Anda di halaman 1dari 37

HUKUM ADAT

HMZ. IQBAL MOENAF. S.H, M.H

DISUSUN OLEH :
AFMI ALFIANI RAHMAH
2019200002
KELAS : F

MAKALAH TENTANG ADAT PERKAWINAN


“SUKU SUNDA, KUNINGAN JAWA BARAT”

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS HUKUM 2019-2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum Adat dengan judul “Adat
Perkawinan Suku Sunda, Kuningan Jawa Barat”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Maka apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
Hukum Adat saya Bapak Iqbal yang telah membimbing saya dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Tangerang, 30 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. Latar belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAAN...........................................................................................................................4
A. Asal Usul Suku Sunda.................................................................................................................5
Pengertian Suku Sunda..................................................................................................................5
Sejarah Suku Sunda.......................................................................................................................5
B. Pengertian Perkawinan Adat.....................................................................................................6
Definisi Perkawinan Menurut Hukum Adat...................................................................................6
Definisi Perkawinan Menurut Undang-undang..............................................................................7
C. Asas-Asas dan Sistem Perkawinan dalam Hukum Adat.............................................................8
Asas-asas perkawinan dalam hukum adat, yaitu:..........................................................................9
Sistem Perkawinan dalam Hukum Adat.......................................................................................10
D. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Adat Sunda.......................................................................12
Prosesi dan Tata Cara Upacara Pernikahan Adat Sunda Pra Pernikahan.....................................12
E. Prosesi Pelaksanaan Upacara Perkawinan Adat Sunda Pada Masyarakat di Wilayah Kabupaten
Kuningan..........................................................................................................................................25
Upacara Sebelum Upacara Perkawinan.......................................................................................26
Upacara Pada Saat Perkawinan...................................................................................................27
Upacara Setelah Perkawinan.......................................................................................................28
Makna yang terkandung dalam symbol - simbol upacara perkawinan Sunda di wilayah
Kabupaten Kuningan....................................................................................................................29
1. Upacara Ngeuyeuk seureuh.......................................................................................................30
F. Upaya Masyarakat di Wilayah Kabupaten Kuningan Mempertahankan Tradisi Ritual Adat
Sunda dalam Upaya Perkawinan.....................................................................................................34
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................35
A. Kesimpulan..............................................................................................................................35
B. Saran........................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai macam kebudayaan
yang ada di negara kita. Indonesia terdiri dari banyak suku dan budaya, dengan mengenal dan
mengetahui hal itu, masyarakat Indonesia akan lebih mengerti kepribadian suku lain,
sehingga tidak menimbulkan perpecahan maupun perseteruan. Pengetahuan tentang
kebudayaan itu juga akan memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia
yang baik.
Selain hal-hal di atas, kita juga dapat mengetahui berbagai kebudaya di Indonesia yang
mengalami akulturasi. Karena proses akulturasi yang terjadi tampak simpang siur dan
setengah-setengah. Contoh, perubahan gaya hidup pada masyarakat Indonesia yang kebarat-
baratan yang seolah-olah sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya dan adat ketimurannya.
Namun, masih ada beberapa masyarakat yang masih sangat kolot dan hampir tidak
mempedulikan perkembangan dan kemajuan dunia luar dan mereka tetap menjaga
kebudayaan asli mereka.
Karena latar belakang di atas kita menyusun makalah tentang salah satu kebudayaan
masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat Sunda. Makalah ini akan memberikan wawasan
tentang masyarakat Sunda yang memiliki keragaman suku dan budaya.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah asal usul suku Sunda?
2.      Bagaimanakah Adat perkawinan suku Sunda ala kota Kuningan JawavBarat?
3.      Bagaimanakah tradisi usai akad nikah?

C.   Tujuan
            Untuk mengetahui asal usul suku Sunda, serta adat istiadat pernikahan yang ada
dimasyarakat Sunda.

1
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Asal Usul Suku Sunda


Pengertian Suku Sunda

Suku Sunda  adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat


pulau Jawa, Indonesia, yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa
Barat, Banten, Jakarta, dan Lampung. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di
Indonesia. Sekurang-kurangnya 15,41% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda.
Mayoritas orang Sunda beragama islam. akan tetapi ada juga sebagian kecil yang
beragama kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan/Jati Sunda. Agama Sunda Wiwitan masih
bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan
masyarakat suku Baduy di Lebak Banten yang berkerabat dekat dan dapat dikategorikan
sebagai suku Sunda.

Sejarah Suku Sunda

Sejarah suku Sunda dapat dibedakan menjadi dua masa yakni: Jaman Praehistori dan
Jaman Histori.Demikian pula peninjauan terhadap sejarah Tanah Sunda atau Pasundan yang
kini dikenal dengan Jawa Barat pada Jaman Praehistori dari masa ini tidak terdapat
peninggalan-peninggalan yang terang berupa tulisan baik pada batu,daun lontar atau
kuningan dan lain sebagainya.Jaman histori Sunda dimulai sejarahnya dengan adanya batu
bertulis di sungai Ciaeuruten,Bogor yang menyatakan adanya suatu kerajaan Hindu bernama
Tarumanegara.

Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari akar kata
‘sund’ atau kata ‘suddha’ dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian bersinar,
terang, putih (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi)
dan bahasa Bali pun terdapat kata sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak
tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada (Anandakusuma, 1986: 185-186;
Mardiwarsito, 1990: 569-570; Winter, 1928: 219). Orang Sunda meyakini bahwa memiliki
etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter Sunda yang
dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter

2
(cerdas). Sedangkan menurut bahasa Sunda dapat diartikan: bagus,indah,cantik,unggul,dan
menyenangkan.

Sejarah suku Sunda dapat dibedakan menjadi dua masa yakni: Jaman Praehistori dan
Jaman Histori.Demikian pula peninjauan terhadap sejarah Tanah Sunda atau Pasundan yang
kini dikenal dengan Jawa Barat pada Jaman Praehistori dari masa ini tidak terdapat
peninggalan-peninggalan yang terang berupa tulisan baik pada batu,daun lontar atau
kuningan dan lain sebagainya.Jaman histori Sunda dimulai sejarahnya dengan adanya batu
bertulis di sungai Ciaeuruten,Bogor yang menyatakan adanya suatu kerajaan Hindu bernama
Tarumanegara.

Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari akar kata
‘sund’ atau kata ‘suddha’ dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian bersinar,
terang, putih. Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan bahasa Bali pun terdapat kata sunda,
dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada.
Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju
keutamaan hidup. Karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener
(benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas).Sedangkan menurut bahasa Sunda dapat
diartikan: bagus,indah,cantik,unggul,dan menyenangkan.

D. Pengertian Perkawinan Adat


Definisi Perkawinan Menurut Hukum Adat

Pernikahan adalah sebuah momen bersatunya sepasang kekasih dalam ikatan suami istri yang
disahkan dihadapan Tuhan dan diakui oleh negara. Tidak dipungkiri, pernikahan adalah
momen penting dalam kehidupan setiap manusia. Secara individu, pernikahan akan
3
mengubah sesorang dalam menempuh hidup baru. Dan keluarga yang dibangun perlu dibina
agar mendatangkan suasana yang bahagia, sejahtera, nyaman dan tentram dan juga
menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah.

Definisi Perkawinan Menurut Undang-undang

Adapun beberapa pengertian pernikahan antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan
lahir batin antar seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu
dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun isteri. Pernikahan bertujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya.
2. Pernikahan memerlukan kematangan dan kesiapan fisik dan mental karena menikah/
kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
3. Pernikahan adalah sebuah kebersamaan dan persahabatan. Hidup bersama,
bekerjasama, melakukan banyak hal bersama dan tak menginginkan yang lain.
4. Pernikahan artinya pengertian, biasanya buta terhadap kesalahan pasangan, biasanya
penuh pengertian atas setiap hal-hal atas waktu, perasaan dan keinginan pasangan.
5. Pernikahan artinya berbincang, berdoa, berdialog dan menyetujui bersama.
Pernikahan tak membiarkan dinding apapun terbangun di antara mereka dengan
mengabaikan pasangan, melainkan mencari solusi kreatif.

Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat sakral dan dinantikan setiap
pasangan. Sakral yaitu memanifestikan diri sebagai sebuah realitas yang secara keseluruhan
berbeda tingkatannya dengan realitas-realitas “alami”. Sakral sendiri bagi masyarakat Sunda
yaitu sebagai sarana manusia berhubungan dengan ilahi. Oleh karena itu tidak sedikit
pasangan yang melakukan persiapan pernikahan jauh hari sebelumnya, dan yang paling
penting dilakukan oleh pasangan menjelang pernikahan adalah mendekatkan diri kepada
Tuhan dan memohon restu-Nya agar pernikahan yang dilangsungkan sukses, lancar, dan
bahagia lahir batin selamanya.

Perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh
kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga
yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan

4
persiapan fisik dan mental karena menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan
jalan hidup seseorang.

Oleh karenanya diperlukan sikap yang penuh tanggung jawab dari masing individu
yang menjalin hubungan dan berlanjut ke tahap 7 pernikahan. Setiap pasangan yang akan
menikah selalu menginginkan pernikahannya berkesan dan tidak terlupakan karena
pernikahan diharapkan menjadi momen sekali seumur hidup.

Prinsip dasar masyarakat Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama yakni silih
asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikan sebagai saling menyangi, saling
menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam berbagai upacara adat Sunda.

E. Asas-Asas dan Sistem Perkawinan dalam Hukum Adat


Dalam masyarakat hukum adat, hukum perkawinan adat mempunyai asas-asas yang
menjadi parameter masyarakat yang masing-masing daerah mempunyai aturan sendiri dan
berbeda-beda sesuai kebiasaan setempat.

5
Asas-asas perkawinan dalam hukum adat, yaitu:

1. Asas Keadatan dan kekerabatan

Perkawinan dalam hukum adat bukan sekedar mengikat secara individual, akan tetapi
juga mengikat masyarakat adat dalam arti masyarakat komunal punya tanggung jawab dalam
urusan perkawinan warganya. Oleh itu, perkawinan dalam hal ini sangat ditentukan kehendak
kerabat dan masyarakat adat. Kehendak yang dimaksud ialah mulai dari pemilihan pasangan,
persoalan Dzjujurdz dan persoalan-persoalan lainnya. Asas inilah sebenarnya yang mendasari
dari asas-asas perkawinan dalam hukum adat.

2. Asas Kesukarelaan/Persetujuan

Dalam hukum adat calon mempelai tidak mempunyai otoritas penuh untuk
menyatakan kerelaan/persetujuan perkawinan. Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan
orang tua dan anggota kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau istri
yang tidak diakui oleh masyarakat adat setempat. Pelanggaran terhadap asas ini (ukum
Perkawinan Adat Universitas Malikussaleh 53 dapat dikenakan sanksi dikeluarkan dari
lingkungan kekerabatan masyarakat adat, terlebih dalam masyarakat adat yang masih kental
system kesukuaannya seperti masyarakat adat Nusa Tenggara Timur.

3. Asas Partisipasi Kerabat dan masyarakat Adat.

Dalam perkawinan, partisipasi orang tua beserta kerabat dan masyarakat adat
sangatlah besar artinya. Partisipasi ini dimulai dari pemilihan calon mempelai, persetujuan
sampai pada kelanggengan rumah tangga mereka, secara langsung ataupun tidak langsung
orang tua beserta kerabat punya tanggung jawab moral terhadapnya.

4. Asas Poligami

Asas poligami dalam masyarakat adat sudah menjadi tradisi. Tidak sedikit adat raja-
raja, adat bangsawan baik yang beragama Hindu, Budha, Kristen dan Islam mempunyai istri
lebih dari satu bahkan puluhan. Masing-masing istri yang dipoligami tersebut mempunyai
kedudukan yang berbeda satu sama lain berdasarkan struktur hukum adat setempat.
Walaupun demikian, seiring dengan perkembangan jaman dan lemahnya institusi adat serta
perkembangan iklim hukum nasional, praktek poligami dalam masyarakat adat sudah mulai
ditinggalkan, kalaupun ada menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

6
agama. Dengan demikian, poligami dalam hukum adat sudah teresepsi dalam hukum lainnya
yang lebih kuat.

5. Asas Selektivitas

Asas selektivitas dalam hukum adat, pada pembahasan ini diarahkan pada proses dan
siapa yang berhak menentukan calon mempelai. Seperti yang sudah dijelaskna di atas bahwa
dalam hukum adat, orang tua, kerabat dan masyarakat adat sangat berpengaruh dalam
pemilihan calon mempelai. Dengan demikian, proses memilih calon mempelai mempunyai
sedikit banyak peran yang ditentukan oleh orang tua beserta kerabat. Dalam proses pemilihan
calon mempelai, diarahkan pada jenis perkawinan yang dikehendaki dan menghindari
perkawinan yang dilarang.

Sistem Perkawinan dalam Hukum Adat

Dalam sistem perkawinan adat di Indonesia, terdapat tiga sistem yang berlaku di
masyarakat, yaitu endogami, exogami dan eleutherogami.

1. Sistem Endogami

Endogami yaitu perkawinan dilakukan dalam lingkungan rumpun, antara anggota


yang satu lelaki dengan perempuan dari anggota yang lain tetapi perkawinan tidak dilakukan
di luar rumpun. Kawin endogamy merupakan suatu anjuran yang beralasan pada kepentingan
persatuan dalam hubungan antar keluarga, supaya dapat mempertahankan tanah tetap menjadi
milik lingkungan sendiri atau milik rumpun. Sistem ini masih terlihat dalam masyarakat
hukum adat di daerah Toraja, tetapi ini bertentangan sekali dengan sifat susunan parental
yang ada di daerah tersebut. Dalam perkawinan ini, untuk anggota Gezin, yaitu anak-anak di
Jawa dan Madura tidak ada pembatasan apapun. Anggota gezin tersebut boleh kawin dengan
siapa saja, asal perkawinan yang hendak dilangsungkan tidak bertentangan dengan agama dan
kesusilaan.

2. Sistem Exogami

Dalam sistem ini orang diharuskan kawin dengan orang di luar sukunya sendiri.
Sistem ini banyak dijumpai di daerah Tapanuli, Alas Minangkabau.

3. Sistem Eleutherogami

7
Pada sistem ini, tidak mengenal larangan-larangan apapun atau batasan-batasan
wilayah seperti halnya pada endogami dan exogami. Sistem ini hanya menggunakan berupa
larangan-larangan yang berdasarkan pada pertalian darah atau kekeluargaan, turunan yang
dekat seperti ibu, nenek, anak kandung, cucu dan saudara kandung, saudara bapak atau ibu,
seperti di dalam masyarakat hukum adat di Aceh.

8
F. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Adat Sunda
Upacara pernikahan adalah termasuk upacara adat yang harus dijaga, karena dari
situlah akan tercermin jati diri, bersatunya sebuah keluarga bisa mencerminkan bersatunya
sebuah negara.

Untuk terlaksananya suatu hubungan antara manusia dalam suatu masyarakat


diciptakan norma-norma, seperti: secara, kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat. Di dalam
prosesi pernikahan adat Sunda, ada beberapa ritual yang perlu dipahami maknanya bersama,
karena dalam pernikahan atau perkawinan yang ada di Indonesia khususnya adat sunda,
memiliki arti yang sakral, baik penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada
orang tua. Pernikahan adat Sunda sangat kental dengan penghormatan kaum wanita, suasana
pernikahan dilaksanakan dengan suasana bahagia, penuh dengan humor. Jadi perasaan
bahagia akan selalu mengiringi upacara pernikahan adat Sunda.

Menurut masyarakat Sunda, laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Tuhan agar
bersatu menjadi loro-loronong atunggal. Dengan pernikahan, laki-laki dan perempuan
dipersatukan oleh sang pencipta menjadi satu roh, satu jiwa. Karena filosofi pernikahan bagi
masyarakat sunda adalah demikian, maka perceraian tidak boleh dilakukan atau haram
hukumnya apabila dilakukan, kecuali kehendak Tuhan atau salah satunya meninggal.

Upacara pernikahan adat Sunda di Jawa Barat, ada hal-hal yang masih tetap
dipertahankan, namun ada pula yang sudah mulai tidak dipergunakan atau dikurangi
intensitasnya. Hal itu disebut Profan, menurut Mircea Eliade dalam Sakral dan Profan. Profan
berarti ruang dan waktu bersifat homogeni, tidak ada ruang istimewa, dan tidak ada waktu
istimewa atau bisa dikatakan dengan pengingkaran terhadap adanya sesuatu yang sakral.
Contohnya tahapan upacara melamar, atau nanyaan, nyawer, huap lingkung, seserahan dan
sebagainya. Kalaulah ada, tapi sudah mengalami perubahan atau disesuaikan dengan kondisi
tempat, kemampuan pemangku hajat, dan lingkungan jaman.

Prosesi dan Tata Cara Upacara Pernikahan Adat Sunda Pra Pernikahan

1. Neundeun Omong

Ada neundeun omong (menyimpan ucapan) yaitu pembicaraan orang tua atau pihak
pria yang berminat mempersunting seorang gadis. Bila seorang pria atau orang tua dari pria
bermaksud untuk mempersunting seorang gadis, maka gadis itu akan diselidiki lebih dulu
keadaannya, apakah ia masih bebas atau belum ada yang meminang. Apabila ternyata si gadis

9
belum ada yang memiliki atau tanda-tanda setuju, maka pembicaraan akan meningkat terus
(serius). Setelah ada persetujuan antara dua belah pihak orang tua barulah anak-anak yang
bersangkutan (pria dan gadis) diberi tahu. Hal ini dilakukan karena pada zaman dahulu
pernikahan dilangsungkan atas kehendak orang tua, sehingga tidak sedikit terjadi pernikahan
dimana kedua mempelai sebelumnya tidak saling mengenal.

Dalam pelaksanaannya neundeun omong biasanya sebagai berikut:

 Pihak orang tua calon pengantin bertamu kepada calon besan (calon pengantin
perempuan). Berbincang dalam suasana santai penuh canda tawa, sambil sesekali
diselingi pertanyaan yang bersifat menyelidiki status anak perempuannya apakah
sudah ada yang melamar atau belum.
 Pihak orang tua calon besan pun demikian dalam menjawabnya penuh dengan
benyolan penuh dengan siloka.
 Walaupun sudah sepakat diantara kedua orang tua itu, pada jaman dahulu kadang-
kadang anak-anak mereka tidak tahu.
 Di beberapa daerah di wilayah pasundan, kadang-kadang ada yang menggunakan cara
dengan saling mengirimi barang tertentu. Seperti orang tua anak laki-laki mengirim
rokok cerutu dan orang tua anak perempuan mengerti dengan maksud itu, maka
apabila mereka setuju akan segera membalasnya dengan mengirimkan benih labu
siam (binih waluh siam). Dengan demikian maka anak perempuannya itu sudah
diteundeunan omong (disimpan ucapannya).

Namun zaman telah berubah dan ritual ini pun sedikit demi sedikit mulai
ditinggalkan, dimana sekarang pada umumnya pria dan gadis mencari dan menemukan
jodohnya sendirisendiri. Setelah antara keduanya saling bersepakat, baru kemudian
membicarakan dengan kedua orang tua maing-masing. Dan selanjutnya menentukan waktu
untuk melamar dan meminang.

2. Narosan (melamar)

Narosan adalah tindak lanjut daripada neundeun omong, pada kunjungan kedua yang
telah ditentukan dan disepakati oleh kedua pihak. Maka orang tua calon pengantin pria
beserta keluarga terdekat.

Pada pelaksanaannya orang tua anak laki-laki biasanya sambil membawa barang-barang,
seperti :

10
 Lemareun (seperti daun sirih, gambir, apu)
 Pakaian perempuan
 Cincin meneng
 Beubeur tameuh (ikat pinggang yang suka dipakai kaum perempuan terutama setelah
melahirkan)
 Uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa pada waktu seserahan.

Barang-barang yang dibawa dalam pelaksanaan upacara ngalamar itu tidak lepas dari simbol
dan makna seperti :

 Sirih, bentuknya segi tiga meruncing ke bawah kalau dimakan rasanya pedas. Gambir
rasanya pahit dan kesat. Apu rasanya pahit. Tapi kalau sudah menyatu rasanya jadi
enak dan dapat menyehatkan tubuh dan mencegah bau mulut.
 Cincin meneng yaitu cincin tanpa sambungan mengandung makna bahwa rasa kasih
dan sayang tidak ada putusnya.
 Pakaian perempuan mengandung makna sebagai tanda mulainyatanggung jawab dari
pihak laki-laki terhadap prempuan.
 Beubeur tameuh mengandung makna sebagai tanda adanya ikatan lahir dan bathin
antara kedua belah pihak.
3. Seserahan

Seserahan adalah penyerahan calon pria dengan membawa peralatan atau


perlengkapan untuk pernikahan. Sebagai kelanjutan dari narosan atau ngelamar pihak orang
tua calon pengantin pria mulai mempersiapkan kepada piahak calon mempelai wanita,
dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan, yaitu calon pengantin pria membawa uang sebesar 10
kali lipat dari uang yang dibawa pada narosan atau ngelamar, pakaian, perabot rumah tangga,
perabot dapur, makanan, dan lainnya. Begitu juga seballiknya dari pihak calon pengantin
wanita menyerahkan sesuatu kepada pihak calon pengantin pria.

4. Ngecangkeun aisan Ngecagkeun aisan.

Calon pengantin wanita keluar dari kamardan secara simbolis digendong oleh sang
ibu, sewmentara ayah calon pengantin wanita berjalan di depan sambil membawa lilin
menuju tempat sungkeman. Upacara ini dilaksanakan sehari sebelum resepsi pernikahan,
sebagai symbol lepasnya tanggung jawab orang tua calon pengantin.

Properti yang digunakan :

11
a. Palika atau pelita atau menggunakan lilin yang berjumlah tujuh buah. Hal ini
mengandung makna jumlah hari dalam seminggu.
b. Kain putih yang bermakna niat suci.
c. Bunga tujuh rupa yang bermakna bahwa perilaku kita, selama tujuh hari dalam
seminggu harus wangi yang artinya baik. 4. Bunga hanjuang yang bermakna bahwa
kedua calon pengantin akan memasuki alam baru yaitu alam rumah tangga.

Langkah-langkah upacara ini adalah :

 Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar sambil membawa lilin/
palika yang sudah menyala.
 Lalu dibelakangnya diikuti oleh calon pengantin perempuan sambil dililit (diais) oleh
ibunya.
 Setelah sampai ditengah rumah kemudian kedua orang tua calon pengantin
perempuan duduk di kursi yang telah dipersiapkan.
 Untuk menambah khidmatnya suasana, biasanya sambil diiringi alunan kecapi suling
dalam lagu ayun ambing.
5. Ngaras Upacara

Ngaras artinya membasuh kedua telapak kaki orang tua sebagai tanda berbakti kepada
orang tua. Pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan.
Permohonan izin calon mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua orang
tua. Upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan.

Pelaksanaannya sebagai berikut :

Calon pengantin perempuan bersujud dipangkuan orang tuanya sambil berkata :

“Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya, jembar manah ti salira. Ngahapunten kana
sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah
rosul. Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu’a ti salira.”

Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kapala anaknya :

“Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu bagja
tio Ema sareng ti Bap amah, pidu’a sareng pangampura, dadas keur hidep sorangan
geulis.”

12
Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke
tempat siraman untuk melaksanakan upacara siraman.

 Pencampuran air siraman. Kedua orang tua menuangkan air siraman ke dalam bokor
dan mengaduknya untuk upacara siraman.
 Siraman. Diawali music kecapi suling, calon pengantin wanita dibimbing oleh perias
menuju tempat siraman dengan menginjak 7 helai kain. Siraman calon pengantin
wanita dimulai oleh ibu, kemudian ayah, disusul oleh para sesepuh. Jumlah penyiram
ganjil, misalnya 7, 9 dan paling banyak 11 orang. Secara terpisah, upacara yang
samadilakukan di rumah calon mempelai pria. Perlengkapan yang dilakukan adalah
air bunga setaman (7 macam bunga wangi), dua helai kain sarung, satu helai
selendang batik, satu helai handuk, pedupaan, baju kebaya, paying besar, dan lilin.
6. Siraman

Upacara Siraman, artinya memandikan calon pengantin perempuan dengan air yang
telah dicampur dengan air bunga tujuh rupa (7 macam bunga wangi). Maksud dari upacara
siraman adalah sebagai simbol bahwa untuk menuju sebuah mahligai rumah tangga yang suci
harus pula diawali dengan tubuh serta niat yang suci pula. Acara memandikan calon
pengantin agar bersih lahir dan batin ini, berlangsung siang hari di kediaman masing-masing
calon mempelai. Bagi umat muslim, acara ini terlebih dahulu diawali dengan pengajian.

Pelaksanaan upacara siraman seperti berikut:

1. Sesudah membaca doa, ayah calon pengantin langsung menyiramkan air dimulai dari
atas kepala hingga ujung kakinya. Setelah itu diteruskan oleh ibunya sama seperti tadi.
Dan dilanjutkan oleh kerabat harus yang sudah menikah.

2. Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan melafalkan jangjawokan (mantra)


seperti berikut:

Cai suci cai hurip Cai rahmat cai nikmat

Hayu diri urang mandi

Nya mandi jeung para Nabi

Nya siram jeung para Malaikat

Kokosok badan rohani

13
Cur mancur cahayaning Alloh

Cur mancur cahayaning ingsun

Cai suci badan suka

Mulih badan sampurna

Sampurna ku paraniam.

 Potong rambut atau ngerik. Calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh kedua
orang tua sebagai lambang memperindah diri lahir dan batin. Dilanjutkan prosesi
ngeningan (dikerik dan dirias), yakni menghilangkan semua bulu-bulu halus pada
wajah, kuduk, membentuk amis cau/sinom, membuat godeg, dan kembang turi.
Perlengkapan yang dibutuhkan : pisau cukur, sisir, gunting rambut, pinset, air bunga
setaman, lilin atau pelita, padupaan, dan kain mori/putih. Biasanya sambil dilantunkan
jangjawokan juga :

Peso putih ninggang kana kulit putih

Cep tiis taya rasana

Mangka mumpung mangka melung

Maka eunteup kana sieup

Mangka meleng ka awaking, ngeunyeuk seureuh.

 Rebutan parawanten. Sambil menunggu calon mempelai dirias, para tamu undangan
menikmati acara rebutan hahampangan dan beubeutian. Juga dilakukan acara
pembagian air siraman.
 Suapan terakhir. Pemotongan tumpeng oleh kedua orangtua calon mempelai wanita,
dilanjutkan dengan menyuapi sang anak untuk terakhir kali, masing-masing sebanyak
tiga kali.
 Tanam rambut. Kedua orangtua menanam potongan rambut calon mempelai wanita di
tempat yang telah ditentukan.
7. Ngeuyeuk Seureuh

Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang artinya mengolah.
Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin beserta keluarganya yang
dilaksanakan pada malam hari sebelum akad nikah. Pandangan hidup orang sunda senantiasa

14
dilandasi oleh tiga sifat utama yakni silih asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal
diartikan sebagai saling menyayangi, saling menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu
tampak dalam berbagai upacara adat atau ritual terutama acara ngeuyeuk seureuh.
Diharapkan kedua calon pengantin bisa mengamalkan sebuah peribahasa kawas gula jeung
peuet (bagaikan gula dengan nira yang sudah matang) artinya hidup yang rukun, saling
menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan.

Prosesi ngeuyeuk seureuh ini dilakukan setelah prosesi ngerik di lakukan adapun
maksud dan tujuan ngeuyeuk seureuh, yaitu:

 Memberikan kesempatan kepada calon mempelai untuk meminta izin kepada orang
tua masingmasing, disertai do’a restu dari orang tua kepada putra-putrinya dengan
disaksikan oleh sanak saudaranya dan dilakukan dengan sehidmat-hidamatnya.
 Setelah itu kedua orang tua memberikan nasihat kepada calon mempelai melalui
bendabenda yang terdapat pada alat-alat yang ada atau alat-alat ngeuyeuk seureuh.

Tata cara ngeuyeuk seureuh :

1. Nini pangeuyeuk memberikan 7 belai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada


kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung
benang, kedua mempelai meminta izin untuk menikah kepada orangtua mereka.
2. Pangeuyeuk membawakan kidung yang berisi permohonan dan doa kepada
Tuhansambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai,
simbol harapan hidup sejahtera bagi sang mempelai.
3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat
untuk saling memupuk kasih sayang.
4. Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga yang bersih
dan tak ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian diatas kain pelekat,
melambangkan kerja sama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.
5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe
melambangkan hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang melambangkan
suami istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri. Selanjutnya calon
pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang dipegang oleh calon pengantin
wanita.

15
6. Membuat lungkun, yakni berupa 2 lembarsirih bertangkai berhadapan digulung
menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal
yang sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.
7. Diabai-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamuberebut uang yang
berada dibawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan
disayang keluarga.
8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke
perempatan jalan, simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap kebahagiaan
dalam menempuh hidup baru.
9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi sunda akan jumlah hari yang
diterangi matahari dan harapan akan kejujuran dalam membina rumah tangga.

a. Upacara Pernikahan Adat Sunda (Akad)

Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan
keluarga calon pengantin pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan. Selain
membawa mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur, perabot kamar tidur, kayu
bakar, gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Di daerah priangan susunan acara upacara
akad nikah biasanya sebagai berikut :

1. Penjemputan calon pengantin pria

Penjemputan calon pengantin pria dilakukan oleh utusan dari pihak calon pengantin
wanita, setelah siap segala sesuatunya untuk pelaksanaan akad nikah dan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan, atau disepakati bersama maka pihak calon pengantin wanita
mengirim utusan untuk menjemput calon pengantin pria. Dan tugas ini sebaiknya tidak
dibebankan keapada seorang pemuda (anak muda) karena kurang berwibawa. Kemudian,
calon pengantin pria beserta para pengiring menuju kediaman calon pengantin wanita,
disambut acara mapag pengantin yang dipimpin oleh penari yang disebut mang lengser.
Calon mempelai pria disambut oleh ibu calon mempelai wanita dengan mengalungkan
rangkaian bunga.

2. Penyerahan calon pengantin pria

16
Yang mewakili pemasrahan calon penganti pria biasanya diwakilkan kepada orang
yang dituakan (ahli berpidato). Dan yang menerima dari perwakilan calon pengantin
perempuan juga biasanya diwakilkan.

3. Akad nikah

Setelah penghulu dan saksi duduk di tempat masing-masing, maka calon pengantin
wanita diambil dari kamar pengantin oleh orang tuanya atau ayahnya dan didudukan
disamping kiri calon pengantin pria. Sebelum ijab (akad nikah) dimulai, kedua calon
pengantin dikerudungi tiung panjang atau tudung berwarna putih, ini melambangkan
penyatuan dua insane yang masih murni, lahir maupun batin.

Kerudung atau tudung berwarna putih boleh dibuka apabila akad nikah sudah selesai,
setelah selesai upacara akad nikah dilakukan kedua calon pengantin yang sudah resmi
menjadi pengantin baru, dipersilahkan berdiri untuk serah terima mas kawin dan menerima
buku nikah masing-masing. Kemudian pengantin pria melakukan pemasangan cincin kawin
yang dipakaikan pada jari manis pengantin wanita dan juga sebaliknya, pengantin wanita
memasangkan cincin pada jari manis pengantin pria.

4. Menyerahkan mas kawin

Mas kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau
keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada
saat pernikahan.

5. Sungkeman

Acara selanjutnya adalah munjungan oleh kedua pengantin kepada para petugas
KUA, yang diteruskan dengan sembah sungkem meminta do’a restu kepada orang tua
pengantin wanita, lalu kepada orang tua pengantin pria (Thomas Wiyasa Bratawidjadja,
Upacara Pernikahan Adat Sunda, 2002).

b. Upacara Pernikahan Adat Sunda (setelah akad)

1) Sawer Pengantin

Saweran, merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai yang


dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan mempelai beserta keluarga berbagi
rejeki dan kebahagiaan. Kata sawer berasal dari kata panyaweran, yang dalam bahasa sunda
berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata

17
sawer ini diambil dari tempat berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.
Berlangsung di panyaweran (di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai
dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor yang diisi uang logam, beras,
irisan kunyit tipis, dan permen. Kedua mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi
payung, seiring kidung selesai dilantunkan, isi bokor ditabur, hadirin yang menyaksikan
berebut memunguti uang receh dan permen. Bahan-bahan yang diperlukan dan digunakan
dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud yang hendak disampaikan
kepada pengantin baru ini, seperti :

1. Beras yang mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya, mudah-mudahan setelah


berumah tangga pengantin bisa hidup makmur.
2. Uang recehan mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya apabila kita
mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan fakir dan yatim
3. Kembang gula artinya mudah-mudahan dalam melaksanakan rumah tangga
mendapatkan manisnya hidup berumah tangga.
4. Kunyit sebagai simbol kejayaan mudah-mudahan dalam hidup berumah tangga bisa
meraih kejayaan. Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya
kita harus bersifat dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer
adalah sebagai berikut :

Kidung sawer
Pangapunten kasadaya
Kanu sami araya
Rehna bade nyawer heula
Ngedalkeun eusi werdaya
Dangukeun ieu piwulang
Tawis nu mikamelang
Teu pisan dek kumalancang
Megatan ngahalang-halang
Bisina tacan kaharti
Tengetkeun masing rastiti
Ucap lampah ati-ati
Kudu silih beuli ati

18
Lampah ulah pasalia
Singalap hayang waluya
Upama pakiya-kiya Ahirna matak pasea

2.) Nincak endog (menginjak telur)

Mengandung simbol keperawanan dan benih artinya agar pengantin perempuan bisa
memberikan keturunan yang baik. Mempelai pria menginjak telur dibalik apan dan elekan
(batang bambu muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di
kendi, mengelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua. Melambangkan pengabdian
istri kepada suamiyang dimulai dari hari itu.

2.) Meuleum harupat (membakar lidi)

Mengandung maksud bahwa dalam memecahkan suatu permasalahan jangan punya


sifat seperti harupat yang mudah patah tetapi harus dengan pikiran yang bijaksana.
Pelaksanaannya yaitu kedua mempelai memegang harupat saling berhadapan dan langsung
mematahkannya. Mempelai pria memegang batang harupat, pengantin wanita membakar
dengan lilin sampai menyala. Harupat yang sudah menyala kemudian dimasukan kedalam
kendi yang dipegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu dibuang jauh-
jauh. Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam
memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air
adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan hati suami tidak
nyaman.

3.) Buka pintu Diawali mengetuk pintu tiga kali

Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutandari dalam dan luar pintu rumah.
Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
Dialog pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki seperti berikut ini :

Kentar Bayubud

Istri : Saha eta anu kumawani

Taya tata taya bemakrama

19
Ketrak-ketrok kana panto

Laki-laki : Geuning bet jadi kitu

Api-api kawas nu pangling

Apan ieu teh engkang

Hayang geura tepung

Tambah teu kuat ku era

Da diluar seueur tamu nu ningali

Istri : euleuh karah panutan

4.) Huap lingkung

Setelah buka pintu dilaksanakan kedua mempelai dipertemukan, dan dibawa ke kamar
pengantin untuk melaksanakan upacara huap lingkung. Perlengkapan yang harus disediakan
seperti: bekakak ayam, nasi kuning, dan lain-lain.

1. Pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua. Dimulai oleh para ibunda yang
dilanjutkan oleh kedua ayahanda.
2. Kedua mempelai saling menyuapi, tersedia 7 bulatan nasi punar (nasi ketan kuning)
diatas piring. Saling menyuap melalui bahu masing-masing kemudian satu bulatan
diperebutkan keduanya untuk kemudian dibelah dua dan disuapkan kepada pasangan.
Melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah berkeluarga, kedua anak
mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan juga menandakan
bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan menantu itu sama besarnya.
5.) Melepaskan sepasang burung merpati

Upacara ini mengandung maksud bahwa kedua mempelai akan mengarungi dunia
baru yaitu dunia rumah tangga. Ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil masing-
masing membawa burung merpati yang kemudian dilepaskan terbang di halaman.
Melambangkan bahwa peran orangtua sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka
telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

6.) Pabetot Bakakak (menarik ayam bakar)

Kedua mempelai duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua
paha ayam bakakak diatas meja, kemudian pemandu acara member aba-aba, kedua mempelai
20
serentak menarik bakakak ayam tersebut hingga terbelah. Yang mendapat bagian terbesar,
harus membagi dengan pasangannyadengan cara digigit bersama. Melambangkan bahwa
berapa pun rejeki yang didapat, harus dibagi berdua dan dinikmati bersama.

7.) Numbas

Upacara numbas biasa dilaksanakan satu minggu setelah akad nikah. Upacara numbas
mengandung maksud untuk memberi tahu kepada keluarga dan tetangga bahwa pengantin
perempuan “tidak mengecewakan” pengantin laki-laki. Upacara numbas dilakukan dengan
cara membagi-bagikan nasi kuning (Thomas Wiyasa Bratawidjadja, Upacara Pernikahan
Adat Sunda, 2002).

21
G. Prosesi Pelaksanaan Upacara Perkawinan Adat Sunda Pada
Masyarakat di Wilayah Kabupaten Kuningan
Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, upacara tradisional sebagai
wahana budaya leluhur bisa dikatakan masih memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Upacara tradisional yang memiliki makna filosofis sampai sekarang masih
dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini disebabkan masyarakat merasa takut akan
mengalami hal – hal yang tidak diinginkan jika tidak melaksanakan upacara tradisional.
Salah satu unsur budaya yang masih diakui keberadaannya dan dianggap sebagai warisan
budaya yang penting dalam perjalanan hidup setiap orang adalah upacara perkawinan adat.
Perkawinan dalam bahasa Arabnya disebut nikah. Kedua konsep tersebut dalam kehidupan
sehari – hari selalu disamakan pemahamannya. Menurut K.H. Ahmad Azhar Basyir dalam
bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam (1999:4), perkawinan adalah suatu aqad
atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki – laki dan perempuan
dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta
kasih sayang dengan cara yang diajarkan oleh agama Islam.

Berkeluarga itu hukumnya sunnah Rosul mengikuti Nabi Muhammad SAW, seperti
firman Allah dalam surat Ar-Ra’du ayat 38 yang artinya “dan sesungguhnya Kami telah
mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istriistri dan
keturunan……” Salah satu upacara perkawinan adat Sunda adalah upacara perkawinan pada
masyarakat Kabupaten Kuningan. Upacara perkawinan adat di Kabupaten Kuningan lebih
didominasi oleh nilai – nilai dan ajaran agama yang dianut yakni agama Islam, karena
walaupun dalam prosesi perkawinan yang diwariskan para leluhur, namun secara esensial
diwarnai dengan ajaran – ajaran Islam. Oleh karena itu, perkawinan yang ada di Kabupaten
Kuningan merupakan perpaduan antara nilai istiadat masyarakat, ajaran agama dan undang –
undang yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia.

22
Upacara perkawinan di berbagai daerah, mempunyai keunikan dan keragaman yang
berbeda – beda, baik dari segi ritual perkawinan, prosesi, maupun alat – alat yang digunakan
dalam upacara perkawinan adat tersebut. Hal ini menggambarkan adanya perbedaan
pandangan, pemahaman, dan kepercayaan yang dianut oleh berbagai daerah yang ada di
Indonesia. Penyelenggaraan upacara perkawinan di lingkungan masyarakat Sunda ada
perbedaan dengan pelaksanaan perkawinan di kalangan masyarakat Kabupaten Kuningan.
Upacara perkawinan di Kabupaten Kuningan diselenggarakan secara sederhana. Mereka
yang menghadiri upacara perkawinan tersebut terbatas pada lingkungan keluarga terdekat,
baik dari pihak mempelai wanita maupun pihak mempelai laki – laki. Ada yang unik dalam
upacara adat perkawinan di masyarakat Desa Lebakherang Kecamatan Ciwaru Kabupaten
Kuningan ciri khas yaitu seperti adat boboroloan salah satunya, boboroloan adalah adat yang
dilakukan oleh kedua mempelai pengantin salah satunya adalah anak bungsu atau pun
keduanya anak bungsu.Boboroloan ini merupakan pengumpulan uang yang di tempatan
dalam wadah yang cukup besar, kemudian kedua mempelai berkeliling kesanak saudara
bermaksud sanak sodara memberikan uang dan mengisi pada wadah yang dibawa oleh kedua
mempelai setelah pengumpulan uang tersebut kemudian mereka duduk kembali pada kursi
pengantin.

Dalam upacara perkawinan di Kabupaten Kuningan terkandung nilai – nilai dan


norma – norma yang mempunyai fungsi dalam mengatur serta mengarahkan tingkah laku
setiap anggota masyarakat. Dengan demikian, tata upacara perkawinan adat Sunda di
Kabupaten Kuningan merupakan perpaduan dari unsur sifat, karakteristik, kepercayaan dan
agama, yang kesemuanya saling menopang satu sama lain. Setiap upacara, baik sebelum
waktu pelaksanaan maupun sesudah perkawinan mengandung unsur tujuan, tempat, waktu,
alat – alat dan jalannya upacara.

Upacara Sebelum Upacara Perkawinan

Tahap upacara tersebut dilaksanakan sesuai dengan ekonomi dan situasi yang ada
pada waktu, namun tidak boleh menyimpang dari tata cara pokok adat istiadat Sunda. Tahap
upacara perkawinan di beberapa desa Kabupaten Kuningan, secara jelas diuraikan sebagai
berikut:

a. Melamar atau Meminang


Melamar adalah satu tahapan yang menunjukkan (menyatakan) permintaan untuk
perjodohan dari seorang laki – laki pada seorang perempuan dengan perantara seseorang

23
yang dipercayai. Tujuan lamaran ini adalah untuk menanyakan kepada kedua orang tua
perempuan, apakah anak yang dimaksud masih sendiri atau sudah ada yang punya. Dalam
Islam pinangan disunnahkan dan dianjurkan kepada manusia.

b. Ngeuyeuk seureuh
Upacara ngeuyeuk seureuh ini dilakukan pada malam hari. Pada masyarakat Sunda
umumnya, upacara ini tidak boleh dihadiri oleh sembarang orang, tetapi beberapa
masyarakat desa di Kabupaten Kuningan berbeda, para pendukung dalam upacara ini boleh
siapa saja dan tidak ada larangan. Namun karena upacara ini dilakukan malam hari, jarang
sekali anak – anak kecil atau yang dianggap belum berumur ikut menonton.

c. Upacara Seserahan

Seserahan artinya menyerahkan atau memasrahkan. Upacara ini biasanya berlangsung


sebelum aqad nikah dilaksanakan. Menurut Hilman Hadi (1990: 131) dalam upacara ini
orang tua calon pengantin pria menyerahkan putranya kepada orang tua pengantin putri
untuk dikawinkan dengan putrinya sambil membawa barang – barang keperluan calon
pengantin.Semua barang – barang itu dimaksudkan untuk dipakai nanti bilamana mereka
berumahtangga sendiri setelah kawin. Barang – barang yang diserahkan ini biasanya atas
dasar persetujuan kedua belah pihak sewaktu berembuk upacara melamar.

Upacara Pada Saat Perkawinan

Upacara perkawinan lazimnya dilangsungkan di rumah orang tua calon pengantin


wanita. Pada hari perkawinan pria diantar dengan iring – iringan dari suatu tempat yang telah
ditentukan menuju ke rumah calon pengantin wanita. Dalam iring – iringan tersebut biasanya
pengantin pria dipayungi. Bila pengantin pria berdekatan rumah dengan pengantin wanita,
maka calon pengantin pria langsung menuju calon pengantin wanita, ciri khas pakaiannya
memakai sinjang dan singer (Wawancara dengan Leni Isnayati, tanggal 12 Mei 2019).
Adapun tahap pelaksanaan perkawinan di Kabupaten Kuningan sebagai berikut:

a. Akad Nikah

Upacara perkawinan di kalangan masyarakat Kabupaten Kuningan prinsipnya tidak


banyak berbeda dengan anggota masyarakat lainnya yang tinggal di luar Kabupaten
Kuningan. Artinya bahwa sebelum kedua mempelai melangsungkan akad nikah, mereka
lebih dulu harus memenuhi persyaratan administrasi. Sebagaimana tercermin dalam salah
satu falsafah hidup mereka sehari – hari. “Parentah gancang lakonan, panyaur geura

24
temonan, panundut gancang caosan”. Maksudnya adalah perintah dan permintaan dari
aparat pemerintah harus segera dilaksanakan. Upacara akad nikah di setiap daerah
mempunyai perbedaan dalam setiap prosesnya, seperti ritual akad nikah pada masyarakat
Jawa berbeda dengan masyarakat Sunda dan seterusnya. Hal ini disebabkan perbedaan
pemahaman yang di dalamnya menyangkut perbedaan adat istiadat yang berlaku di suatu
daerah tertentu.

b. Sungkem

Upacara ini merupakan upacara adat yang sangat berkesan. Adapun arti sungkem
yang dilakukan oleh kedua pengantin ke hadapan orang tua serta keluarga yang lebih tua
(pinisepuh) dari kedua belah pihak, menunjukkan tanda bakti dan rasa terima kasih atas
bimbingan dari lahir sampai perkawinan. Selain itu kedua pengantin mohon do’a restu dalam
membangun kehidupan rumah tangga yang baru agar selalu mendapatkan berkah dan rahmat
Tuhan.

Upacara Setelah Perkawinan

Walaupun pasangan pengantin tersebut sudah dinyatakan sah sebagai suami istri,
namun karena mereka merupakan bagian dari masyarakat adat, maka upacara perkawinannya
masih harus dilanjutkan dengan prosesi berikutnya yang didasarkan pada adat dan tradisi
leluhurnya.

a. Upacara Sawer
Upacara sawer dilakukan setelah selesai akad nikah, pasangan pengantin duduk di
kursi yang ditaruh di depan rumah mempelai wanita yang disaksikan ratusan pasang mata.
Tempat yang digunakan untuk upacara sawer merupakan tempat terbuka yang biasa
disebut tempat penyaweran. Pasangan pengantin tersebut didampingi oleh seorang
pemegang payung dan didepannya berdiri juru sawer atau biasa disebut penyawer. Juru
sawer ini umumnya kaum wanita.

Upacara sawer diawali dengan mengucapkan ijab kabul oleh penyawer, kemudian
dilanjutkan dengan melantunkan syair/puisi sawer. Puisi sawer adalah puisi yang biasa
dilagukan pada waktu upacara sawer seperti pada waktu upacara khitanan dan
perkawinan. Kata sawer mengandung arti “tabur atau sebar”. Setelah melantunkan satu
bait syair sawer, penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir,

25
permen, uang logam dan bermacam – macam bunga rampai yang disimpan di dalam
baskom ke atas payung atau ke arah pengantin. Sehingga dalam waktu bersamaan, anak –
anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut memungut uang sawer dan
permen sebanyak – banyaknya. Begitu seterusnya sampai isi yang di baskom habis
terkuras.

b. Upacara Nincak Endog (injak telur)


Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog. Kedua pengantin
dipersilahkan berdiri menuju tangga rumah. Pengantin pria berdiri di bawah tangga dan
pengantin wanita berdiri di anak tangga rumah yang lebih tinggi sambil membawa kendi
dan saling berhadapan muka. Dalam pelaksanaanya pengantin pria langsung menginjak
endog (telur) yang ditaruh di atas papan ijakan. Telur itu harus pecah dengan sekali
menginjaknya. Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki – laki dengan
air kendi sambil diterangi oleh lilin/Pelita, dan kendi yang kosong langsung dihempaskan
ke tanah hingga hancur. Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah,
sedangkan mempelai laki – laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka
pintu.

c. Upacara Muka Panto (Buka Pintu)


Upacara muka panto merupakan suatu percakapan atau proses tanya jawab antara
pengantin pria yang berada di luar rumah dengan pengantin wanita yang berada di dalam
rumah. Proses tanya jawab itu dilaksanakan oleh kedua mempelai sendiri, tetapi pada
umumnya diwakili oleh masing – masing pendampingnya atau ahlinya yaitu juru mamaos
dengan cara dilagukan. Hal ini karena syair merupakan tanya jawab dan mengandung
Petuah – petuah atau nasihat – nasihat.

d. Upacara Munjungan (Berkunjung)

Upacara Munjungan biasanya dilaksanakan selama seminggu. Beberapa hari setelah


perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada saudara – saudaranya, baik dari
pihak laki – laki maupun dari pihak perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan ucapan
terima kasih atas bantuan mereka selama acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil
berkunjung kedua mempelai membawa nasi dengan lauk pakunya. Usai beramah-tamah,
ketika kedua mempelai berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi
memberikan hadiah seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.

26
Makna yang terkandung dalam symbol - simbol upacara perkawinan Sunda di wilayah

Kabupaten Kuningan

Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri – sendiri yang berbeda
dengan kebudayaan bangsa lainnya, demikian juga dengan Kabupaten Kuningan. Kabupaten
Kuningan memiliki kebudayaan yang khas yang dalam sistem budayanya digunakan simbol
atau lambang – lambang sebagai sarana untuk menitipkan pesan – pesan atau nasehat –
nasehat bagi masyarakat pendukungnya. Dalam mengimplementasikan simbol, tidak terlepas
dari sikap emosional dari seseorang dalam memahami simbol tersebut. Inti dari emosional
keagamaan dipandang tidak dapat diekspresikan, karena hal itu merupakan pikiran – pikiran
yang bersifat simbolik. Meskipun demikian, Simbolisme mempunyai potensi yang istimewa.
Menurut Elizabeth (1994: 16) bahwa simbol – simbol secara emosional mampu
membangkitkan perasaan dan ketentraman lebih dari pada sekedar formulasi verbal dari
benda – benda yang mereka percayai sebagai simbol tersebut. Sampai sekarang, simbol
merupakan pendorong yang kuat bagi timbulnya perasaan manusia untuk melakukan sesuatu.

Sejak zaman nenek moyang kita dulu, prosesi perkawinan ini diperlakukan sebagai suatu
yang penuh dengan ritual dan syarat dengan simbol – simbol kehidupan dilihat dari
kelengkapan-kelengkapan yang ada. Prosesi yang dilaksanakan dalam upacara perkawinan
ini tidak hanya memuat sebuah rangkaian simbol – simbol tanpa makna (arti), tetapi
merupakan suatu rangkaian yang mempunyai arti mendalam dan sering kali berkaitan
dengan unsur – unsur religi.

Simbol-simbol dalam upacara yang diselenggarakan bertujuan sebagai sarana untuk


menunjukkan secara semu maksud dan tujuan upacara yang dilakukan masyarakat
pendukung. Dalam simbol tersebut juga terdapat misi luhur yang dapat dipergunakan untuk
mempertahankan nilai budaya dengan cara melestarikannya. Adapun makna dari simbol –
simbol yang ada dalam prosesi perkawinan adat Sunda di Kabupaten Kuningan.

1. Upacara Ngeuyeuk seureuh


Upacara ngeuyeuk seureuh ini lambang nasehat bagi anak laki – laki dan perempuan
yang akan menjadi suami istri. Kata ngeuyeuk itu berpegang bersendi, maksudnya memberi
tanda, bahwa ketika kedua orang telah berumahtangga, maka harus berpegangpegangan
antara laki-laki dan perempuan, menunjukkan bahwa laki – laki bergantung pada perempuan
dan sebaliknya bahwa perempuan bergantung pada laki – laki. Jadi artinya adalah jangan ada

27
pertikaian, harus seia sekata dengan damai, hingga mencapai usia yang tinggi
(Prawirasuganda, 1964: 76).

Adapun perlengkapan atau simbol – simbol yang ada dalam upacara ini mengandung makna,
yang diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Ayakan, memberi petunjuk kepada kedua mempelai agar dalam melakukan sesuatu hal
harus diayak terlebih dahulu baik-baik, diperhitungkan baik buruknya,
dipertimbangkan dengan masak supaya tidak menghasilkan kekecewaan atau
penyesalan.
b. Seureuh bertangkai, yang terdiri dari beberapa tangkai seureuh, melambangkan dua
insan berlainan jenis yang bukan saudara sekandung.
c. Ramuan sirih seperti gambir, kapur sirih melambangkan kesatupaduan kedua insan.
d. Pakaian pengantin yang ditaruh diatas kepulan asap kemenyan itu melambangkan
bahwa suami akan bertanggung jawab terhadap kebutuhan sandang istri, dan pada
waktu upacara bisa berjalan dengan baik.
2. Upacara Seserahan
Adapun waktu pelaksanaannya bervariasi, ada yang melaksanakan satu minggu
sebelum pelaksanaan aqad nikah, ada yang satu hari sebelumnya dan bahkan ada yang
melaksanakannya pada hari pelaksanaannya aqad nikah. Maksud dari upacara ini adalah
menyerahkan barang – barang atau uang untuk membantu pelaksanaan upacara perkawinan.
Disini terlihat adanya kerjasama antara pihak keluarga perempuan dengan pihak keluarga
laki – laki, saling membantu upacara perkawinan. Islam juga memerintahkan manusia untuk
saling membantu dan menolong sesama. Perlengkapan yang digunakan dalam upacara ini
adalah sebagai berikut :

a. Uang sebagai lambang pengikat atau panyangcang, artinya tidak boleh lepas, tidak
boleh ada yang mengganggu
b. Seperangkat perhiasan untuk lambang pengikat hubungan batin calon suami istri agar
tidak berpaling pada orang lain. Selain itu merupakan hadiah pertunangan dan sebagai
pernyataan kesungguhan tentang apa yang dijanjikan yaitu akan menikahi si gadis.
c. Peralatan dapur maksudnya jika nanti sudah berumah tangga sendiri, tidak sukar untuk
mencarinya lagi.
3. Upacara Sawer

28
Syair/puisi sawer dalam upacara perkawinan adat Sunda bertujuan untuk
menyampaikan pengajaran dan memberi nasihat tentang kehidupan Berumah tangga dan
kehidupan bermasyarakat, sekaligus menggembirakan kedua mempelai yang sedang
berbahagia. Karena itu, selain syair – syairnya penuh dengan nasihat hidup, barang – barang
yang disawerkan mempunyai makna. Adapun makna simbol dari alat – alat atau bahan –
bahan dalam upacara sawer adalah sebagai berikut:

a. Beras putih sebagai simbol yang mempunyai makna bekal pokok kehidupan bahagia.
b. Kunyit sebagai simbol yang mempunyai makna agar mereka bersikap jujur kepada
masing – masing pihak.
c. Bermacam – macam bunga rampai sebagai simbol yang mempunyai makna keharuman
nama baik rumah tangga.
d. Uang logam sebagai simbol yang mempunyai makna kekayaan/ kecukupan.
e. Payung sebagai simbol yang mempunyai makna pelindung dalam menjalani hidup,
keduanya harus bersikap hati – hati atau waspada, karena godaan bisa datang dari
mana saja dan kapan saja. Selain itu suami berkewajiban menjadi pelindung untuk istri
dan anak – anaknya kelak.
f.Permen sebagai simbol yang mempunyai makna ramah tamah dan manis budi.
Makna dari penaburan dalam upacara sawer tersebut bukan membuang bahan – bahan secara
percuma tetapi sebagai petunjuk kepada kedua mempelai, bahwa bila dikemudian hari hidup
senang, mulia dan bahagia, haruslah senang menolong dan membantu sesama dengan
sedekah.

4. Upacara Nincak Endog (Injak Telur)

Upacara ini dimaksudkan untuk melambangkan suami istri. Istri harus rela melayani
suami sedangkan suami memenuhi kewajibannya memberikan nafkah baik lahir maupun
batin. Bahan – bahan/alat-alat yang digunakan dalam upacara nincak endog mengandung arti
sebagai simbol dan nasihat untuk keselamatan kedua mempelai. Bahan- bahan tersebut
terdiri dari :

a. Telur ayam dipecahkan melambangkan kerelaan pengantin wanita dipecahkan


kegadisannya, karena sudah menjadi kodrat seorang istri melayani suaminya.
Disamping itu memberikan isyarat juga bahwa buah pergaulan suami istri akan
menghasilkan keturunan berupa lendir yang menyerupai telur itu. Manusia lahir dari

29
bahan yang sama, maka oleh karena itu, tidak ada alasan sama sekali seseorang untuk
merasa angkuh, sombong dan merasa lebih dari yang lain.
b. Air bening dalam kendi kecil, mempunyai makna sebagai alat pembersih dan sebagai
pendinginan atau penentraman suasana. Ada satu isyarat pula bahwa istri akan sangat
senang selagi melayani suaminya, asalkan suami ketika akan masuk ke dalam rumah
membawa hati yang bersih, jernih dan segar.
c. Lilin/Pelita mempunyai makna simbol sebagai penerang bagi kedua mempelai dalam
menjalankan rumah tangga, agar keduanya saling asah, asuh, asih.
d. Kendi yang dipecahkan adalah menyatakan kepuasan hati.
e. Papan atau injakan, disimbolkan istri
harus menuruti bimbingan suami.
5. Upacara Buka Pintu
Adapun maksud yang terkandung dari upacara buka pintu ini adalah menyatakan
bahwa istri yang selalu berada di rumah harus dengan sabar menunggu suami pulang, dan
suami juga ketika hendak masuk rumah harus memberi salam atau mengetuk pintu terlebih
dahulu. Dalam upacara ini juga mempunyai makna sebagai pembelajaran kepada pengantin
dalam hal tata krama di rumah antara suami dan istri, dan diajarkan bagaimana seharusnya
istri menerima suaminya yang baru datang dan bagaimana seharusnya suami jika masuk
rumah.

30
H. Upaya Masyarakat di Wilayah Kabupaten Kuningan
Mempertahankan Tradisi Ritual Adat Sunda dalam Upaya
Perkawinan
Tradisi merupakan unsur esensial dari kehidupan masyarakat. Berbagai aktivitas
kehidupan sehari – hari dilakukan menurut tradisi yang telah berlangsung turun temurun,
sehingga tradisi itu telah mempranata dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Demikian halnya yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Kuningan baik yang tinggal di
Kabupaten Kuningan maupun yang tinggal di luar Kabupaten Kuningan merupakan tanah
warisan leluhur mereka untuk anak cucunya, sehingga mereka berkewajiban untuk
menjaganya. Hal ini tercermin baik dalam perilaku sehari – hari maupun dalam upacara –
upacara ritual yang diselenggarakan secara tetap.

Tradisi dapat diartikan serangkaian pola perilaku yang dinilai tinggi, yang telah diwariskan
secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kapatuhan dan komitmen
masyarakat Kabupaten.

Kuningan terhadap adat dan tradisi tersebut memang bukan tanpa alasan. Ada faktor
yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Kuningan masih mempertahankan tradisi ritual

31
adat, pertama dalam falsafah hidup mereka dikenal ungkapan atau sebuah pepatah yang
dijadikan pegangan oleh masyarakat Kabupaten Kuningan yang berbunyi, amanat, wasiat,
dan akibat. Maksudnya apabila amanat dan wasiat dari orang tua dan para leluhur dilanggar,
maka niscaya akan membawa akibat, baik kepada diri sendiri maupun keluarga dan
lingkungannya. Kedua, karena masyarakat Kabupaten Kuningan mempunyai tingkat
solidaritas yang sangat tinggi, seperti tradisi ini tidak luntur dan tetap dijalankan.

Ketiga, masyarakat di Kabupaten Kuningan mempunyai tingkat pendidikan yang relatif


rendah, maksudnya pola pikir masyarakatnya masih murni dan belum terkontaminasi oleh
dunia luar sehingga tradisi ini masih ada. Pepatah inilah yang senantiasa dipedomani oleh
masyarakat di Kabupaten Kuningan, sehingga mereka begitu patuh terhadap pantangan –
pantangan yang diberlakukan kepada mereka. Selain itu, adat dan tradisi ritual dalam setiap
upacara itu sudah ada sejak dulu dari nenek moyang mereka. kendati orang – orang tua tidak
pernah memberikan penjelasan yang detail mengenai sesuatu hal yang berkenaan dengan
adat – istiadat, baik berupa pantangan maupun bentuk – bentuk adat istiadat lainnya kepada
generasi selanjutnya, akan tetapi tradisi – tradisi itu tetap terpelihara.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat desa yang ada di Kabupaten Kuningan memiliki karakteristik yang unik
yang tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama, bahasa, kesenian,
adat istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya. Tujuan Perkawinan merupakan sifat
atau tabiat manusia yang cenderung untuk mengadakan hubungan sesama manusia. Allah
Swt telah menjadikan hubungan perkawinan sebagai Sunnah para Rasul dimana ia akan
melahirkan rasa saling cinta, sikap saling bekerjasama dengan kebaikan dan bantu membantu
untuk mendidik keturunan. Melalui perkawinan juga, manusia akan dapat mengembangkan
keturunan dan memenuhi ketenteraman jiwa karena perkawinan yang harmoni dan sesuai
menurut tuntutan Ilahi sebagai tempat untuk bersehat jasmani maupun rohani. Perkawinan
merupakan peristiwa bersejarah di mana ia tak mudah dilupakan bagi orang-orang beriman.

Faktor yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Kuningan masih mempertahankan


tradisi ritual adat antara lain karena masyarakat
32
Kabupaten Kuningan mempunyai tingkat solidaritas yang sangat tinggi, seperti dalam
setiap upacara mereka selalu saling membantu dan tolong menolong sehingga tradisi ini
tidak luntur dan tetap dijalankan. Salah satu unsur budaya yang masih diakui keberadaannya
dan dianggap sebagai warisan budaya yang penting dalam perjalanan hidup setiap orang
adalah upacara perkawinan adat. Seperti upacara perkawinan adat Sunda khususnya pada
masyarakat Kabupaten Kuningan dalam prosesi perkawinan adat terdapat kepercayaan dan
keyakinan terhadap ritual perkawinan yang diwariskan para leluhur, jika secara esensial
diwarnai dengan ajaran – ajaran Islam. Oleh karena itu, perkawinan merupakan perpaduan
antara nilai adat istiadat masyarakat, ajaran agama dan undang – undang yang telah
ditetapkan pemerintah Indonesia.

I. Saran
Suku sunda sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia haruslah dijaga kebudayaan
yang terkandung didalamnya mengingat keragaman dan keunikan kebudayaan ini sunggulah
unik dan menarik dan merupakan salah satu warisan nenek moyang bangsa indonesia yang
wajib dilestarikan oleh para generasi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Azhar Basyir. 1999. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta : UII Press.
Heni Fajria Rif’ati dkk. 2002. Kampung Adat dan Rumah Adat di Jawa Barat. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat.

Hilman Hadi Kusuma. 1990. Hukum Perkawinan Adat. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Kamal Mukhtar. 1993. Asas – Asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta : Bulan
Bintang.

Musa Asy’ari. 1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta:


LESFI.
Prawirasuganda. 1964. Upacara Adat di Pasundan. Bandung : Sumur Bandung.

Thomas Wiyasa Bratawidjaja. 1990. Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.

Koentjaraningrat . Pengantar Ilmu Antropologi.Edisi Revisi Rineka Cipta.Jakarta.2009.

33
Wiranata,I Gede A.B. Hukum Adat Indonesia : Perkembangannya dari Masa ke masa.
Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta.2003
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, penerbit Alumni, 1982.

34

Anda mungkin juga menyukai