Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas mata kuliah Kajian Hadis Indonesia
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag
Disusun Oleh:
Rifki Amanullah
NIM. 30700120019
ILMU HADIS
2024
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
petunjuk dan rahmat-Nya kepada kita untuk terus mengeksplorasi dan memahami
diberikan, saya dengan rendah hati menyajikan makalah ini tentang Kajian Living
Hadis Atas Tradisi Mappacci Mapacci Pada Pernikahan Suku Bugis Makassar.
Hadis, sebagai salah satu sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an,
bukan hanya menjadi pedoman spiritual, tetapi juga mengandung nilai-nilai yang
mengakar dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks suku Bugis-Makassar,
hadis bukan hanya dipahami sebagai teks keagamaan, melainkan sebuah warisan
Harapan saya, makalah ini dapat menjadi kontribusi yang berarti dalam
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan bagi
pembaca yang ingin memahami lebih dalam peran hadis dalam konteks budaya
Penulis
ii
DAFTAR ISI
halaman
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
B. Implikasi..................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan tradisi, budaya, suku, etnis, dan bahasa
yang beragam. Berbagai perbedaan itu tampak luar biasa dan selalu menarik untuk
dibahas. Semua aspek kehidupan sehari-hari manusia terkait dengan tradisi dan
melakukan hal-hal lainnya. Bahkan tindakan ini dianggap baik dan patut
dan hadis.Dalam hal tradisi, diskusi tentang pernikahan juga memiliki berbagai
versi dari prosesnya berdasarkan budaya dan tradisi tempat pernikahan dilakukan.
Dalam bahasa, "tradisi" mengacu pada adat kebiasaan turun temurun yang
dipraktikkan oleh sebuah masyarakat. Adat ini dapat berupa adat kebiasaan yang
disesuaikan dengan ritual agama atau ritual tradisional. Pernikahan adat Bugis
yang disebut Mapacci adalah salah satu prosesi pernikahan yang sangat berbeda.
antara bangsawan dan masyarakat biasa. Alat-alat yang digunakan sangat berbeda;
mereka tidak hanya berbeda dari alat-alat umum, tetapi juga memiliki makna
khusus. Sebagian besar orang Bugis percaya bahwa Tradisi Mapacci adalah salah
satu prosesi pernikahan yang harus dilakukan karena bernilai baik. Jika kita
(membersihkan) dan alat yang digunakan, kita akan menemukan bahwa tradisi
yang serupa dengan Mapacci pada umumnya tidak dianggap sebagai salah satu
1
Makalah ini bertujuan untuk mengulas perspektif hukum Islam terkait
B. Rumusan Masalah
masalah pada makalah ini adalah bagaimana perspektif hukum Islam terkait
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sulawesi Selatan. Kotamadya ini adalah kota terbesar dan terletak diantara
5°8‟LU 119°25‟BT dipesisir barat daya pulau Sulawesi, berhadapan dengan selat
Sejak abad k-16 kota Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di
Indonesia Timur dan kemudian menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun islam
semakin menjadi agama yang utama diwilayah tersebut, pemeluk agama Kristen
5° ke arah Barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di
bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara diSelatan kota. Luas
Wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km² daratan
dan termasuk 11 pulau di selat Makassar diambah luas wilayah perairan kurang
1
Fiola Panggalo, “Perilaku Komunikasi Antarbudaya Etnik Toraja Dan Etnik Bugis Makassar Di
Kota Makassar,” 2013.
3
lebih 100 km². Secara geografis, dewasa ini tanah Bugis dan Makassar terletak di
kelompok etnis yang menempati bagian tengah dan selatan Jazirah Sulawesi
selatan sebagai daerah asal dan tempat menetapnya. Suku Bugis yang menyebar
keberadaannya yang terdiri dari 3 corak: 1) Batal ketetapan raja, tidak batal
ketetapan adat, 2) Batal ketetapan adat, tidak batal ketetapan kaum, 3) Batal
ketetapan kaum tidak batal ketetapan rakyat. 7 Suku Bugis yang tergolong ke
dalam suku-suku melayu Deutero, berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang
Bugis. Penamaan “Ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di
baik dinilai penting oleh anggotanya maupun fungsinya sebagai suatu stuktur
sebagai pengatur prilaku manusia yang berhubungan dengan seks dan kehidupan
dari strata sosial yang berbeda, namun setelah mereka menikah akan menjadi
mitra dalam menjalani kehidupan, selain itu juga bertujuan untuk menyatukan
2
A B Takko Bandung, “Budaya Bugis Dan Persebarannya Dalam Perspektif Antropologi
Budaya,” Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Budaya 15, no. 1 (2020): 27–36,
http://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb.
3
Panggalo, “Perilaku Komunikasi Antarbudaya Etnik Toraja Dan Etnik Bugis Makassar Di Kota
Makassar.”
4
Kadir Nasriah, “Adat Perkawinan Masyarakat Bugis Dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Di Desa Doping Kecamatan Penrang Kabupaten Wajo.” (universitas negeri
makassar, 2015).
4
hubungan kedua keluarga besar yang sudah terjalin sebelumnya menjadi erat atau
dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan perempuan
yang merupakan tradisi turun menurun bahkan yang telah jadi adat masih sukar
beberapa tahap yang merupakan rangkaian berurutan dan tidak boleh saling tkar-
dilakukan oleh suku Bugis dengan tujuan untuk membersihkan atau mensucikan
mempelai dari hal-hal yang buruk, dengan keyakinan bahwa segala tujuan yang
baik harus didasari oleh niat dan upaya yang baik pula. Mapacci berasal dari nama
daun pacar (pacci) yang dapat diartikan paccing (bersih), dengan demikian prosesi
kedua belah pihak mempelai. Dahulu dikalangan bangsawan, acara mapacci ini
5
Nasriah.
6
Ahmad Mahfudz, “Tradisi Pernikahan Di Masyarakat Payudan Karangsokon Guluk-Guluk
Sumenep (Kajian Living Hadis)” (Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, n.d.).
7
Al-Malik Fahdli, “Budaya Pernikahan Sulawesi Selatan,” Bandung: Salemba Humanika, 2014.
5
dilaksanakan tiga malam berturut-turut, akan tetapi saat ini acara mapacci
dilaksanakan satu malam saja, yaitu sehari sebelum acara pernikahan. Konon
Ada beberapa unsur yang harus disediakan seperti lilin yang menyala,
beras yang digoreng kering, bantal, 7 lembar sarung, daun pisang, daun nangka,
gula merah, kelapa dan tempat daun pacci (daun inai). Masing-masing unsure tak
makna filosofi yang mendalam. Apabila calon mempelai berasal dari keturunan
bangsawan maka akan ada upacara pengambilan daun pacci (malekke pacci) yang
bertempat dirumah raja atau pemangku adat, prosesi ini dilakukan oleh keluarga
yang terdiri dari pria, wanita, tua, muda, dengan pakaian adat lengkap dan iring-
iringan. Namun, jika mempelai berasal dari masyarakat biasa prosesi pengambilan
daun pacci hanya dilakukan oleh satu atau dua orang kerabat dekat, dengan
pakaian adat lengkap, dan dilakukan dirumah kerabat calon mempelai atau
istiadatnya. Pada prosesi mapacci penggunaan simbol memiliki sarat makna yang
sebagai berikut: Lilin menjadi simbol penerangan, beras (benno) memberi makna
agar kelak kedua mempelai akan berkembang dengan baik, bersih dan jujur,
dipakai sebagai penutup tubuh untuk menjaga harga diri seorang manusia. Tidak
8
Ika Dayani Rajab Putri, “Makna Pesan Tradisi Mappacci Pada Pernikahan Adat Bugis Pangkep
Di Kelurahan Talaka Kecamatan Ma‟rang,” Skripsi. Makassar: Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
UIN Alauddin Makassar, 2016.
9
Putri.
6
hanya daun inai, daun nangka dan daun pisang juga memiliki arti khusus. Daun
pisang (leko) mempunyai siklus hidup dimana daun muda akan muncul sebelum
daun tua kering lalu jatuh.10 Kurang lebih filosofi yang dapat dipetik dari siklus
pertumbuhan daun pisang hampir mirip dengan apa yang terjadi dalam kehidupan
manusia, sambung menyambung tanpa pernah putus. Daun nangka atau daun
berumah tangga. Semua perlengkapan itu disiapkan dan ditata dalam ruang tempat
melangsungkan mapacci.
Selanjutnya dimulailah prosesi mapacci, calon mempelai duduk
dipelaminan (laming) atau diatas tempat tidur, menghadap 7 lapis sarung sutera
yang diatasnya telah diletakkan beberapa helai daun nangka. Kemudian mempelai
meletakkan tangan diatas 7 lapis sarung, posisi telapak tangan berada diatas
menengadah siap diberi pacci. Satu persatu tamu yang dipilih dan sudah
berkeluarga maju untuk memberikan pacci ke telapak tangan, dan setelah itu
dengan berpakaian adat lengkap diantar ke rumah mempelai wanita untuk melihat
dari jauh calon isterinya, sementara mempelai wanita dengan pakaian adat
10
Putri.
11
Dwi Hartini, “Kajian Living Hadis Atas Tradisi Mapacci Pada Pernikahan Suku Bugis
Makassar,” Al-Fath 14, no. 1 (2020): 81–106.
7
C. Pandangan Hukum Islam Terkait Budaya Mappacci
Adat dalam hukum Islam dikenal dengan istilah al-„Urf. Dari segi bahasa
al-„Urf ialah mengetahui.12 Kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang diketahui,
dikenal, dianggap baik dan diterima oleh pikiran yang sehat. 13 Budaya dan tradisi
aturan tersebut sesuai dengan adat istiadat masyarakat, maka dengan mudah
baik yang berlaku luas di masyarakat dalam hal perkataan atau perbuatan. 'Urf
merupakan bentuk ta'kid (penguatan). Dalam istilah hukum Indonesia, 'Urf dapat
hukum yang dianut oleh mazhab Hanafi dan Maliki, dan sebenarnya perbedaan
antara Fuqaha adalah perbedaan adat istiadat yang mereka jalani. Dari berbagai
kasus adat istiadat tersebut, para ulama ushul fiqih merumuskan aturan-aturan
fikih tentang adat, termasuk adat istiadat yang dapat diabadikan dalam hukum
kehidupan mereka, baik itu melalui perkataan atau perbuatan, jika ditinjau dari
perspektif Hukum Islam, dan dilihat dari kesesuaian dengan syariat maka al-„Urf
12
Ahmad Hanafi, “Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam, Cet,” V. Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1989.
13
Abd Gaffar, “Peranan Al-„Urf Dalam Mengistimbakan Hukum Islam, Skripsi,” Mangkoso,
Fakultas Syariah STAI DDI Mangkoso, 1995.
14
Supardin Supardin, “Faktor Sosial Budaya Dan Aturan Perundang-Undangan Pada Produk
Pemikiran Hukum Islam,” Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan Hukum Keluarga Islam 1, no. 2
(2014).
15
Muhammad Tahmid Nur and Anita Marwing, “Realitas „Urf Dalam Reaktualisasi Pembaruan
Hukum Islam Di Indonesia,” Pamekasan: Duta Media Publishing, 2020.
16
Bagus Amirullah and Anton Muhibuddin, Pluralitas Budaya Di Indonesia Dan Korelasinya
Dengan Status Hukum Islam Dalam Tata Hukum Positif Di Indonesia (Lima Aksara, 2020).
8
"Urf Sahih adalah adat yang di laksanakan di masyarakat tetapi tidak bertentangan
dengan dalil Syara." Seperti biasa dalam dunia perdagangan yaitu indent
membayar mas kawin tunai atau hutang, adat melamar wanita dengan
Urf Fasid adalah 'Urf, yang ditolak dengan dalil-dalil yang bertentangan dengan
hukum karena adanya larangan haram dan makruh. Bisa juga diartikan
menghalalkan atau melakukan apa yang dilarang Allah. Contoh jenis ini antara
lain menyajikan minuman ilegal, bermain game untuk merayakan suatu acara,
menari dengan pakaian seksi pada kesempatan tertentu, membunuh bayi
perempuan yang baru lahir, dan berbagai contoh lainnya. Jenis ini juga bisa
Ahli syariah menyatakan bahwa adat yang masih sahih tetap dapat
adat kebiasaan orang Islam dan dianggap baik, maka perkara tersebut di sisi Allah
17
Syarmin Syukur, “Sumber-Sumber Hukum Islam,” Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
9
3. Bahwa Adanya kebiasaan manusia dari suatu tindakan adalah dalil yang
Jika bertentangan dengan adat istiadat yang selama ini dianggap baik oleh
4. Kaidah Ushul
ٌ ا َ ْلعَب َدةُ ُه َح َّك َوت
Ada beberapa persyaratan agar adat bida dijadikan landasan hukum dalam
Dari beberapa landasan hukum, baik dari al-Qur'an, Hadits maupun asas-
perspektif hukum Islam dari budaya Mappacci. Penerapan tradisi Mappacci dalam
perkawinan tetap dijaga dan dilestarikan karena merupakan salah satu adat
18
Andi Husnul Amalia and Patimah Patimah, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Budaya Mappacci
Di Kalangan Masyarakat Kecamatan Bola Kabupaten Wajo,” Qadauna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Hukum Keluarga Islam 2, no. 2 (2021): 361–75, https://doi.org/10.24252/qadauna.v2i2.19594.
10
dengan Hukum Islam. Namun, masih ada hal yang perlu disempurnakan dalam
prosesi Perkawinan, yaitu pakaian pengantin harus menutupi aurat dan tidak tipis.
Solusinya tetap memakai pakaian adat yang sudah disempurnakan agar sesuai
dengan syariat Islam. Selain itu, hindari meramal hal-hal buruk pada nyala lilin
dalam prosesi, tetap berharap baik dengan lambang lilin dan semoga mendapatkan
jalan terang atau tuntunan dari Allah swt. Menghilangkan kepercayaan bahwa
bencana dapat terjadi atau berujung pada bencana jika kedua calon mempelai
menjadi rasa malu keluarga calon mempelai. Karena melakukan tindakan yang
kurang rasional dianggap tidak relevan.19
jadi redaksi makna yang terkandung dalam tradisi mapacci tersebut merupakan
الَ يُ ْؤ ِه ُي أَ َح ُد ُك ْن َحتَّى يُ ِح َّب لَ ِخ ْي َِ َهب يُ ِحب: س ْْل هللا ع َْي الٌَّبِي قَب َل
ُ ع َْي أَبِ ْي َح ْو َزةَ أًََ ِس ْب ِي َهبلِكٍ َخبد ِِم َر
ِ ِلٌَ ْف
َِ س
(Referensi: https://almanhaj.or.id/29663-mencintai-saudara-seiman-termasuk-
kesempurnaan-iman-2.html)
Artinya: “Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu
hingga dia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia
mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hadis di atas menjelaskan bahwa Islam bertujuan agar semua manusia
yang hidup saling mengasihi dan mencintai, dimana setiap orang muslim
terciptanya kerjasama dan solidaritas di antara mereka. Semua itu tidak akan
19
Amalia and Patimah.
11
terwujud kecuali jika seseorang menginginkan kebahagiaan, kebaikan, dan
ketenangan bagi orang lain sebagaimana citanya untuk dirinya sendiri. oleh karena
itu Rasul mengaitkannya dengan keimanan dan menjadikannya sebagai sifat orang
yang beriman. Pokok keimanan tidak akan terwujud kecuali dengan membenarkan
SWT. Kesempurnaan iman seorang muslim tidak hanya mencintai kebaikan dan
membenci keburukan bagi saudaranya sesame muslim saja, tetapi sikap tersebut
20
Hartini, “Kajian Living Hadis Atas Tradisi Mapacci Pada Pernikahan Suku Bugis Makassar.”
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa makna yang
tersirat dalam proses adat Mappacci adalah sebuah bentuk harapan dan doa, yang
peralatan yang harus dipersiapkan. Dengan demikian, makna yang tersemat dalam
tradisi peralatan Mappacci berkaitan dengan hal-hal positif, menjadi hasil dari
adaptasi budaya dan agama. Meskipun zaman dan teknologi terus berkembang,
tradisi ini tetap lestari dan eksis dengan makna-makna yang terkandung dalam
peralatannya. Meskipun ada pergeseran dalam tatanan sosial, dimana prosesi yang
dahulu hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan, kini telah menjadi tradisi bagi
B. Implikasi
Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka penulis mengajukan
1. Makalah ini dapat menjadi titik awal untuk pengembangan kajian hadis
agama, tetapi juga sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya
13
menghormati nilai-nilai budaya yang terkandung dalam implementasi
makna positif, seperti harapan, doa, dan kebaikan bagi calon mempelai.
14
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Andi Husnul, and Patimah Patimah. “Tinjauan Hukum Islam Tentang
Budaya Mappacci Di Kalangan Masyarakat Kecamatan Bola Kabupaten
Wajo.” Qadauna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam 2, no. 2
(2021): 361–75. https://doi.org/10.24252/qadauna.v2i2.19594.
Amirullah, Bagus, and Anton Muhibuddin. Pluralitas Budaya Di Indonesia Dan
Korelasinya Dengan Status Hukum Islam Dalam Tata Hukum Positif Di
Indonesia. Lima Aksara, 2020.
Fahdli, Al-Malik. “Budaya Pernikahan Sulawesi Selatan.” Bandung: Salemba
Humanika, 2014.
Gaffar, Abd. “Peranan Al-„Urf Dalam Mengistimbakan Hukum Islam, Skripsi.”
Mangkoso, Fakultas Syariah STAI DDI Mangkoso, 1995.
Hanafi, Ahmad. “Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam, Cet.” V. Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1989.
Hartini, Dwi. “Kajian Living Hadis Atas Tradisi Mapacci Pada Pernikahan Suku
Bugis Makassar.” Al-Fath 14, no. 1 (2020): 81–106.
Mahfudz, Ahmad. “Tradisi Pernikahan Di Masyarakat Payudan Karangsokon
Guluk-Guluk Sumenep (Kajian Living Hadis).” Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, n.d.
Nasriah, Kadir. “Adat Perkawinan Masyarakat Bugis Dalam Perspektif UU No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan Di Desa Doping Kecamatan Penrang
Kabupaten Wajo.” universitas negeri makassar, 2015.
Nur, Muhammad Tahmid, and Anita Marwing. “Realitas „Urf Dalam
Reaktualisasi Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia.” Pamekasan: Duta
Media Publishing, 2020.
Panggalo, Fiola. “Perilaku Komunikasi Antarbudaya Etnik Toraja Dan Etnik
Bugis Makassar Di Kota Makassar,” 2013.
Putri, Ika Dayani Rajab. “Makna Pesan Tradisi Mappacci Pada Pernikahan Adat
Bugis Pangkep Di Kelurahan Talaka Kecamatan Ma‟rang.” Skripsi.
Makassar: Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar,
2016.
Supardin, Supardin. “Faktor Sosial Budaya Dan Aturan Perundang-Undangan
Pada Produk Pemikiran Hukum Islam.” Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan
Hukum Keluarga Islam 1, no. 2 (2014).
Syukur, Syarmin. “Sumber-Sumber Hukum Islam.” Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Takko Bandung, A B. “Budaya Bugis Dan Persebarannya Dalam Perspektif
Antropologi Budaya.” Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Budaya 15,
no. 1 (2020): 27–36. http://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb.
https://aktual.com/mengenal-5-kaidah-pokok-dalam-hukum-fiqih/
https://agussantosa39.wordpress.com/2015/01/14/apa-saja-yang-dipandang-kaum-
muslimin-baik-maka-di-sisi-allah-juga-baik/
https://almanhaj.or.id/29663-mencintai-saudara-seiman-termasuk-kesempurnaan-
iman-2.html
https://www.merdeka.com/quran/al-araf/ayat-199
15