Anda di halaman 1dari 11

TRADISI NYADRAN DALAM PRESPEKTIF SYARIAT

ISLAM

NAMA : MUHAMMAD AWANG PERMANA

NIM : E2B019036

PRODI : S1 AKUNTANSI

DOSEN PEMBIMBING : MARDIYAN HAYATI, S.Ag., M.Ag

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subahanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, penulis bisa menyusun laporan observasi dengan tepat waktu. Laporan observasi
ini merupakan laporan mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan materi aqidah dan
membahas “Tradisi Nyadran Dalam Prespektif Syariat Islam”. Secara khusus pembahasan
laporan observasi ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai mata
kuliah.

Dalam penyusunan laporan observasi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan,
dorongan, serta bimbingan sehingga kesulitan yang penulis hadapi bisa teratasi. Oleh sebab itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada

1.) Ibu dosen Mardiyan Hayati, S.Ag., M.Ag selaku dosen mata kuliah ini, penulis
mengucapkan terima kasih karena Ibu telah memberi petunjuk dan bimbingan
sehingga penuls termotivasi menyelesaikan laporan observasi ini.
2.) Orang tua, teman, dan kerabat yang telah turut membimbing, membantu, serta
mengatasi berbagai kesulitan sehingga laporan observasi ini dapat tersusun.

Penulis sadar bahwa laporan observasi ini terdapat banyak kesalahan, untuk itu penulis
meminta maaf apabila ada kekurangan baik dari segi isi, tata bahasa, maupun hal lainnya.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca guna perbaikan laporan observasi
selanjutnya. Harapan penulis semoga laporan observasi ini dapat menambah informasi para
pembaca khususnya dalam bidang ilmu agama.

Semarang, 16 Desember 2019

ii
Penulis

DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................2
C. TUJUAN OBSERVASI...................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI..................................................................................................................................3
A. PENGERTIAN TRADISI................................................................................................................3
B. PENGERTIAN TRADISI NYADRAN...........................................................................................3
C. FUNGSI TRADISI NYADRAN.....................................................................................................4
D. TRADISI NYADRAN YANG MASIH LESTARI.........................................................................5
E. UPACARA NYADRAN DALAM PANDANGAN ISLAM...........................................................5
BAB 3.........................................................................................................................................................6
DATA-DATA.............................................................................................................................................6
BAB IV.......................................................................................................................................................7
PENUTUP...................................................................................................................................................7
A. ANALISIS.......................................................................................................................................7
B. SARAN...........................................................................................................................................7

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sudah bukan hal yang baru di masyarakat Nusantara adat dan tradisi yang membudaya
melekat pada setiap diri individu dan diaplikasikan dalam bentuk kesehariannya. Tidak saja
dalam acara seremonial, tetapi juga dalam sikap hidup mereka. Dimana kebanyakan semua itu
dilakukan baik secara sadar ataupun tanpa sadar sebagai perwujudan pemberian penghormatan
kepada adat istiadat, tradisi dan budaya yang diwarisi secara turun-temurun dari generasi ke
generasi.

Dewasa ini, semakin digalakkan dengan dukungan dan peran aktif pemerintah dengan
dalih melestarikan budaya bangsa serta motif ekonomi sebagai obyek wisata. Adat istidat dan
budaya yang dianggp sebagai tradisi yang telah mendarah daging didalam kehidupan sebagian
masyarakat negeri ini menurut sejarah primitif dengan kepercayaannya pada animisme dan
dinamisme, kemuudian dari agama para leluhur sebelumnya sebelum datangnya Islam yang
membawa agama tauhid.

Berbagai tradisi yang berasal dari masyarakat jahiliyah dari generasi ke generasi bukan
hanya dipertahankan malah ditumbuhkembangkan dengan dalih melestarikan budaya bangsa,
dan agar nampak seperti tradisi Islam, maka diberi hiasan dan label Islam seperti dimasukannya
doa-doa bercirikan Islam. Sehingga masyarakat awam mengira bahwa tradisi mereka sudah
sesuai syariat Islam, padahal kenyataanya tradisi yang mereka lakoni sangat tidak sesuai dan
bertentangan dengan syariat islam. Karena didalamnya, kalau tidak mengandung kesyirikan,
pasti mengandung kebid’ahan, seperti ritual tradisi nyadran yang dilakukan masyarakat Jawa
Tengah, khususnya Desa Kalipucung, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud tradisi?


2. Apa itu tradisi nyadran menurut masyarakat?
3. Apa fungsi tradisi nyadran bagi masyarakat dan mengapa tradisi nyadran tetap
bertahan?
4. Bagaimana tradisi nyadran dalam prespektif syariat Islam?

C. TUJUAN OBSERVASI

1.) Untuk mengetahui asal-usul dari sejarah tradisi nyadran


2.) Untuk mengetahui apa saja yang dilakukan pada saat tradisi nyadran
3.) Untuk meluruskan presepsi masyarakat tentang tradisi nyadran dalam syariat Islam.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN TRADISI

Tradisi atau kebiasaan adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi
bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarkat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan,
waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini,
suatu tradisi dapat punah.

Tradisi dalam arti sempit yaitu suatu warisan-warisan sosial khusus yang memenuhi
syarat saja yakni yang tetap bertahan hidup di masa kini, yang masih tetap kuat ikatannya dengan
kehidupan masa lalu.

B. PENGERTIAN TRADISI NYADRAN

Nyadran berasal dari bahasa sansekerta yaitu saraddha yang artinya keyakinan. Nyadran
adalah adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, tabur bunga, dan puncaknya
berupa tradisi slametan dimakam leluhur. Biasanya makanan yang harus dibawa pada saat
nyadran adalah berwujud ketan, kolak, serta, apem. Upacara kenduri dimaksudkan untuk
menghormati arwah leluhur keluarga tertentu.

Menurut catatn sejarah, tradisi nyadran memiliki kesamaan dengan tradisi caraddha atau
saraddha yang ada pada zaman kerajaan Majapahit (1248). Kesamaannya terletak pada kegiatan
manusia berkaitan dengan leluhur yang sudah meninggal, seperti mengorbankan sesaji dan ritual
sesembahan yang hakikatnya adalah bentuk penghormtan kepada yang telah meninggal.

3
Ketika Islam masuk ke tanah Jawa pada abad ke-13, banyak tradisi Hindu-Budha yang di
akulturasi dengan budaya Islam. Akulturasi ini makin kuat ketika walisongo mulai berdakwah
pada abad ke-15. Dengan adanya akulturasi ajaran Islam denga tradisi saraddha diubah namanya
menjadi nyadran. Tradisi nyadran menjadi media persuasi dakwah walisongo sangat beralasan,
karena masyarakat Jawa sudah memegang teguh ajaran-ajaaran yang dibawa oleh Hindu-Buddha
dan para wali tidak mau menghancurkan atau memecah belah warga tanah Jawa.

C. FUNGSI TRADISI NYADRAN

Tradisi yang hingga saat ini masih berlangsung di masyarakat mempunyai makna
simbolis, yaitu hubungan diri orang Jawa dengan para leluhur, dengan sesama, dan tentu saja
dengan Tuhan. Tradisi ini bisa dikatakan berupa ziarah kubur pada bulan Sya’ban (atau bulan
Jawa nya Ruwah), menjadi semacam kewajiban bagi orang Jawa. Makna yang terkandung dalam
persiapan puasa di bulan Ramadhan adalah agar orang mendapatkan berkah dan ibadahnya
diterima oleh Allah Subahanahu Wata’ala

Berbeda dengan ziarah kubur, tradisi nyadran dilakukan secara kolektif, melibatkan
seluruh warga desa. Tradisi nyadran biasanya dilakukan di masjid dan kuburan. Sebagaimana
kenduri pada umumnya, agendanya adalah berdoa dan makan nasi berkatan yaitu berupa nasi
tumpeng dengan lauk ingkung ayam, urapan, buah-buahan, serta jajan.

4
D. TRADISI NYADRAN YANG MASIH LESTARI

Walaupun warga Desa Kalipucung telah mengenal peradaban kota dan dunia modern,
tetapi mereka tetap menjaga eksistensi budaya yang ada. Banyak warga desa yang menganggap
bahwa tradisi nyadran adalah warisan budaya Islam, padahal dalam ajaran Islam hanya
mensyariatkan ziarah kubur yang itu artinya boleh dilakukan setiap saat, dan dalam Islam
dilarang kuburn menjadi tempat “ied” yaitu tempat berkumpul yang dilakukan terus menerus.

E. UPACARA NYADRAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Islam berkembang di Jawa bahkan Indonesia melaului penyebaran halus yang dilakukan
oleh para wali, termaksud tradisi nyadran yang berasal dari tradisi masyarakat beragama Hindu-
Buddha kemudian diubah perlahan oleh Sunan Kalijaga. Tetapi jika dikupas dalam syariat Islam,
tradisi nyadran tentu sangat kontradiktif dengan cara pengemasannya. Pertama, tradisi nyadran
adalah hasil akulturasi yang budaya awalnya berasal dari Hindu-Buddha. Hal ini salah satu
fenomena akhir zaman yaitu membeo kepada orng kafir dalam tradisi dan ritual mereka.

Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam, telah menegaskan melalui sabdanya dalam H.R
Bukhari no 3456 dan H.R Muslim no 2669. Kedua, nyadran hanya dilakukan bulan Sya’ban.
Dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, Rasulullah melarang umatnya kuburan
dijadikan tempat “ied” yang artinya berkumpul karena kebiasaan yang selalu dilakukan berulang,
baik setiap pecan, bulanan, maupun tahunan.

Ketiga, kegiatan nyadran ada unsur ritual-ritual tertentu. Nyadran tidak lebih hanya
meminjam istilah Islam agar bisa diterima kaum muslimin sebagai ajaran Islam. Tentu ini adalah
tindak criminal terhadap Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Imam Malik pernah
menyatakan “Siapa yang melakukan perbuatan bid’ah dalam Islam, dan dia anggap itu baik,
berarti dia menganggap Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam berkhianat terhadap risalah”.
(Abu Bakar Al-Jazairi, Al-Inshaf fina Qula fil Maulud Minal Ghulu wal Ihsaf,, jilid 1, hlmn 47).

5
BAB 3
DATA-DATA

Observasi dilakukan penulis dilakukan pada tanggal 7 April 2019 di Desa Kalipucung,
Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tradisi nyadran di Desa Kalipucung
dilakukan setiap tanggal 20 Ruwah (Sya’ban) yang bertujuan untuk menghormati para leluhur.
Tradisi nyadran di Desa Kalipucung diadakan 2 sesi dalam sehari, pertama penduduk Desa
melalakukan pembersihan makam sembari membawa membwa sadranan.

Saat itu, sadranan yang dibawa berupa makanan tradisional yang telah dimasak gotong
royong dengan seluruh warga seperti ingkung ayam, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk
rempah, perkedel, serta tempe dan tahu bacem. Lalu para penduduk desa membaca doa dan tahlil
untuk para leluhur, agar diberi pengampunan oleh Allah Subahanahu Wata’ala. Setelah itu
sadranan/sasaji dibagikan kepada warga oleh warga dan anak-anak yang membutuhkan yang
sudah menunggu diluar area makam.

Setelah prosesi berdoa dan nyadranan selesai, warga desa pun menggelar kenduri atau
makan bersama di sepanjang jalan atau di area makam. Untuk menu makanannya sama seperti
yang menjadi sadranan. Menurut salah satu warga Desa Kalipucung, tradisi nyadran dalam
penyelenggraaanya sudah ada semacam panitia yang mewadahi dan warga terutama para ahli
waris, membayar seikhlasnya demi terselenggaranya acara ini.

6
BAB IV
PENUTUP

A. ANALISIS

Menurut analisis penulis, penyelenggaran tradisi nyadran di Desa Kalipucung bisa


dibilang sudah bernafaskan Islam, tetapi jika dilihat dari sudut pandang syariat agama, tentu ini
sangat berlawanan. Apalagi dengan adanya sabda Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A dengan tegas melarang umatnya menjadkan rumah sebagai
kuburan, dan kuburan dijadikan sebagai tempat “ied”. Lalu adanya tahlil yang dikhususkan dan
mengagung-agungka roh leluhur, ini sudah bentuk syirik kepada Allah Subahanahu Wata’ala
dan merupakan bentuk dosa besar bagi siapa saja yang melakukannya.

B. SARAN

Saran dari penulis adalah sebaiknya panitia tradisi nyadran, menyeleggarakan ziarah
kubur biasa yang bisa dilakukan kapan saja, tidak menuntut harus dilaksanakan/dipatenkan pada
satu bulan yaitu bulan Ruwah. Dan untuk para pemuka agama agar bisa meluruskan aqidah
masyarakat yang sudah terlanjur melenceng dengan keyakinan tauhid yang konsekuen atau
murni terhadap ajaran syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam.

Anda mungkin juga menyukai