Batu Hideung Sahid Hideung Mangku Alam Cimanggu Kampung

Sesepuh
284 Pasir Eurih Marta Pasir Eurih Mancak Bayah Kampung
Sesepuh
285 Cicadas Rahmat Cicadas Mancak Bayah Kampung

Sesepuh
286 Cihambali Adsari Cihambali Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
287 Cihambali Samirin Cihambali Cihambali Cibeber Kampung

Sesepuh
288 Kali Ca'ah Markai Kali Ca'ah Nangela Cikeusik Kampung

Sesepuh
289 Nagrak Husen Nagrak Situregen Panggarangan Kampung

Lame Karang Sesepuh


290 Lame Copong Ake Copong Kamulya Cihara Kampung

Sesepuh
291 Mantiyung Ahri Mantiyung Mekarsari Panggarangan Kampung

Karang Sesepuh
292 Cikandang Emud Cikandang Kamulya Cihara Kampung

Sesepuh
293 Giri Asih Adna Giri Asih Panyaungan Cihara Kampung

Sesepuh
294 Cidego Ajong Cidego G Gede Panggarangan Kampung

Sesepuh
295 Sangko Sugani Sangko Sawarna Bayah Kampung

Sesepuh
296 Darmasari Edi Darmasari Darmasari Bayah Kampung

Bbk Kp Sesepuh
297 Bbk Kp Sawah Sapra Sawah Darmasari Bayah Kampung

Sesepuh
298 Kp sawah Juri Kp sawah Darmasari Bayah Kampung

Sesepuh
299 Margamukti Dani Margamukti Cikatomas Bayah Kampung

Sesepuh
300 Cibuntu II To'i Cibuntu II Suwakan Bayah Kampung

301 Sukasari Asja Sukasari Mekarjaya Panggarangan


Sesepuh
Kampung

Babakan Babakan Sesepuh


302 Cisalada Jono Cisalada Pamubulan Bayah Kampung

Warung Sesepuh
303 Cibadak Olot Dalim Cibadak Banten Cibeber Kampung

Sesepuh
304 Cigoler Aki Akria Cigoler Cikadu Cibeber Kampung

Babakan Babakan Sesepuh


305 Rabig Aki Mahaya Rabig Kujangjaya Cilograng Kampung

Sesepuh
306 Cipinang Aki Juan Cipinang Girimukti Cilograng Kampung

Sesepuh
307 Ciherang Olot Acang Ciherang Ciherang Cibeber Kampung

308 Ciputer Olot Adon Ciputer Cibeber Cibeber Rendangan

309 Situmekar Olot Ukar Situmekar Cikotok Cibeber Rendangan

310 Pasirnangka Olot Anda Pasirnangka Cikotok Cibeber Rendangan

311 Nyompok Olot Ahmad Nyompok Suakan Bayah Rendangan

312 Garung Olot Adul Garung Pasirgombong Bayah Rendangan

313 Satong Satong Cisuren Bayah Rendangan

314 Seredang Seredang Jatake Panggarangan Rendangan

315 Sinagar Sinagar Jatake Panggarangan Rendangan

316 Cisiih Leutik Olot Nana Cisiih Leutik Citorek Barat Cibeber Rendangan

317 Ciparay Ciparay Sukamulya Cibeber Rendangan

318 Cihambali Olot Saiban Cihambali Cihambali Cibeber Rendangan

319 Cijengkol Cijengkol Cihara Cihara Rendangan

Warung
Cibadak Wikanta
320 Cibadak Banten Cibeber Rendangan

Karang Karang
Olot Hendi Hegarmanah
321 Ropong Ropong Cibeber Rendangan

322 Cisuren Olot Oji Cisuren Cisuren Bayah Rendangan


323 Pondok Iris Pondok Iris Jatake Panggarangan Rendangan

324 Tambleg Olot Adtoni Tambleg Cikatomas Cilograng Rendangan

Abah Usep PUPUHU


325 CISUNGSANG Suyatma Sukarasa Cisungsang Cibeber KASEPUHAN

Lembur
326 Lembur Gede Harun Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
327 Lembur Gede Roni Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
328 Lembur Gede Obay Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
329 Lembur Gede Ahrip Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
330 Lembur Gede Darmaji Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
331 Lembur Gede Nata Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
332 Lembur Gede Nuhri Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
333 Lembur Gede Encang Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
334 Lembur Gede Madnu Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
335 Lembur Gede Sapta Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
336 Lembur Gede Komar Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
337 Lembur Gede Sai Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
338 Lembur Gede Andi Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Lembur
339 Lembur Gede Oib Gede Cisungsang Cibeber Rendangan
Lembur
340 Lembur Gede Jampana Gede Cisungsang Cibeber Rendangan

Pasir Pasir
341 Kapudang Johanas Kapudang Giri mukti Cibeber Rendangan

Pasir Pasir Sesepuh


342 Kapudang Anas Kapudang Giri mukti Cibeber Kampung

Pasir Pasir
343 Kapudang Arjuni Kapudang Giri mukti Cibeber Rendangan

Pasir Pasir
344 Kapudang Supani Kapudang Giri mukti Cibeber Rendangan

Pasir Pasir
345 Kapudang Juhana Kapudang Giri mukti Cibeber Rendangan

Sesepuh
346 Cipayung Adkasa Cipayung Cisungsang Cibeber Kampung

Sesepuh
347 Cipayung Yuhadi Cipayung Cisungsang Cibeber Kampung

Sesepuh
348 Cipayung Sarta Cipayung Cisungsang Cibeber Kampung

Sesepuh
349 Cipayung Jumani Cipayung Cisungsang Cibeber Kampung

350 Cipayung A. Basari Cipayung Cisungsang Cibeber Rendangan

351 Cipayung Madturi Cipayung Cisungsang Cibeber Rendangan

352 Sukarasa Johansyah Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

353 Sukarasa Acep Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

354 Sukarasa Adhani Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

355 Sukarasa Sabi Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

356 Sukarasa Nuhaya Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

357 Sukarasa Armaya Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

358 Sukarasa Sawari Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

359 Sukarasa Sukri Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan


360 Sukarasa Artaya Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

361 Sukarasa Surdai Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

362 Sukarasa Sudir Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

Sesepuh
363 Sukarasa Agus Sukarasa Cisungsang Cibeber Kampung

364 Sukarasa Subani Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

365 Sukarasa Jakar Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

366 Sukarasa Adeng Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

367 Cisitu Uba Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan

368 Cisitu Deden Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan

369 Cisitu Jumsana Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan

370 Cisitu Sakub Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan

Sesepuh
371 Cisitu Edis Cisitu Situmulya Cibeber Kampung

372 Cisitu O s a Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan

373 Ciater Jajang Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

374 Ciater Ado Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

375 Ciater Sana Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

376 Ciater Engkos Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

377 Ciater Yudin Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

378 Ciater Uming Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

379 Ciater Marna Ciater Situmulya Cibeber Rendangan

Sesepuh
380 Tapos Nedi Tapos Cisungsang Cibeber Kampung

381 Tapos Samsudin Tapos Cisungsang Cibeber Rendangan

382 Tapos Winarya Tapos Cisungsang Cibeber Rendangan

383 Tapos Husen Tapos Cisungsang Cibeber Rendangan

384 Ps.cariang Anata Ps.cariang Cisungsang Cibeber


Sesepuh
Kampung

Sesepuh
385 Ps.pilar Barsa Ps.pilar Cisungsang Cibeber Kampung

Gunung
386 Gn.bongkok Parta Gn.bongkok Wangun Cibeber Rendangan

Sesepuh
387 Sukamulya Madsa'i Sukamulya Cisungsang Cibeber Kampung

388 Sukamulya Umsana Sukamulya Cisungsang Cibeber Rendangan

389 Cikarang Sahia Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

390 Cikarang Dulmukri Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

391 Cikarang Egeng Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

392 Cikarang Oneng Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

393 Cikarang Uhadi Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

394 Cikarang Rais Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

Sesepuh
395 Cikarang Ahmid Cikarang Cisungsang Cibeber Kampung

396 Cikarang Dedih Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

Sesepuh
397 Cilayi Liot Cilayi Cisungsang Cibeber Kampung

398 Cilayi Ahidi Cilayi Cisungsang Cibeber Rendangan

399 Rabig Dirja Rabig Wana sari Cibeber Rendangan

400 Rabig Enjang Rabig Wana sari Cibeber Rendangan

Sesepuh
401 Lb. Maja Sumpena Lb. Maja Cisungsang Cibeber Kampung

402 Cigoler Aji Cigoler Cisungsang Cibeber Rendangan

403 Cigoler Nuhidi Cigoler Cisungsang Cibeber Rendangan

404 Cikadu Sukatja Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

405 Cimangu Saja Cimangu Cikadu Cibeber Rendangan

406 Tegallumbu Ruhanta Tegallumbu Wana sari Cibeber Rendangan


407 Babakan Ma enay Babakan Cisungsang Cibeber Rendangan

408 Cilayi Ma eti Cilayi Cisungsang Cibeber Rendangan

409 Cikarang Bi enar Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan

410 Lb gede Ma naeni Lb gede Cisungsang Cibeber Rendangan

411 Pasir pilar Uun Pasir pilar Cisungsang Cibeber Rendangan

412 Sukamulya Ema nersah Sukamulya Cisungsang Cibeber Rendangan

Pasir Pasir
413 kapudang Komarudin kapudang Giri mukti Cibeber Rendangan

414 Babakan Ukan Babakan Cisungsang Cibeber Rendangan

415 Sukarasa Hotib Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

416 Sukarasa Erwan Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan

417 Babakan Dayat Babakan Cisungsang Cibeber Rendangan

418 Lb.gede Nana Lb.gede Cisungsang Cibeber Rendangan

419 Tegallumbu Euning Tegallumbu Wana sari Cibeber Rendangan

Pasir Pasir Sesepuh


420 kapudang Anas kapudang Cisungsang Cibeber Kampung

Sesepuh
421 Selakopi Deris Selakopi Cisungsang Cibeber Kampung

Sesepuh
422 Lebak Maja Sumpena Lebak Maja Cisungsang Cibeber Kampung

423 Cisitu Parjo Cisitu Kujangsari Cibeber Rendangan

Sesepuh
424 Cisitu H Okri Cisitu Situmulya Cibeber Kampung

Sesepuh
425 Cisitu Olot Ata Cisitu Kujangsari Cibeber Kampung

Sesepuh
426 Cisitu Olot Marja Cisitu Situmulya Cibeber Kampung

Sesepuh
427 Cisitu Olot Enjam Cisitu Situmulya Cibeber Kampung

428 Cisitu Olot Johanas Cisitu Situmulya Cibeber


Sesepuh
Kampung

429 Palanggaran Aki engko Palanggaran Sinargalih Cibeber Rendangan

430 Cihanjawar Aki unang Cihanjawar Sinargalih Cibeber Rendangan

431 Kmp sawah Aki jumadi Kmp sawah Sinargalih Cibeber Rendangan

432 Nanggela Aki nirya Nanggela Sinargalih Cibeber Rendangan

433 Kubang Aki jamsu Kubang Sinargalih Cibeber Rendangan

434 Pangampoan Aki unata Pangampoan Sinargalih Cibeber Rendangan

435 Mandala Aki edah Mandala Sinargalih Cibeber Rendangan

436 Bbkn randu Aki aja Bbkn randu Sinargalih Cibeber Rendangan

437 Bbkn impres Aki mamat Bbkn impres Sinargalih Cibeber Rendangan

438 Sukamulih Aki madroih Sukamulih Sinargalih Cibeber Rendangan

439 Cibadak Aki santa Cibadak Sinargalih Cibeber Rendangan

440 Karehkel Aki uruy Karehkel Sinargalih Cibeber Rendangan

441 Cicemet Aki tori Cicemet Sinargalih Cibeber Rendangan

442 Gn wangun Aki anta Gn wangun Gn wangun Cibeber Rendangan

Gunung Sesepuh
Bojong Aki Sumpena
443 Bojong Wangun Cibeber Kampung

Sesepuh
Cimanggu Aki miharja Ci kadu
444 Cimanggu Cibeber Kampung

Sesepuh
Cibengkung Aki muhamad Ci kadu
445 Cibengkung Cibeber Kampung

Sesepuh
Cikarang Aki Salmudi Kujang jaya
446 Cikarang Cibeber Kampung

Sesepuh
Cikadu Aki Asju Ci kadu
447 Cikadu Cibeber Kampung

Karang Karang Sesepuh


Aki juha Cikadu
448 ropong ropong Cibeber Kampung

Sesepuh
Leter Es Aki Onen Cikadu
449 Leter Es Cibeber Kampung
450 Ci awi Aki Purna Ci awi Cikadu Cibeber Rendangan

Sesepuh
Ci goler Aki uan Ci kadu
451 Ciawi Cibeber Kampung

Sesepuh
Ci kempul Aki Adhana Ci kadu
452 Ci kempul Cibeber Kampung

Sesepuh
Lebak maja Aki awantan Ci kadu
453 Lebak maja Cibeber Kampung

Sesepuh
Cikadu Aki Suha Cikadu
454 Cikadu Lebak Cibeber Kampung

Sesepuh
Cikadu Aki Misdani Cikadu
455 Cikadu Cibeber Kampung

456 Cikadu Aki Nata Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

457 Cikadu Aki Sahrom Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

458 Cikadu Aki Supri Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

459 Cikadu Aki Atma Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

460 Cikadu Aki sardi Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

461 Cikadu Aki Darta Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan

462 Leter Es Aki Kapi Leter Es Cikadu Cibeber Rendangan

Sesepuh
Leter Es Aki Ruhanta Cikadu
463 Leter Es Cibeber Kampung

Karang Karang
Aki Lasta Cikadu
464 ropong ropong Cibeber Rendangan

Karang Karang
Aki Atan Cikadu
465 ropong ropong Cibeber Rendangan

Karang Karang
Aki Misjari Cikadu
466 ropong ropong Cibeber Rendangan

Karang Karang
Aki Sukanta Cikadu
467 ropong ropong Cibeber Rendangan

468 Ciawi Aki Suwedin Ciawi Cikadu Cibeber Rendangan

469 Ciawi Aki Jahri Ciawi Cikadu Cibeber Rendangan


470 Cigoler Aki Ukat Cigoler Cikadu Cibeber Rendangan

471 Cigoler Aki Pudna Cigoler Cikadu Cibeber Rendangan

Sesepuh
Cikempul Aki Asjari Cikadu
472 Cikempul Cibeber Kampung

473 Lebak Maja Aki Jawita Lebak Maja Cikadu Cibeber Rendangan

474 Lebak Maja Aki Warta Lebak Maja Cikadu Cibeber Rendangan

Aki Ujani/Aki Sesepuh


Lebak Maja Cikadu
475 Jumdi Lebak Maja Cibeber Kampung

Sesepuh
Lebak Maja Aki Ugani Cikadu
476 Lebak Maja Cibeber Kampung

477 Lebak Maja Aki Sabani Lebak Maja Cikadu Cibeber Rendangan

478 Cimanggu Aki Suhata Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan

479 Cimanggu Aki Juarna Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan

480 Cimanggu Aki Ruhata Cipariuk Cikadu Cibeber Rendangan

Aki
Cikarang Ahmid/Aki Kujangjaya Sesepuh
481 Bardi Cikarang Cibeber Kampung

482 Cimanggu Aki Sukarta Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan

Babakan Babakan
Aki Kudik Cikadu
483 Nangka Nangka Cibeber Rendangan

Babakan Babakan Sesepuh


Aki Dadi Cikadu
484 Nangka Nangka Cibeber Kampung

485 Cibengkung Aki Ahedi Cibengkung Cikadu Cibeber Rendangan

486 Cibengkung Aki Odi Cibengkung Cikadu Cibeber Rendangan

487 Cimanggu Aki Otih Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan

488 Rabig Aki bahri Rabig Kujang jaya Cibeber Rendangan

489 Bbkn sari Aki atok Bbkn sari Kujang jaya Cibeber Rendangan

490 Ci rangkas Aki adsuri Ci rangkas Wana sari Cibeber Rendangan

491 Ci aneut Aki suparma Ci aneut Wana sari Cibeber Rendangan


492 Ci burial Aki enan Ci burial Mekar sari Cibeber Rendangan

493 Lebak larang Aki aan Lebak larang Mekar sari Cibeber Rendangan

494 Ci panggung Aki ened Ci panggung Hegar manah Cibeber Rendangan

Ci badak Ci badak Wrung


Aki arnum
495 kulon kulon banten Cibeber Rendangan

Babakan Babakan
Aki arnom Negla sari
496 manggu manggu Cibeber Rendangan

497 Langkob Aki abu Langkob Negla sari Cibeber Rendangan

Lebak
Lebak binong Aki uko Hegarmanah
498 binong Cibeber Rendangan

499 Cihambali Aki mardi Cihambali Ci hambali Cibeber Rendangan

500 Ci sereuh Aki empat Ci sereuh Ci hambali Cibeber Rendangan

501 Ci cariang Aki engkam Ci cariang Giri mukti Cibeber Rendangan

Pasir Pasir
Aki anadi Giri mukti
502 kapudang kapudang Cibeber Rendangan

503 Ci garu Aki suna Ci garu Giri mukti Cibeber Rendangan

504 Ci ayunan Aki madsuri Ci ayunan Suka mulya Cibeber Rendangan

505 Ci nangka Aki piin Ci nangka Giri mukti Cibeber Rendangan

506 Ci seel Aki ujang Ci seel Ci katomas Cibeber Rendangan

507 Lebak picung Aki aut Lebak picung Hegar manah Cibeber Rendangan

508 Cikadu Lebak Ukay Cikadu Lebak Cikadu Cibeber Rendangan

Cikadu Cikadu
Suanta Cikadu
509 Tonggoh Tonggoh Cibeber Rendangan

510 Cimanggu Sadhi Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan

511 Cigoler Madsu'i Cigoler Cikadu Cibeber Rendangan

Babakan Babakan
Yadi Cikadu
512 Nangka Nangka Cibeber Rendangan

Babakan Babakan
Aki Atdi Cikadu
513 Nangka Nangka Cibeber Rendangan
514 Cibengkung Aki Wiyanta Cibengkung Cikadu Cibeber Rendangan

515 Cimanggu Aki Sunta Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan

Warung Warung Warung


Sapani
516 Banten Banten Banten Cibeber Rendangan

Warung
Langkob Ukar
517 Langkob Banten Cibeber Rendangan

518 Hegarmanah Ukar Hegarmanah Hegarmanah Cibeber Rendangan

Waru
Waru Doyong Jumsa Giri mukti
519 Doyong Cibeber Rendangan

520 Cihambali Atma Cihambali Ci hambali Cibeber Rendangan

521 Jalupang Uding Jalupang Jalupang Banjarsari Rendangan

522 Ciparay Suheri Ciparay Sukamulya Cibeber Rendangan


Fadhila, Dhila., dan Sujana, Dadan. 2015. Kearifan Lokal di Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Serang : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
Hanafi, Imam., Ramadhaniaty, Nia., dan Nurzaman, Budi. 2012. Nyoreang Alam
Katukang Nyawang Anu Bakal Datang. Bogor : RMI

Rusnandar, Nandang., dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten.
Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB)

Setiawan, Irva., dkk. 2012. Upacara Seren Taun pada Masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar di Sukabumi.Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB)
Bandung

Shuida, Nyoma. 2016. Masyarakat Adat dalam Pusaran Perubahan. Jakarta : Kemenko
Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan

Yusanto, Yoki.. Hihabudin, Ahmad., dan Hatra, Henriana. 2014. Kasepuhan


Cisungsang, Serang : Pustaka Getok Tular.

Sumber Lain :

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id

https://x.detik.com/detail/intermeso/20170530/Ketika-Tanah-Baduy-Terasa-Kian-
Sempit/index.php,

https://keepo.me/_rendradwi-/kearifan-lokal-suku-baduy

http://www.kanekes.desa.id/2016/10/29/ngaseuk-penghormatan-budaya-dan-
kedaulatan-pangan-masyarakat-baduy/

https://humaspdg.wordpress.com/2010/05/04/perilaku-konformitas-masyarakat-baduy/
http://lidibiru67.com/baduy/

https://arikaharmon.wordpress.com/2016/10/01/mengungkap-komunitas-adat-
kasepuhan-karang-belajar-memposting-di-wordpress/


STUDI KEBANTENAN

Fakultas Hukum Universitas Sultan


Ageng Tirtayasa

Eki Furqon, S.H., M.H.


TAKLUK MENJADI KERESIDENAN
BANTEN
• Tahun 1596 Belanda datang pertama kali mendarat di
Banten dipimpin Cornelis de Houtman. Atas nama
organisasi Van Verre tujuannya untuk berdagang.

• Tahun 1603 Belanda mendirikan kantor dagang


“Verenigde Oost-Indische Compagnie” (VOC) di
Banten dan merupakan kantor dagang Belanda
pertama di kepulauan Indonesia.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten
• Tahun 1614 Parlemen Belanda manaikan bantuan
keuangan kepada VOC berupa 5 kapal tempur untuk
kuasai Nusantara. Tahun 1617 VOC memiliki ± 40
kapal mengubungkan benteng2 VOC yang berpusat
di Jayakarta dimanakan Batavia oleh Belanda.

• Tahun 1619 Batavia dibangun sebagai pusat


pengaturan dagang VOC sekaligus Pusat
Pemerintahan Hindia Belanda oleh Pie-terzoon Coen.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten
• Pada Tahun 1684 Belanda menguasai pelabuhan
banten dan menghancurkan Surosoan pada tahun
1809 dan memindahkan pusat pemerintahan ke
Serang pada tahun 1832.
• Pada Tahun 1809 Belanda menyerang dan membakar
habis Surosoan Sultan Muhammad Syafiudin
ditangkap dan dibuang ke Ambon, sedangkan
Patihnya di hukum Pancung

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten
• Pada Tahun 1820 Politik sepenuhnya dalam
kendali kolonial Belanda. Pada waktu itu
Kesultanan dipimpin oleh Sultan Muhammad
Rafiudin dan Belanda terus melakukan
penyerbuan terhadap keraton
• Banten yang berdaulat takluk menjadi sebuah
Keresidenan yang merupakan bagian dari
negeri jajahan Belanda, dalam kendali
Gubernur Jendral Daendels.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten

• Tahun 1830-1870. Belanda menjajah


1. Dengan monopoli dagang
2. menguasai elit dalam masyarakat feodal
3. Mengangkat penguasa boneka
4. Perbudakan manusia dgn kerja Paksa

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten

Dalam bidang sosial budaya dan agama


kehadiran Eropa menancapkan pengaruh
dengan misi Gereja untuk melakukan
kristenisasi dengan mendirikan sekolah
Kristen dan menjalankan program
pelayanan amal

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten
• Pada Tahun 1942 (1 Maret 1942)
Bentuk Keresidenen Banten terus berlaku pada
masa penjajahan Jepang. Masuk ke teluk Banten
(Bojonegara) dibawah Pimpinan Letnan Hitoshi
Imamura. Pada masa ini para Kyai di Banten
aktif bergabung dalam sukarelawan Deidanco,
Sudanco dan Heiho menjadi militer untuk
melawan tentara sekutu

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten

• Pada Tahun 1949


Jepang Kalah perang dan Indonesia
Merdeka dan Belanda ingin kembali
menjajah Indonesia. Para kyai memperkuat
pemerintahan darurat dengan mengisi
kekosongan jabatan pemerintahan dan
militer.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Keresidenan Banten
• Jabatan Para Kyai
1. KH. Ahmad Khatib sebagai Residen Banten,
2. KH. Syam’un (pimpinan Perguruan Islam Al-
Khairiyah) Citangkil Cilegon. Sebagai Panglima
Devisa Seribu Merangkap Bupati Kab. Serang
3. Kyai Abdul Halim Sebagai Bupati Pandeglang
4. Kyai Muhammad Hasan Sebagai Bupati Lebak

Eki Furqon, S.H., M.H.


Perjuangan Banten Menjadi Provonsi
• Tahun 1953 Bersamaan dengan Pembentukan Daerah
Istimewa Yogyakarya dan Daerah Istimewa Aceh,
Namun wacana ini menguap begitu saja tanpa tindak
lanjut yang berarti
• Tahun 1963 wacana Provinsi Banten diperjuangkan
kembali dengan bentuk Panitia Pembentukan Provinsi
Banten yang di ketuai Gogo Sandjadirja, Namun
karena situasi yang tidak memungkinkan akibat
ketegangan Islam dan PKI yang menandai peralihan
Kekuasaan dari Orde Lama dan Orde Baru, dan
akhirnya Mandeg

Eki Furqon, S.H., M.H.


Perjuangan Banten Menjadi Provonsi
• Tahun 1967 Masuk tahap Legislasi melalui usul
inisiatif anggota DPRGR pada tanggal 24 Agustus
1970. namun proses ini kandas karena tangtangan
dari Provinsi Jawa Barat.
• Tahun 1998 Pada era Reformasi, Masyarakat Banten
kembali memperjuangkan perubahan status
Keresidenan Banten menjadi Provinsi Banten yang
meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang.

Eki Furqon, S.H., M.H.


Perjuangan Banten Menjadi Provonsi
• Tahun 2000, Banten Resmi menjadi Provinsi Banten
dengan di tetapkanya Undang-undang Nomor 23
Tahun 2000 Pada Tanggal 4 Oktober Tahun 2000.
Banten Menjadi Provinsi hasil dari pemekaran atau
pecahan dari Provinsi Jawa Barat.
• Tahun 2000, awal terbentuknya Provinsi Banten,
Golongan santri menyerukan ditegakkannya Syariat
Islam mereka ingin menisbatkan kata “Darussalam”
pada nama Provinsi Banten. Namun pada akhirnya
suara mayoritas menetapkan “Iman Takwa” Sebagai
Moto Banten

Eki Furqon, S.H., M.H.


Perjuangan Banten Menjadi Provonsi

Implementasi Kata ‘Iman Takwa’ ini antara lain


dengan menjadikan Masjid sebagai Point Of
Development, ditandai dengan pembangunan
Masjid Raya Al-Bantani di kawasan Pusat
Pemerintahan Provinsi Banten

Eki Furqon, S.H., M.H.

Anda mungkin juga menyukai