Guru Pengampu :
DISUSUN OLEH :
ABSEN : 04
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat berangkaikan salam
semoga Allah Swt selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami pemakalah dapat menyelesaikan makalah
ini.
Tentunya makalah ini dibuat jauh dari kata sempurna, baik dari gaya
bahasanya, penulisan, maupun pembahasannya. Oleh karena itu pemakalah
meminta maaf sebesar-besarnya kepada pembaca jika terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Sekiranya para peserta diskusi dapat memberikan kritikan, saran,
ataupun argumen lainnya yang dapat membuat isi pembahasan menjadi lebih
sempurna lagi.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan.............................................................................. 2
E. Metode Penelitian............................................................................... 3
F. Sistematika Penulisan......................................................................... 3
A. Pengertian Kebudayaan........................................................................ 4
C. Waktu Pelaksanaan............................................................................... 10
D. Rangkaian Acara................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 16
B. Saran..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap wilayah di Indonesia memiliki sistem sosial dan budaya yang berbeda-
beda antara satu wilayah dengan wilayah lain sebagai ciri khas yang unik dari
setiap wilayah yang kemudian menjadikannya salah satu penanda jati diri bangsa
yang harus dilestarikan.
1
Salah satu dari keragaman budaya yang ada di negara ini adalah mengenai
budaya yang terdapat pada Keraton Kesepuhan di Kota Cirebon. Cirebon
memiliki banyak ragam budaya, diantaranya adalah adat istiadat dan tradisi yang
ada di Keraton Kasepuhan. Seperti diketahui bahwa keraton merupakan sebuah
struktur sosial yang di dalamnya terdapat aturan-aturan masyarakat yang
kompleks sehingga mampu menciptakan kebudayaan yang memiliki kekhasan.
Suatu kebudayaan tidak akan timbul tanpa adanya interaksi dan eksistensi dari
masyarakat. Hal itu pula yang terjadi pada tradisi di Keraton Kasepuhan.
B. Rumusan Masalah
2
3. Bagimana upaya pelestarian Tradisi Upacara Panjang Jimat sebagai aset
budaya lokal Kota Cirebon dalam mempertahankan eksistensi budaya
bangsa?
C. Tujuan Masalah
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan
tentang “Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kesepuhan Sebagai
Aset Budaya Lokal Kota Cirebon”.
2. Bagi Pembaca
Dengan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta mampu menarik minat pembaca untuk menjelajari
“Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kesepuhan Sebagai Aset
Budaya Lokal Kota Cirebon”.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yakni penelitian
yang dilakukan secara mendalam, terperinci dan intensif terhadap suatu
objek.
F. Sistematika Penulisan
3
Sistematika penulisan dalam makalah ini dimulai dengan kata pengantar,
daftar isi, pendahuluan, landasan teori, pembahasan, penutup, dan daftar
pustaka yang dijelaskan secara kauntitatif.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Budaya dapat diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan dapat diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya. Budaya dapat dibentuk dari berbagai unsur seperti adat
istiadat, bahasa, karya seni, perkakas, pakaian, bangunan, sistem agama dan
politik. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang kompleks, abstrak
dan luas, hal tersebut termasuk ke dalam unsur sosio-budaya yang tersebar dan
meliputi banyak kegiatan manusia. Keanekaragaman budaya tiap daerah yang
berbeda-beda mengandung suatu perangkat budaya tertentu yang memiliki
keunikan dalam pewarisan atau pelestariannya. Suatu perangkat nilai-nilai budaya
yang rumit kemudian dipolarisasikan oleh suatu citra yang memiliki pandangan
atas keistimewaannya sendiri atau biasa disebut dengan nilai budaya.
5
Menurut Sugiono (2008: 22) bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian
yang berangkat dari inkuiri naturalistik yang temuan-temuannya tidak diperoleh
dari prosedur perhitungan secara statistik”.
6
wafat di Mataram, terjadi perpecahan politik sehingga keraton terpecah menjadi
dua. Salah satu penyebabnya adalah karena Panembahan Girilaya memiliki dua
putra yang ingin berkuasa. Keraton yang awalnya Keraton Pakungwati menjadi
Keraton Kasepuhan dipimpin oleh kakaknya yaitu Sultan Sepuh I Pangeran
Martawijaya atau Sultan Syamsudin, sedangkan adiknya Sultan Anom I atau
Sultan Badridin mendirikan keraton yang lebih kecil berada di sebelah utara
Keraton Kasepuhan yaitu Keraton Kanoman. Akibatnya keraton di Cirebon
terbagi menjadi dua, dan aset keraton yang awalnya hanya milik Keraton
Pakungwati kemudian terbagi menjadi dua sampai sekarang yakni Keraton
Kasepuhan dan Keraton Kanoman.
Tujuan intinya ialah agar umat Islam selalu meneladani Nabi Muhammad
saw. Pengaruh khalifah itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk
Cirebon. Pada abad ke-15, Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang) mengadopsi
7
perayaan Maulid dengan disesuaikan dengan adat setempat. Hal tersebut juga
masih terdapat di daerah-daerah lain, seperti di Yogyakarta dan Solo juga
memiliki upacara peringatan Maulud Nabi Muhammad yang dikenal dengan
istilah tradisi upacara “sekaten” yang ritualnya hampir serupa dengan tradisi
upacara Panjang Jimat.
Tradisi upacara Panjang Jimat ini telah ada sejak zaman dahulu lebih
tepatnya sejak para wali songo memimpin dan sejak berdirinya keraton yakni
kurang lebih sekitar tahun 1430 M. Tradisi upacara Panjang Jimat ini terus
mengalami perubahan dari masa ke masa. Perbedaannya pada zaman dahulu
hanya terbatas pada kalangan intern keluarga dan kerabat sultan saja.
Masyarakat biasa tidak dapat mengikuti prosesi upacara ritual Panjang Jimat
tersebut. Selain itu, sekarang ritual Panjang Jimat telah banyak mengalami
perkembangan dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Salah satunya tanpa
mengurangi kekhusyukan prosesi upacara ritual Panjang Jimat, pihak keraton
bekerjasama dengan pejabat setempat menyediakan hiburan dan pasar malam di
area keraton agar lebih menarik pengunjung.
Tujuan lainnya ialah agar masyarakat lebih tertarik mempelajari tradisi dan
budaya lokal yang ada di daerahnya dan merupakan salah satu upaya melestarikan
budaya bangsa, hal lain yang menjadi nilai tambah diantaranya adalah dapat
mejadi sumber penghasilan bagi warga sekitar dan pendapatan daerah.
C. Waktu Pelaksanaan
D. Rangkaian Acara
8
Dalam Buku Rochani, Ahmad Hamam. (2008:13-15) dijelaskan beberapa
rangkaian acara yaitu:
Puncak ritual biasa disebut dengan malam pelal dan diadakan pada malam
12 Rabiul Awal. Ritual dimulai dengan mengarak berbagai macam barang yang
sarat akan makna filosofis, diantaranya barisan orang yang mengarak nasi tujuh
rupa atau nasi jimat dari Bangsal Jinem yang merupakan tempat sultan bertahta ke
masjid atau mushola keraton, yang memiliki makna filosofis sebagai hari
kelahiran nabi yang suci yang dilambangkan melalui nasi jimat ini. Nasi jimat
sendiri konon berasal dari beras yang disisil (proses mengupas beras dengan
tangan dan mulut) selama setahun oleh abdi keraton perempuan yang sepanjang
hidupnya memutuskan untuk tidak pernah menikah atau disebut juga dengan
perawan sunti.
Nasi Jimat itu diarak dengan pengawalan 200 barisan abdi dalem yang
masing-masing dari mereka membawa barang-barang yang memiliki simbol-
simbol tertentu. Seperti lilin yang bermakna sebagai penerang, kemudian
nadaran, manggar, dan jantungan yang merupakan simbol dari betapa agung dan
besarnya orang yang dilahirkan pada saat itu, yakni Nabi Muhammad SAW.
selanjutnya, di belakang orang-orang yang membawa jantungan dan sebagainya
itu, menyusul barisan abdi dalem keraton yang membawa air mawar dan kembang
goyang yang melambangkan air ketuban dan ari-ari sang jabang. Kemudian di
barisan berikutnya, ada abdi dalem keraton yang pembawa air serbat yang
disimpan di 2 guci yang melambangkan darah saat bayi dilahirkan. Kemudian 4
baki yang menjadi lambang 4 unsur yang ada dalam diri manusia, yakni angin,
tanah, api dan air.
Iring-iringan ini yang berawal dari Bangsal Prabayaksa akan menuju satu
tempat yakni Langgar Agung di mana nantinya akan di sambut oleh pengawal
pembawa obor yang yang bisa dimaknai sebagai sosok Abu Thalib, sang paman
nabi ketika beliau menyambut kelahiran keponakannya lahir yang pada saatnya
kemudian tumbuh menjadi manusia agung pengemban amanat dari Tuhan untuk
menyebarkan agama Islam.
9
Sesampainya di sana langgar agung itu, nasi jimat tujuh rupa itu kemudian
dibuka berikut sajian makanan lain termasuk makanan yang disimpan dalam 38
buah piring pusaka. Piring pusaka ini dikenal amat bersejarah dan paling
dikeramatkan karena merupakan peninggalan Sunan Gunung Jati, dan berusia
lebih dari 6 abad. Di Langgar Agung ini dilakukan shalawatan serta pengajian
kitab Barjanzi hingga tengah malam.
Pengajian dipimpin imam Masjid Agung Sang Cipta Rasa Keraton
Kasepuhan. Setelah itu makanan tadi disantap bersama-sama. Di sinilah kejadian
unik terjadi. Rakyat yang berjubel-jubel di luar masjid, berusaha berebutan
menyalami atau sekadar menyentuh tangan PRA Arief, Sultan Kasepuhan. Dalam
keyakinan masyarakat, bila berhasil menyentuh calon Sultan tersebut, maka ia
akan mendapatkan berkah dalam kehidupannya. Tak heran bila PRA Arief
mendapat pengawalan ketat dari pengawal keraton.
10
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam hal ini, paradigma tersebut juga berpengaruh pada pola perilaku
masyarakat yang menganggap keraton sebagai tempat yang biasa, beserta tradisi
dan keunikan di dalamnya bukan lagi hal yang menarik untuk dikunjungi,
dipelajari bahkan untuk dilestarikan, maka tidaklah heran apabila beberapa tahun
ke depan generasi muda tidak akan mengenal budaya dan tradisi bangsa sendiri.
Dalam hal ini budaya Keraton Kasepuhan yakni tradisi upacara Panjang
Jimat mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna diantaranya adalah nilai
religius sebagai peringatan kelahiran seorang tokoh besar Nabi Muhammad SAW
11
suri tauladan umat manusia yang wajib dicontoh perilakunya, nilai gotong royong
dimana dalam mempersiapkan upacara tersebut saling bekerja sama, nilai estetika
dan nilai historis dimana simbol-simbol dari dari warisan sejarah keraton dalam
bentuk benda diperlihatkan bernilai seni tinggi dihrapkan agar masyarakat tertarik
untuk mengetahui lebih dalam dan turut ikut melestarikan.
Tradisi ini sebagai penyemangat kaum muslim untuk kembali kepada dua
sumber kehidupan yaitu Al Qur’an dan Hadist Rosulullah.Keanekaragaman
budaya yang dimiliki tersebut sekiranya menjadi suatu kebanggaan, bahwa
kebudayaan lokal atau daerah dapat memperkaya budaya bangsa. Bangsa yang
besar adalah bangsa yang kaya akan seni budaya yang dimilikinya. Selain itu
harus disadari pentingnya pembinaan, pengembangan, dan pelestarian agar
keberadaannya tidak hilang dan menjadi identitas bangsa, sekaligus membawa
nama baik daerahnya yang harus dimiliki dan dihargai oleh masyarakatnya.
12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
Diharapkan dapat lebih memberikan perhatian kepada warisan-warisan
budayanenek moyang yang kaya akan makna dan nilai-nilai luhur yang
berguna dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, khususnya yang berada
di daerah Cirebon. Dinas terkait diharapkan dapat menjadi wadah dalam
menagakomodir aset-aset budaya lokal dan memperkenalkannya ke
wilayah yang lebih luas. Karena tradisi budaya lokal tersebut merupakan
kekuatan dari budaya bangsa.
14
DAFTAR PUSTAKA
Herimanto dan Winarno. (2008). Ilmu sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sumber Jurnal:
Elis Mayangsari, (2014). Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai
aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa.Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia .
Sumber Internet: