Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1526, Islam berkembang pesat di Pulau Jawa. Berkembangnya agama
Islam ini pun berdampak pada munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
khususnya di Pulau Jawa. Dari sekian banyak kerajaan Islam di Pulau Jawa, penulis
merasa tertarik dengan Kerajaan Banten. Kesultanan Banten ini merupakan salah satu
kerajaan di Pulau Jawa yang terbilang cukup besar. Untuk lebih lanjutnya, silahkan
simak bahasan berikut ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah – masalahnya,
antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimanakah asal usul Kesultanan Banten?
2. Apakah bukti keberadaan Kesultanan Banten?
3. Bagaimanakah raja-raja Kesultanan Banten?
4. Bagaimanakah aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dari Kesultanan Bantan?
5. Apakah peninggalan Kesultanan Banten?
6. Mengapa Kesultanan Banten dapat runtuh?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas, makalah ini memiliki tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui asal-usul Kesultanan Banten
2. Untuk mengetahui bukti-bukti apa sajakah yang dapat membuktikan adanya
Kesultanan Banten.
3. Untuk mengetahui raja-raja Kesultanan Banten
4. Untuk mengetahui perkembangan aspek politik, sosial, budaya. ekonomi di
Kesultanan Banten
5. Untuk mengetahui peninggalan-peninggalan Kesultanan Banten
6. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya Kesultanan Banten..
1.4 Manfaat
Berlandaskan tujuan, ada beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu:
1. Sebagai sumber wawasan dan ilmu pengetahuan
2. Sebagai sumber informasi berkaitan dengan ‘Kesultanan Banten’
3. Sebagai media pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal Usul Kesultanan Banten


Sekitar tahun 1526, Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam terbesar
kala itu melakukan penaklukan di kawasan pesisir barat Pulau Jawa. Kerajaan Banten
dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda.
Kedatangan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Maulana Hasanuddin ke kawasan
tersebut selain tujuannya untuk memperluas wilayah, namun juga penyebaran Dakwah
Islam. Kedatangan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Maulana Hasanudin
sebenarnya dilatar belakangi oleh adanya jalinan kerjasama antara Kerajaan Sunda dan
Portugal dibidang politik dan ekonomi. Hal ini dikhawatirkan dapat membahayakan
kedudukan Kerajaan Demak yang telah berhasil mengalahkan Portugal di Melaka
pada tahun 1513,, atas perintah Trenggana juga Fatahillah, sekitar tahun 1527
Pelabuhan Kelapa yang kala itu merupakan pelabuhan utama Kerajaan Sunda berhasil
ditaklukan.
Selain membangun benteng pertahanan di wilayah Banten, Maulana
Hasanudin juga memperluas kekuasaannya di daerah penghasil lada, Lampung.
Maulana Hasanudin yang merupakan utusan dari Kerajaan Demak juga berperan
dalam penyebaran agama Islam di kawasan tersebut dan melakukan kerjasama
perdagangan dengan Raja Malangkabu yang sekarang dikenal sebagai Minangkabau
dari Kerajaan Inderapura.
Seiring dengan kemunduran Kerajaan Demak yang telah ditinggalkan oleh
Trenggono wafat, Banten pun akhirnya memisahkan diri dari Demak dan menjadi
kerajaan yang Mandiri. Awal berdirinya Kerajaan Banten dimulai oleh naik tahtanya
Maulana Yusuf yang merupakan anak dari Maulana Hasanudin. Sekitar tahun 1570,
Maulana Yusuf yang baru naik tahta kemudian menaklukan Pakuan Pajajaran. Melalui
ekspansi ke kawasan pedalaman Sunda, pada 1579 Pakuan Pajajaran pun berhasil
ditaklukan.
2.2 Bukti Keberadaan Kesultanan Banten
1. Catatan Ten Dam
Ten Dam mengatakan pada abad ke 12-15 Banten sudah menjadi pelabuhan
kerajaan Sunda. Menurut Ten Dam di daerah sekitar ibukota kerajaan Sunda, yaitu
Padjajaran, yang terletak di sekitar Bogor saat ini memiliki dua jalur jalan darat
penting yang menghubungkan daerah pantai utara dengan ibukota. Dalam wilayah
Padjajaran, Kerajaan Sunda memiliki pelabuhan-pelabuhan besar yang sangat
berpengaruh saat itu.
2. Catatan Tome Pires
Pada waktu Tome Pires mengunjungi Banten tahun 1513, Banten merupakan
pelabuhan yang belum begitu berarti tetapi sudah disebutkan sebagai pelabuhan kedua
dari kerajaan Sunda yang terbesar sesudah Sunda Kelapa. Hubungan dagang telah
banyak antar Banten dengan Sumatra dan banyak perahu yang berlabuh di Banten.
Pengekspor beras, bahan makanan dan lada. Sedangkan sekitar tahun 1522 Banten
sudah merupakan pelabuhan yang cukup berarti, dimana kerajaan Sunda melalui
pelabuhan Banten dan Sunda Kelapa sudah mengekspor 1.000 bahar lada per tahun.
3. Prasasti Padrao Sunda Kelapa
Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau Padrão Sunda Kelapa adalah
sebuah prasasti berbentuk tugu batu (padrão) yang ditemukan pada tahun 1918
di Batavia, Hindia Belanda. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan Sunda–
Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang
dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk "Raja Samian"
(maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi
pemimpin utusan raja Sunda). Padrão ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai
tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda
Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada
tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
2.3 Raja
1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
Dia mendapat gelar Pangeran Sabakingking atau Seda Kikin. Sultan Maulana
Hasanuddin adalah putera dari Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dan
Nyi Kawunganten (Putri Prabu Surasowan = Bupati Banten tempo dulu). Ketika
terjadi perebutan kekuasaan di kerajaan Demak, daerah banten dan cirebon berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Demak. akhirnya, Banten dan Cirebon menjadi
kerajaan yang berdaulat, lepas dari pengaruh Demak. Sultan Hasanuddin menjadi raja
Banten yang pertama. Ia memerintah Banten selama 18 tahun, yaitu tahun 1552 –
1570 M. di bawah pemerintahannya, Banten berhasil menguasai lampung (di Sumatra)
yang banyak menghasilkan rempah-rempah dan Selat Sunda yang merupakan jalur
lalu lintas perdagangan.
Selama pemerintahannya, sultan hasanuddin berhasil membangun pelabuhan
Banten menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai bangsa
para pedagang dari Persia, Gujarat, dan Venesia berusaha enghindari selat malaka
yang dikuasai Potugis dan beralih ke Selat Sunda. Banten kemudian berkembang
menjadi bandar perdagangan maupun pusat penyebaran agama Aslam. Setelah Sultan
Hasanuddin wafat pada tahun 1570 M, ia digantikan oleh putranya yaitu Maulana
Yusuf.
2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
Dia adalah putra dari Maulana Hasanuddin dengan Ratu Ayu Kirana. Dia adalah
anak ke dua Sultan Hasanuddin. la berupaya untuk memajukan pertanian dan
pengairan. la juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya.
Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir Kerajaan Hindu di Jawa Barat
berhasil dikuasainya. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan sudah
begitu pesat hingga Banten dikenal sebagai tempat penimbunan barang-barang dari
segala penjuru dunia yang nantinya disebarkan ke seluruh Nusantara. Para pedagang
dari cina membawa uang kepeng (uang yg terbuat dari timah), porselen, kain sutra,
benang emas, jarum, sisir, payung, dsb. Pulangnya mereka membeli rempah-rempah,
kulit penyu, gading gajah. Dengan majunya perdagangan ini, maka kota Banten
menjadi ramai baik oleh penduduk dari Banten sendiri maupun oleh pendatang.
Dari perkawinannya dengan Ratu Hadijah, Maulana Yusuf dikaruniai dua orang
anak, yaitu : Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad. Sedangkan dari istri-istrinya
yang lain, dikaruniai anak antara lain : Pangeran Upapati, Pangeran Dikara, Pangeran
Mandalika atau Pangeran Padalina.
3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596
Dia adalah anak dari Maulana Yusuf dan Ratu Hadijah. Ketika Maulana Yusuf
sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata
Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kalinyamat ingin menduduki Kerajaan
Banten. Tetapi Mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak
menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Maulana Yusuf yang baru berumur
sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar
Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Karena masih kecil, sehingga yang menjadi wali
atau pengganti adalah Mangkubumi. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas
pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap untuk memerintah. Peristiwa yang
menonjol pada masa pemerintahan Maulana Muhammad adalah peristiwa penyerbuan
ke Palembang. Kejadian ini bermula dari hasutan Pangeran Mas yang ingin menjadi
raja di Palembang. Pangeran Mas adalah putra dari Aria Pangiri. Dan Aria Pangiri
adalah putra dari Sunan Prawoto. (Aria Pangiri tersisih dua kali dari haknya menjadi
raja di Demak, dan terakhir karena ketahuan hendak melepaskan diri dari kuasa
Mataram, Sutawijaya hendak membunuhnya, akan tetapi atas bujukan istrinya hal itu
tidak dilakukannya setelah Aria Pangiri berjanji tidak akan kembali ke daerah
Mataram untuk selamanya. Akhirnya dia menetap di Banten sampai dia meninggal).
Penyebabnya Maulana Muhammad yang masih muda dan penuh semangat untuk
memakmurkan Banten dan mengembangkan Islam ke seluruh Nusantara dihasutnya
(aria pangiri). Dikatakan bahwa Palembang dulunya adalah daerah kekuasaan ayahnya
sewaktu menjadi sultan Demak, kemudian membangkang dan melepaskan diri.
Disamping itu dikatakan bahwa sebagian besar rakyatnya masih kafir, sehingga
perlulah Banten menyerang ke sana untuk menyebarkan agama Islam. Maka terjadilah
pertempuran hebat di sungai Musi sampai berhari-hari. Akhirnya pasukan Palembang
dapat dipukul mundur. Tapi dalam keadaan yang hampir berhasil itu, sultan yang
memimpin pasukan dari kapal Indrajaladri tertembak yang mengakibatkan kematian
beliau. Penyerangan tidak dilanjutkan, pasukan Banten pun kembali tanpa mendapat
hasil. Adapun Pangeran Mas, diceritakan bahwa setelah pulang dari Palembang, dia
tidak berani menetap lama di Banten. Rakyat Banten menganggap bahwa dialah
penyebab kematian sultan.
4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
Dia memerintah banten pada usia 5 bulan. Dia merupakan anak dari Maulana
Muhammad. Pada zaman kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting
terutama pada akhir abad ke-16 (Juni 1596) di mana orang- orang Belanda datang
untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten di bawah pimpinan Cornellis de
Houtman dengan maksud untuk berdagang. Kemudian di susul Jacob Van Neck,
dibantu Van Waerwijk dan Var Heemskerck. Persaingan tidak sehat yang dilakukan
banten terhadap belanda ternyata menimbulkan kerugian besar akhirnya Belanda
mendirikan VOC. Namun sikap yang kasar dari bangsa Belanda tidak menarik simpati
pemerintah dan rakyat Banten sehingga sering terjadi perselisihan di antara orang-
orang Banten dengan orang-orang Belanda. Kesultanan mengangkat seorang
mangkubumi untuk memerintah Banten yaitu Pangeran Arya Ranamenggala (karena
abdul mufakir belum cukup umur). Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari
tahun 1624-1643 dengan Ranamenggala sebagai patih dan penasehat utamanya. Usaha
yang dilakukan ranamenggala adalah mengadakan penertiban-penertiban baik
keamanan dalam negeri maupun kebijakan terhadap para pedagang eropa. Pajak
ditingkatkan terutama bagi belanda agar membayar pajak ke banten. Hal ini
dimaksudkan agar orang belanda tidak betah tinggal di banten. Setelah abdul mufakir
dewasa, ia mengembangkan sektor pertanian yang berupa lada, cengkeh, dsb. dalam
bidang politik, ia juga berhasil menjalin hubungan dengan negara lain terutama negara
islam. Dia merupakan penguasa banten yang mendapat gelar dari Mekkah. Ia bersikap
tegas terhadap siapa saja yang memaksakan kehendaknya kepada Banten, misalnya
menolak mentah-mentah Belanda hendak memaksakan monopoli perdagangan di
Banten. Akan tetapi, kenyataan selanjutnya berbeda. Sultan Abdul Mufakir melakukan
kerjasama dengan Belanda. Karena ia merasa Belanda akan memberikan keuntungan
kepada Banten. Hubungan antara Belanda dan sultan ini sangat baik, karena sultan ini
bersikap lunak terhadap Belanda. Akan tetapi hubungan baik ini mulai merenggang
setelah kematian Abdul Mufakir.
5. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
Sultan Ageng Tirtayasa adalah anak dari Abu al-Ma’ali dan Ratu Marta Kusuma.
Sultan Ageng merupakan seseorang yang taat beragama. Gelarnya dia adalah Sultan
Abu Al Fattah Muhammad Syifa Zainal Arifin atau Pangeran Ratu ing Banten. Pada
masa dia, kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan. Usaha pertama yang dilakukan
Sultan Ageng adalah memperbaiki hubungan dengan Lampung, Bengkulu dan
Cirebon untuk hubungan pelayaran dan perdagangan. Ia adalah seorang yang ahli
strategi perang, kemampuannya tidak diragukan lagi. Ia juga menaruh perhatian besar
terhadap pendidikan keislaman. Pada masanya, ia membangun sebuah keraton yang
diberi nama Keraton Tirtayasa. Alasan Sultan Ageng membuat kraton tirtayasa adalah
mempermudah dalam mengamati gerak-gerik kapal yang keluar masuk pelabuhan
Banten, keraton ini juga di gunakan sebagai tempat tinggal sultan. Akhirnya Sultan
Ageng pindah ke Tirtayasa dan Kraton Surosowan diserahkan kepada anaknya yang
bernama Sultan Haji. Ia berhasil menjalin sistem perdagangan bebas dengan negara
Eropa, seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sultan Ageng sangat
memusuhi Belanda, karena bagi dia Belanda menghalang-halangi perkembangan
perdagangan di Banten. Konflik antar Belanda dengan Banten memuncak lagi,
bersamaan dengan konflik tersebut, ia harus mengahdapi penghianatan yang dilakukan
oleh putra kandungnya sendiri yaitu Sultan Haji. Penyebab dari penghianatan tersebut
karena Sultan Haji termakan hasutan Belanda yang mengatakan bahwa, Sultan Haji
tidak bisa menggantikan ayahnya sebab masih ada Pangeran Arya Purbaya (Saudara
Sultan Haji). Maka terjadilah persengketaan antara Sultan Haji dan ayahnya yaitu
Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
Sultan Haji diberi wewenang untuk mengatur semua urusan dalam negeri di
Surosowan. Sedangkan di luar surosowan yang mengatur adalah masih sultan ageng
bersama anaknya yaitu pangeran purbaya. Kepindahan Sultan Ageng ke Tirtayasa,
dimanfaatkan oleh Belanda untuk mendekati putra mahkota agar terpengaruh oleh
hasutan Belanda. Belanda dapat mendapat kemudahan sehingga dalam setiap upacara
penting di istana Belanda selalu diundang dan turut hadir. Hubungan belanda dan
sultan sangat dekat bahkan belanda merubah semua tingkah laku sultan seperti cara
berpakaian, cara makan, dan sebagainya. Sehingga gaya hidupnya lebih condong ke
Belanda daripada ke bangsanya sendiri. Melihat tingkah laku anaknya yang berubah,
sultan Ageng prihatin dan menyuruh guru spiritual anaknya yang bernama Syekh
Yusuf supaya memerintahkan sultan untuk melaksanakan ibadah haji di mekkah.
Dengan kepergian sultan ke mekkah, Sultan Ageng berharap anaknya akan berubah
dan memiliki sikap kedewasaan untuk kemajuan Banten. Tahun 1674, sultan
menunaikan ibadah Haji bersama rombongannya. Selama sultan bepergian kekuasaan
sementara dipegang oleh adiknya yaitu Pangeran Purbaya. Sultan pergi ke Mekkah
selama 2 tahun oleh karena itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Bukannya
dia berubah sifatnya, justru setelah pulang dari Mekkah dia lebih terpengaruh dengan
hasutan Belanda. Oleh karena itu, terjadilah konflik antara Sultan Ageng dan Sultan
Haji. Dalam hal ini Sultan haji didukung oleh VOC, tetapi VOC mengajukan
persyaratan yaitu:
 Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
 Monopoli lada di Banten di pegang oleh VOC dan harus menyingkirkan Persia, Cina,
India karena mereka saingannya Belanda
 Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji
 Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman priyangan segera
ditarik kembali.
Perjanjian tersebut akhirnya disetujui oleh Sultan Haji. Atas bantuan Belanda
Sultan Haji menyerang Keraton Tirtayasa. Sikap yang ditunjukkan oleh Sultan Haji
terhadap belanda dengan mengirimkan ucapan selamat atas pergantian Gubernur
Jenderal belanda sangat menyakitkan hati Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh karena itu,
tanggal 27 februari 1682 Sultan Ageng mengeluarkan perintahnya untuk menyerang
Surosowan. Hal yang dilakukan pertama adalah membakar kampung-kampung dekat
keraton surosowan dan setelah itu menyerang keraton surosowan. Pembakaran
kampung tersebut membuat gentar belanda yang tinggal di daerah tersebut.
Pembakaran tersebut terjadi semalam suntuk. Sultan Haji melarikan diri dengan
meminta perlindungan kepada orang belanda yang bernama Jacob De Roy. Setelah
siang, pertempuran tersebut terhenti. Pihak belanda menambah pasukannya sehingga
perang yang tadinya di kuasai Sultan Ageng berbalik ke Belanda. Sampai pada
akhirnya keraton Tirtayasa dikepung oleh belanda selama berbulan-bulan dan terjadi
kelaparan. Sampai pengikut Sultan Ageng bersama Sultan Ageng melarikan diri.
Tanggal 14 Maret Sultan Ageng sampai di Keraton Surosowan dan akhirnya Sultan
Ageng di penjara di Batavia sampai akhirnya dia meninggal.
8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1750
11. Pangeran Syarif Abdullah 1750 - 1753
12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 – 1773
13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 – 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
16. Sultan Muhammad Shafiuddin bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813
2.4 Aspek Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya
1. Aspek Politik

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatulah) Nyi Kawunganten

Maulana Hasanuddin Ratu Ayu Kirana

Pangeran Arya Japara Maulana Yusuf Ratu Hadijah

Ratu Winaon Maulana Muhammad

Pangeran Abdul Kadir


Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad Ratu Martakusuma

Ratu Adi Kasum Sultan Ageng Tirtayasa Nyai Ratu Gede

Sultan Haji Pangeran Arya Purbaya Raden Ayu Gusik Kusuma

Sultan Abu Fadhl Sultan Abul Mahasin

Pangeran Syarif Abdullah


Sultan Muhammad Syifa Ratu Syarifah Fatimah
merupakan suami dari anak (suami
pertama) Ratu Syarifah Fatimah,
ia menghendaki menantunya Pangeran Syarif Abdullah
menjadi raja, maka dari itu ia
Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri
merekayasa bahwa Sultan
Muhammad Syifa menderita
penyakit gila. Ia melaporkan hal
itu pada kompeni sehingga, Sultan Sultan Abul Mafakhir Sultan Muhyiddin Zainussalihin
Muhammad Syifa ditangkap dan
dibuang ke Ambon, sebagai Sultan Muhammad Ishaq Sultan Muhammad Shafiuddin
gantinya Syarif Abdullah-lah yang
menjadi Sultan Banten pada tahun
1750.

Silsilah Raja Kesultanan Banten

Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah


kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil
dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu
Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi
kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif
Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten.
Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh
faktor-faktor berikut ini:
1. Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten
menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
2. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa
Eropa menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap
kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
1. Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai
ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2. Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan
pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3. Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar
agama Islam ke Banten.
4. Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel.
Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga
sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5. Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten
didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di
Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang
pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju
pesat di bawah kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu
domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba
tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di
Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
2. Aspek Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang
menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-
faktornya ialah: (1) letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgah di
Malaka namun langsung menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan ekspor penting
yakni lada.
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab,
Gujarat, Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk
perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab
mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-
orang Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.
3. Aspek Sosial
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain
Kerajaan Demak, Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram Islam. Kehidupan
sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten
semakin meningkat dengan pesat karena sultan memperhatikan kesejahteraan
rakyatnya. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan
sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia.
Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan Nabi
Muhammad SAW sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat.
Meskipun agama Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten,
namun penduduk Banten telah menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan
pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah klenteng di
pelabuhan Banten pada tahun 1673.
4. Aspek Budaya
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam
etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan
Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di
Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain
didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta
keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung
Banten yang dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki
bangunan istana dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan
Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah
peninggalan bersejarah di Banten saat ini dikembangkan menjadi tempat wisata
sejarah yang banyak menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
2.5 Peninggalan Kesultanan Banten
1. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten


Masjid Agung Banten adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Banten
sebagai salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Masjid yang berada di desa Banten
Lama, kecamatan Kasemen ini masih berdiri kokoh sampai sekarang. Masjid Agung
Banten dibangun pada tahun 1652, tepat pada masa pemerintahan putra pertama Sunan
Gunung Jati yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Selain itu, Masjid Agung Banten juga
merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia yang masih berdiri sampai
sekarang. Keunikan masjid ini yaitu bentuk menaranya yang mirip mercusuar dan
atapnya mirip atap pagoda khas China. Selain itu, dikiri kanannya bangunan masjid
tersebut ada sebuah serambi dan komplek pemakaman sultan Banten bersama
keluarganya.
2. Istana Keraton Kaibon

Istana Keraton Kaibon


Peninggalan kerajaan Banten yang selanjutnya yaitu bangunan Istana Keraton
Kaibon. Istana ini dulunya digunakan sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah yang
merupakan ibu dari Sultan Syaifudin. Tapi kini bangunan ini sudah hancur dan tinggal
sisa-sisa runtuhannya saja, sebagai akibat dari bentrokan yang pernah terjadi antara
kerajaan Banten dengan pemerintahan Belanda di nusantara pada tahun 1832.
3. Istana Keraton Surosowan

Istana Keraton Surosowan


Selain Istana Keraton Kaibon, ada satu lagi peninggalan kerajaan Banten yang
berupa Istana yaitu Istana Keraton Surosowan. Istana ini digunakan sebagai tempat
tinggal Sultan Banten sekaligus menjadi tempat pusat pemerintahan. Nasib istana yang
dibangun pada 1552 ini juga kurang lebih sama dengan Istana Keraton Kaibon,
dimana saat ini tinggal sisa-sisa runtuhan saja yang bisa kita lihat bersama dengan
sebuah kolam pemandian para putri kerajaan.
4. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk adalah peninggalan kerajaan Banten sebagai bentuk dalam
membangun poros pertahanan maritim kekuasaan kerajaan di masa lalu. Benteng
setinggi 3 meter ini dibangun pada tahun 1585. Selain berfungsi sebagai pertahanan
dari serangan laut, benteng ini juga digunakan untuk mengawasi aktivitas pelayaran di
sekitar Selat Sunda. Benteng ini juga memiliki Mercusuar, dan didalamnya juga ada
beberapa meriam, serta sebuah terowongan yang menghubungkan benteng tersebut
dengan Istana Keraton Surosowan.
5. Danau Tasikardi

Danau Tasikardi
Di sekitar Istana Keraton Kaibon, ada sebuah danau buatan yaitu Danau
Tasikardi yang dibuat pada tahun 1570 – 1580 pada masa pemerintahan Sultan
Maulana Yusuf. Danau ini dilapisi dengan ubin dan batu bata. Danau ini dulunya
memiliki luas sekitar 5 hektar, tapi kini luasnya menyusut karena dibagian pinggirnya
sudah tertimbun tanah sedimen yang dibawa oleh arus air hujan dan sungai di sekitar
danau tersebut. Danau Tasikardi pada masa itu berfungsi sebagai sumber air utama
untuk keluarga kerajaan yang tinggal di Istana Keraton Kaibon dan sebagai saluran air
irigasi persawahan di sekitar Banten.
6. Vihara Avalokitesvara

Vihara Avalokitesvara
Walaupun kerajaan Banten adalah kerajaan Islam, tapi toleransi antara warga
biasa dengan pemimpinnya dalam hal agama sangat tinggi. Buktinya adalah adanya
peninggalan kerajaan Banten yang berupa bangunan tempat ibadah agama Budha.
Tempat ibadah umat Budha tersebut yaitu Vihara Avalokitesvara yang sampai
sekarang masih berdiri kokoh. Yang unik dari bangunan ini yaitu di dinding Vihara
tersebut ada sebuah relief yang mengisahkan tentang legenda siluman ular putih.
7. Meriam Ki Amuk

Meriam Ki Amuk
Seperti yang disebut sebelumnya, di dalam benteng Speelwijk adalah beberapa
meriam, dimana diantara meriam-meriam tersebut ada meriam yang ukurannya paling
besar dan diberi nama meriam ki amuk. Dinamakan seperti itu, karena konon katanya
meriam ini memiliki daya tembakan sangat jauh dan daya ledaknya sangat besar.
Meriam ini adalah hasil rampasan kerajaan Banten terhadap pemerintah Belanda pada
masa perang.
2.6 Keruntuhan Kesultanan Banten
Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, muncul konflik di
istana kerajaan yang disebabkan oleh penentangan yang dilakukan Sultan Ageng
Tirtayasa terhadap VOC. Hal ini tidak disetujui oleh Sultan Haji selaku raja muda
pada saat itu sehingga terjadi keretakan di dalam istana yang oleh VOC kemudian
dimanfaatkan dengan mengusung politik Devide et Impera. VOC kemudian membantu
Sultan Haji dalam menentang Sultan Ageng Tirtayasa sehingga kekuasaannya
berakhir di bawah naungan VOC. Hal ini kemudian membuat raja-raja yang menguasi
kesultanan Banten adalah raja-raja yang lemah dalam hal pemerintahan sehingga
lambat laun, kesultanan Banten pun mengalami kemunduran.
Pada tahun 1680, perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan
Haji di Kesultanan Banten tidak bisa dielakkan. VOC yang saat itu melihat pertikaian
tersebut kemudian berusaha menjalankan politiknya dengan membantu Sultan Haji
melancarkan serangan terhadap Sultan Ageng Tirtayasa. Hal itu kemudian memicu
perang saudara yang pada akhirnya menimbulkan keruntuhan kerajaan Banten.
Untuk memperkuat posisi, Sultan Haji dan Sultan Abu Nashar kemudian
mengirimkan dua orang utusan untuk menghadap kepada Raja Inggris di London
dalam meminta dukungan dan bantuan persenjataan dalam menghadapi Sultan Ageng
Tirtayasa. Kondisi tersebut membuat Sultan Ageng mau tidak mau harus mundur dari
istana dan pindah ke kawasan yang kemudan dinamakan Tirtayasa. Namun, pada
Desember 1682, kawasan tersebut juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC
sehingga Sultan Ageng bersama puteranya harus mundur ke Pedalaman Sunda.
Lantas pada tahun 1683, Sultan Ageng ditangkap dan ditahan di Batavia.
Meskipun Sultan Ageng sudah tertangkap, namun pertahanan kesultanan masih
dipegang oleh puteranya Pangerang Purbaya dan Syeikh Yusuf. Untuk menghadapi
keduanya, maka VOC kemudian mengirim Untung Surapati yang pada saat itu
berpangkat sebagai letnan untuk bergabung bersama dengan pasukan yang dipimpin
Letnan Johannes Maurits van Happel dalam mengambil alih kawasan Pamotan dan
Dayeuh Luhur.
Kondisi seperti ini tak ayal membuat Syeikh Yusuf tertangkap dan membuat
Pangerang Purbaya menyerahkan diri kepada mereka. Di tengah perjalanan
penjemputan Pangeran Purbaya, Untung Surapati mendapati masalah karena harus
bertikai dengan pasukan VOC lainnya. Hal ini membuat Untung juga menjadi buronan
VOC.
Bantuan VOC terhadap Sultan Haji tidak diberikan cuma-cuma, Sultan Haji
wajib memberikan kompensasi kepada VOC berupa wilayah Lampung yang kemudian
diserahkan kepada VOC. VOC juga memperoleh hak untuk memonopoli perdagangan
lada di Lampung. Tidak hanya itu, Sultan Haji juga harus mengganti kerugian akibat
perang saudara yang ditimbulkan kepada VOC sehingga pada saat Sultan Haji wafat,
pengaruh VOC di wilayah Kesultanan Banten pun semakin kuat.
Beberapa raja di Kesultanan Banten selanjutnya tidak bisa meningkatkan
kembali kejayaan Kesultanan Banten seperti halnya yang dilakukan Sultan Ageng
Tirtayasa sehingga masa pemerintahan di Kesultanan pun menjadi tidak stabil dan
mengalami banyak konflik serta ketidakpuasan masyarakat Banten atas apa yang
dijalankan oleh kesultanan pada masa itu. Hal ini kemudian berujung pada keruntuhan
Kerajaan Banten di bawah naungan VOC.
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
1. Pada tahun 1526, berdiri Kerajaan Banten dengan raja pertama yaitu Maulana
Hasanuddin.
2. Kerajaan Banten mempunyai 16 raja, dan mencapai masa kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kerajaan Banten mempunyai rasa toleransi yang tinggi, ini terbukti dari
ditemukannya bangunan peninggalan Kerajaan Banten berupa vihara.
4. Kerajaan Banten runtuh karena adanya konflik dengan VOC. Taktik Devide
et Impera dari VOC berhasil membuat Kerajaan Banten diselimuti konflik.
Ditambah lagi tidak ada pemimpin yang kuat setelah Sultan Ageng Tirtayasa
meninggal.
b. Saran
1. Untuk diperhatikan lagi dalam penulisan agar tidak terjadi kesalahan dalam
menulis.

Anda mungkin juga menyukai