Anda di halaman 1dari 25

Kesultanan

Kadriah
Pontianak Kelompok 7
X IPA 7
Andi Bau Ilham Swaldika (07)
Indria Nabiilah Putri Y (17)
Novita Indahsari (27)
Kesultanan Kadriah Pontianak
Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman
Alkadrie, seorang putra ulama keturunan Arab
Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari
Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang
ditandai dengan membuka hutan di persimpangan
Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai
Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah
sebagai tempat tinggal. Pada tahun 1778 (1192 H),
Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan
Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai
dengan berdirinya Masjid Jami Pontianak (kini
bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan
Istana Kadariyah yang sekarang terletak di
Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak
Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
01
Letak Kesultanan Kadriah
Pontianak
Istana Kadriah berada di Kampung Beting,
Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak
Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan
Barat. Letaknya tidak jauh dari pusat Kota
Pontianak, dan dapat dijangkau melalui jalur
sungai dan darat. Kerajaan Pontianak
diperkirakan terletak di dekat pertemuan tiga
sungai besar, yaitu Sungai Kapuas dengan
Sungai Landak sebagai cabangnya.
Terdapat tiga nama sungai dari titik ini, yaitu
Sungai Landak yang mengalir dari timur laut,
Sungai Kapuas Kecil dari arah timur, serta
Sungai Kapuas Besar sebagai pertemuan
keduanya mengaliri arah barat dan bermuara di
laut.
02
Awal Mula
Berdiri
Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie, merupakan putra Habib
Husein Alkadrie, ulama penyebar Islam di Pontianak asal Arab. Sejarah awal mula
berdirinya kesultanan ini ditandai dengan keinginan Syarif Alkadrie dan saudara-
saudaranya beserta para pengikutnya untuk mencari tempat tinggal setelah ayahnya
meninggal pada tahun 1184 H di Kerajaan Mempawah. Dengan menggunakan 14 perahu
mereka menyusuri Sungai Peniti hingga pada akhirnya mereka menetap di sebuah
tanjung bernama Kelapa Tinggi Segedong.

Namun, Syarif Alkadrie merasa bahwa tempat tersebut tidak tepat untuk didiami,
akhirnya mereka melanjutkan perjalanan balik ke hulu sungai melalui Sungai Kapuas
Kecil. Ketika menyusuri sungai tersebut rombongan Syarif Alkadrie menemukan sebuah
pulau kecil bernama Batu Layang. Mereka kemudian singgah sejenak. Konon mereka
pernah diganggu oleh hantu-hantu di sana yang menyebabkan Syarif Alkadrie meminta
anggotanya untuk mengusirnya. Setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan
menyusuri Sungai Kapuas.
Pada tanggal 23 Oktober1771 (14 Rajab 1184 H), tepatnya menjelang subuh, mereka akhirnya
sampai di persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Rombongan Syarif Alkadrie
kemudian menebang pohon-pohon di hutan selama delapan hari guna keperluan membangun
rumah, balai, dan sebagainya

Di tempat itulah Kesultanan Kadriah berdiri beserta Masjid Djami‘(yang telah berdiri
sebelumnya) dan Keraton Pontianak (yang berdiri setelah berdirinya kesultanan). Pada tanggal
8 bulan Sya‘ban tahun 1192 H, Syarif Alkadrie akhirnya dinobatkan sebagai Sultan Pontianak
(Kesultanan Kadriah) dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Acara
penobatan tersebut juga dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu, dan
Matan. Kesultanan ini merupakan kerajaan paling akhir yang ada di Kalimantan dan sebagai
cikal bakal berdirinya Kota Pontianak. Setelah kesultanan Kadriah berakhir, sistem
pemerintahan kesultanan secara otomatis berubah menjadi sistem pemerintahan Kota
Pontianak.
03
Masa Keemasan
Masa Keemasan/Kejayaan
Sebagai kerajaan terakhir di Kalimantan Barat, perkembangan Kesultanan
Kadriah Pontianak bisa dibilang cukup pesat di bawah kepemimpinan
Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie.
Kesultanan Kadriah Pontianak mengalami masa kejayaannya, karena
pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie begitu giat
mengembangkan perdagangan.
Relasi antarpelabuhan Sambas, Sellakau, Sebakau, dan Singkawang
bergulir lancar.
Perkembangan relasi dagang dengan para saudagar Cina, India, dan Eropa
pun demikian.
Abdurrahman memanfaatkan kedudukan kuatnya sebagai upaya
melakukan ekspansi untuk menaklukkan Kerajaan Sanggau.
Kendati Kerajaan Sanggau selaku vazal (negeri bawahan) Kerajaan
Banten merasa terancam, Banten tak berdaya membantu mereka.
Banten akhirnya menyerahkan kekuasaan Sanggau pada Kesultanan
Pontianak.
04
Runtuhnya Kesultanan
Kadriah Pontianak
Runtuhnya Kesultanan Kadriah Pontianak

Kelahiran Pontianak yang berbarengan dengan bercokolnya imperialisme Barat, menimbulkan tekanan
terhadap kehidupan kesultanan ini di bawah eksploitasi kekuasaan mereka. VOC yang terlalu mencampuri
persoalan internal kerajaan, melibatkan Pontianak dalam perseteruan politik dan ekonomi antarkerajaan.

Adanya konflik perbatasan Mempawah dan Sambas menambah rumit perebutan kekuasaan di wilayah
Kalimantan Barat. Kendatipun terselesaikan lewat perantara Syarif Abdurrahman Al Qadri selaku Sultan
Pontianak, pertentangannya dengan Panembahan Mempawah meningkat.

Faktor ini tak pelak menjadi sebab-musabab kemunduran Kesultanan Kadriah Pontianak. Setelah mengalami
beragam kemunduran, Kesultanan Kadriah Pontianak pun tak kuasa lagi menopang dirinya dari
kemungkinan keruntuhan.
Kesultanan Kadriah Pontianak runtuh pada saat kepemimpinan Sultan Syarif Muhammad sedang redup.
Runtuhnya Kesultanan Kadryiah Pontianak

Pada saat itu pula, bala tentara Kekaisaran Jepang yang datang ke Pontianak (sekitar 1942) bersekutu
dengan Belanda dan menghancurkan kerajaan. Penghancuran dilakukan melalui serangkaian penangkapan
yang terjadi antara September 1943 hingga awal 1944.

Jepang juga menyiksa dan membunuh ribuan penduduk Pontianak dan sekitarnya.
Mereka menewaskan Sultan Syarif Muhammad beserta sejumlah anggota keluarga dan kerabat kesultanan,
pemuka adat, para cendekiawan, dan tokoh masyarakat Pontianak pada 28 Juni 1944.

Tragedi berdarah ini dikenal dengan sebutan “Peristiwa Mandor”.


Pembunuhan dan tindakan semena-mena ini pun memelopori Perang Dayak Desa.
Jenazah Sultan Syarif Muhammad baru ditemukan Syarif Hamid Alkadrie (putra beliau) pada 1946. Syarif
Hamid dapat terselamatkan dari pembantaian massal, karena sedang tidak berada di Pontianak. Beliau
menjadi tahanan perang Jepang di Batavia sejak 1942 hingga kebebasannya pada 1945.
05
Periode
Kepemimpinan
Periode Kepemimpinan
Kesultanan Kadriah dipimpin oleh delapan sultan, yaitu sejak tahun
1771 hingga tahun 1950 sebagaimana berikut ini:

● Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808)

● Sultan Syarif Kasim Alkadrie (1808-1819)

● Sultan Syarif Osman Alkadrie (1819-1855)

● Sultan Syarif Hamid Alkadrie (1855-1872)

● Sultan Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895) Sultan Syarif Hamid Alkadrie


Sultan Syarif Muhammad Alkadrie

● Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (1895-1944)

● Sultan Syarif Thaha Alkadrie (1944-1945)

● Sultan Syarif Hamid II Alkadrie (1945-1950)

● Sultan Syarif Abubakar Alkadrie (2004-2017)


Sultan Syarif Hamid II Alkadrie
Sultan Syarif Abubakar Alkadrie
● Sultan Syarif Mahmud Alkadrie (2017-sekarang)
06
Kehidupan
Ekonomi
Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang pertanian, mereka
Pelabuhan menghasilkan Padi, Jeruk Pontianak, Perdagangan
,Jagung, Kelapa Sawit, dll.

Karena didukung adanya jalur pelayaran Perdagangan merupakan kegiatan yang


dan perdagangan yang menyebabkan Pertanian menopang kehidupan ekonomi di Kerajaan
kapal nusantara dan kapal asing yang Pontianak. Kegiatan perdagangan berkembang
datang ke pelabuhan tersebut untuk pesat karena letak Pontianak yang berada di
memasarkan berbagai jenis barang persimpangan 3 sungai. Pontianak juga
dagang. Pontianak memiliki hubungan membuka pelabuhan sebagai tempat interaksi
dagang yang luas. Selain dengan VOC, dengan pedagang luar.
pedagang Pontianak melakukan hubungan Komoditas utamanya antara lain :
dagang dengan pedagang dari berbagai Garam, berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang,
daerah. Kerajaan Pontianak kemudian karet, tepung sagu, gambir, ,pinang, sarang
menerapkan pajak bagi pedagang dari luar burung, kopra, lada, dan kelapa.
daerah yang berdagang di Pontianak.
07
Kehidupan Politik
Kehidupan Politik
Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun
1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah berkuasa.
Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak
daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga
berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada tahun 1943-1945, pejuang-pejuang di
Kalimantan Barat ikut berjuang melawan kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang
dilakukan pejuang-pejuang di Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943
terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh
masyarakat dari berabagai golongan. Mereka bersepakat untuk merebut kekuasaan dari
pemerintah kolonial Jepang dan mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat dengan lengkap
18 menterinya.escribe the topic of the section
08
Kehidupan Sosial
Kehidupan Sosial
Penduduk asli daerah ini adalah Suku Dayak.
Setelah Pontianak berdiri, beberapa suku dari daerah-daerah
lain berdatangan.
Mulai dari dalam hingga luar wilayah Kalimantan Barat.
Masyarakat Pontianak dikelompokkan secara sosial
berdasarkan identitas kesukuan, agama, dan ras.
Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu
1. Komunitas suku Dayak yang tinggal di daerah pedalaman.
Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan
kesamaan dan kesatuan sosio-kultural.
2. komunitas Melayu, Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai
penganut Islam terbesar di daerah ini yang lebih
menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa.
3. Imigran Cina yang tinggal di daerah pesisir, yang dikenal
sebagai satu kesatuan sosio-ekonomi.
09
Peninggalan
Sejarah
Masjid Sultan Syarif
Istana Kadriah Abdurrahman Makam Batu Layang
Keraton Kadriah (Istana Masjid Jami' Pontianak atau Makam Kesultanan Pontianak di
Kadriah) adalah istana dikenal juga dengan nama Batu Layang merupakan aset
Kesultanan Pontianak yang Masjid Sultan Syarif warisan Kesultanan
dibangun pada dari tahun 1771 Abdurrahman adalah masjid Pontianak.Komplek pemakaman
sampai 1778 masehi. Sayyid tertua dan terbesar di Kota dikhususkan bagi para Sultan
Syarif Abdurrahman Al-qadrie Pontianak, Provinsi Kalimantan Pontianak dan keluarganya. Makam
adalah sultan pertama yang Barat, Indonesia. Masjid ini Sultan Pontianak terletak di tepian
mendiami istana tersebut. merupakan satu dari dua Sungai Kapuas yang dahulunya
Keraton ini berada di dekat bangunan yang menjadi hanya dapat ditempuh dengan
pusat Kota Pontianak, pertanda berdirinya Kota berjalan kaki, namun saat ini akses
Kalimantan Barat. Pontianak pada 1771 Masehi, menuju lokasi tersebut sudah dapat
selain Keraton Kadriyah. mengunakan kendaraan.
Meriam Timbul Cermin Pecah Seribu Tugu Peringatan 40 Tahun Sultan
Muhammad Alkadrie
Meriam ini biasa disebut Di dalam istana juga terdapat
masyarakat sebagai meriam cermin pecah seribu atau yang Di bagian kanan gerbang, terdapat sebuah
keramat, atau meriam timbul. sering disebut Kaca Seribu. Kaca tugu yang merupakan bagian dari Istana
Meriam terbuat dari besi tersebut Seribu ini dikatakan ajaib karena Kadriah. Tugu ini dikenal dengan Tugu
memang peninggalan Sultan bisa melihat 1000 wajah siapapun Peringatan 40 Tahun Sultan Muhammad
Syarif Abdurrahman. Terletak di yang mendekat kepadanya. Kaca Alkadrie. Sepuluh tonggak mengelilingi
atas bukit kecil tepi sungai, persis tersebut terpajang diruang utama tugu. Dengan rantai yang saling
10 meter di depan makam. Posisi singgasana raja, saling berhubungan di bawah naungan langit biru.
moncong meriam lurus ke arah berhadapan dari sisi kanan dan Bangunan pusaka yang berhiaskan warna
muara pintu masuk Sungai kiri. kuning sebagai warna yang padu.
Kapuas. Menjulang tegak menandakan struktur
bangunan yang kukuh.
Tugu Peringatan 40 Tahun Sultan Muhammad Alkadrie

“Dengan Berkat Allah Ta’ala Beserta


Nabinja Saidina Mohamad
Selamatlah Seri Padoeka Yang Maha
Moelia Doeli Toeankoe Soeltan
Sjarief Moehamad Al Kadrie (Sultan
Ke VI) Ampat Poeloh Tahon
Memerintah Keradja-an Pontianak
Dari Tahon Arab 1312 Sampai 1352
Persembahan Tanda Bersetia Bakti
Dari Pada Sekalian Anak Ra’jat
Berserta Pendoedoek Keradja-an
Pontianak”
 
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai