Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan Islam Nusantara


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Muhammad Nurkhanif, M.SI

Disusun Oleh :
1. Arie Zayyin Q. A. (1708036007)
2. Ainun Fitri (1708076021)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah “Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan
Islam Nusantara” disusun guna memenuhi tugas, sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw dan semoga kita selalu berpegang
teguh pada sunnahnya Aamiin.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pengampu Bapak Muhammad Nurkhanif dalam
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, semoga kita semua mendapatkan ilmu yang bermanfaat yang
di berikan oleh beliau.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat kerjasama dalam menyelesaikan makalah ini,
akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Semoga makalah ini memberikan manfaat dan berguna
bagi pembaca, dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat
kesalahan baik dalam kata atau isi dari keseluruhan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata yang sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan agar
lebih baik untuk kedepannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3
A. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia .................................................................................... 3
B. Islam Nusantara.................................................................................................................... 13
C. Tantangan Budaya Islam Dari Luar Di Era Modern ............................................................ 14
BAB III KESIMPULAN .................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 21

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki segudang sejarah yang panjang dari kebudayaan-
kebudayaan masa lampau. Sejarah tersebut hingga kini masih dapat dinikmati baik dari segi
cerita maupun dalam bentuk peninggalan bersejarah lain. Negara kita juga memiliki letak
strategis di persilangan jaringan lalulintas laut yang menghubungkan benua timur dan barat.
Pengaruh asing yang datang ke negara kita berasal dari India, Cina, Arab, Persia, dan Eropa.
Kelima kebudayaan tersebut telah membawa perubahan dalam segi agama, bahasa, maupun
kesenian. Agama yang pertama kali masuk ke wilayah Nusantara adalah agama
Hindu,setelah itu agama Buddha, Islam, dan yang terakhir adalah agama Kristen. Dari
keempat agama yang ada di Indonesia, keberadaan agama Islam adalah suatu hal yang
menarik karena mudah diterima oleh masyarakat.
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Kerajaan-
kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial-budaya
yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya pada sekitar
abad ke-7 dan ke-8, Sejalan dengan kelemahan yang dialami kerajaan Sriwijaya, pedagang-
pedagang muslim yang mungkin disertai pula oleh mubalig-mubalignya lebih
berkesempatan untuk mendapatkan keuntungan dagang dan keuntungan politik. Mereka
menjadi pendukung daerah-daerah yang muncul; dan yang menyatakan dirinya sebagai
kerajaan yang bercorak Islam ialah Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh, Kabupaten
Lhok Seumawe atau Aceh Utara kini. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam
yang pertama-tama di Indonesia diperkirakan mulai abad ke-13.
Uraian di atas menjelaskan bahwa proses Islamisasi di Indonesia memang berjalan
cukup lama. Dalam menyebarkan Islam para pedagang muslim menunggu waktu yang tepat
untuk menjalankan politiknya, yaitu proses Islamisasi.
Islam Nusantara merupakan sebuah corak Islam yang dikembangkan di Indonesia
dulunya bernama (Nusantara) sejak abad ke-16 masehi, sebagai hasil dari ijtihad para ulama
zaman dahulu dalam menyebarkan ajaran agama Islam lewat akulturasi Sosial-budaya,
kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi konsep Islam, serta vernakulasi terhadap ajaran
dan nilai-nilai Islam yang Universal, yang sesuai dengan ralitas sosio-kultural Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia?

1
2. Apa yang dimaksud dengan Islam Nusantara?
3. Bagaimana tantangan budaya Islam di era modern?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Islam Nusantara.
3. Untuk memahami adanya tantangan Islam dari luar di era modern.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia


1. Kerajaan Samudera Pasai
Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair yang terletak dipesisir Timur
Laut Aceh dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja pertama
Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair yang bergelar Maharaja Mahmud Syah
(1042-1078). Penggantinya adalah Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133
kemudian diganti Maharaja Ghiyasyuddin Syah dari tahun 1133-1155.
Raja berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin (1155-1210).
Raja ini dikenal dengan sebutan Tengku Samudra atau Sulthan Nazimuddin Al-Kamil.
Sultan ini berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana untuk merebut
pelabuhan di Gujarat. Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat,
kerajaan Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan. Meurah Silu
bergelar Sultan Malik-al Saleh (1285-1297). Beliau keturunan Raja Perlak (sekarang
Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra Pasai. Pada masa
pemerintahannya, system pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut dan darat
sudah terstruktur rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah Pelabuhan
Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dan Perlak berjalan harmonis. Meurah
Silu memperkokoh hubungan ini dengan menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja
Perlak. Meurah Silu berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai
timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka.
Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya adalah Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-
1326), Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345), Sultan Manshur Malik Zahir (1345-
1346), dan Sultan Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya adalah Sultan
Zainal Abidin (1383-1405). Pada masa pemerintahannya, kekuasaan kerajaan meliputi
daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Beliau sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam
kepulau Jawa dan Sulawesi dengan mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana
Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.1

1
Ambari, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban. Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Ciputat, Jakarta : PT
Logos, 2001

3
2. Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai pada tahun 1360 M.
Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus
mengalami kemudunduran di abad ke-14 M. Penguasa pertama adalah Sultan Ali
Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M).
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh
Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta
menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah
Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Pada 1511 M,
kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti
Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di
Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah
dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis,
kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah
kerajaannya. Sejak saat itu, dikenal dengan nama Aceh Darussalam.
Usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan
menaklukkan kerajaan kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan
lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia
kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga
Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan
berhasil merebut benteng Portugis di Pasai. Dengan jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M,
Aceh Darussalam memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Kemenangan ini
membawa keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek persenjataan. Senjata-senjata
inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat untuk menggempur Portugis.
Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun,
pasukan Aceh tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak
kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga
berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka.
Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan
Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590 1636). Pada masa itu, Aceh
merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Kerajaan
Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti Usmani di Turki,
Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke Turki
Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani

4
dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk
membantu memperkuat angkatan perang Aceh. Wilayah kekuasaan Aceh mencapi
Pariaman wilayah pesisir Sumatra Barat, Perak diMalaka yang secara efektif bisa direbut
dari portugis tahun 1575. 2
3. Kerajaan Demak
Berdirinya Kerajaan Demak dilatarbelakangi oleh melemahnya pemerintahan
Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara Jawa. Daerah-daerah pesisir seperti
Tuban dan Cirebon sudah mendapat pengaruh Islam. Dukungan daerah-daerah yang juga
merupakan jalur perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian Demak
sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.
Raden Patah adalah raja pertama Kerajaan Demak. Ia memerintah dari tahun 1500-
1518. Pada masa pemerintahan agama Islam mengalami perkembangan pesat. Raden
Patah bergelar Senopati Jimbun Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin
Panatagama. Pengangkatan Raden Patah sebagai Raja Demak dipimpin oleh anggota
wali lainnya. Pada masa pemerintahannya, wilayah kerajaan Demak meliputi daerah
Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada
masa pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh para wali
dan sunan sahabat Demak.
Pada masa Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Raden Patah
merasa berkewajiban untuk membantu. Jatuhnya kerajaan Malaka berarti putusnya jalur
perdagangan nasional. Untuk itu, ia mengirimkan putrannya, Pati Unus untuk
menyerang Portugis di Malaka. Namun, usaha itu tidak berhasil. Setelah Raden Patah
wafat pada tahun 1518, ia digantikan oleh putranya Pati Unus. Pati Unus hanya
memerintah tidak lebih dari tiga tahun. Ia wafat tahun 1521 dalam usahanya mengusir
Portugis dari kerajaan Malaka. Saudaranya, Sultan Trenggono, akhirnya menjadi raja
Demak ketiga dan merupakan raja Demak terbesar. Sultan Trenggono berkuasa di
kerajaan Demak dari tahun 1521-1546. Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak
oleh Sultan Gunung Jati. Ia memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul
Arifin. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mencapai puncak
kejayaannya dan agama Islam berkembang lebih luas lagi. Sultan Trenggono mengirim
Fatahilallah ke Banten. Dalam perjalanannya ke Banten, Fatahillah singgah di Cirebon
untuk menemui Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Bersama-sama dengan

2
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta Timur : Penerbit Pustaka al Kautsar, 2010.

5
pasukan Kesultanan Cirebon, Fatahillah kemudian dapat menaklukan Banten dan
Pajajaran. Setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun 1546, Kerajaan Demak mulai
mengalami kemunduran karena terjadinya perebutan kekuasaan. Perebutan tahta
Kerajaan Demak ini terjadi antara Sunan Prawoto dengan Arya Penangsang.
Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang Bojonegoro) yang merasa lebih
berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi
konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto oleh Arya Penangsang. Arya
Penangsang juga membunuh adik Sunan Prawoto, yaitu Pangeran Hadiri. Usaha Arya
Penangsang menjadi Sultan Demak di halangi oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan
Trenggono. Jaka Tingkir mendapat dukungan dari para tetua Demak, yaitu Ki Gede
Pemanahan dan Ki Penjawi. Konflik berdarah ini akhirnya berkembang menjadi Perang
Saudara. Dalam pertempuran ini, Arya Penagsang terbunuh sehingga tahta Kerajaan
Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir. Jaka Tingkir menjadi raja Kerajaan Demak
dengan gelar Sultan Hadiwijya. Ia kemudian memindahan pusat kerajaan Demak ke
daerah Pajang.Walaupun sebenarnya sudah menjadi kerajaan baru, kerajaan Pajang
masih mengklaim diri sebagai penerus Kerajaan Demak. Sebagai tanda terima kasih
kepada Ki Gede Pemanahan yang telah mendukungnya, Sultan Hadiwijaya memberikan
sebuah daerah Perdikan (otonom) yang disebut Mataram. Ki Gede Pemanahan kemudian
menjadi penguasa Mataram dan di sebut Ki Gede Mataram.
Sultan Hadiwijaya bukanlah digantikan oleh putranya, yakni Pangeran Benawa,
melainkan putra Sunan Prawoto, Aria Pangiri. Pangeran Benawa sendiri diangkat
sebagai penguasa daerah Jipang. Pangeran Benawan kurang puas dengan keputusan ini.
Apalagi, pemerintahan Aria Pangiri di Pajang juga dikelilingi oleh para bekas pejabat
Kerajaan Demak. Pangeran Benawa kemudian minta bantuan kepada Sutawijaya, putra
Ki Ageng Mataram, untuk merebut kembali tahta Kerajaan Pajang. Pada tahun 1588,
Sutawijaya dan Pangeran Benawan berhasil merebut kembali tahta Kerajaan Pajang.
Kemudian, Benawa menyerahkan hak kuasanya pada Sutawijaya secara simbolis melalui
penyerahan pusaka Pajang pada Sutawijaya. Dengan demikian, Pajang menjadi bagian
kekuasaan Kerajaan Mataram.3
4. Kerajaan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke
daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak

3
Husein Djajadiningrat, Islam Di Indonesia, dalam Kennet W. Morgan. (edit) ”Islam Jalan Mutlak”. Jakarta : Penerbit
PT Pembangunan 1967

6
merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten
yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan
salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara
(Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk. Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin)
menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak.
Pelurusan Sejarahbahwa Pangeran Sabakingkin atau Sultan Maulana Hasanuddin nikah
dengan Putri Kintamani mempunyai Anak yang pertama bernama Yusuf Akbar
(Maulana Yusuf), pelurusan sejarah bahwa Anak Kedua Ratu Siti Rodiah kawin dengan
Sultan Mahmud Badaruddin II Kesultanan Palembang Darussalam sedang anak ketiga
Muhammad Nazaruddin (Sultan Maulana Muhammad Nazaruddin bergelar Alamsyah).
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara
merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama
Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya
Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan
Banten karena dibantu oleh para ulama (inilah Sejarah Bikinan Belanda).
Pelurusan Sejarah bahwa Sultan Muhammad bukan anak dari Maulana Yusuf tetapi
anak ketiga dari Sultan Hasanuddin, dengan nama lengkap Sultan Muhammad
Nazaruddin "Alamsyah" dikawal oleh empat Pengawal Kesultanan masing-masing
bernama Ananta Kusuma, Daeng, Nata Kusuma dan Jalaluddin pada saat itu Sultan
Muhammad Nazaruddin yang bergelar Alamsyah berusia 19 tahun,melakukan
perjalanan ke Palembang pada masa Inggeris masuk ke Palembang bukan untuk
memerangi palembang tetapi menyambangi keluarga (Saudaranya yang bernama Ratu
Siti Rodiah yang nikah dengan Sultan Mahmud Badaruddin II). Kerajaan Banten
mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau
lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah
menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah
kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan
serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan
bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
Pada zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah
Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor
Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.
Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang
membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Kesultanan

7
Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan
Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles.
Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur Jenderal
Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.4
5. Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam di
Demak. Kesultanan yang terletak di Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam
yang pertama yang terletak di pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang,
kekuasaaan dan kebesarannya kemudian diambil oleh kerajaan Mataram.
Sultan atau Raja yang pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging,
lereng gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga yaitu Sultan Trenggono, Jaka Tingkir
diangklat sebagai Raja pajang setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak
perempuannya.5
Pada masa kepemimpinan Sultan Hadiwijaya, kejayaan yang sudah dikembangkan
pada masa Kerajaan Demak dapat dikenal di pedalaman dan berkembang pesat di
dalamnya seperti kesenian, kesusastraan dan penyebaran agama Islam. Jaka Tingkir
memimpin hingga tahun 1587 dan meninggal pada tahun yang sama. Pasca meningglnya
sultan Pajang tersebut, estafet kekuasaan jatuh pada Aria Pengiri yakni menantunya yang
juga adalah anak dari Sultan Prawoto. Aria Pengiri pada saat itu mendapat kekuasaan di
Demak bersama para pejabat bawaannya pindah ke Pajang untuk menjadi pengganti
Jaka Tingkir, sementara anak dari Jaka Tingkir yakni Pangeran Benowo mendapat
kekuasaan di Jipang yang sekarang bernama Bojonegoro.6
Pangeran Benowo merasa tidak puas dengan hasil yang diterimanya yakni menjadi
penguasa di Jipang, alhasil Pangeran Benowo meminta bantuan Senopati pemimpin
Mataram untuk mengusir raja baru di Pajang tersebut. Hingga akhirnya pada tahun 1588
Kerajaan Pajang mampu dikuasinya. Sebagai ungkapan terimakasih, Pangeran Benowo
menawarkan untuk menyerahkan haknya yakni warisan dari sang ayah untuk Senopati.
Tetapi, Senopati ingin tetap tinggal di Mataram akhirnya Senopati hanya meminta
pusaka kerajaan saja. Berhubung Mataram pada saat itu sedang dalam proses menjadi
kerajaan besar, Pangeran Benowo dikukuhkan menjadi raja Pajang selanjutnya dan
Kerajaan Pajang sepakat berada di dalam wilayah Kerajaan Mataram. Kerajaan Pajang
4
M. Yahya Harun. Sejarah Islam Nusantara, Abad XVI & XVII. Yogyakarta : Penerbit Kimia Kalam Sejahtera. 1994
5
Badri Yatim. 2011. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II). Jakarta: Rajawali Pers.
6
Rasyid Rizani, S.HI., M.HI (Hakim pada Pengadilan Agama Bajawa – NTT). Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
Sebelum Masa Penjajahan Belanda. Hlm. 212.214

8
berakhir tahun1618. Kerajaan waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu
di bawah Sultan Agung namun akhirnya Kerajaan Pajang dihancurkan.
6. Kerajaan Mataram Islam
Jauh sebelum menjadi kerajaan, wilayah ini merupakan hutan yang bertumbuhan
tropis di atas puing-puing Istana tua Mataram Hindu. Wilayah ini sampai pada akhir
abad ke-16 M merupakan bawahan Pajang setelah dibabat kembali oleh seorang
panglima Pajang Ki Ageng Pemanahan. Wilayah ini dianugrahkan oleh Sultan Pajang
kepada Ki Ageng Pemanahan beserta putranya yaitu Senapati, atas jasa mereka dalam
ikut serta melumpuhkan Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan.7
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi
bupati di Mataram. Karena ketidakpuasan Sutawijaya menjadi bupati dan keinginanya
menjadi raja, ia mulai memperkuat sistem pertahanan Mataram. Hal itu ternyata telah
diketahui oleh Sultan Hadiwijaya, sehingga Sultan Hadiwijaya mengirim pasukan untuk
menyerang Mataram. Dalam peperangan ini pasukan Pajang mengalami kekalahan,
kondisi Sultan Hadiwijaya juga sedang sakit. Kemudian pada saat terjadi perebutan
kekuasaan antara bangsawan Pajang, Pangeran Pangiri yang merupakan menantu
Hadiwijaya yang menjabat sebagai bupati di Demak datang menyerbu Pajang untuk
merebut takhta. Hal tersebut tentu saja sangat ditentang oleh para bangsawan Pajang
yang bekerjasama dengan Sutawijaya, bupati Mataram. Pada akhirnya pangeran Pangiri
telah tersingkirkan dan diusir dari Pajang.
Kemudian setelah keadaan aman, pangeran Benawa yang merupakan anak dari
Hadiwijaya menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan
pusat pemerintahannya ke Mataram pada tahun 1586. Sejak saat itulah berdiri kerajaan
Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) yang merupakan puncak
kejayaan Mataram terlihat penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak
hanya menambah kekuatan politik, tetapi juga kekuatan ekonomi, dengan demikian
ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena
pelayaran dan perdagangan.8
Pada masa kebesaran Mataram, kebudayaan juga berkembang antara lain seni tari,
seni pahat, seni sastra dan sebagainya. Disamping itu muncul kebudayaan kejawen yang
merupakan akulturasi antara kebudayaan asli Hindu, Buddha dengan Islam. Upacara

7
Akhwan Mukarrom, Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia (Surabaya: Jauhar, 2010), 39
8
Bernard H.M.Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008), 197

9
Grebeg yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri gunungan
yang merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan hari
besar Islam, sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya Idul Fitri, dan Grebeg
Maulud padad bulan Rabiul awal. Adanya suasana yang aman, damai dan tenteram,
maka berkembang juga kesustraan Jawa. Sultan agung sendiri mengarang Kitab Sastra
Gending yang berupa kitab filsafat.
7. Kerajaan Banjar
Semula Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama
Hindu. Pada akhir abad ke-15 Kalimantan Selatan masih dibawah pimpinan Kerajaan
Daha, yang pada saat itu dipimpin oleh Pangeran Sukarama, ia mempunyai tiga orang
anak yaitu Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung, dan Putri Galuh. Peristiwa
kelahiran Kerajaan Banjar bermula dari konflik yang dimulai ketika terjadi pertentangan
dalam keluarga istana.Konflik terjadi antara Pangeran Samudera dengan pamannya
Pamengaran Tumenggung, yang mana Pangeran Samudera adalah pewaris sah Kerajaan
Daha.9
Kerajaan ini muncul ketika terjadi peristiwa pertentangan dalam keluarga istana,
antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya yang
bernama Pangeran Tumenggung. Ketika Raja Sukarama hampir tiba ajalnya, Ia
berwasiat agar yang menggantikannya adalah cucunya Raden Samudera. Keempat
putranya tentu tidak menerima wasiat itu.
Pertentangan itu menimbulkan keluarnya Pangeran Samudera dari kerajaan
berkelana sampai ke kerajaan Demak. Ia meminta bantuan disana, dan akhirnya kerajaan
Demak mau membantu pangeran Samudera asalkan dia mau menganut ajaran Islam dan
akhirnya berhasil dan kerajaan itu berkembang menjadi kerajaan Islam.10
8. Kerajaan Kutai
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa
pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang diantaranya adalah Tuan Bandang, yang
dikenal dengan Dato‟ Ri Bandang dari Makasar, dan yang lainya adalah Tuan Tunggan
Parangan. Setelah pengislaman, Dato‟ Ri Bandang kembali ke Makasar dan Tuan
Tunggang kembali ke Kutai dan melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk
kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera dibangun masjid sebagai tempat pengajaran
agama Islam. Yang pertama adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian Pangeran,

9
Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: AlMa‟arif, 1979), 386.
10
Ibid. Badri Yatim. Hlm. 219-221

10
kemudian Para menteri, panglima dan hulubalang dan akhirnya rakyat biasa. Hal ini
terjadi pada tahun 1575 M.11
9. Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasanya
disebut dengan kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di semenanjung barat daya
pulau Sulawesi. Kerajaan tersebut menerima ajaran agama Islam dari Gresik atau Giri
yang tersebar dalam proses Islamisasi diseluruh nusantara.
Sebelum Islam masuk, kerajaan Gowa adalah bentukan dari 9 komunitas ada yang
melebur menjadi satu pemerintahan, dikenal dengan sebutan Bate Salapang, yakni
Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili.
Gowa dan Talo awalnya adalah dua kerajaan yang berbeda, dipimpin oleh putra dari
Raja Gowa ke-6, Tonatangka Lopi. Mereka adalah Batara Gowa, yang melanjutkan
kekuasaan ayahnya di wilayah kerajaan Gowa, dan Karaeng Loe ri Sero, yang diberi
wilayah untuk kemudian membangun kerajaan Tallo.
Dalam perjalanannya, dua kerajaan bersaudara itu selalu berperang untuk saling
menguasai wilayah Sulawesi Selatan. Hingga akhirnya kedua kerajaan itu dapat
disatukan oleh Daeng Matanre Karaeng Tumparisi Kallonna. Bergabungnya Tallo dalam
pemerintahan Gowa, membuat sistem kekuasaan di kerajaan itu pun diubah menjadi
sistem wewenang ganda. Para raja berasal dari keturunan Gowa, sedangkan perdana
menterinya berasal dari keturunan Tallo.
Kerajaan Gowa-Tallo berubah menjadi pemerintahan Islam ketika dipimpin oleh raja
I Mangari Daeng Manrabbia, atau Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna, dan
perdana menteri I Mallingkang Daeng Manyonri. Sejak saat itu, kesultanan Gowa-Tallo
menjadi pusat dakwah Islam di wilayah Sulawesi Selatan, dan Indonesia bagian timur.
Kesultanan ini disebut juga sebagai Serambi Madinah.12
10. Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku
Utara. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku dan sebagian
Papua. Tanah Maluku yang kaya akan rempah-rempah menjadikannya terkenal di dunia
Internasional dengan sebutan Spice Island.
Pada abad ke 12 M, Permintaan akan cengkeh dan Pala dari negara Eropa meningkat
pesat. Hal ini menyebabkan dibukannya perkebunan di daerah Pulau Buru, Seram dan

11
Ibid. Badri Yatim. Hlm. 221-222
12
Faisal Ardi Gustama. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta : Brillian

11
Ambon. Dengan adanya kepentingan atas penguasa perdagangan terjadilah persekutuan
daerah antara kerajaan. Persekutuan-persekutuan tersebut adalah Uli Lima (Persekutuan
Lima). Yaitu persekutuan antara lima saudara yang dipimpin oleh Ternate (yang
meliputi Obi, Bacan, Seram dan Ambon, serta Uli Siwa (persekutuan Sembilan) yaitu
persekutuan antara sembilan bersaudara yang wilayahnya meliputi Pulau Tidore,
Makyan, Jahilolo atau Halmahera dan pulau-pulau di daerah itu sampai Papua.
Antara kedua persekutuan tersebut telah terjadi persaingan yang sangat tajam. Hal
ini terjadi setelah para pedagang Eropa datang ke Maluku. Pada tahun 1512, bangsa
Portugis datang ke Ternate, sedangkan tahun 1521 bansa Spanyol datang ke Tidore.
Setelah 10 tahun berada di Kerajaan Ternate, bangsa Portugis mendirikan Benteng yang
diberi nama Sao Paolo. Menurut Portugis, benteng tersebut berguna untuk melindungi
Ternate dari Kerajaan Tidore. Namun hal tersebut hanyalah taktik Portugis agar mereka
dapat tetap berdagang dan menguasai Ternate. Pembangunan Benteng Soa Paolo
mendapat perlawanan dan salah seorang yang menantang kehadiran kekuasaan militer
Portugis tersebut yaitu Sultan Hairun. Beliau berkuasa di kerajaan Ternate sejak tahun
1559. Sultan tidak ingin perekonomian dan pemerintahan kerajaan di kuasai oleh bangsa
lain dan pendirian benteng tersebut dianggap menunjukkan niat buruk Portugis atas
Ternate. Ketidaksetujuan Sultan Hairun terhadap Portugis tidak berbentuk kekerasan,
sebaliknya Sultan Haitun bersedia berunding dengan Portugis di Benteng Sao Paolo.
Ternyata niat baik Sultan Hairun dimanfaatkan Portugis untuk menahannya di benteng
tersebut. Keesokan harinya Sultan Hairun telah terbunuh hal ini terjadi pada tahun 1570.
Wafatnya Sultan Hairun menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin besar. Sultan
Baabullah yang menjadi Raja Ternate berikutnya dan memimpin perang melawan
Portugis. Usaha ini menampakkan hasil pada tahun 1575, setelah Portugis berhasil
dipukul mundur dan pergi meninggalkan bentengnya di Ternate. Bangsa Portugis
bergerak ke Selatan dan Menaklukan Timor pada tahun 1578. Sultan Baabullah
kemudian memperluas kekuasaannya hingga Maluku, Sulawesi, Papua, Mindano dan
Bima. Keberhasilan pemerintahannya membuat Sultan Baabullah mendapat julukan
Tuan dari Tujuh Pulau Dua Pulau.13

13
Zuhri, Syaifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, Bandung: PT al Ma‟arif. 1981

12
B. Islam Nusantara
Terdapat beberapa definisi tentang Islam Nusantara yang dikemukakan oleh pemikir-
pemikir Islam, antara lain: “Islam Nusantara ialah paham dan praktek keislaman di bumi
Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realitas dan budaya setempat.”
Kemudian ada definisi yang senada, “Islam Nusantara adalah Islam yang khas ala
Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat
di tanah air”.14 Definisi pertama ini menunjukkan bahwa secara substantif, Islam Nusantara
merupakan paham Islam dan implementasinya yang berlangsung di kawasan Nusantara
sebagai akibat sintesis antara wahyu dan budaya lokal, sehingga memiliki kandungan nuansa
kearifan lokal (local wisdom).
Sedangkan definisi kedua merupakan Islam yang berkarakter Indonesia, tetapi juga
sebagai hasil dari sintesis antara nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal.
Hanya saja, wilayah geraknya dibatasi pada wilayah Indonesia, sehingga lebih sempit
daripada wilayah gerak dalam pengertian yang pertama yang menyebut bumi Nusantara.
Selanjutnya, terdapat pemaknaan Islam Nusantara yang ditekankan sebagai metodologi
dakwah yang berbeda dengan pemaknaan yang pertama maupun kedua, yaitu Islam Nusantara
adalah metodologi dakwah untuk memahamkan dan menerapkan universalitas (syumuliyah)
ajaran Islam sesuai prinsip-prinsip Ahlussunnah waljama‟ah, dalam suatu model yang telah
mengalami proses persentuhan dengan tradisi baik („urf shahih) di Nusantara, dalam hal ini
wilayah Indonesia, atau merupakan tradisi tidak baik („urf fasid) namun sedang dan/atau telah
mengalami proses dakwah amputasi, asimilasi, atau minimalisasi, sehingga tidak bertentangan
dengan diktum-diktum syari‟ah.15
Berdasarkan pertimbangan empat definisi tersebut, dapat ditegaskan bahwa Islam
Nusantara yang dimaksudkan di sini adalah merupakan model pemikiran, pemahaman, dan
pengamalan ajaran-ajaran Islam yang dikemas melalui budaya maupun tradisi yang
berkembang di wilayah Asia Tenggara. Adapun dari segi komponen keislamannya,
“Ortodoksi Islam Nusantara adalah kalam (teologi) Asy‟ariah, fiqh Syafi‟i, dan tasawuf al
Ghazali”.16
Disamping tiga komponen ini, dapat ditambah tiga komponen lagi untuk memperkokoh
konsep Islam Nusantara, yaitu komponen politik, pendidikan, dan budaya. Maka objek kajian
14
Zainul Milal Bizawie. 2015. Islam Nusantara Sebagai Subjek dalam Islamic Studies: Lintas Diskursus dan
Metodologis. Dalam Akhmad Sahal dan Munawir Aziz (Eds.), Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham
Kebangsaan. Bandung: Mizan.
15
Faris Khoirul Anam. 2015. Mabadi „Asyrah Islam Nusantara Memahami Sepuluh Prinsip Tema Peradaban Indonesia
dan Dunia. Malang: Darkah Media.
16
Azyumardi Azra. 2002. Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal, Bandung: Mizan

13
Islam Nusantara itu setidaknya harus meliputi enam komponen, yaitu kalam (teologi), fiqh,
tasawuf, politik, pendidikan, dan budaya (tradisi).
C. Tantangan Budaya Islam Dari Luar Di Era Modern
Kata modern disebut dengan modernisme, maka kata ini berarti gerakan yang bertujuan
menafsirkan kembali doktrin tradisional, menyesuaikannya dengan aliran-aliran modern
seperti filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Masyarakat Islam Modern berarti corak
pemikiran dalam Islam yang berlaku sesuai dengan tuntutan zaman.
Di Era modern seperti sekarang ini, umat Islam sering dihadapkan pada sebuah
tantangan, di antaranya adalah menjawab pertanyaan tentang di mana posisi Islam dalam
kehidupan modern, serta bentuk Islam yang bagaimana yang harus ditampilkan guna
menghadapi modernisasi dalam kehidupan publik, sosial, ekonomi, hukum, politik dan
pemikiran. Yang dimaksud dari akibat modernisasi di sini adalah perubahan yang biasanya
terjadi bersamaan dengan usaha modernisasi. Perubahan itu bisa terjadi dalam enam bidang
besar: demografi, sistem stratifikasi, pemerintahan, pendidikan, sistem keluarga, dan nilai,
sikap serta kepribadian. 17
Maka suatu kewajaran, jika manusia, kelompok masyarakat dan lingkungan hidup
mengalami perubahan,Islam yang merupakan agama rahmatan lil`alamin sebagai agama
yang sesuai untuk setiap masa dan tempat tentunya menyambut baik segala bentuk
perubahan yang bersifat positive itu. Ketika kita dihadapkan pada masalah modernisasi yang
semakin kompleks seperti sekarang ini maka tantangan kita untuk bisa memfilter semua itu
dan tetap menjaga kemurnian akidah dan kemantapan iman serta bagaimana kita tetap
menjaga keutuhan agama Islam.18
Islam merupakan agama yang sangat mendukung kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, Islam menghendaki manusia menjalankan yang didasarkan rasional atau akal dan
iman. Ayat-ayat al-TXU·an banyak memberi tempat yang lebih tinggi kepada orang yang
memiliki ilmu pengetahuan, Islam pun menganjurkan agar manusia jangan pernah merasa
puas dengan ilmu yang telah dimilikinya karena berapapun ilmu dan pengetahuan yang
dimilki itu, masih belum cukup untuk dapat menjawab pertanyaan atau masalah yang ada di
dunia.19

17
Siti Makhmudah. 2015. Dinamika Dan Tantangan Masyarakat Islam Di Era Modernisasi (Pemikiran Dan Kontribusi
Menuju Masyarakat Madani). JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi. Volume 1. Nomor
2. hal 245
18
Ibid, Siti Makhmudah. Hlm 245-246
19
Ibid, Siti Makhmudah. Hlm 248

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
a. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Pasai adalah Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di
pesisir timur laut Aceh. Kemunculan pertama kalinya diperkirakan abad ke-13 M, sebagai
proses dari hasil Islamisasi daerah-daerah pinggir pantai yang pernah disinggahi para
pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8, dan seterusnya. Bukti berdirinya
kerajaan ini adalah dengan adanya nisan kubur yang terbuat dari batu granit asal
Samudera Pasai. Dan nisan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan
tahun 1297 M.
b. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Aceh Besar.
Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini muncul atau
berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, diatas
puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497). Dialah yang membangun
kota Aceh Darussalam. Menurutnya pada masa pemerintahannya, Aceh Darussalam
mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan karena saudagar-saudagar
Muslim yang sebelumya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke
Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511 M. sebagai akibat penaklukan
Malaka Utara melalaui selat Karimata dari Portugis itu, jalan dagang yang sebelumaya
dari laut Jawa ke Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, kemudian ke Aceh.
Dengan demikian Aceh ramai dikunjungi saudagar dari berbagai negeri.
c. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa, kerajaan ini muncul ketika
melemahnya Raja Majapahit. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Walisongo
bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi Raja pertama kerajaan Demak. Gelar Raden
Fatah adalah Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin
Panatagama. Demak sebelumnya adalah Bintoro yang merupakan daerah asal Majapahit
yang diberikan oleh Raja Majapahit kepada Raden Patah.
d. Kerajaan Pajang

15
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam di
Demak. Kesultanan yang terletak di Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam
yang pertama yang terletak di pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang,
kekuasaaan dan kebesarannya kemudian diambil oleh kerajaan Mataram. Sultan atau Raja
yang pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, lereng gunung Merapi.
Oleh Raja Demak ketiga yaitu Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangklat sebagai Raja
pajang setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya.
e. Kerajaan Mataram
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta
bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi
dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang. Sebagai hadiah atasnya, Sultan
kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan
Raja-raja Mataram Islam kemudian. Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamanahan menempati
Istana barunya di Mataram. Dia digantikan putranya, Senopati, pada tahun 1584 dan
dikukuhkan sebagai Raja Mataram oleh Sultan Pajang.
f. Kerajaan Banten
Kerajaan di Banten merupakan perluasan Islam yang dilakukan oleh kerajaan
Cirebon yang dipimpin oleh Sunan Gunung jati. Perluasan wilayah itu dimulai dengan
pendudukan Sunda oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1527 M.
g. Kerajaan Banjar
Kerajaan ini muncul ketika terjadi peristiwa pertentangan dalam keluarga istana,
antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaann Daha, dengan pamannya yang
bernama Pangeran Tumenggung. Ketika Raja Sukarama hampir tiba ajalnya, Ia berwasiat
agar yang menggantikannya adalah cucunya Raden Samudera. Keempat putranya tentu
tidak menerima wasiat itu. Pertentangan itu menimbulkan keluarnya Pangeran Samudera
dari kerajaan berkelana sampai ke kerajaan Demak. Ia meminta bantuan disana, dan
akhirnya kerajaan Demak mau membantu pangeran Samudera asalkan dia mau menganut
ajaran Islam dan akhirnya berhasil dan kerajaan itu berkembang menjadi kerajaan Islam.
h. Kerajaan Kutai
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa
pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang diantaranya adalah Tuan Bandang, yang
dikenal dengan Dato‟ Ri Bandang dari Makasar, dan yang lainya adalah Tuan Tunggan
Parangan. Setelah pengislaman, Dato‟ Ri Bandang kembali ke Makasar dan Tuan
Tunggang kembali ke Kutai dan melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk

16
kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera dibangun masjid sebagai tempat pengajaran
agama Islam. Yang pertama adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian Pangeran, kemudian
Para menteri, panglima dan hulubalang dan akhirnya rakyat biasa. Hal ini terjadi pada
tahun 1575 M.
i. Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1406, Raja Ternate memeluk Islam, nama raja itu
adalah Vongi Tidore. Ia mengambil seorang istri keturunan Ningrat Jawa. Namun raja
yang benar-benar memeluk agama Islam adalah raja yang bernama Zayn Al-Abidin pada
tahun 1486-1500 M.
j. Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasanya
disebut dengan kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di semenanjung barat daya pulau
Sulawesi. Kerajaan tersebut menerima ajaran agama Islam dari Gresik atau Giri yang
tersebar dalam proses Islamisasi diseluruh nusantara. Kemudian kerajaan kembar Goa-
Tallo menyampaikan “pesan Islam” kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, yang
lebih tua, Wajo, Soppeng, dan Bone.
2. Islam Nusantara
Islam Nusantara yang dimaksudkan di sini adalah merupakan model pemikiran,
pemahaman, dan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang dikemas melalui budaya maupun
tradisi yang berkembang di wilayah Asia Tenggara. Adapun dari segi komponen
keislamannya, “Ortodoksi Islam Nusantara adalah kalam (teologi) Asy‟ariah, fiqh
Syafi‟i, dan tasawuf al Ghazali”.
3. Tantangan Budaya Islam Dari Luar Di Era Modern
Di Era modern seperti sekarang ini, umat Islam sering dihadapkan pada sebuah
tantangan, di antaranya adalah menjawab pertanyaan tentang di mana posisi Islam dalam
kehidupan modern, serta bentuk Islam yang bagaimana yang harus ditampilkan guna
menghadapi modernisasi dalam kehidupan publik, sosial, ekonomi, hukum, politik dan
pemikiran. Yang dimaksud dari akibat modernisasi di sini adalah perubahan yang
biasanya terjadi bersamaan dengan usaha modernisasi. Perubahan itu bisa terjadi dalam
enam bidang besar: demografi, sistem stratifikasi, pemerintahan, pendidikan, sistem
keluarga, dan nilai, sikap serta kepribadian.

17
DAFTAR PUSTAKA

Akhwan Mukarrom, Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia (Surabaya: Jauhar, 2010), 39


Ambari, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban. Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia,
Ciputat, Jakarta : PT Logos, 2001
Anam, Faris Khoirul. 2015. Mabadi „Asyrah Islam Nusantara Memahami Sepuluh Prinsip Tema
Peradaban Indonesia dan Dunia. Malang: Darkah Media
Azra, Azyumardi. 2002. Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal, Bandung: Mizan
Bernard H.M.Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia), 2008), 197
Bizawie, Zainul Milal. 2015. Islam Nusantara Sebagai Subjek dalam Islamic Studies: Lintas
Diskursus dan Metodologis. Dalam Akhmad Sahal dan Munawir Aziz (Eds.), Islam Nusantara
dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan. Bandung: Mizan
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta Timur : Penerbit Pustaka al Kautsar, 2010.
Djajadiningrat, Husein, Islam Di Indonesia, dalam Kennet W. Morgan. (edit) ”Islam Jalan Mutlak”.
Jakarta : Penerbit PT Pembangunan 1967
Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta : Brillian
Harun, Yahya. M. Sejarah Islam Nusantara, Abad XVI & XVII. Yogyakarta : Penerbit Kimia
Kalam Sejahtera. 1994
Makhmudah, Siti. 2015. Dinamika Dan Tantangan Masyarakat Islam Di Era Modernisasi
(Pemikiran Dan Kontribusi Menuju Masyarakat Madani). JURNAL LENTERA: Kajian
Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi. Volume 1. Nomor 2.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/pu
blications/177281-ID-dinamika-dan-tantangan-masyarakat-
islam.pdf&ved=2ahUKEwiKhKDjxaLtAhXczTgGHWAcBP0QFjACegQIEBAB&usg=AOv
Vaw1tD5s0S5Xz3fbSDJ_wcvpH. 27 November 2020
Rasyid Rizani, S.HI., M.HI (Hakim pada Pengadilan Agama Bajawa – NTT). Kerajaan-Kerajaan
Islam di Indonesia Sebelum Masa Penjajahan Belanda. http://konsultasi-hukum-
online.com/2013/06/kerajaan-kerajaan-islam-di-indonesia-sebelum-masa-penjajahan-
belanda/#. 29 November 2020.
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II). Jakarta: Rajawali Pers.
Zuhri, Syaifuddin, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung:
AlMa‟arif, 1979), 386.

18

Anda mungkin juga menyukai