Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum wr.wb
Puji syukur kami ucapkan kepada TUHAN Yang Maha Esa, karena kami telah berhasil
menyusun makalah tentang KERAJAAN BANTEN ini. Yang bertujuan untuk memenuhi tugas
dari guru SKI kami , dan sekaligus bertujuan untuk memperluas, serta mempermudah mengenali
sejarah kerajaan Islam di Indonesia

Kami mengharapkan dengan tersusunnya makalah ini, dapat melengkapi perpustakaan


sekolah dan berguna bagi para pembacanya, khususnya siswa-siswi MTs. Negeri Tanggeung.

Wassalamu`alaikum wr.wb
BAB I
PEMBAHASAN

1. Lokasi Kerajaan Banten.


Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di
Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan
Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak untuk
memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan
Faletehan / Fatahillah untuk merebut kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran. Ternyata
usaha tersebut berhasil dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan
berhasil menaklukkan kerajaan Banten yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas
wilayahnya.
2. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten berawal ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah
barat. Pada tahun 1526, pasukan Demak, dibantu Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanuddin,
menduduki pelabuhan Sunda, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan dari kerajaan
Pajajaran, dan kota Banten Girang. Pasukan Demak mendirikan kerajaan Banten yang tunduk
pada Demak, dengan Hasanuddin sebagai raja pertama. Menurut sumber Portugis, saat itu Banten
merupakan salah satu pelabuhan kerajaan Pajajaran di samping Pontang, Cigede, Tamgara
(Tangerang), Kalapa (kini Jakarta) dan Cimanuk.
Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan
Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya
pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya,
Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat
berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
3. Sejarah
Tahun 932, kerajaan Sunda didirikan di bawah naungan Sriwijaya, di kawasan Banten,
dengan ibukota di Banten Girang. Kerajaan ini berakhir tahun 1030, dengan mungkin Maharaja
Jayabupati sebagai raja terakhirnya, yang memindahkan pusat kerajaan ke pedalaman, di Cicatih
dekat Cibadak. Setelah itu Sunda diperkirakan jatuh di bawah kekuasaan langsung Sriwijaya. Di
abad ke-12, lada menjadi bahan ekspor yang berarti bagi Sunda.
Dalam bukunya, Zhufan Zhi (1225), Zhao Rugua menyebut "Sin-t'o" sebagai bawahan
Sriwijaya tapi menulis bahwa "tidak ada lagi pemerintahan yang teratur di negara itu. Penduduk
menjadi perampok. Mengetahui ini, saudagar asing jarang ke sana." Pernyataan ini menunjukkan
pelemahan kekuasaan Sriwijaya, yang sendirinya juga menjadi sarang perompak. Menurut
Nagarakertagama, setelah raja Kertanegara menyerang kerajaan Malayu tahun 1275, Sunda jatuh
di bawah pengaruh Jawa. Namun berkat lada, ekonomi Sunda berkembang pesat di abad ke-13
dan ke-14.
Menurut Carita Parahyangan, Banten Girang ("Wahanten Girang") diserang Pajajaran,
negara pedalaman yang juga beragama Hindu-Buddha. Peristiwa ini diperkirakan terjadi di
sekitar tahun 1400. Sunda tunduk pada Pajajaran, yang lebih mementingkan pelabuhannya yang
lain, Kalapa (kini Jakarta) dan mungkin satu lagi di muara Citarum. Mungkin itu sebabnya Tomé
Pires menulis bahwa pelabuhan yang paling besar di Jawa Barat adalah Kalapa. Namun di sekitar
tahun 1500, perdagangan internasional bertambah pesat untuk lada dan membuat Sunda lebih
kaya lagi.
Jatuhnya Melaka di tangan Portugis tahun 1511 berakibatkan perdagangan terpecah belah
di sejumlah pelabuhan di bagian barat Nusantara dan membawa keuntungan tambahan ke Sunda.
Ada kemungkinan rajanya masih beragama Hindu-Buddha dan masih tunduk pada Pajajaran.
Namun berkurangnya kekuasaan Pajajaran memberi Sunda kesempatan dan peluang yang lebih
luas. Raja Sunda, yang diancam kerajaan Demak yang Muslim, menolak untuk masuk Islam. Dia
ingin bersekutu dengan Portugis untuk melawan Demak. Tahun 1522 Banten dan Portugis
menandatangani suatu perjanjian untuk membuka suatu pos di sebelah timur Sunda untuk
menjaga perbatasan terhadap kekuatan Muslim.
Tahun 1523-1524, Sunan Gunung Jati meninggalkan Demak dengan memimpin suatu
bala tentara. Tujuannya adalah mendirikan suatu pangkalan militer dan perdagangan di bagian
barat pulau Jawa. Sunda ditaklukkannya dan rajanya diusir. Saat Portugis balik ke Sunda tahun
1527 untuk menerapkan perjanjian dengan Sunda, Gunungjati menolaknya. Sementara Kalapa
juga direbut pasukan Muslim dan diberi nama baru, "Jayakarta" atau "Surakarta" ("perbuatan
yang gemilang" dalam bahasa Sangskerta.
Banten kemudian diperintah oleh Gunung Jati sebagai bawahan Demak. Namun
keturunannya akan membebaskan diri dari Demak. Tahun 1552, Gunung Jati pindah ke Cirebon,
di mana dia mendirikan kerajaan baru.
Jatidiri dan kegiatan Gunung Jati lebih banyak diceritakan dalam naskah yang sifat
kesejarahannya kurang pasti sehingga terdapat banyak ketidakpastian. Boleh jadi kegiatan militer
yang dikatakan dilakukan oleh dia, sebetulnya adalah perbuatan orang lain yang oleh Portugis
dipanggil "Tagaril" dan "Falatehan" (yang mungkin maksudnya "Fadhillah Khan" atau
"Fatahillah") dan yang dalam sejumlah cerita disamakan dengan Sunan Gunung Jati. Purwaka
Caruban Nagari, suatu babad yang dikatakan ditulis tahun 1720, membedakan Gunung Jati dari
Fadhillah.
Raja Banten kedua, Hasanuddin (bertahta 1552-1570), memperluas kekuasaan ke daerah
penghasil lada di Lampung, yang hubungannya dengan Jawa Barat sebetulnya sudah lama.
Menurut tradisi, Hasanuddin adalah anak Gunung Jati. Dia menikah dengan seorang putri dari
raja Demak Trenggana dan melahirkan dua orang anak.
Raja ketiga, Maulana Yusuf (bertahta 1552-1570), menaklukkan Pajajaran di tahun 1579).
Menurut tradisi, Maulana Yusuf adalah anak yang pertama Hasanuddin. Sedangkan anak kedua
menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa
berkuasa atas Kesultanan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana
Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara
menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Banten karena dibantu oleh para
ulama.
Tahun 1638 Pangeran Ratu (bertahta 1596-1651) menjadi raja pertama di pulau Jawa
yang mengambil gelar "Sultan" dengan nama Arab "Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir”
4. Aspek kehidupan masyarakat.
Aspek kehidupan kerajaan Banten meliputi:
A. Aspek Kehidupan Ekonomi
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab
banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh
sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah
perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kerajaan Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Ada beberapa factor yang mempengaruhinya, antara
lain:
1. Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memilki syarat menjadi pelabuhan
yang baik. Dengan pelabuhan yang memadai itu, kerajaan Banten dapat di datangi oleh
pedagang-pedagang dari luar, seperti pedagang dari China, India, Gujarat, Persia dan Arab yang
setelah berlabuh di Aceh, banyak yang melanjutkan pelayarannya melalui pantai Barat Sumatra
menuju Banten. Selain pedagang dari luar, ada juga pedagang yang dating dari kerajaan-kerajaan
tetangga, seperti dari Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Maluku.
2. Kedudukan kerajaan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas
pelayaran perdagangan dari pedagang Islam makin ramai sejak bangsa Portugis berkuasa di
Malaka.
Kedua faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan
perdagangan dan pelayaran, sehingga pada saat itu kerajaan Banten sangat cepat mengalami
perkembangan yang bias di bilang sangat pesat.
B. Aspek Kehidupan Sosial Kesultanan Banten
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain Kerajaan Demak,
Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram Islam. Kehidupan sosial rakyat Banten
berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan pesat karena
sultan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng
Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia.
Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW
sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam
mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk Banten telah
menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan
dengan dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada tahun 1673.
Kehidupan sosial masayarakat kerajaan Banten meningkat sangat pesat pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa, karena ia sangat memperhatikan kehidupan masyarakat dan berusaha
untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya. Ada usaha yang di tempuhnya untuk mewujudkan
rakyat yang sejahtera, yaitu denganmenerapkan system perdagangan bebas dan mengusir Belanda
dari Batavia (Jakarta sekarang) walaupun usahanya ini gagal.
Secara pelahan, kehidupan sosial kerajaan Banten mulai berlandaskan pada hokum-hukum Islam.
Orang-orang yang menolak ajaran baru memisahkan diri ke daerah pedalaman yaitu di daerah
Banten Selatan dan kemudian di kenal dengan nama Suku Badui, kepercayaan ini kemudian
disebut dengan Pasundan Kawitan (Pasundan yang pertama).
Kehidupan sosial kerajaan Banten dapat kita lihat pada bidang seni bangunan, yaitu seni
bangunan oleh Jan Lucas Cardel (orang Belanda yang masuk Islam) dan bangunan-bangunan
gapura di Kaibon Banten.
C. Aspek Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah kekuasaan
Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan
Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu Demak terjadi perebutan kekuasaan,
Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah.
Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten semakin maju di
bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
1.      Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi
bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
2.      Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa
menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan Banten adalah
sebagai berikut:
1.      Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke bagian
selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2.      Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan pedagang
lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3.      Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama
Islam ke Banten.
4.      Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel. Sejumlah
situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga sekarang di wilayah
Pantai Teluk Banten.
5.      Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten didukung
oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di Nusantara dan
serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC di
Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya.
Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan
Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan
dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Kerajaan Banten adalah kerajaan Islam di Jawa yang menjadi kerajaan penghapus kerajaan
Hindu di Jawa. Ini di karenakan usaha kerajaan Banten memperluas wilayahnya. Sultan Maulan
Yusuf yang menggantikan ayahnya yaitu Sultan Hasanuddin yang mangkat pada tahun 1570
mempeluas wilayah kekuasaannya ke daerah pedalaman. Pada tahun 1579 kekuasaan kerajaan
Pajajaran dapatdi taklukkan, ibu kotanya di rebut sedang rajanya Prabu Sedah tewas dalam
pertempuran.
Kerajaan Banten memiliki banyak raja selama berdirinya. Adapun silsilah raja kerajaan Banten
secara kronologis adalah sebagai berikut.
1. Sunan Gunung Jati / Fatahillah
2. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570 (di bawah pemerintahannya kerajaan Banten
memperoleh masa kejayaannya)
3. Maulana Yusuf 1570 – 1580
4. Maulana Muhammad 1585 - 1590 (diangkat pada usia 9 tahun)
5. Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar tersebut pada
tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
6. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 – 1650
7. Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
8. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 – 1687
9. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
10. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
11. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
12. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
13. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
14. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
15. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
16. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
17. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
18. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
19. Aliyuddin II (1803-1808)
20. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
D. Kehidupan Budaya Kesultanan Banten
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di
Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut
memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan
agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang
Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan
masyarakat setempat.
Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang
dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan bangunan
gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah
memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten saat ini dikembangkan
menjadi tempat wisata sejarah yang banyak menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar
negeri.
5. Puncak kejayaan
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di
bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa.
Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Dibantu orang Inggris, Denmark dan
Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Tiongkok dan
Jepang.
Sultan Ageng juga memikirkan pengembangan pertanian. Antara 1663 dan 1667 pekerjaan
pengairan besar dilakukan. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan
tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektar
sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas
tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makassar. Perkebunan tebu, yang didatangkan
saudagar Cina di tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, penduduk kota Banten
meningkat dari 150 000 menjadi 200 000.
6. Penghapusan kesultanan
Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu,
Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles.
Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda,
Herman William Daendels tahun 1808
7. Kemunduran kerajaan Banten
Para pengikut setia Sultan Ageng yang dipimpin oleh Syekh Yusuf terus melakukan intimidasi
terhadap Kompeni itu. Nasib buruk menimpa Syekh Yusuf, tahun 1683 ia beserta keluarganya
tertangkap Kompeni. Dengan begitu Kesultanan banten berada di ambang kehancuran. Terlebih
lagi dengan ditandatanganinya perjanjian pada tahun 1684 yang terdiri dari sepuluh pasal, yang
tentu saja merugikan pihak Kerajaan Banten. Akibat perjanjian ini Kesultanan Banten mulai
dikuasai Belanda dengan dibangunnya benteng Kompeni yang bernama Speelwijk di tempat
bekas benteng kesultanan yang telah dihancurkan.
Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah mengindikasikan bahwa setelah Banten
dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa
pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan,
pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan
sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan  Sepeninggal
Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu campur tangan
Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak pertama Pangeran Ratu mnejadi Sultan Banten
yang bergelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Ternyata Sultan ini sangat
membenci Belanda dan berniat mengembalikan  kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun
kemudian ia sakit dan tak lama kemudain wafat.
BAB IV
PENUTUP

Assalamu`alaikum wr.wb
Kami ucapkan terima kasih bagi yang telah membaca resume ini. Kami merasa bahwa
dalam kliping ini masih banyak kekurangan dan kami mengharap Kritik dan Saran dari pembaca,
demi kesempurnaan kliping ini.

Atas dukungannya kami mengucapkan Terima Kasih.


Wassalamu`alaikum wr.wb
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pembahasan
BAB II Tanya Jawab
BAB III Nilai Hasil Evaluasi
BAB IV Penutup
TUGAS SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

KERAJAAN BANTEN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6

ZAIM ISLAMIC FAJRI

MUH FAUZAN

NAUFAL DZAKY APRIAWAN

MTSN 1 KENDARI

KENDARI

2023

Anda mungkin juga menyukai