Anda di halaman 1dari 26

TRADISI LET PELET BHETTENG PADA MASYARAKAT MADURA

DI DESA SUNGAI MALAYA KUBU RAYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS

Mata Kuliah Sejarah Lisan

Dosen Pengampu : Edwin Mirzachaerulsyah, M.Pd

Disusun Oleh:

AHMAD IMAMAUL ARIFIN : F1231181037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2020

i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga saya berhasil meyelesaikan
paper dengan judul “Tradisi Let Pelet Bhetteng Pada Masyarakat Madura di Desa
Sungai Malaya Kubu Raya” dengan tepat waktu sesuai yang telah ditentukan.
Makalah ini telah saya buat dengan usaha, kinerja serta kesabaran yang maksimal
dari dalam diri saya. Untuk itu saya berharap makalah ini dapat memberikan
kesan yang baik bagi setiap orang yang membacanya.

Dalam penyusunan makalah ini saya bersyukur karena telah dibantu oleh
berbagai pihak, karenanya saya mengucapkan banyak terimakasih kepada:

Bapak Edwin Mirzachaerulsyah, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah


Sejarah Lisan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya sehingga dapat saya
gunakan didalam pembuatan makalah ini.

Seluruh rekan-rekan yang telah membantu dalam merivisi makalah ini menjadi
lebih baik.

Di luar itu saya menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan baik dari segi penulisan, tata bahasa, susunan kalimat maupun isi
yang di paparkan. Oleh sebab itu, dengan sepenuh hati saya selaku penyusun
menerima segala masukan, kritik dan saran agar kedepannya dapat menghadirkan
karya yang lebih baik lagi. Demikan yang dapat saya sampaikan, semoga makalah
ini memberikan manfaat nyata bagi untuk kita semua.

Pontianak, 01 April 2020

Peneliti,

AHMAD IMAMUL ARIFIN

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................................4
Tradisi Let Pelet Bhetteng...............................................................................................4
1. Asal Usul Let Pelet Bhetteng...............................................................................4
2. Pandangan Islam Tentang Let Pelet Bhetteng...................................................5
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................8
A. Metode Penelitian.................................................................................................8
B. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................8
BAB IV............................................................................................................................10
PEMBAHASAN.............................................................................................................10
A. Lokasi Penelitian................................................................................................10
B. Informan/Pengkisah...........................................................................................11
C. Interpretasi Peneliti............................................................................................14
D. Kritik Peneliti.....................................................................................................16
BAB V.............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
B. Saran...................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19
LAMPIRAN...................................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan menurut (Siska Fitriani : 2011) adalah sesuatu yan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan dan
masyarakat akan selalu berkembang dan akan selalu mengalami perubahan
sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi.

Tradisi merupakan kumpulan material dan gagasan yang diberi


makna khusus dari masa lalu serta diwariskan kepada manusia masa kini
dan yang akan datang. Tradisi dan kebudayaan merupakan suatu
kenyataan yang lahir dari kondisi tertentu, sementara Islam sendiri telah
tumbuh dan berkembang selama berabad-abad untuk dapat mengakrabkan
berbagai tradisi dan budaya lokal yang masih terhitung langka. Pada
umumnya masyarakat madura merupakan masyarakat yang suka hidup
berkelompok antara suku atau agama yang melekat pada masyarakat
madura (Hendro Suroyo Sudagung:1992) yang mana karenanya dapat
melahirkan tradisi yang menjadi alat untuk kebersamaan diantara mereka.
Salah satu tradisi yang terdapat di Desa Sungai Malaya Kecamatan Sungai
Ambawang Kabupaten Kuburaya pada masyarakat madura adalah Let
Pelet Betteng. Pada dasarnya islam adalah agama, bukanlah sebuah budaya
atau tradisi dimasyarakat. Akan tetapi islam adalah agama yang penuh
toleransi dimana islam itu sendiri tidak anti terhadap budaya dan tradisi
masyarakat, selama tradisi dan budaya tersebut tidak bertentangan dengan
nilai keislaman maka islam sendirilah yang akan melestarikan budaya dan
tradisi tersebut sebagai alat untuk menyebarluaskan islam.

Dalam pelaksanaannya terdapat pembacaan Shalawat, tahlil,


Pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan pada akhir acara juga ada pemberian
makanan sebagai suguhan terhadap tamu yang hadir yang diberikan oleh
tuan rumah. Sehingga terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam

1
pelaksanaannya seperti nilai kebersamaan, nilai sosial, nilai religius dan
lain-lain. Let pelet betteng merupakan salah satu tradisi masyarakat
madura di Desa Sungai Malaya yang dilaksanakan ketika usia kehamilan
seorang ibu telah mencapai tujuh bulan, tradisi ini bertujuan untuk
menghindarkan ibu dan bayi dari hal yang tidak diinginkan karena
kehamilan diyakini sebagai masa yang penuh dengan bahaya sehingga
diadakanlah tradisi itu supaya mendapat keselamatan hingga proses
kelahiran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pentingnya Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat


Madura di Desa Sungai Malaya?
2. Bagaimana pelaksanaan Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat
Madura di Desa Sungai Malaya?
3. Bagaimana Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Tradisi Let Phelet
Bhetteng yang dilakukan oleh Masyarakat Madura di Desa Sungai
Malaya?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui:

1. Pentingnya Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat Madura di


Desa Sungai Malaya.
2. Pelaksanaan Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat Madura di
Desa Sungai Malaya.

2
3. Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Tradisi Let Phelet Bhetteng yang
dilakukan oleh Masyarakat Madura di Desa Sungai Malaya.

D. Manfaat Penelitian

Secara Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat menambah


keragaman teori-teori yang berkaitan dengan Tradisi Let Pelet Bhetteng
pada Masyarakat Madura serta dijadikan sebuah referenasi khusus untuk
mengembangkan nilai-nilai kebudayaan masyarakat.

Secara Praktis

Bagi Tokoh Masyarakat/Agama

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi motivasi untuk tetap


melestarikan nilai-nilai kebudayaan khusus Tradisi Let Pelet Bhetteng
pada Masyarakat Madura.

Bagi Masyarakat Madura

Diharapkan penelitian ini dapat menumbuhkembangakan


semangat untuk menjalin silaturrahmi, serta dapat bermanfaat bagi
keluarga dan masyarakat setempat.

3
4
BAB II
KAJIAN TEORI

Tradisi Let Pelet Bhetteng


1. Asal Usul Let Pelet Bhetteng
Adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal yang mengatur interaksi
masyarakat. Dalam ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah tradisi atau
kebiasaan masyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara turun
temurun. Menurut Khazanah bahasa indonesia tradisi berarti segala
sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya, yang turun
temurun dari nenek moyang. Secara terminologi perkataan tradisi
mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang ada kaitannya antara
masa lalu dan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan
oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang.
Sedangkan istilah pelet bhetteng ini berasal dari bahasa madura yang
terdiri dari kata pelet dan bhetteng. Pelet yang berarti memijat sedangkan
bhetteng yang berarti bengkak. Jadi pelet bhetteng adalah suatu kegiatan
memijat perut yang sedang bengkak dalam artian wanita yang sedang
hamil, yang biasanya lebih dikenal dengan istilah tujuh bulanan yang
hamil anak pertama. Pemijatan kandungan ini dilakukan untuk mencegah
agar bayi yang dikandung tidak mengalami masalah ketika melahirkan dan
dalam keadaan selamat. Dimana usaha tersebut diwujudkan dalam betuk
upacara yang kemudian dikenal sebagai upacara lingkaran hiduo individu
berupa kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian.

Tradisi ini dilaksanakan pada waktu kehamilan pertama saja.


Meskipun kehamilan berikutnya telah dilaksanakan akan tetapi
pelaksanaannya tidak semeriah pada pelaksanaan kehamilan pertama.

Upacara ini dilaksanakan pada kandungan berusia tujuh bulan.


Dimana masa itu merupakan masa pembentukan janin yang wajib dirawat.
Tradisi ini biasanya dilakukan dari pihak keluarga perempuan yang sedang

5
mengandung. Akan tetapi ada pula yang dilaksanakan oleh pihak mertua
atau orang tua suami, tergantung kesepakatan antara keluarga.

Adapun tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang ibu hamil dalam


tradisi ini adalah sebagai berikut :

1) Pelet Kadhang/ pijat perut


2) Penyepakan ayam
3) Pemandian
4) Penginjakan telur ayam
5) Arasol atau kenduri

Tata cara pelaksanaan tradisi harus sesuai degan tahapan-tahapan


yang telah tercantum diatas. Tempat pelaksanaan prosesi Pelet Kadhang
ini berada di dalam kamar yang sedang mengandung, sedangkan prosesi
selain Pelet Kadhang dan kenduri dilakukan di kamar mandi. Tradisi ini
dipimpin oleh seorang dukun beranak dan dibantu dengan keluarga
perempuan.

2. Pandangan Islam Tentang Let Pelet Bhetteng


Islam merupakan agama yang sempurna dimana segala sesuatu
yang ada di bumi dan dilangit tersimpul rapi dalam aturan yang aktual
kebenarannya. Selain itu Islam juga agama yang toleran terhadap apa-apa
yang mungkin tidak terdapat di dalam aturan bahkan tidak dianjurkan
dalam syari’atnya. Namun selama hal itu tidak menyekutukan Allah dan
tidak terdapat kemudharatan didalamnya serta tidak menentang syari’at
Islam maka hal itu boleh-boleh saja dilakukan. Seperti halnya tradisi yang
ada dikalangan masyarakat Indonesia. Sebelum Islam masuk ke wilayah
Indonesia, tradisi memang sudah mendarah daging dikalangan masyarakat
sehingga ketika Islam masuk tentu tidak akan lepas dari budaya.
Pertemuan antara keduanya itu menimbulkan hal baru yang unik dimana
yang awalnya dalam pelaksanaan budaya atau tradisi dari setiap suku tidak

6
pernah terdapat nilai keislaman didalamnya namun ketika Islam
menyentuh budaya tersebut maka terbungkuslah budaya itu dalam tatanan
keislaman. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam merupakan sebuah ajaran
yang sangat menjunjung nilai toleransi selama hal itu tidak bertentangan
dengan syari’at.

Jika ditanyakan adakah Rasulullah menganjurkan tentang tradisi


pelet bhetteng ini ?? maka jawabannya tidak diragukan lagi dengan tegas
semua orang akan mengatakan bahwa hal itu tidak ada dalilnya atau
dasarnya. Mengapa demikian karena memang Islam tidak pernah
mengajarkan hal semacam itu ketika zaman Nabi bahkan hingga zaman
para sahabat.

Tetapi tiada salahnya mengadakan sesuatu yang didalamnya masih


terdapat nilai keislaman karena tujuan dari tradisi ini selain untuk
keselamatan bayi juga untuk pendidikan bagi bayi tersebut. Mengapa
demikian karena sebuah riset membuktikan bahwa bayi yang belum
dilahirkan sudah bisa mendengar. Merasakan peristiwa yang ada
disekitarnya, sehingga ketika pembacaan ayat al-Qur’an akan memberikan
sumbangan akhlak kepada sang bayi yang sedang dikandung. Hal ini juga
selaras dengan pernyataan imam Al- Ghazali

ِ ‫تَرْ بِيَّةُ ْاالَوْ لَ ِد قَب َْل ْال ِولَدَة َوتَرْ بِيَّةُ ْاالَوْ لَ ِد بَ ْعد َْا‬
‫لو لَدَة‬

Artinya :

“Didikan anak sebelum lahir dan didikan anak setelah lahir”

Didikan anak sebelum lahir, anak dididik melalaui lantunan ayat


suci Al-Qur’an yang ada didalam Ritual Pelet Betteng / tujuh bulanan,
yang diyakini akan mensugesti anak yang ada didalam kandungan ibunya
dan dididikan anak setelah lahir yaitu dengan menyekolahkannya,
memondokan dan lain-lain.

7
Islam merupaka agama yang sempurna dimana segala sesuatu yang
ada di bumi dan dilangit tersimpul rapi dalam aturan yang aktual
kebenarannya. Selama hal itu tidak menyekutukan Allah dan tidak ada
kemudharatan didalamnya dan tidak menentang syari’at Islam maka hal itu
boleh-boleh saja dilakukan.

Seperti tradisi yang ada dikalangan masyarakat Indonesia


khususnya di Sungai Malaya ini, dimana tradisi ini memang sudah
mendarah daging dikalangan masyarakat sehingga masyarakat tidak akan
lepas dari budaya. Pertemuan antara keduanya itu menimbulkan hal baru
yang unik dimana yang awalnya dalam pelaksanaan budaya atau tradisi
dari setiap suku tidak pernah terdapat nilai keislaman didalamnya namun
ketika Islam menyentuh budaya tersebut maka terbungkuslah budaya itu
dalam tatanan keislaman.

8
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya
terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk
mengumpulkan data. Sedangkan penelitian adalah usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah. Metode penelitian merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara
ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan
yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan jenis metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah
adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata
lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi
peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah
(history as written).

B. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Wawancara Terstruktur

Teknik ini merupakan cara pengumpulan data yang yang


pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak wawancara

9
diminta pendapatnya. Wawancara adalah teknik penelitian yang
menggunakan teknik Tanya jawab antara penelitia dengan objek yang
diteliti (Jasa Unggah Muliawan, 2014: 65).

Wawancara merupakan proses atau usaha yang dilakukan oleh


peneliti untuk mengumpulkan data yang berkaiatan dengan rumusan
masalah yang mana dalam penelitian ini sumber datanya adalah tokoh
agama/tokoh masyarakat Desa Sungai Malaya. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur yang
pelaksanaannya lebih bebas dengan tujuan untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancarai
diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2013: 233). Dengan
demikian alat yang digunakan oleh peneliti adalah pedoman wawancara
dan audio recorder.

b. Teknik Observasi Partisipan

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang


mempunyai ciri spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain
yakni wawancara dan dokumenter. Observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Sehingga dalam penelitian ini peneliti
mengamati objek penelitian dengan mencatat, menganalisa dan
menyimpulkan data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik observasi non partisipan. Teknik observasi non
partisipan artinya peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen (Sugiyono, 2013: 145). Oleh karena itu, peneliti
menggunakan alat observasi seperti pedoman observasi dan video
recorder.

c. Teknik Studi Dokumenter

Studi dokumenter merupakan pelengkap dari penggunaan


metode wawancara dan observasi dalam penelitian kualitatif (Sugiyono,

10
2013: 240). Dokumentasi adalah bukti fisik yang diperoleh dari
lapangan (objek penelitian). Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga
didukung oleh dokumentasi yang berkaitan dengan tradisi Let Pelet
Bhetteng yang dilakukan oleh masyarakat Madura di Desa Sungai
Malaya.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Malaya
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya, dengan profil
sebagai berikut :

Desa : Sungai Malaya

Kecamatan : Sungai Ambawang

Kabupaten : Kubu Raya

Luas Wilayah : 14.06 KM2

Jumlah Dusun : 5 Dusun yakni :

Dusun Parit Na’im

Dusun Sempurna

Dusun Jaya Kencana

Dusun Kencana Utama

Dusun Kencana Raya

Jumlah RT/RW : 5 RW/17 RT

Jumlah Penduduk : 3.149 (Laki-Laki 1.628 dan Perempuan 1.521)

11
B. Informan/Pengkisah
Mengenai informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah Tokoh
Agama/Masyarakat yang terdiri dari 2 orang.

Hasil Wawancara

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang peneliti konsep di atas,


dibawah ini akan diuraikan beberapa hasil wawancara, yaitu :

 Pentingnya Tradisi dan Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat


Madura di Desa Sungai Malaya

Menurut Bapak Hasanuddin selaku Kepala Dusun Sempurna yang juga


menjadi Tokoh Agama di Desa Sungai Malaya mengatakan bahwa:

“Tradisi itu adalah sesuatu yang sudah dilaksanakan sejak lama dan terus
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, seringkali
dilakukan oleh masyarakat tertentu, misalnya masyarakat Madura.”

Selanjutnya menurut Bapak Hasanuddin Let Pellet Bhetteng dikalangan


Masyarakat Madura merupakan:

“Tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Madura yang


dilakukan untuk proses syukuran dalam menyambut kelahiran seorang
bayi. Pentingnya tradisi Let Pellet Bhetteng adalah sebagai bentuk acara
pencegahan dan penghindaran agar bayi yang dikandungnya tidak
mengalami masalah sehingga ketika bayi dilahirkan berjalan lancar
dan aman.”

Sedangkan menurut informan lain yaitu Ust. Muhammad Zaini yang


merupakan tokoh Agama di Dusun Kencana Utama mengatakan bahwa :

12
“Tradisi itu merupakan segala sesuatu yang diwariskan atau disalurkan
dari masa lalu ke masa saat ini atau sekarang. Tradisi bagi kami adalah
warisan-warisan sosial keagamaan yang mempunyai dampak positif bagi
masyarakat tertentu. Pentingnya tradisi Let Pellet Bhetteng adalah acara
selamatan orang hamil yang sudah berumur 7 bulan dengan tujuan agar
bayi yang berada dalam kandungan tersebut selamat dan sehat serta lahir
dalam keadaan baik.”

 Pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng pada Masyarakat Madura


di Desa Sungai Malaya

Mengenai pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng yang dilakukan oleh


masyarakat Madura menurut Bapak Hasanuddin dan Ust. Muhammad
Zaini yang merupakan tokoh Agama di Dusun Kencana Utama adalah:

“Dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan dan mengundang


sanak saudara untuk bersama-sama menyiapkan proses 7 bulanan.
Kemudian mengundang kiayi untuk memberikan sekaligus membacakan
Do’a/Tahlil agar ibu dan bayinya selamat beserta tetangga setempat.
Selain itu, proses pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng juga dilakukan
dengan membaca QS. Ar-Rahman, QS. Waqi’ah. QS. Thaha. QS.
Muhammad, QS. Yusuf, QS. Maryam, QS. Al-Mulk.”

“Setelah pembacaan QS di atas, proses selanjutnya adalah Pemandian


istri yang sedang hamil 7 bulan yang dipimpin oleh seorang tukhon
pejhik atau dukun bayi yang nantinya akan membantu proses
kelahiran.   Didalam tahap ini, air yang telah dicampur dengan air yang
dicapur dengan bunga 7 rupa. Di tahap ini terdapat barang yang
disediakan seperti, parang, ayam kampung dan telur ayam serta kelapa
kuning yang telah bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad yang nantinya
kelapa tersebut akan dibelah dengan sekali pukulan.

13
Fungsi ayam tersebut dalam Tradisi Let Phelet Bhetteng sebagai pengeras
yang nantinya akan diberikan kepada dukun bayi. Sedangkan telur ayam
akan diinjak oleh pasang suami istri dengan cara rebutan, jika yang
menginjak telur terlebih dahulu adalah sang suami maka diyakini anak
yang akan dilahirkan akan berjenis kelamin perempuan begitupun
sebaliknya. Selama proses pemandian yang memandikan atau
menyiramkan air ke ibu hamil dan suami adalah orang tua, kerabat
keluarga dan tamu yang hadir. Pada saat penyiraman air kepala ibu
hamil diketok dengan ujung dayung sambil menyiramkan air, hal ini
dilakukan supaya anak yang lahir tidak tuli.”

 Nilai-Nilai Kebudayaan Yang Terkandung Dalam Tradisi Let


Phelet Bhetteng pada Masyarakat Madura di Desa Sungai Malaya

Menurut Bapak Hasanuddin selaku Kepala Dusun Sempurna yang juga


menjadi Tokoh Agama di Desa Sungai Malaya mengatakan bahwa:

“Banyak nilai kebudayaan yang terkandung dalam tradisi Let Phelet


Bhetteng yang dilakukan masyarakat Madura. Misalnya nilai
kebersamaan yang tercermin dari berkumpulnya sebagian sanak
saudara maupun tetangga untuk berdoa bersama demi keselamatan
orang yang sudah hamil 7 bulan dan bayi yang akan lahir ke dunia. Bagi
masyarakat Madura, kebersamaan adalah hikamh yang harus dilestarikan
dan dilakukan demi merajut tali silaturrahmi antar sesama.”

Sedangkan menurut informan lain yaitu Ust. Muhammad Zaini yang


merupakan tokoh Agama di Dusun Kencana Utama mengatakan bahwa :

“Nilai kebudayaan pada tradisi Let Phelet Bhetteng diantaranya adalah


nilai kegotong-royongan yang melibatkan saudara dan tentangga
setempat. Mereka saling bantu demi terlaksananya tradisi Let Phelet
Bhetteng tersebut. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan

14
makanan dan minuman, menjadi pemimpin acara, membantu pemimpin
acara, dan lain sebagainya.

Selain nilai kegotong-royongan tersebut, nilai keselamatan juga menjadi


alasan untuk menyelenggaralan tradisi Let Phelet Bhetteng. Bagi
masyarakat Madura keselamatan ibu dan bayi yang akan lahir adalah hal
utama sehingga dari proses tradisi Let Phelet Bhetteng diadakan diawali
dengan tawasshul, pembacaan surah-surah al-Qur’an dan ditutup dengan
pembacaan do’a (bersama).”

C. Interpretasi Peneliti
Pentingnya Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat Madura di
Desa Sungai Malaya merupakan sesuatu yang sudah dilaksanakan sejak
lama dan terus menjadi bagian dari kehidupan serta sebagai bentuk dari
acara pencegahan dan penghindaran agar bayi yang dikandungnya
tidak mengalami masalah sehingga ketika bayi dilahirkan berjalan
lancar dan aman. Selain itu, tradisi let pellet bhetteng merupakan warisan-
warisan sosial keagamaan atau acara selamatan orang hamil yang sudah
berumur 7 bulan dengan tujuan agar bayi yang berada dalam kandungan
tersbut selamat dan sehat serta lahir dalam keadaan baik.

Pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng pada Masyarakat Madura


di Desa Sungai Malaya dengan mempersiapkan dan mengundang sanak
saudara untuk bersama-sama menyiapkan proses 7 bulanan. Kemudian
mengundang kiayi untuk memberikan sekaligus membacakan Do’a/Tahlil
agar ibu dan bayinya selamat beserta tetangga setempat. Proses
pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng juga dilakukan dengan membaca
QS. Ar-Rahman, QS. Waqi’ah. QS. Thaha. QS. Muhammad, QS. Yusuf,
QS. Maryam, QS. Al-Mulk. Setelah pembacaan QS di atas, proses
selanjutnya adalah Pemandian istri yang sedang hamil 7 bulan yang
dipimpin oleh seorang tukhon pejhik atau dukun bayi yang nantinya akan

15
membantu proses kelahiran.  Didalam tahap ini, air yang telah dicampur
dengan air yang dicampur dengan bunga 7 rupa. Di tahap ini terdapat
barang yang disediakan seperti, parang, ayam kampung dan telur ayam
serta kelapa kuning yang telah bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad
yang nantinya kelapa tersebut akan dibelah dengan sekali pukulan. Fungsi
ayam tersebut dalam Tradisi Let Phelet Bhetteng sebagai pengeras yang
nantinya akan diberikan kepada dukun bayi. Sedangkan telur ayam akan
diinjak oleh pasang suami istri dengan cara rebutan, jika yang menginjak
telur terlebih dahulu adalah sang suami maka diyakini anak yang akan
dilahirkan akan berjenis kelamin perempuan begitupun sebaliknya. Selama
proses pemandian yang memandikan atau menyiramkan air ke ibu hamil
dan suami adalah orang tua, kerabat keluarga dan tamu yang hadir. Pada
saat penyiraman air kepala ibu hamil diketuk dengan ujung dayung sambil
menyiramkan air, hal ini dilakukan supaya anak yang lahir tidak tuli.

Nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam Tradisi Let Phelet


Bhetteng pada masyarakat Madura di Desa Sungai Malaya adalah 1) Nilai
kebersamaan yang tercermin dari berkumpulnya sebagian sanak
saudara maupun tentangga untuk berdoa bersama demi keselamatan
orang yang sudah hamil 7 bulan dan bayi yang akan lahir ke dunia. 2)
Nilai kegotong-royongan yang melibatkan saudara dan tentangga
setempat. Mereka saling bantu demi terlaksananya tradisi Let Phelet
Bhetteng tersebut. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan
makanan dan minuman, menjadi pemimpin acara, membantu pemimpin
acara, dan lain sebagainya. 3) Nilai keselamatan yakni untuk keselamatan
ibu dan bayi yang akan lahir karena dalam tradisi tersebut terdapat
pembacaan tawasshul, pembacaan surah-surah al-Qur’an dan ditutup
dengan pembacaan do’a (bersama).

16
D. Kritik Peneliti
Dalam penelitian ini, tentu masih banyak kekurangan yang perlu
ditambah dan diperbaiki. Oleh karena itu, peneliti memerlukan kritik
penelitian tentang tradisi let pellet bhetteng ini baik dari pembaca maupun
sumber data/informan.

17
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Sungai
Malaya tentang Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat Madura, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa:

Pentingnya Tradisi Let Pelet Bhetteng pada Masyarakat Madura di


Desa Sungai Malaya adalah untuk menjaga dan melestarikan warisan para
leluhur yang sudah dilaksanakan sejak lama dan terus menjadi bagian dari
kehidupan berbudaya dengan tujuan mencegah dan menghindari agar
bayi yang sudah berumur 7 bulan dalam kandungan tidak mengalami
masalah, lahir dengan selamat dan sehat serta dalam keadaan baik.

Pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng pada Masyarakat Madura


di Desa Sungai Malaya dilakukan dengan mempersiapkan dan
mengundang sanak saudara untuk bersama-sama menyiapkan proses 7
bulanan serta mengundang kiayi untuk memberikan sekaligus
membacakan Do’a/Tahlil agar ibu dan bayinya selamat beserta tetangga
setempat. Proses pelaksanaan Tradisi Let Phelet Bhetteng juga dilakukan
dengan membaca QS. Ar-Rahman, QS. Waqi’ah. QS. Thaha. QS.
Muhammad, QS. Yusuf, QS. Maryam, QS. Al-Mulk. Setelah pembacaan
QS di atas, proses selanjutnya adalah Pemandian istri yang sedang hamil 7
bulan yang dipimpin oleh seorang tukhon pejhik atau dukun bayi yang
nantinya akan membantu proses kelahiran.  Air yang telah dicampur
dengan bunga 7 rupa dimandikan. Di tahap ini terdapat barang yang
disediakan seperti, parang, ayam kampung dan telur ayam serta kelapa
kuning yang telah bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad yang nantinya
kelapa tersebut akan dibelah dengan sekali pukulan.

18
Nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam Tradisi Let Phelet
Bhetteng pada masyarakat Madura di Desa Sungai Malaya adalah 1) Nilai
kebersamaan yang tercermin dari berkumpulnya sebagian sanak
saudara maupun tentangga untuk berdoa bersama demi keselamatan
orang yang sudah hamil 7 bulan dan bayi yang akan lahir ke dunia. 2)
Nilai kegotong-royongan yang melibatkan saudara dan tentangga
setempat. Mereka saling bantu demi terlaksananya tradisi Let Phelet
Bhetteng tersebut. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan
makanan dan minuman, menjadi pemimpin acara, membantu pemimpin
acara, dan lain sebagainya. 3) Nilai keselamatan yakni untuk keselamatan
ibu dan bayi yang akan lahir karena dalam tradisi tersebut terdapat
pembacaan tawasshul, pembacaan surah-surah al-Qur’an dan ditutup
dengan pembacaan do’a (bersama).

B. Saran
Demikianlah hasil penelitian ini ditulis, semoga dapat bermanfaat
bagi kita semua. Apabila terdapat kekurangan didalamnya, maka bentuk
saran konstruktif sangat peneliti harapkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

- https://islam.nu.or.id/post/read/87463/budaya-selamatan-kehamilan-dalam-
pandangan-islam

- https://myaanazlansyah.blogspot.com/2018/05/let-pelet-bhetteng-
madura.html?m=1

- Prof. Dr.Sugiyono, Metode Penelitian : Kuantitatif, kualitatif dan R&D

Bandung: Alfabeta, 2013

- Siska Fitiani, “Peran Dukun Tari”


Jakarta : Perpustakaan UPI, 2011

- Amin Abdullah, dkk,Agama dan Pluralitas Agama Lokal, Studi Budaya dan
Perubaha Sosial
Surakarta: 2003

20
LAMPIRAN

Gambar 1.1.

Gambaran diatas meunjukkan kebersamaan antara warga disaat tradisi ini


berlangsung

Gambar 1.2.

21
Gambar diatas menunjukkan kegotongroyongan antar warga disaat tradisi

22

Anda mungkin juga menyukai