Anda di halaman 1dari 17

UPACARA KELAHIRAN DAN KEMATIAN

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan Lampung)

Dosen Pengampu
Marzius Insani, S. Pd., M.
Pd. Chery Saputra, S. Pd., M.
Pd.

Disusun
Oleh :
Kelompok 8:

Ahmad Vaizin 2113033011


Anisa Siba Azzahra 2113033024
Indah Permatasari Martan 2113033027
Okta Mardalita 2113033034
Muhammad Hatta Fahada 2113033071
Abi Qolbi Umayroh Tio Putri 2113033075
Cristo Andrean Sihotang 2113033077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan Lampung, dengan judul:
“Upacara Kelahiran dan Kematian".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca.

Bandar Lampung, 28 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…...............................................................................................................i
Daftar Isi…........................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan….......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang….........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah….....................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
BAB II Pembahasan…........................................................................................................3
2.1 Pengertian Upacara Kelahiran......................................................................................3
2.2 Pengertian Upacara Kematian…..................................................................................3
2.3 Upacara Kelahiran Suku Lampung…..........................................................................4
2.3.1 Adat Kelahiran Anak Suku Lampung Pepadun…........................................4
2.3.2 Adat Kelahiran Anak Suku Lampung Saibatin.............................................6
2.4 Upacara Kematian Suku Lampung….........................................................................11
2.4.1 Upacara Kematian Suku Lampung Pepadun…............................................11
2.4.2 Upacara Kematian Suku Lampung Saibatin….............................................11
BAB III Penutup…............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan…..............................................................................................................12
3.2 Saran…........................................................................................................................12
Daftar Pustaka…................................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masyarakat Lampung mempunyai falsafah Sang Bumi Ruwa Jurai, yang artinya sebuah
rumah tangga dari dua garis keturunan, masing-masing melahirkan masyarakat beradat
pepadun dan masyarakat beradat saibatin.Sekarang, pengertian Sang Bumi Ruwa Jurai
diperluas menjadi masyarakat Lampung asli (suku Lampung) dan masyarakat Lampung
pendatang (suku-suku lain yang tinggal di Lampung). Nenek moyang orang Lampung
menurut legenda adalah Puyang Mena Tepik di negeri Sekala brak. Daerah ini dinamai
Lampung karena jika dilihat dari laut seperti bukit yang mengapung. Aksara Lampung
merupakan aksara “ka-ga-nga” yang mirip dengan aksara Batak, aksara Bugis, dan aksara
Sunda Kuna (bukan ha-na-ca-ra-ka). budaya lampung dalam tulisan ini, yakni kultur
kehidupan orang lampung.orang lampung ialah semua orang yang ayahnya adalah juga orang
lampung,kakak dan buyutnya memang pribumi lampung sejak dahulu kala, ber-kebuayan
yang jelas asal usulnya sebagai orang lampung. juga dianggap menjadi orang lampung, orang
yang sebelum dia lahir ayahnya (suku lain),tetapi telah dinaturalisasikan secara adat dengan
telah diakui menjadi anggota salah satu buay orang lampung, dan yang bersangkutan
mengimplementasikan adat lampung, maka orang tersebut adalah juga orang lampung.

Adat budaya Lampung yang diutarakan di sini, terbatas pada pilar yang sejalan dengan
ajaran agama islam, yang patut untuk dilestarikan sepanjang masih pada pola adat-istiadat
lampung. Berbicara mengenai suatu adat budaya daerah, tidak usah dikhawatirkan akan
dinilai mengembangkan pikiran primordial, bakal merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
pengungkapan ataupun pembahasan mengenai kebudayaan daerah, atau apa saja yang
berkaitan dengan daerah, sama sekali tidak akan membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa sepanjang ihwalnya masih dalam koridor wawasan kebangsaan karena kebudayaan
bangsa indonesia pada dasarnya totalitas dari kebudayaan daerah yang ada di seluruh
indonesia. Di Lampung ada dua bentuk masyarakat adat lampung: saibatin dan pepadun
kedua-duanya mempunyai kesamaan pada adat yang pokok dan beragama pada tata-laksana,
sarana dan busana adat istiadatnya, karena itu sering muncul pengertian yang salah, bahwa
orang lampung terdiri dari dua etnis berbeda. sebetulnya tidak berbeda, sekadar terdiri dari

1
dua jughai (zuriah) penganut adat lampung saibatin dan pepadun, pada satu tanah
bumi(lampung).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu :
1. Apa pengertian upacara kelahiran?
2. Apa pengertian upacara kematian?
3. Bagaimana upacara kelahiran suku Lampung?
4. Bagaimana upacara kematian suku Lampung?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa itu upacara kelahiran
2. Untuk mengetahui apa itu upacara kematian
3. Untuk mengetahui bagaimana upacara kelahiran pada suku Lampung
4. Untuk mengetahui bagaimana upacara kematian pada suku Lampung

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN UPACARA KELAHIRAN


Ritual upacara adat kelahiran adalah suatu tradisi turun temurun yang dilaksanakan oleh
sekelompok masyarakat yang bertujuan untuk mencari keselamatan dan juga ketentraman
dalam hidup. Melalui ritual upacara adat kelahiran tersebut masyarakat meyakini bahwasanya
tuhan ataupun nenek moyang mereka yang telah tiada akan melindungi mereka dalam
hidupnya. Pelaksanaan upacara adat kelahiran pada suatu kelompok masyarakat juga
umumnya terkait dengan dengan kepercayaan yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat
akan adanya suatu malapetaka yang akan terjadi pada anak-anak mereka.

2.2 PENGERTIAN UPACARA KEMATIAN


Kematian adalah sunnatullah, yang tidak bisa diubah oleh makhluk. Seperti air mani asal
manusia, seperti semua peristiwa alam semesta ini yang merupakan perintah Tuhan, udara
yang mengandung unsur oksigen, hidrogen, dan karbon dioksida yang menjadi sumber
kehidupan manusia. Kandungan unsurnya sama, tetapi komposisi unsur di udara, air dan
tanah tidak sama. Seseorang tidak dapat mengubah apa yang dimaksudkan Sang Pencipta.44
Kematian dalam kebudayaan sering disikapi sebagai ritualisasi. Alasannya adalah
kepercayaan Jawa menganggap kematian bukan sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari
kehidupan, orang Jawa melihat kematian bukanlah suatu perubahan status baru pada orang
yang meninggal dunia (mati), orang yang sudah meninggal dunia (mati) diangkat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang-orang yang masih hidup. Seluruh status yang dimiliki selama
hidup diganti dengan citra kehidupan yang luhur. Arti kematian dalam bahasa Jawa terkait
dengan gagasan kembali ke asal mula keberadaan, sangkan paraning dumadi. Seperti karakter
ritual lainnya, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa individu belaka. Kematian dianggap
sebagai peristiwa penting yang mempengaruhi semua yang hidup. Dalam tradisi Jawa,
kematian dianggap sebagai pintu gerbang menuju alam baka dan bertanggung jawab atas
segala tindakan dalam hidupnya di dunia.

Menurut sebagian ulama kematian didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup" atau "lawan kata
dari hidup". kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya atau sebelum

3
Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya. sedang kematian kedua saat ia
meninggalkan dunia yang fana ini." Ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits menunjukkan bahwa
kematian bukanlah ketiadaan hidup secara mutlak, tetapi kematian adalah ketiadaan hidup di
dunia, yang diartikan bahwa manusia yang meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di
alam lainnya dan dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya.

Upacara kematian adalah upacara yang dilakukan untuk melepas orang yang sudah
meninggal sebagai bentuk penghormatan terakhirnya di bumi. Upacara kematian. dilakukan
dengan disertai doa-doa untuk kebaikan jenazah dan sebagai pengingat kepada yang masih
hidup bahwa suatu saat akan mengikuti jejaknya.

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya upacara tradisi kematian merupakan suatu kegiatan turun
temurun memuliakan dan memberikan hak orang yang sudah meninggal dunia serta sebagai
pengingat bahwa setiap yang hidup akan kembali kepada Allah. Didalam pelaksanaan tradisi
upacara kematian memiliki banyak rangkaian kegiatan penyambung silaturahmi antar
manusia yang masih hidup.

2.3 UPACARA KELAHIRAN SUKU LAMPUNG


Indonesia terkenal akan berbagai macam adat istiadat dari sabang sampai merauke, dari
berbagai macam adat istiadat tersebut suku Lampung tentunya memiliki ritual adat yang
salah satunya adalah kelahiran anak yang dilakukan secara turun temurun dan hanya
dilakukan di daerah Lampung. Karena suku Lampung terbagi atas 2 golongan yakni
Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin maka keduanya memiliki tradisi yang sedikit
berbeda.

2.3.1 Adat Kelahiran Anak Suku Lampung Pepadun


Adapun adat kelahiran anak suku Lampung Pepadun adalah sebagai berikut:

a. Nyilih Dakhah, Nyilih Dakhah secara bahasa mempunyai arti mengganti darah.
Mengganti darah maksudnya memiliki dua arti, yaitu mengganti darah sang bayi
setelah sekian lama akhirnya terlahir ke dunia, menebus segala kekhawatiran orang
tuanya dengan rasa syukur atas kelahiran bayi dengan sehat walafiat dan selamat.
Kedua, makna mengganti darah sang ibu dengan tujuan magis agar darah kotor yang
terbuang (darah yang keluar dari tubuh sang ibu) sewaktu melahirkan dapat berganti

4
kembali dengan darah baru yang bersih, sehingga sang ibu diharapkan cepat dapat
sembuh seperti sedia kala. Nyilih Dakhah adalah proses menyembelih hewan segera
setelah bayi lahir. artinya tidak lama atau paling lama sehari setelah kelahiran sang
bayi, lebih cepat dilakukan lebih baik. Hewan yang disembelih untuk Nyilih Dakhah
biasanya adalah ayam, tidak pula ditentukan apakah harus ayam jantan atau betina
ataupun batasan umur dari ayam tersebut, yang jelas Nyilih Dakhah secara simbol
berarti untuk mengganti dan sebagai bentuk tanda syukur atas kelahiran seorang bayi
di tengah-tengah keluarga. Nyilih Dakhah juga bertujuan sebagai bentuk sedekah
tanda syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa dengan harapan agar si bayi kelak
menjadi orang yang murah hati, suka memberi, diberikan umur panjang, murah
rezeki, serta kelak menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan agama.

b. Nabor Sagun, Nabor Sagun adalah membagikan sagon atau makanan sagon yaitu
makanan ringan tradisional khas Lampung yang terdiri dari dua macam sagon, yakni
yang berwarna kuning terbuat dari bahan dasar kelapa dan berwarna putih dibuat dari
bahan dasar tepung. Pembagian sagon ini sebagai bentuk pemberitahuan atau
pengumuman kepada khalayak ramai, tetangga, dan kerabat bahwa telah lahir dengan
selamat dan telah diberikan nama seorang bayi sehingga penduduk sekampung
bahkan di luar kampung mengetahui kabar gembira ini. Dalam sagon yang dibagikan
tersebut diberi keterangan identitas bayi, mulai dari nama, tanggal lahir, berat badan,
nama orang tua, serta lainnya yang dianggap perlu agar dapat diketahui keluarga dan
tetangga sekitar. Waktu pelaksanaan nabor sagun biasanya dilakukan setelah bayi
berumur tujuh hari sampai maksimal empat puluh hari sejak dilahirkan, tidak ada
bilangan waktu yang pasti. Namun, yang jelas Nabor Sagun dilakukan ketika si
jabang bayi masih bayi, bukan ketika bayi telah menjadi anak anak atau dewasa.
Tidak dibatasi mengenai jumlah maksimal atau minimal sagon yang harus dibagikan,
pembagiannya disesuaikan dengan kemampuan keluarga sehingga tidak terkesan
memberatkan. Dari sagon-sagon yang telah diterima itulah sekaligus menjadi salah
satu bentuk undangan kepada masyarakat di sekitar rumah atau kampung sang bayi
untuk kemudian datang memberikan balasan pemberian, mulai dari sabun mandi
sampai pada hadiah-hadiah lain untuk keperluan sehari-hari bayi tersebut. Nabor
Sagun adalah salah satu bentuk berbagi, membagi kebahagiaan sehingga dapat
terbentuk hubungan baik antara sesama. Mengenai bentuk makanan yang dibagikan
sampai saat ini masih mempertahankan esensi sagon itu sendiri, walaupun pada

5
praktiknya selain dua macam sagon tersebut juga ada tambahan, seperti kudapan kecil
dan permen, sebagai pelengkap sagon atau kreasi dari keluarga agar sagon yang
dibagikan lebih menarik dan tidak monoton.

c. Becukokh, Proses cukur rambut bayi (Becukokh) dimana biasa dilakukan pada saat
bayi sudah berumur 40 hari, pada proses ini bayi akan dicukur rambutnya dengan
menggunakan alat-alat seperti air kelapa muda atau dugan yang didalamnya berisi
beberapa bunga, alas seperti nampan dan menggunakan gunting baru untuk
memotong rambut sang bayi, setelah proses pemotongan rambut bayi biasanya orang
tua dianjurkan untuk bersedekah seberat rambut bayi tersebut, besaran sedekahnya
pun bisa senilai emas atau perak.

2.3.2 Adat Kelahiran Anak Suku Lampung Saibatin


Upacara kelahiran pada suku Lampung Saibatin dilaksanakan sesuai dengan kehidupan sehari
hari dalam setiap transformasi kehidupan, sejak seseorang dalam kandungan sampai akhir
hayat seseorang.

a. Masa Kehamilan
● Kukhuk Limau/Belangekh,Upacara ini dilaksanakan saat masa kehamilan berumur
lima bulan. Pelaksanaan tradisi Kukhuk Limau atau Bulangekh ini akan dilaksanakan
pada malam hari antara pukul 19.00 – 21.00 WIB saat bulan purnama atau menjelang
purnama di kediaman ibu yang hamil. Ada tiga tahapan untuk melaksanakannya,
yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penutup.Tradisi Kukhuk Limau atau Bulangekh
akan dipimpin oleh dukun laki-laki yang sudah biasa melakukannya dan dibantu oleh
pihak keluarga seperti orang tua dari ibu yang sedang hamil atau mertuanya.

Tahap Persiapan, Pada tahap ini dilakukan persiapan peralatan dan perlengkapan
yang akan digunakan pada tradisi Kukhuk Limau atau Bulangekh. Diawali dengan
memberitahu dukun dari pihak mertua dengan mengutus suami dari ibu yang hamil
bahwa akan ada acara Kukhuk Limau atau Bulangekh.
Biasanya bersamaan dengan pemberitahuan pada dukun tersebut disiapkan juga beras,
teh, gula, kopi, uang seikhlasnya dari pihak ibu hamil kepada dukun sebagai
pemandu

6
acara. Lalu bapak dukun akan menyarankan keluarga untuk menyiapkan bahan-
bahan dan kelengkapan untuk acara Kukhuk Limau atau Bulangekh seperti :
1. Kekambangan (bunga tujuh macam antara lain, cempaka, tali, ratus,
kekelapa, ganda suli, melokh, dan sepatu);
2. Way ulok mulang (air, diambil dari pertemuan air yang membentuk lingkaran
akibat perputaran arah);
3. Bayit ambon (rotan);
4. Limau kunci (jeruk purut);
5. Cumbung capah sebuah mangkok putih yang masih mulus atau mangkok
yang masih baru;
6. Pengkhecak (alat yang digunakan oleh dukun untuk memercikkan air)
7. Berlai jerangau (rumput gajah sebangsa kunyit);
8. Perasapan atau pedaporan (bara api di dalam dupa); dan
9. Sebuah mangkuk berwarna putih yang masih mulus atau mangkok yang
masih baru (cumbung capah).

Tahap Pelaksanaan, Pada tahap ini tradisi Kukhuk Limau atau Bulangekh diawali
dengan ritual yang dipandu dukun dengan pembacaan doa-doa serta ayat Al-Qur’an
sambil mengelilingi sang ibu yang sedang hamil sebanyak tiga kali.
Lalu akan dicipratkan campuran air bunga dan air jeruk dalam mangkuk kepada ibu
hamil yang duduk bersimpuh. Bertujuan memohon perlindungan pada Tuhan agar
dijauhkan dari berbagai gangguan dan meminta kesehatan serta keselamatan bagi ibu
dan bayi yang ada dalam kandungannya. Setelah selesai proses tersebut, ibu hamil
akan dipakaikan kalung dari biji berlai jerangau. Dukun akan memberikan nasihat dan
wejangannya pada sang ibu hamil disertai larangan dan pantangan yang harus
dilaksanakan, seperti :
1. Ibu hamil tidak diperbolehkan tidur pada siang hari.
2. Tidak diperkenankan makan buah kayu yang bergetah, seperti nangka,
cempedak, dan sukun.
3. Tidak boleh duduk di tanah
4. Tidak boleh berjalan-jalan keluar rumah pada waktu Dzuhur dan Maghrib.
5. Tidak diperkenankan makan tebu.
6. Tidak boleh makan makanan yang pernah di makan binatang
7. Tidak boleh mempergunjingkan orang apalagi memaki-maki

7
8. Tidak diperkenankan memakan buah pisang yang dempet (punti rampit)

Selain larangan di atas, ibu hamil juga harus memakai gelang berlai jerangau (mirip
kunyit dan baunya menyengat). Ibu hamil juga harus selalu memakai tusuk konde
(cucuk gunjung) yang terbuat dari besi.

Tahap Penutup, Pada tahap ini disebut dengan Ngebok Langekh yang dilaksanakan
pada keesokan harinya. Acara itu diisi dengan kunjungan pihak keluarga ke tempat
dukun dan membawa bingkisan sebagai bentuk terima kasih telah membantu jalannya
acara Kukhuk Limau atau Bulangekh. Lalu ketika malamnya, akan diadakan acara
syukuran di rumah keluarga ibu hamil mengundang tetangga dan keluarga besar.

Ngekhuang Kaminduan, Upacara ini dilaksanakan saat masa kehamilan berumur lima
bulan.

b. Masa Kelahiran
● Teppuk Pusokh/Salai Tabui/Salin Khah/Nyilih Dakhah, Upacara ini
dilaksanakan setelah kelahiran bayi umur sehari, caranya adalah dengan
membersihkan dan menanam ari ari sang bayi.

● Betebus, Upacara ini dilaksanakan saat bayi berumur tujuh hari, dimaksudkan
untuk mendoakan bayi dan menebus bayi dari dukun bersalin yang telah
merawat bayi dari kandungan sampai membantu kelahirannya.

● Becukokh, Upacara ini dilaksanakan saat bayi berumur empat puluh hari
yaitu mencukur rambut bayi untuk pertama kalinya dan dalam acara ini juga
dilaksanakan Aqiqahan.

● Ngekuk/Ngebuyu/Mahau Manuk, Upacara ini dilaksanakan saat bayi


berusia tiga bulan disaat bayi telah diberi makanan tambahan. Ngebuyu
sendiri bermakna sebagai proses membumikan seorang anak manusia agar
mengenal lingkungannya, agar mengenal dan mencintai tanah kelahirannya,
dan memberikan kabar kepada seluruh kaum kerabat akan bertambahnya
seorang anggota baru. Bumi adalah tanah, tanah sangat penting bagi etnik
Lampung
8
karena adalah salah satu sumber kehidupan yang penting, disamping itu tanah
adalah simbol kebesaran dalam sebuah kelompok marga dan buay. Anak yang
baru lahir mesti diperkenalkan kepada lingkungan dan mengetahui
kebumiannya.

Tradisi ngebayu dilaksanakan paling lama pada 9-10 hari setelah bayi lahir.
Selama kurun waktu tersebut, bayi tidak diperbolehkan dibawa keluar rumah
sebelum bayi tersebut berumur 9 hari. Dengan kata lain, pada kurun waktu
tersebut sang bayi hanya boleh melakukan aktivitas di dalam rumah saja.
Setelah lebih dari 9 hari, sang bayi baru boleh berada di luar dan boleh dibawa
mandi ke sungai (kabuyon atau diduayon). Tradisi Ngebuyu merupakan syarat
yang wajib dilakukan sebelum Aqiqah, yaitu kurban hewan dalam syariat
Islam (Bartoven, 2015: 74).

Dalam aturan pelaksanaan, apabila tradisi Ngebuyu pada anak pertama


dilakukan pada hari kedua (dalam masa 9 hari), maka anak kedua dan
seterusnya akan mengikuti pelaksanaan tradisi Ngebuyu pada hari kedua juga.

Ngebuyu merupakan sebuah upacara tradisional sederhana dan singkat.


Persiapan dilakukan sehari sebelumnya, yaitu untuk membeli dan merangkai
alat upacara. Bahan upacara hanya terdiri dari beras kuning, kemiri, uang
(logam dan kertas), kertas hias, kayu/bambu, lem, dan permen. Kertas hias
warna (biasanya berwarna merah dan putih), kayu/bambu, dan lem digunakan
untuk merangkai uang kertas dan permen hingga menyerupai pohon. Puncak
pohon buatan tersebut diberi foto sang anak yang akan Ngabuyu. Beras
kuning, kemiri, dan uang (logam dan receh) ditaruh dalam sebuah baskom
yang sudah diberi alas sehelai kain. Sebelum pelaksanaan, para tetangga dan
kerabat diberitahu terlebih dahulu bahwa akan dilaksanakan Ngabuyu. Tradisi
Ngabuyu biasanya dilaksanakan pada pagi hari bertempat di halaman rumah
penyelenggara. Para tetangga dan kerabat biasanya sudah menunggu dengan
tidak sabar. Tradisi diawali dengan keluarnya sang penyelenggara beserta sang
bayinya dari pintu depan rumah. Setelah memberi sambutan singkat, dengan
disaksikan ibunda yang menggendong bayinya, salah seorang dari pihak
penyelenggara menaburkan sedikit demi sedikit baskom berisi uang (logam

9
dan kertas), kemiri, dan beras kuning. Para tetangga dan kerabat (kebanyakan
anak-anak) berebut mengambil uang yang ditaburkan tersebut. Adapun pohon
buatan hanya sebagai pertanda pelaksanaan tradisi Ngabuyu dan hanya ditaruh
di dalam rumah saja.

Beras kuning, uang, kemiri dan permen yang ditaburkan masing-masing


memiliki makna. beras kuning memiliki makna adanya rasa saling tolong
menolong dan menghargai makhluk Tuhan yang lainnya sebagai bakti kita
terhadap bumi. Kemiri memiliki makna menjauhkan bayi yang baru dilahirkan
dari pengaruh buruk yang datang dari makhluk halus. Uang memiliki makna
sebagai media dalam mempertemukan keluarga dan kerabat. Permen memiliki
makna adanya rasa saling menyayangi agar bayi yang baru dilahirkan dapat
diterima baik di tengah keluarga maupun masyarakat (Asriningrum, 2010: 27).

Nilai dan makna yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Ngebuyu bagi
penyelenggara, yaitu orangtua sang bayi, adalah sebagai ungkapan rasa syukur
karena telah dikaruniai anak. Sementara itu, bagi hadirin yang diundang dalam
pelaksanaan tradisi Ngebuyu dapat diibaratkan sebagai saksi yang
memperkuat pernyataan bahwa penyelenggara telah dikaruniai anak. Fungsi
lainnya dari kehadiran para undangan adalah sebagai bagian dari falsafah
sakai sambayan yang masih dipegang teguh oleh Masyarakat Lampung, yaitu
dalam bentuk kegotongroyongan, tolong menolong, dan meningkatkan
silaturrahmi serta mempererat hubungan baik antar kerabat maupun antar
tetangga (Irvan).

c. Masa Kanak Kanak, Besunat Dikenal juga istilah mandi pagi, khitanan bagi anak
laki laki Ngantak Sanak Ngaji Dilaksanakan saat seorang anak mulai belajar mengaji

d. Masa Dewasa, Kukhuk Mekhanai Saat dimana seorang remaja pria telah
memasuki masa akil balikh Nyakakko Akkos Upacara ini dilakukan bagi remaja
perempuan, dalam kesempatan ini juga dilakukan upacara busepi yaitu meratakan gigi
dengan menggunakan asahan yang halus.

1
2.4 UPACARA KEMATIAN SUKU LAMPUNG
2.4.1 Upacara Kematian Suku Lampung Pepadun
Upacara adat pada saat kematian di masyarakat lampung pepadun antara lain :
● Tahlilan :mendo’akan orang yang sudah meninggal
● Negou : memperingati hari ketiga meninggalnya seseorang.
● Mitew : memperingati hari ketujuh meninggalnya seseorang.
● Pak Puluh : memperingati 40 hari meninggalnya seseorang.
● Nyegatus : memperingati 100 hari meninggalnya seseorang .
● Nahun : memperingati setahun meninggalnya seseorang.
● Nyeghibu : memperingati 1000 hari meninggalnya seseorang.

2.4.2 Upacara Kematian Suku Lampung Saibatin


Kematian dalam Masyarakat Lampung Saibatin. Pada saat wafatnya seseorang,
akan ada seorang yang ngekunan yaitu memberitahu keluarga, kerabat dan handai
taulan tentang kabar meninggalnya almarhum agar segera datang untuk ninggam
pudak [melayat] . Dalam situasi ini di bagilah tugas, ada yang melakukan bedah bumi
[menggali liang lahat], ada yang memandikan jenazah, mengkafani,menyolatkan
hingga menguburkan. Saat malam harinya diadakan berdoa, yaitu tahlilan hingga Niga
Hari saat malam ketiga dilanjutkan Mitu Bingi pada malam ketujuh, Ngepakpuluh
saat hari keempat puluh dan Nyekhatus saat seratus hari wafatnya almarhum.

1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Upacara kelahiran dan kematian adalah salah satu tradisi yang penting bagi kehidupan
suku Lampung. Ritual upacara adat kelahiran adalah suatu tradisi turun temurun yang
dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat yang bertujuan untuk mencari keselamatan dan
juga ketentraman dalam hidup. Sedangkan upacara kematian adalah upacara yang dilakukan
untuk melepas orang yang sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan terakhirnya di
bumi. Upacara kematian. dilakukan dengan disertai doa-doa untuk kebaikan jenazah dan
sebagai pengingat kepada yang masih hidup bahwa suatu saat akan mengikuti jejaknya.

Upacara kelahiran pada suku Lampung dapat dibedakan menjadi dua, yakni upacara
kelahiran pada suku Lampung Pepadun dan upacara kelahiran pada suku Lampung Saibatin.
Upacara kelahiran pada suku Lampung Pepadun terdiri dari Nyilih Dakhah, Nabor Sagun dan
Becukokh. Sedangkan upacara kelahiran pada suku Lampung Saibatin terdiri dari mulai dari
masa kehamilan hingga masa dewasa.

Pada upacara kematian suku Lampung juga dapat dibedakan menjadi dua, yakni upacara
kematian pada suku Lampung Pepadun dan upacara kematian pada suku Lampung Saibatin.
Upacara kematian pada suku Lampung Pepadun terdiri dari tahlilan, negou, Mitew, Pak
Puluh, Nyegatus, Nahun dan Nyeghibu. Sedangkan upacara kematian pada suku Lampung
Saibatin terdiri dari pemberitahuan kematian, bedah bumi (membuat liang lahat),
memandikan jenazah, mengkafani, menyolati, menguburkan, lalu di malam harinya diadakan
berdoa.

3.2 Saran
Tentunya dalam penyusunan makalah ini penulis sudah menyadari jika masih banyak adanya
kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan
kritik yang bisa membangun dari berbagai pihak terutama pembaca.

1
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Ajeng Zulaeha. (2021). "Studi Etnobotani Upacara Adat Suku Lampung Pepadun
Desa Gedung Tataan Dan Padang Ratu Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran",
Skripsi, Bandar Lampung: Progam Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Asriningrum, Y. Puspo. (2010). "Tradisi Ngebuyu Pada Ulun Lampung Saibatin di


Desa Canti Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan", Skripsi, Bandar
Lampung:
Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

Bartoven Vivit Nurdin*), Elis Febriani Jesica, 2015. "Ritual Ngebuyu: Membumikan Pewaris
dan Perubahan Ritual Kelahiran pada Marga Legun, Way Urang, Lampung", Jurnal
Sosiologi, Vol. 20, No. 2:69-80

Hadikusuma, H. (1989). Masyarakat dan adat-budaya Lampung. Bandung: Mandar Maju.

http://www.academia.edu/5425737/GRL_JADI

Indriani, Atika Nurwan. (2022). "Tradisi Upacara Kematian Ditinjau Dari Nilai-Nilai Islam
Dalam Perspektif Interaksi Simbolik Pada Masyarakat Karya Maju XII Lampung Barat",
Skripsi, Bandar Lampung: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Mad Nur (Paksi Ulangan), “Upacara Adat Lampung Pepadun Pemotongan Rambut Bayi”,
Wawancara, Febuari, 2021.

Mashuri (Kiyai Putra), “Etnobotani Tumbuhan Adat Di Desa Padang Ratu”,


Wawancara, Febuari, 2021.
1
Nurdin, B. V. (2017). Marga Legun Way Urang. Bandar Lampung: AURA.

Suhupawati, Dian Eka Mayasari. (2017). Upacara Adat Kelahiran Sebagai Nilai Sosial
Budaya Pada Masyarakat Suku Sasak Desa Pengadaan. Historis. Vol. 2, No 2:18

Upacara Tradisional Masyarakat Adat .http://batimbudayapoerba.com. Diakses pada tanggal


18 Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai