Anda di halaman 1dari 16

KESULTANAN BANTEN

DISUSUN OLEH

JALUH USWATUN ZALSABINAR SETIOWATI


DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG

BAB 2

 PEMBENTUKAN AWAL

 PUNCAK KEJAYAAN

 PERANG SAUDARA

 PENURUNAN

 PENGHAPUSAN KESULTANAN

 AGAMA

 KEPENDUDUKAN

 PEMERINTAHAN

 DAFTAR PENGUASA BANTEN

BAB 3

 KESIMPULAN
BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

 Kesultanan Banten

Kesultanan Banten
Kasultanan Banten

1527–1813
 

   →
←  

Bendera
Wilayah Banten pada saat Maulana
Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda pada
kedua sisinya

Ibukota Surosowan, Kota Intan

Sunda, Jawa, Melayu, Ar
Bahasa
ab, [1]

Agama Islam

Pemerintahan Kesultanan

Sultan
1552–1570
 -  Maulana Hasanuddin
¹
 - 1651–1683 Ageng Tirtayasa
Sejarah  
Serangan
 - atas Keraja 1527
an Sunda

Aneksasi
 - oleh Hindia 1813
-Belanda

¹ (1527-1552 sebagai bawahan Demak)

Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri


di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan
Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan
menaklukan beberapa kawasan pelabuhan berikutnya menjadikannya sebagai
pangkalan militer serta kawasan perdagangan.

Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati  bertindak dalam penaklukan


[2]

tersebut. Sesudah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng


pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang berikutnya hari dijadikan pusat
pemerintahan sesudah Banten dijadikan kesultanan yang berdiri sendiri.

Selama hampir 3 masa zaman Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan


mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa
telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan
dengan daya global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta
ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten
atas wilayahnya. Daya politik Kesultanan Banten penghabisan runtuh pada
tahun 1813 sesudah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di
Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa penghabisan pemerintanannya, para
Sultan Banten tidak bertambah dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial
di Hindia Belanda.

BAB 2

Pembentukan awal

De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam (engraving) karya François Valentijn, Amsterdam, 1726 [3]
Pada awal mulanya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang adalah
anggota dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah
pemimpin Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan
wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Berikutnya dipicu oleh
beradanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini
dianggap bisa membahayakan jabatan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka
mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama
dengan Fatahillah memperagakan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan
Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu sedang adalah pelabuhan utama dari
Kerajaan Sunda. [4]

Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga


melanjutkan perluasan kekuasaan ke kawasan penghasil lada di Lampung. Dia
bertindak dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu dia juga telah
memperagakan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan
Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut. [5]

Seiring dengan kemunduran Demak terutama sesudah meninggalnya Trenggana,


[6]
 Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai membebaskan diri dan
dijadikan kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin,
naik tahta pada tahun 1570  melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman
[7]

Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Berikutnya dia


digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba
menguasai Palembang tahun 1596 sebagai anggota dari usaha Banten dalam
mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena dia meninggal
dalam penaklukkan tersebut. [8]

Pada saat Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, dia dijadikan raja pertama


di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan
nama Arab Sisa dari pembakaran al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir . Pada saat ini
Sultan Banten telah mulai secara intensif memperagakan hubungan diplomasi
dengan daya lain yang berada pada waktu itu, salah satu dikenali surat Sultan
Banten untuk Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 untuk Charles I. [1]
Puncak kejayaan

Kesultanan Banten adalah kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam


menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung,
meletakkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan
Banten dijadikan bertambah sempurna pesat, dijadikan salah satu pusat niaga yang
penting pada saat itu.  Perdagangan laut dijadikan bertambah sempurna ke semua
[9]

Nusantara, Banten dijadikan kawasan multi-etnis. Ditolong


orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang
dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
[10]

Saat Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai saat kejayaan


Banten.  Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, didirikan atas
[11]

contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa memperagakan pekerjaan


pada Kesultanan Banten.  Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga
[12]

mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan


Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661.  Pada saat ini Banten juga
[13]

berupaya keluar dari tekanan yang diterapkan VOC, yang sebelumnya telah
memperagakan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten. [12]

Perang saudara

Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, belakang suatu
peristiwa perebutan kekuasaan dan pertentangan selang Sultan Agengdengan
putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan untuk Sultan Haji, sehingga perang
saudara tidak bisa dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji
atau Sultan Sisa dari pembakaran Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2
orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan
dukungan serta pertolongan persenjataan.  Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa
[1]

mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang dinamakan dengan Tirtayasa,


namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga diduduki oleh Sultan Haji
bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran
Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda.
Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap berikutnya ditahan di Batavia.
Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan
Ageng yang sedang berada dalam pemimpin Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf.
Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta
pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pemimpin Letnan Johannes Maurits
van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14
Desember 1683 mereka sukses menawan Syekh Yusuf.  Sementara sesudah terdesak
[14]

hasilnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Berikutnya Untung


Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan
dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa
dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian
di selang mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler
dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya dijadikan
buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7
Februari 1684 mencapai di Batavia. [15]

Penurunan

Pertolongan dan dukungan VOC untuk Sultan Haji harus dibayar dengan
memberikan kompensasi untuk VOC di selangnya pada 12 Maret 1682, wilayah
Lampung diserahkan untuk VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji untuk
Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di
Banten. Surat itu berikutnya ditetapkan dengan surat akad tanggal 22
Agustus 1682 yang membuat VOC mendapatkan hak monopoli perdagangan lada di
Lampung.  Selain itu berdasarkan akad tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga
[16]

harus mengganti kerugian belakang suatu peristiwa perang tersebut untuk VOC. [17]

Sesudah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan


pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten
harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia.
Sultan Sisa dari pembakaran Fadhl Muhammad Yahya diangkatkan mengantikan
Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, berikutnya digantikan oleh
saudaranya Pangeran Raja muda dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad
Zainul Abidin dan berikutnya dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari
Banten.
Perang saudara yang berlanjut di Banten meninggalkan ketidakstabilan
pemerintahan saat berikutnya. Konfik selang keturunan penguasa Banten  maupun [18]

gejolak ketidakpuasan warga Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan
Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada saat penghabisan
pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di selangnya
perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Belakang suatu peristiwa konflik yang
berkepanjangan Sultan Banten kembali berharap pertolongan VOC dalam meredam
beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah dijadikan vassal
dari VOC. [13]

Penghapusan kesultanan

Reruntuhan Kraton Sultan pada tahun 1859 (gambar oleh C. Buddingh dari Geschiedenis van Nederlandsch Indië atau "Sejarah Hindia
Belanda")

Reruntuhan Kraton Kaibon, kesan istana kediaman Ibu Suri Sultan Banten, pada tahun 1933

Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda


1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan
pulau Jawa dari serangan Inggris.  Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk
[19]

memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk


membangun pelabuhan yang direncanakan akan didirikan di Ujung Kulon. Sultan
menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan
penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta
keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan berikutnya dipenjarakan
di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq
Zainulmutaqin berikutnya diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November
1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah
Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda. [20]

Kesultanan Banten resmi ditiadakan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.


 Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
[21]

Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.


Peristiwa ini adalah pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan
Banten.

Agama

Lukisan litograf Masjid Luhur Banten pada kurun 1882-1889.

Berdasarkan data arkeologis, saat awal warga Banten dipengaruhi oleh beberapa
kerajaan yang membawa keyakinan Hindu-Budha,
seperti Tarumanagara, Sriwijaya dan Kerajaan Sunda.

Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung


Jati bersama Maulana Hasanuddin, memperagakan penyebaran agama Islam secara
intensif untuk penguasa Banten Girang beserta penduduknya. Beberapa kisah mistis
juga mengiringi anggota islamisasi di Banten, termasuk ketika pada saat Maulana
Yusuf mulai menyebarkan dakwah untuk penduduk pedalaman Sunda, yang
ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.

Islam dijadikan pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki
silsilah mencapai untuk Nabi Muhammad, dan meletakkan para ulama memiliki
pengaruh yang luhur dalam kehidupan warganya, seiring
itu tarekat maupun tasawuf juga dijadikan bertambah sempurna di Banten.
Sementara norma budaya warga menyerap Islam sebagai anggota yang tidak
terpisahkan. Beberapa tradisi yang berada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di
warga, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus.

Kadi memperagakan peranan penting dalam pemerintahan Kesultanan Banten,


selain bertanggungjawab dalam penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama,
juga dalam penegakan hukum Islam seperti hudud. [22]

Toleransi umat beragama di Banten, dijadikan bertambah sempurna dengan sama


berat. Walau didominasi oleh muslim, namun komunitas tertentu diperkenankan
membangun fasilitas peribadatan mereka, di mana sekitar tahun 1673 telah berdiri
beberapa klenteng pada kawasan sekitar pelabuhan Banten.

Kependudukan

Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yang jumlah serta
multi-etnis. Mulai dari Jawa, Sunda dan Melayu. Sementara golongan
etnis nusantara lain dengan jumlah signifikan selang lain Makasar, Bugis dan Bali.

Dari beberapa sumber Eropa dibicarakan sekitar tahun 1672, di Banten


diperkirakan terdapat selang 100 000 mencapai 200 000 orang lelaki yang siap
untuk berperang, sumber lain menyebutkan, bahwa di Banten bisa direkrut
sebanyak 10 000 orang yang siap memanggul senjata. Namun dari sumber yang
paling bisa diandalkan, pada Dagh Register-(16.1.1673) menyebutkan
dari sensus yang diterapkan VOC pada tahun 1673, diperkirakan penduduk di kota
Banten yang mampu memakai tombak atau senapan berjumlah sekita 55 000 orang.
Bila keseluruhan penduduk dihitung, apa pun kewarganegaraan mereka,
diperkirakan berjumlah sekitar 150 000 penduduk, termasuk perempuan, anak-
anak, dan lansia. [23]

Sekitar tahun 1676 ribuan warga Cina mencari suaka dan memperagakan


pekerjaan di Banten. Gelombang migrasi ini belakang suatu peristiwa
berkecamuknya perang di Fujian serta pada kawasan Cina Selatan yang lain. Warga
ini umumnya membangun pemukiman sekitar pinggiran pantai dan sungai serta
memiliki proporsi jumlah yang signifikan dibandingkan warga India dan Arab.
Sementara di Banten beberapa golongan warga Eropa
seperti Inggris, Belanda, Perancis, Denmark dan Portugal juga telah membangun
pemondokan dan gudang di sekitar Ci Banten.

Perekonomian

Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di


bidang perdagangan untuk kawasan pesisir, pada kawasan pedalaman
pembukaan sawah mulai dikenalkan. Asumsi ini dijadikan bertambah sempurna
karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak,
perekonomian warganya ditopang oleh cara perladangan, sebagaimana penafsiran
dari naskah sanghyang siksakanda ng karesian yang menceritakan beradanya
istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga
istilah ini jelas bertambah untuk sistem ladang, begitu juga dengan nama
peralatanya seperti kujang, patik, baliung, kored dan sadap.

Pada saat Sultan Ageng selang 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan luhur
diterapkan untuk mengembangkan pertanian. Selang 30 dan 40 km kanal baru
didirikan dengan memakai tenaga sebanyak 16 000 orang. Di
sepanjang kanal tersebut, selang 30 dan 40 000 ribu hektar sawah baru dan ribuan
hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditaruh di atas tanah tersebut,
termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang
didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan
Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan. [13]

Tak bisa dipungkiri mencapai pada tahun 1678, Banten telah dijadikan


kota metropolitan, dengan jumlah penduduk dan kekayaan yang dipunyainya
menjadikan Banten sebagai salah satu kota terbesar di dunia pada saat tersebut. [23]

Pemerintahan

Bendera Kesultanan Banten, versi pelat Jepang tahun 1876.


Sesudah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasanya memakai
gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat gelar Pangeran
Ratu, Pangeran Raja muda, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang
oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan
gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yang memiliki peran dalam
administrasi pemerintahan. Sementara pada warga Banten terdapat
golongan bangsawan yang digelari dengan tubagus (Ratu Bagus), ratu atau sayyid,
dan golongan khusus lainya yang mendapat jabatan istimewa adalah terdiri atas
kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.

Pusat pemerintahan Banten berada selang dua buah sungai adalah Ci Banten dan Ci


Karangantu. Di kawasan tersebut dulunya juga didirikan pasar, alun-
alun dan Istana Surosowan yang dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara
disebelah utara dari istana didirikan Masjid Luhur Banten dengan menara memiliki
bentuk mercusuar yang kemungkinan dulunya juga berfungsi sebagai menara
pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten.

Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada selang Masjid


Luhur Banten dan Ci Banten, dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara
pada kawasan alun-alun terdapat paseban yang digunakan oleh Sultan Banten
sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat untuk rakyatnya. Secara
keseluruhan rancangan kota Banten memiliki bentuk segi empat yang dipengaruhi
oleh pemikiran Hindu-Budha atau representasi yang dikenal dengan nama mandala.
 Selain itu pada kawasan kota terdapat beberapa kampung yang
[13]

mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan (Persia) dan Kampung Pecinan.

Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten,


pemungutan cukai ini diterapkan oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang
dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yang terkenal pada saat Sultan Ageng
bernama Syahbandar Kaytsu.

Daftar penguasa Banten


 Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
 Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
 Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596
 Sultan Sisa dari pembakaran al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau
Pangeran Ratu 1596 - 1647
 Sultan Sisa dari pembakaran al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
 Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Sisa dari pembakaran al-Fath Abdul
Fattah 1651-1682
 Sultan Haji atau Sultan Sisa dari pembakaran Nashar Abdul
Qahar 1683 - 1687
 Sultan Sisa dari pembakaran Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
 Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
 Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747
 Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750
 Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773
 Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 - 1799
 Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
 Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
 Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813

Warisan sejarah

Sesudah ditiadakannya Kesultanan Banten, wilayah Banten dijadikan anggota dari


kawasan kolonialisasi. Pada saat pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten
dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut dijadikan anggota
dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan saat lalu Kesultanan Banten menginspirasikan
warganya untuk menjadikan kawasan Banten kembali dijadikan satu kawasan
otonomi, reformasi pemerintahan Indonesia bertindak mendorong kawasan Banten
sebagai provinsi tersendiri yang berikutnya ditetapkan menempuh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2000.

Selain itu warga Banten telah dijadikan satu golongan etnik tersendiri yang
diwarnai oleh perpaduan antar-etnis yang pernah berada pada saat kejayaan
Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan warga Banten sebagai
salah satu daya yang dominan di Nusantara.
BAB 3

KESIMPULAN

Pada awal mulanya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang adalah
anggota dari kerajaan sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di
Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke kawasan
penghasil lada di Lampung. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik
tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi banten ke kawasan pedalaman sunda
dengan menaklukkan pakuan pajajaran tahun 1579. Berikut dia di gantikan dengan
anak nya Maulana Muhammad, Yang mencoba menguasai palembang tahun 1596
sebagai anggota dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan portugal di
Nusantara. Namun, gagal karena dia meninggal dalam penaklukan tersebut.

Pada saat ini Sultan Banten telah mulai secara intensif memperagakan hubungan
diplomasi Dengan daya lain yang berada pada waktu itu, walah satu dikenali surat
Sultan Banten untuk Raja Inggris, James I tahun 1605 dari tahun 1629 untuk
Charles.

Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yang jumlah serta
multi-etnis. Dari beberapa sumber di Eropa dibicaarakan sekitar tahun 1672di
Banten di perkirakan terdapat selang 100.000 mencapai 200.000 lelaki yang siap
untuk berperang. Sumber lain nenyebutkan bahwa banten bisa direkrut sebanyak
10.000 orang yang siap memanggul senjata. Namun dari sumber yang paling bisa di
andalkan mengatakan, pada Dagh Register menyebutkan dari sensus yang di terap
kan VOC pada tahun1673, diperkirakan penduduk di kota Banten yang mampu
memakai tombak atau senapan berjumlah sekitar 56.000 orang pada tahun1676.
Ribuan warga cina mencari suaka dan memperagakan pekerjaan di banten.

Sementara di Banten beberapa golongan warga Eropa seperti Inggris, Belanda,


Prancis, Portugal, dan Denmark juga membangun pemondokan dan gudang
disekitar Ci Banten

Anda mungkin juga menyukai