Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PAI

KEHADIRAN ISLAM MENDAMAIKAN BUMI NUSANTARA

NAJLA KHAIRUNNISA

USTADZAH LITA

SMPIT AL-MUMTAZ PONTIANAK


TAHUN AJARAN 2023-2024

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang implikasi nilai
nilai ibadah dalam kehidupan sehari hari
Tujuan saya dari membuat makalah adalah untuk melatih agar mampu menyusun karya ilmiah
secara benar dan cermat. Memberikan sumbangsih pemikiran baik berupa konsep teoritis mau
pun konsep praktis. Serta memperluas wawasan dan memberikan manfaat bagi perkembangan
konsep keilmuan mau pun pemecahan masalah
Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan segala kekurangan dalam
makalah ini kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang impilkasi nilai
nilai ibadah dalam kehidupan sehari hari dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca
PENDAHULUAN
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke VII M. Islam masuk
ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur utara, yaitu Arab (Makkah dan Madinah)-Damasku-
Bagdad-Gujarat (Pantai baru India)-Sri Lanka-Indonesia. Dan jalur Selatan, yaitu Arab (Makkah
dan Madinah)-yaman-Gujarat-Sri Lanka-Indonesia. Penyebaran Islam memerlukan proses yang
panjang. Penyebaran Islam dimulai dari pendekatan perorangan oleh para da’I yang berprofesi
sebagai pedagang. Kemudian, berkembang menjadi perkampungan muslim. Sampai puncaknya
adalah berdirinya Kerajaan Islam di berbagai wilayah di Nusantara.
SEJARAH ISLAM NUSANTARA
A. Masuknya Islam di Nusantara
1. Melalui Perdagangan
Pada awalnya, Islam dibawa pada abad ke-7 oleh para da’i yang berprofesi sebagai
pedagang dari berbagai wilayah Islam ke Nusantara dan disampaikan dengan cara damai kepada
penduduk Nusantara. Ajaran-Ajaran Islam merupakan ajaran agama yang sederhana serta mudah
dimengerti dan diterima, menjadikan penduduk Nusantara banyak yang mengikutinya. Selain itu
perilaku pedagang yang menyampaikan ajaran Islam tersebut sangat terpuji, ramah-tamah,
sopan, hidup bersih dan teratur, jujur dan berakhlak mulia, sehingga ajaran Islam disambut
dengan baik oleh para penduduk Nusantara.
2. Melalui Sosial Budaya
a. Perkawinan
Seorang penganut Islam menikah dengan orang yang belum menganut
Islam, sehingga pasangannya ikut masuk Islam dan terbentuklah keluarga
muslim.
b. Kesenian
Penyebaran Islam dengan menggunakan media seni wayang, music
rebana, sya’ir, dsb.
c. Akulturasi dan asimilasi kebudayaan
Hal ini dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur kebudayaan untuk
usaha penyebaran Islam. Misalnya, dengan menggunakan do’a-do’a Islam
dalam melaksanakan upacara adat, seperti kelahiran anak, perkawinan, dll.

3. Melalui Pengajaran
Melalui pondok-pondok pesantren, ustaz dan ustazah menyampaikan
ajaran-ajaran Islam. Karena pondok pesantren adalah perguruan khusus ajaran
agama Islam. Dengan didirikannya pondok-pondok pesantren di wilayah
Nusantara, ajaran-ajaran Islam dapat disebarluaskan melalui para santri-santrinya
kelak. Sehingga, agama Islam dapat berkembang pesat di wilayah Nusantara.
Selain itu, juga pengajaran agama islam lewat madrasah madrasah yang lain
marak didirikan di seluruh wilayah Nusantara.

B. Berdirinya Kerajaan Islam di Nusantara


1. Kerajaan Islam di Sumatra
a. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan ini terletak di sekitar Lhokseumawe, Aceh. Didirikan oleh Sultan Malik
Al-Sholeh yang memerintah hingga tahun 1297 M. setelah wafat, beliau
digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad, yang dikenal dengan
sebutan Sutan Malik At-Tahir. Samudera Pasai berkembang menjadi daerah Pasai
yang dikenal sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara.

b. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri pada awal abad ke-16. Pendiri Kerajaan Aceh ialah Sultan
Ibrahim, yang dikenal dengan nama Sultan Ali Mughayasyah. Kerajaan Aceh
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-
1636). Wilayah Kerajaan Aceh bertambah luas ke daerah Deli, Nias, Bintan, serta
semenanjung Malaysia, Seperti Johor, Pahang, Perak dan Kedah. Daerah ini
menjadi penghasil emas yang membuat Aceh semakin bertambah kaya raya.
Upaya memperluas wilayah juga diikuti dengan penyebaran agama Islam,
sehingga wilayah-wilayah yang dikuasai Kerajaan Aceh memeluk agama Islam.

2. Kerajaan Islam di Pulau Jawa


a. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak berdiri pada abad ke-15, pendirinya adalah Raden Patah. Demak
adalah Kerajaan Islam yang pertama di pulau Jawa. Letak Kerajaan Demak di
daerah Bintoro dekat muara Sungai demak, pusat kerajaannya terletak antara
Pelabuhan Bergota dan Jepara.
Raja-raja yang memerintah Kerajaan Demak, antara lain sebagai berikut.
1) Raden Patah (1500-1518 M)
Raden Patah memimpin sejak 1500 M. Dibawah kepemimpinan Raden
patah, Demak mampu berkembang menjadi pusat agama Islam uyang
dikembangkan melalui peran Wali Songo. Periode kepemimpinan Raden
Patah merupakan periode awal berkembangnya Islam di Jawa.

2) Adipati Unus (1518-1521 M)


Pasca meninggalnya Raden Patah pada tahun 1518 M, Kesultanan Demak
diambil alih oleh putranya Adipati Unus (1488-1521 M). Keberaniannya
dalam perang membuat Adipati Unus mendapatkan gelar Pangeran
Sabrang Lor. Pada tahun 1521, Adipati Unus memimpin penyerbuan ke
Malaka yang dikuasai Portugis. Dalam pertempuran tersebut, Adipati
Unus gugur dan digantikan oleh Sultan Trenggana, merupakan raja ketiga
Kesultanan Demak.

3) Sultan Trenggana (1521-1546)


Kesultanan Demak mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan
Sultan Trenggana. Wilayah Demak meluas hingga ke Jawa Timur dan
Jawa Barat. Pada tahun 1527, dibawah pimpinan Fatahillah, Demak
bersama Cirebon mampu mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Nama
Sunda Kelapa diganti menjadi “Jayakarta” yang berarti kemenangan yang
sempurna. Pada tahun 1546 Demak melakukan penyerangan ke Penarukan
Situbondo, yang dikuasai Kerajaan Blambangan, Sultan Trenggana tewas
terbunuh dalam pertempuran ini.

b. Kerajaan Pajang
Di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijoyo. Kerajaan pajang mengalami
kemajuan. Sepeninggal Sultan Hadiwijoyo, pemerintahan pajang dilanjutkan oleh
putranya yang Bernama Pangeran Benowo. Pemerintahannya tidak berlangsung
lama. Kemudia pemerintahan diserahkan kepada putranya, yaitu Sutawijaya yang
akhirnya memindahkan pemerintahan ke Mataram.

c. Kerajaan Mataram Islam


Kerajaan Mataram Islam berdiri tahun 1586, raja pertamanya Sutawijaya yang
bergelar Pangeran Panembahan Senopati. Pada masa pemerintahan Senopati,
banyak pemberontakan-pemberontakan, tetapi dapat dipadamkan satu demi satu.
Panembahan Senopati wafat tahun 1601 dan digantikan putranya, yaitu Mas
jolang. pada masa pemerintahan Mas jolang, mulai dirintis mempersatukan
kerajaan-kerajaan Islam pantai, tujuannya untuk memperkuat kedudukan politik
dan ekonomi, tapi mas jolang gugur dalam pertempuran.
pengganti Mas jolang adalah Raden Mas rangsang (Sultan Agung) di bawah
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mengalami kejayaan. kemajuan yang
dicapai meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
pada pemerintahan Sultan Agung, ia berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam
di Pulau Jawa. pada saat itu kehidupan beragama sangat mendapat perhatian.
Bahkan, Selain sebagai seorang raja, Beliau juga sebagai pemimpin agama Islam.
setelah Sultan Agung wafat, kerajaan Mataram pecah menjadi dua, yaitu Mataram
Timur (kasunanan Surakarta) di bawah kekuasaan pakubuwana III dengan pusat
pemerintahan di Surakarta. Sementara itu Mataram Barat (kasunanan Yogyakarta)
di bawah kekuasaan Sultan Hamengkubuwono I dengan pusat pemerintahan
Yogyakarta

d. Kerajaan Banten
pendiri Kerajaan Banten yaitu faletehan Sunan Gunung Jati kemudian faletehan
menyerahkan Banten kepada putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Pada
masa Sultan Hasanudin, Banten berhasil memperluas wilayahnya ke Palembang,
Bengkulu, dan Sumatera. Pada masa pemerintahannya Sultan Hasanudin tidak
hanya membawa kemajuan politik dan ekonomi, tetapi juga menyebarkan agama
Islam. Sultan Hasanuddin wafat tahun 1570 digantikan oleh putranya Sultan
Yusuf.
Sultan Yusuf berhasil menguasai Kerajaan Pajajaran. Sultan Yusuf wafat tahun
1580 digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Muhammad (1580-1605).

e. Kerajaan Cirebon
Pendiri kerajaan Cirebon adalah Faletehanan. Di samping sebagai raja, beliau
adalah seorang ulama (salah satu wali songo) yaitu Sunan Gunung Jati.
Perkembangan agama Islam di Cirebon mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Faletehanan wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan di daerah Gunung Jati. Oleh
karena itu, beliau dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. kerajaan Cirebon
kemudian diperintah oleh Panembahan Ratu yaitu cicit dari Faletahan. Setelah itu
kerajaan Cirebon terus mengalami kemunduran.

3. Kerajaan Islam di Sulawesi


a. Kerajaan Gowa Tallo (Makassar)
Semula kerajaan ini terdiri dari dua kerajaan yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan
Tallo. Kemudian keduanya bergabung menjadi satu yaitu Gowa Tallo. Kerajaan
Gowa Tallo juga disebut Kerajaan Makassar, karena letaknya di Kota Makassar.
Rajanya bernama Daeng Manrabia yang bergelar sebagai Sultan Alaudin.
Kerajaan Gowa Tallo banyak disinggahi kapal dagang yang ingin membeli
rempah-rempah, sehingga Gowa Tallo menjadi pusat perdagangan.
Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan pada saat pemerintahan Sultan
Hasanuddin. Kegiatan penyebaran agama Islam pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin bertambah pesat. Sultan Hasanudin mendapat julukan "Ayam Jantan
dari Timur". Palaka yang mendapat bantuan dari Belanda membuat Gowa Tallo
harus menandatangani Perjanjian Bongoya (1667). Dengan perjanjian tersebut
Kerajaan Gowa Tallo semakin mengalami kemunduran.

b. Kerajaan Ternate
Berdiri pada abad ke-13 ibu kotanya di Sampulu, letaknya di kepulauan Maluku
bagian utara. Ketika Bandar Malaka menjadi ramai, permintaan rempah-rempah
dari Maluku semakin besar. Bersamaan dengan itu, pengaruh Islam masuk ke
Ternate. Dengan Kekayaan rempah-rempah ini, Posisi Kerajaan Ternate menjadi
penting banyak pedagang dari Jawa, Aceh, Arab, dan Cina datang ke Ternate.
Melalui jalan dagang ini, Islam berkembang pesat ke Maluku, seperti Ambon,
Ternate, dan Tidore. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Baabullah. Wilayahnya sampai ke daerah Filipina bagian
Selatan.

c. Kerajaan Tidore
Berdiri pada abad ke-13 hampir bersamaan dengan Kerajaan Ternate. kedua
kerajaan saling bersahabat dan saling berdampingan. Sultan Tidore yang terkenal
adalah Sultan Nuku. berkat jasa sultan-sultan di kerajaan ini, Islam dapat
menyebar khususnya di wilayah nusantara bagian timur. pada saat
pemerintahannya, Sultan Nuku berhasil memperluas wilayahnya hingga ke
Halmahera, seram, dan Misol, Irian.

C. Tokoh Pejuang Muslim


1. Pattimura
Tokoh pejuang muslim asal Hualoy, Seam Selatan, Maluku yang muslim ini bernama
asli Ahmad Lussy, tetapi lebih dikenal dengan nama Thomas Mattulessy yang sering
diidentikkan sebagai orang beragama Kristen. Hal itu berkaitan dengan buku biografi
Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, ditulis oleh M. Sapija
menegaskan, “Pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari
Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Ia merupakan nama orang di negeri yang terletak
dalam sebuah teluk di Seram Selatan.”
Berbeda dengan pandangam M. Sapija, sejarawan Mansyur Suryanegara mengatakan
dalam bukunya “Api Sejarah” bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku
disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang
dikenal dalam Sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari Kerajaan Islam
Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan
sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku
disebut Kasimiliali.

A. Sebutan Kapitan
Disebutkan oleh M. Sapijan bahwa gelar kapitan adalah pemberian Belanda,
padahal itu tidak benar oleh sebab itu kekuatan-kekuatan diluar jangakauan akal
pikiran meraka tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan kekuatan alam yang
mereka takuti. Dia adalah pemimpin yang memiliki kharisma. Dari sinilah
sebutan “Kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

B. Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC Ahmad Lussy berkarir dalam
militer sebagai mantan sersan militer inggris. Pada tahun 1819, pihak Inggris
menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda, dan kemudian Belanda
menetapkan politik monopoli, akan tetapi dalam prakteknya pemindahan dinas
militer ini dipaksakan. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di
bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura
mengatur strategi perang bersama pembantunya, dan berhasil mengkoordinir
Raja-Raja Fatih. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda
dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri
Laksamana Buykes, salah satu komisaris jendral untuk menghadapi Pattimura.
Pertempuran yang menghancurkan pasukan belanda tercatat seperti perebutan
benteng Belanda Duurstde.
“Nunu oli/Nunu seli/Nunu karipatu/Patue karinunu (Saya katakana kepada kamu
sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan
tumbang, tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakana
kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan
terguling, tapi batu lain akan menggantinya)”.
Tampak bahwa Ahmad Lussy adalah seorang patriot berjiwa besar yang pantang
menyerah. Sebagai pejuang muslim yang digetari semangat jihad dan ia tidak
takut dengan ancaman maut. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah
penyebutan Ahmad Lussy dengan nama Thomas Mattulessy dari nama seorang
Muslim menjadi nama seorang Kristen. Hebatnya Masyarakat lebih percaya
dengan predikat Kristen itu karena Maluku sering diidentikkan dengan Kristen.

C. Muslim Taat
Pattimura adalah seorang Muslim yang taat, ia juga Seorang Ulama. Dia adalah
pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Walaupun kemudian mereka sudah
memeluk agama namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan
Pimpinan atau Kapitan. Itulah yang bermula melekat pada diri Kapitan.

D. Perjuangan Kapitan Ahmad Lussy


1. Adanya kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali ke
jaman pemerintah yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan VOC.
2. Belanda menjalankan Praktik-Praktik yang dijalankan VOC.
3. Rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti Kerja Penyerahan Ikan
Asin, Dendeng, dan Kopi. Perlawanan rakyat dibawah komando Kapitan
Ahmad Lussy itu terekam dalam tradisi lisan Maluku yabg dikenal dengan
Pepatah-Petitih. Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku
terdesak, akhirnya pada tanggal 16 Desember 1817, Ahmad Lussy beserta
kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan. Nama
Pattimura saat ini masih tetap harum, namun nama Thomas Mattulessy lebih
dikenal daripada Ahmad Lussy atau Mat Lussy.

Dalam Sejarah Indonesia, Sisingamangaraja yang juga Raja orang Batak


sebenarnya adalah seorang Muslim karena selain selalu mengibarkan bendera
merah putih, Cap/Stempel kebesaran Sisingamangaraja juga menunjukkan
identitas keislaman, juga kasus yang menimpa Pattimura.
Ada Apa dengan bendera merah putih?
Mansyur Suryanegara merujuk pada hadist Imam Muslim dalam kitab Al-
Fitan jilid X, halaman 340 dari Hamisy Qastalani. Imam Muslim berkata,
“Zuhair bin Harb bercerita kepadaku, demikian juga Ishaq bin Ibrahim,
Muhammad bin Mutsanna dan Ibnu Basyyar. Ishaq bercerita kepada kami,
orang-orang lain berkata, “Mu’adz bin Hisyam bercerita kepada kami, ayah
saya bercerita kepadaku, dari Qatadah dari Abu Qalabah, dari Abu Asma’ Ar-
Rahabiy, dari Tsauban, Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah
memperlihatkan kepadaku bumi, timur dan baratnya. Dan Allah melimpahkan
dua perbendaharaan kepadaku, yaitu merah dan putih.”
2. Sisingamangaraja
Sisingamangaraja XII ialah pejuang Islam yang gugur sebagai syuhada pada tanggal
17 Juni 1907.
Nama Sisingamangaraja merupakan nama dinasti dari keluarga Sinambela, dan
Sisingamangaraja XII merupakan keturunan raja yang ke-12, yang nama aslinya
Patuan Besar Ompu Pulo Batu.
a. Silsilah Sisingamangaraja XII
Nama asal Raja Sisingamangaraja XII adalah Patuan Bosar yang bergelar Ompu
Pulo Batu lahir tahun 1848 dari ibunya boru Situmorang. Patuan Bosar resmi
menjabat Sisingamangaraja pada tahun 1876. Ketika perang melawan Belanda,
Raja Sisingamangaraja XII dibantu oleh pejuang-pejuang dari Aceh, dan dalam
cap/stempelnya dipakai bahasa Arab dan bahasa Batak. Adapun silsilahnya
sebagai berikut.
1) Sisingamangaraja I, Raja Manghuntal.
2) Sisingamangaraja II, Ompu Raja Tinaruan.
3) Sisingamangaraja III, Raja Itubungna.
4) Sisingamangaraja IV, Tuan Sorimangaraja.
5) Sisingamangaraja V, Raja Pallongos.
6) Sisingamangaraja VI, Raja Pangolbuk.
7) Sisingamangaraja VII, Ompu Tuan Lumbut.
8) Sisingamangaraja VIII, Ompu Sotaronggal.
9) Sisingamangaraja IX, Ompu Sohalompoan.
10) Sisingamangaraja X, Ompu Tuan Na Bolon.
11) Sisingamangaraja XI, Ompu Sohahuaon.
12) Sisingamangaraja XII, Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu.

b. Sebab-sebab peperangan
1) Kristenisasi
Ketika Belanda menyerbu suatu daerah berusaha menjadikan penduduk
menjadi pengikut Nasrani. Tujuannya adalah agar perlawanan dapat padam
dengan sendirinya, karena mereka menganggap penjajah dan penduduk
setempat akan diikat oleh persatuan kristiani.
2) Sistem monopoli
Penyebaran agama semacam ini berdampak pada kerugian secara politis dan
sosial ekonomi rakyat Tapanuli. Penyerahan daerah kepada pemerintah
colonial belanda membawa akibat timbulnya sistem monopoli di bidang
perdagangan. Dalam masalah pertanian, penjualan hasil bumi di monopoli
oleh belanda. Di bidang politik Tindakan tersebut berarti mempersempit
daerah kekuasaan Si Singamangaraja.

c. Sejarah Perjuangan dan bukti keislaman Si Singamangaraja XII


Dalam kondisi tertekan akibat monopoli eknomo, serangan kristenisasi,
dan dominasi politik colonial, Sisingamangaraja XII dinobatkan sebagai Maharaja
negeri Toba, bersamaan dengan diterapkannya open door policy (politik pintu
terbuka). Cap Kerajaan berisikan aksara Batak yang berbunyi, “Ahu sahap tuan
singa mangaraja main bakara” (inilah Cap Maharaja di negeri Toba. Kampung
Bakara. Keliling pinggir cap Kerajaan itu mempergunakan aksara Arab berbahasa
Melayu berbunyi, “Inilah cap Singa Mangaraja, negeri Toba, kampung Bakara
nama kutanya, Hijrah Nabi 1302 (1884 M)”. Bendera perang saat itu berwarna
merah dan putih. Terlihat Pengaruh Islam pada gambar seperti pedang Nabi saw.
yang bercabang dua. Di kanan kirinya terdapat pula lambang matahari dan bulan.
Dapat pula diartikan sebagai lambang empat sahabat Rasulullah saw. atau Khulafa
Ar-Rasyidah dan empat madzab fiqh.
Seperti yang tertulis dalam Nieuwe Rotterdamshe Courant tanggal 15 Juni 1907
dan juga Algemeene Handelsblad tanggal 25 Juni dan 3 Juli 1907, menulis
tentang agama yang dianut oleh Si Singamangaraja XII, “Menurut kabar-kabar
dari penduduk, raja yang sekarang semenjak lima tahun yang lalu telah memeluk
Islam, tapi ia bukanlah Islam yang fanatik. Demikian pula ia tidak memaksa
supaya orang-orang sekelilingnya menukar agamanya menjadi islam”.
Keterangan J.H. Meerwaldt mengatakan bahwa Si Singamangaraja XII memeluk
agama Islam itu, “sedertlang den Islam omhelds” (sejak lama telah memeluk
Islam). Keterangan J.H. Meerwaldt itu lebih dapat dipercaya kebenarannya
bilamana dihubungkan dengan cap kerjaan yang tahun pembuatannya pada 1302
Hijrah atau tahun 1884 Masehi.
Majalah Rijnsche Zending yang dipimpin oleh J.H. Meerwaldt penerbitan tahun
1907 (halaman 77) membuat catatan sebagai berikut. “Ketika itu sudah meluas
berita yang mengatakan bahwa Si Singa Mangaraja XII yang secara diam-diam
telah masuk islam, sedang merencanakan percobaan yang penghabisan untuk
menggulingkan kekuasaan Belanda”.
J.H. Meerwaldt dalam karyanya De Laatste Singa Mangaraja membuat catatan
sebagai berikut. “Singa Mangaraja pejuang puluhan tahun untuk menentang
perkembangan ke-Kristenan dan kekuasaan Belanda”.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh E.B. Keilstra dan J.H. Hemmers dengan
mengatakan, “Keadaan sudah genting Ketika diperoleh kabar bahwa Singa
Mangaraja sudah menyewa pejuang-pejuang Aceh dan sudah berada di Bakkara”.
Pada 17 Juni 1907 di bawah pimpinan Kapten Christoffel, Belanda Menggempur
pusat pertahanan Sisingamangaraja. Sampai saat pertempuran terkakhir ini, beliau
bersama panglima dan pasukannya, memilih gugur sebagai syuhada daripada
menyerahkam Bumi Islam Tapanuli di atas Korte Verklaring kepada Belanda.
Dengan sebagai bukti yang telah dipaparkan, maka menjadi keyakinan kita bahwa
ketahanan perjuang Sisingamangaraja XII melawan penjajah Belanda selama 30
tahun lamanya sudah pasti beliau termasuk orang yang taat dalam menjalankan
syari’at Islam.
3. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785,
bernama asli Raden Mas ontowiryo, anak sulung dari Adipati Anom dengan ibu
bernama Raden Ajeng Mangkarawati. Sebagian besar hidup Pangeran Diponegoro
berada di luar Kraton. ia dibesarkan oleh neneknya, Kanjeng Ratu Ageng, yang
merupakan permaisuri dari HamengkuBuwono I, di sebuah desa yang bernama
Tegalrejo, sembari belajar ilmu agama sampai usianya 18 tahun. neneknya
meninggal dunia sewaktu ia berusia 27 tahun. kemudian, ayahnya, Adipati Anom,
diangkat menjadi raja yang bergelar Hamengkubwono III, Sultan Mataram
Yogyakarta. Sejak saat itu, ia bergelar Pangeran Diponegoro.
Sebagai anak sulung, maka ia sebenarnya berhak untuk mewarisi Tahta Keraton
Kesultanan Yogyakarta tetapi permintaan ayahnya ia tolak, karena ia merasa
dilahirkan dari seorang selir. kemudian, lebih memilih pada kehidupan keagamaan
dan merakyat dan tinggal di Tegalrejo. ketika Sultan HB IV meninggal dunia,
digantikan oleh anaknya Hamengkubuwono V yang masih berusia 3 tahun.
sedangkan, dalam pemerintahan sehari-hari dipegang oleh seorang Patih bernama
Danureja IV bersama seorang presiden Belanda yang ditempatkan di Yogyakarta.
Diponegoro tidak menyukai keberadaan orang-orang Belanda dalam mencampuri
kerajaan, bahkan internal Keraton.
Sikap Belanda semakin tidak disukai oleh Pangeran Diponegoro karena pihak
Belanda dengan leluasa memasang patok-patok untuk pembangunan jalan. Pangeran
Diponegoro merespon dengan mencabut tiang-tiang pancang pembangunan jalan
tersebut. kemudian, Belanda dibantu oleh Patih Danureja IV, melakukan
penyerangan terhadap kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Sejak saat itulah
berkobar Perang Diponegoro atau dikenal dengan perang Jawa, yang terjadi antara
tahun 1825 sampai 1830.
Atas saran dari pamannya Pangeran Mangkubumi, Diponegoro menyingkir dari
Tegalrejo ke Gua Selarong, daerah di Selatan Yogyakarta sekarang masuk kabupaten
Bantul. Serang ini dinamakan oleh Pangeran Diponegoro dengan Perang Sabil atau
perang fii sabilillah, menghadapi kaum kafir Belanda. pengaruh perang ini tidak
hanya sebatas wilayah Yogyakarta tetapi berimbas lebih dari Separuh Pulau Jawa.
perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro ini berpengaruh luas sampai ke
wilayah Pacitan di Jawa Timur, hingga ke Kedu.
Pangeran Diponegoro mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, salah satunya
adalah Kyai Mojo, seorang ulama yang berasal dari Surakarta. Sentot Alibasya,
Pangeran Surya Mataram Kuno serta beberapa Adipati lainnya. selama peperangan
ini, sangat merugikan pihak Belanda, tidak kurang dari 15.000 pasukan Belanda
diterjunkan untuk menghadapi patungan Diponegoro dan tidak kurang dari 20 juta
Gulden yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda untuk membayar para
pasukannya. jika perang ini tidak segera maka akan mengancam kekuasaan Belanda
terutama di Jawa. banyak Cara yang ditempuh oleh Belanda termasuk akan memberi
hadiah kepada siapapun yang bisa menangkap pangeran Diponegoro dengan hadiah
sebesar 50 ribu Gulden.
Kemudian disusunlah siasat licik untuk menangkap Pangeran Diponegoro. pada
tahun 1930, atas usul dari Jenderal Hendrik de Kock. pihak pemerintah Belanda
pura-pura mengajak berunding ketika di tengah perundingan itu Pangeran
Diponegoro ditangkap dan dibuang ke Makassar hingga meninggal, dan dimakamkan
di Kampung Melayu pada tahun 1855.

Anda mungkin juga menyukai