Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“LAMPUNG PEPADUN”

DISUSUN OLEH :
1. AFRILIA NUR ADINDA
2. WANDA FEMILIA

SMAN 2 PADANG CERMIN


KEC. WAY RATAI KAB. PESAWARAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dengan mempelajari sejarah, manusia akan memperoleh banyak manfaat sehingga menjadi
lebih arif dan bijak. Oleh karena itu, sejarah harus disusun secara jujur, obyektif, dan tidak
direkayasa.
Makalah ini dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dari berbagai
lapisan dalam mendalami, memahami sejarah nasional dan umum.
Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada guru pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu, sehingga makalah sejarah ini dapat terselesaikan dan dimanfaatkan.
Kami juga menyadari atas kekurang sempurnaan makalah ini. Suatu kehormatan apabila
para pembaca yang budiman memberi masukan yang membangun. Terima kasih.

Way Ratai, 11 Oktober 2022

Kelompok
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Masyarakat Lampung Pepadun ..........................................................................3
B. Perbedaan Lampung Pepadun dengan Lampung Sai Batin................................4
BAB III PENUTUP.............................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masyarakat asli Lampung, terbagai dalam dua kelompok besar yaitu Pepadun dan Saibatin.
Kelompok Lampung Pepadun umumnya mendiami daerah pedalaman, sementara masyarakat
Lampung Saibatin lebih banyak mendiami wilayah sepanjang pantai timur, selatan, dan barat,
karenanya sering disebut juga sebagai Lampung Pesisir.
Baik Lampung Pepadun maupun Saibatin memiliki keunikan masing-masing dari segi adat
istiadat, busana, juga tatacara melangsungkan pernikahan. Selain itu di dalam upacara adat
lampung juga ada keunikan lainnya yaitu dengan adanya pesilat di depan arak-arakan yang
berfungsi sebagai pembuka jalan, hal ini menambah khasanah keragaman dan keindahan budaya
masyarakat Lampung.
Membahas tentang perbedaan ini bukan untuk mengelompok kan adat ataupun memecah
terkotak kotak. Berbeda bukan berarti harus terpecah dan terpisah akan tetapi tetap satu penuh
persatuan sesuai dengan lambang provinsi lampung yakni "Sai Bumi Rua Juarai". Dimana dua
suku lampung ini akan mudah kita kenali dengan ciri-ciri khas nya masing-masing. Terlebih
keduanya memiliki makna sejak zaman dahulu.
Saibatin memiliki makna satu batin atau satu junjungan. Sesuai dengan tatanan sosial yang ada
pada masyarakat Lampung Saibatin, yang memili satu raja adat saja setiap generasi
kepemimpinan. Suku Saibatin memiliki adat istiadat yang lebih cenderung bersifat aristokratis
dimana kedudukan/pangkat keadatan hanya dapat diwariskan dari satu garis keturunan.
Berbeda dengan masyarakat Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu yang dapat mengubah
status sosial kedudukan dimasyarakat. Inilah salah satu perbedaan yang paling terlihat dari
kedua adat antara Suku Saibatin dengan Pepadun.
Dari perbedaan saibatin dan pepadun memiliki satu kesatuan. Hal ini disebakan masyarakat
lampung menjunjung tinggi falsafah hidup secara turun temurun yakni "Piil Pesenggiri" yang
merupakan pedoman hidup orang lampung secara keseluruhan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah masyarakat Lampung Pepadun ?
2. Apa perbedaan masyarakat Lampung Pepadun dengan masyarakat Lampung Sai Batin?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami sejarah masyarakat Lampung Pepadun.
2. Memahami perbedaan masyarakat Lampung Pepadun dengan masyarakat Lampung Sai
Batin.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masyarakat Lampung Pepadun


Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun.
“Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu
dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini.
Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus
membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun
ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan
adat yang posisinya paling tinggi.
Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua kelompok adat besar dalam
masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi
Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya, masyarakat Pepadun awalnya berkembang di
daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan
dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi yang berlangsung dalam masyarakat secara turun
temurun.
Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:
1. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai,
Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur,
Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
2. Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan).
Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan,
dan Wiralaga.
3. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau
Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami
delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang
Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
4. WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima
keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami wilayah adat: Negeri
Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
5. Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi, Indor Gajah, Perja,
Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga
Mayang, Ketapang dan Negara Ratu.
Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan
bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari
keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam
adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status
kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari Penyimbang, dan
seperti itu seterusnya.
Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat, Pepadun cenderung
berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak
semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki
status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak
Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya
gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.
Dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun adalah Bahasa Lampung dengan
dialek “O”. Pelafalan yang diucapkan oleh masyarakat ini adalah pelafalan dengan irama atau
intonasi yang mengayun dan menekan. Tak jarang pengguna bahasa dialek “O” ini diidentikkan
sebagai masyarakat yang kurang ramah karena cara berbicaranya. Namun, ada beberapa daerah
masyarakat Lampung Pepadun yang juga menggunakan bahasa dialek “A” dalam bahasa
percakapan sehari-hari.

B. Perbedaan Lampung Pepadun dengan Lampung Sai Batin


Perbedaan masyarakat Lampung Suku Saibatin dan Pepadun sangat mudah ditebak. Dimana
suku Saibatin mendiami di daerah Pesisir Lampung mulai dari timur, selatan, hingga barat.
Wilayah yang mencakum penyebaran masyarakat Suku Saibatin yakni mencakup Lampung
Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pesawaran, Pringsewu Tanggamus, Lampung
Barat, dan Pesisir Barat.Berikut ini adalah beberapa perbedaan yang ada antara Lampung
Pepadun dan Lampung Sai batin.
1. Segi Bahasa (Dialek)
Segi bahasa ini dapat kita tebak dengan mudah. Untuk masyarakat lampung Sai Batin
berkomunikasi menggunakan dialek A (Api) yang bermakna "Apa". Contoh penggunaannya
"Api kabakh" yang berarti "Apa kabar?".
Kemudian suku pepadun memakai dialek O (Nyow) yang bermakna "Apa". Contoh kalimat
yang digunakan "Nyow Kabakh"? Ini berarti "Apa kabar?". Keduanya bisa kita lihat jelas
perbedaanya baik dari logatnya, dan kosakat yang diucapkan.
2. Pakaian Adat
Perbedaan yang paling jelas salah satunya dari segi pakaian adat. Walaupun keduanya
memakai pakai mahkota yakni siger tapi anda bisa melihat sendiri perbedaanya.Masyarakat
lampung sai batin menggunakan pakaian adat pernikahanya menggunakan warna merah dan
mahkota siger dengan 7 lekukan. Sedangkan pepadu pakaian adat berwarna putih dengan
siger 9 lekukan.
Siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan
batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar
pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas
dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata
lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak
menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.
Bentuk siger saibatin sangat mirip dengan Rumah Gadang Kerajaan Pagaruyung seperti
Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan
Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah
Minangkabau, Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin
mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah
berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak (Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa
dan Buay Belunguh), dimana pada masa masuknya Islam di daerah Lampung pada masa
kerajaan di tanah sekala bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di
sebarkan oleh Ratu Ngegalang Paksi.
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu
membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah
sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal
bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran
orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat dilihat dari
tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak
untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang
putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan
Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa
yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego.
Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru mirip
dengan buah sekala. Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa
kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi juga oleh
kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri, seperti Megou Pak
Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan),Pubian Telu
Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku
Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay
Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang
Jungur).

Gambar.1 (Siger dan Pakaian Khas Masyarakat Pepadun dan Sai Batin)

3. Pernikahan
Adat pernikahan dari Lampung Pepadun dan Lampung Sai Batin tentu berbeda. Dalam tata
cara masyarakat Lampung Pepadun, pernikahan bisa di lakukan dalam dua cara yaitu cara
pernikahan biasa (yang berlaku secara umum) atau pernikahan semanda yaitu pihak laki-laki
tidak membayar uang jujur tetapi suami & anak-anaknya kelak akan menjadi anggota
keluarga garis istri. Dengan demikian ketika ayah si istri meninggal, sang menantu dapat
menggantikan kedudukan mertuanya sebagai kepala keluarga. Hal ini bisa terjadi
disebabkan karena sang istri adalah anak tunggal dalam keluarganya atau alasan lainnya.
Secara prinsip, masyarakat Lampung mengikuti garis keturunan patrilinier.
Untuk lebih mengenal kebudayaan masyarakat lampung pepadun, terutama mengenai tata
cara adat perkawinannya, berikut akan dijelaskan rangkaian prosesi adat pernikahannya
yang memiliki keunikan tersendiri dibanding daerah lain.
a. Nindai/ Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan meneliti atau
menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang
gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei (cacak pepadun) akan dilakuakn acara
cangget pilangan yaitu sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga
calon pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan dibalai adat.
b. Be Ulih – ulihan (bertanya)
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan terhadap
sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan apakah gadis
tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot,
bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan
lebih lanjut.
c. Bekado
Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati
mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis makanan
& minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga.
d. Nunang (melamar)
Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang melamar
dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam
kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Jumlah
dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria
berdasarkan tingkatan marga(bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6).
Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak gadis
tersebut.
e. Nyirok (ngikat)
Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya
calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada
gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal
ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut.
Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat
pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih,
merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan
kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.
f. Menjeu ( Berunding)
Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin wanita untuk
berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang berhubungan denagn
besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus
menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung,
akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
g. Sesimburan (dimandikan)
Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin
wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo
lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi
bersam sambil saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan
terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
h. Betanges (mandi uap)
Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu
diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari
atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan
tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh
tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan tidak
mengeluarkan banyak keringat.
i. Berparas (cukuran)
Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acra berparas yaitu menghilangkan bulu-
bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan
mempermudah sang juru rias untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon
pengantin wanita. Pada malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-
kuku agar penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
j. Upacara Akad Nikah
Walau menurut adat, akad nikah dilakukan di kediaman pengantin pria tetapi sesuai
perkembangan Zaman dan kesepakatan keluarga, akad nikah banyak dilakukan di rumah
pengantin wanita. Rombongan pengantin pria dan pengantin wanita akan diwakili oleh
utusan yang disebut Pembareb. Kedua rombongan ini akan disekat atau di halangi oleh
appeng (selembar kain sebagai rintangan yang harus di lalui).
Jika sudah terjadi Tanya jawab antar pembareb, pembareb pihak pria akan memotong
appeng dengan alat terapang dan kemudian masuk kedalam rumah dengan membawa
barang seserahan berupa dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit),
aneka kue dan Uang adat. Lalu akad nikah pun dilakukan dan kedua pengantin
menyembah sujud pada orang tua.
k. Upacara Ngurukken Majeu / Ngekuruk
Hal yang tak kalah menarik dalam rangkaian upacara adat perkawinan masyarakat
lampung Pepadun adalah upacara adat ngurukken majeu yaitu saat pengantin wanita
secara resmi akan dibawa ke rumah pengantin laki-laki dengan naik rato yaitu kereta
beroda empat atau ditandu. Pengantin laki-laki berada di belakang dibagian depan
sambil memegang tombak. Sampai di rumah pengantin pria, mereka akan disambut
dengan tabuh-tabuhan dan seorang ibu akan menaburkan beras kunyit dan uang logam.
Di depan rumah juga tersedia pasu yaitu wadah dari tanah liat berisi air dan tujuh jenis
kembang sebagai lambing agar dalam rumah tangga keduanya dapat berdingin hati.
Selanjutnya kedua kaki pengantin wanita akan di celupkan dalam wadah tersebut lalu
kedua mempelai didudukan dengan kaki suami menindih kaki istrinya sebagai lambang
agar istri berlaku patuh pada suaminya. Lalu ibu pengantin laki-laki menyuapi keduanya
dengan nasi campur dan memberi minum lalu kedua mempelai saling memeakan
sirih.Setelah itu dilakukan upacara pemberian gelar denga menekan telunjuk tangan
secara bergantian. Sesudahnya kedua pengantin akan menaburkan kacang goreng dan
aneka permen kepada gadis-gadis lajang agar mereka segera mendapatkan jodoh.
Mereka juga akan saling berebut lauk-pauk, terutama dengan anak-anak kecil.
Maknanya agar keduanya segera memiliki keturunan.

4. Tempat Tinggal
Salah satu perbedaannya terletak pada tempat tinggalnya. Masyarakat lampung sai batin
tinggal di daerah pesisir seperti Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda,
Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak,
Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau,
Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung(empat kota ini ada di
Provinsi Sumatera Selatan), Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan
Bengkulu. Sedangkan masyarakat lampung pepadun yang tinggal di dataran tinggi seperti
Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, WayKanan Buway Lima
dan Sungkay Bunga Mayang.

5. Silsilah Keturunan
Perbedaan yang dapat kita lihat dari segi silsilah keturunanya. Dimana masyarakat sai batin
berasal dari kerjaan "Paksi Pak Skala Berak" dan masyarakat pepadun dari kerajaan "Abung
Siwo Megow".
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat Lampung terbagi menjadi dua yakni Lampung Pepadun dan Lampung Sai Batin.
Masyarakat lampung pepadun adalah masyarakat lampung yang berdomisili diwilayah dataran
tinggi seperti Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Way Kanan
Buway Lima dan Sungkay Bunga Mayang. Sedangkan masyarakat lampung saibatin adalah
masyarakat lampung yang tinggal di daerah pesisir seperti Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung,
Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh, Punduh
Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu
Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung(empat kota ini
ada di Provinsi Sumatera Selatan), Cikoneng di Pantai Banten.
Antara masyarakat pepadun dan saibatin pasti memiliki beberapa perbedaan anatar lain dapat
dilihat dari bahasa yang digunakan. Masyarakat Lampung pepadun menggunakan dialek O,
sedangkan masyarakat lampung sai batin menggunakan dialek A. Selain bahasa yang
digunakan, perbedaan yang menonjol juga terdapat pada Siger. Siger pada masyarakat pepadun
memiliki 5 lekukan sedangkan siger pada masyarakat saibatin memiliki 9 lekukakan.

B. Saran
Sebagai masyarakat yang hidup dilampung dan menikmati segala isi dibumi lampung, sudah
sepantasnya kita memahami tentang sejarah bumi lampung yang terbagi menjadi lampung
pepadun dan lampung saibatin.
DAFTAR PUSTAKA

Banun, L. (2018, Juli). Lampung, Sai Bumi Ruwa Jurai. Retrieved Oktober 2019, from
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/lampung-sai-bumi-ruwa-jurai/
Hasbundoya. (2018, Juli). Perbedaan Masyarakat Lampung Pepadun dan Sai Batin. Retrieved
Oktober 2019, from http://www.hasbundoya.com/2018/07/5-perbedaan-masyarakat-lampung-
sai.html
Iqbal. (2019, Februari). Upacara Pernikahan Adat Pepadun dan Sai Batin. Retrieved Oktober 2019,
from https://iqbalcesc.blogspot.com/2019/02/pernikahan-adat-sai-batin_771.html
Masyarakat Adat Lampung Pepadun. (n.d.). Retrieved Oktober 2019, from
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masyarakat-adat-lampung-pepadun
Wikipedia. (n.d.). Siger. Retrieved Oktober 2019, from https://id.wikipedia.org/wiki/Siger

Anda mungkin juga menyukai