Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Tradisi Adat Istidat Nyareng Pattu`du

Dosen Pengampu : Dra. Sitti Jauhar, M.Si

Disusun Oleh:

Nama : MAGFIRA

Nim : 230407562031

Kelas : 33 E

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Negeri Makassar Kampus IV Bone

Tahun Ajaran 2023


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang nilai nilai dalam adat istiadat
nyareng pattu`du.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang impilkasi nilai
nilai ibadah dalam kehidupan sehari hari dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Bone, 30 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………

1.1 Latar Belakang


Masalah………………………………

1.2 Rumusan
Masalah……………………………………..

1.3
Tujuan…………………………………………………..

1.4 Manfaat
Penulisan……………………………………..

BAB II PEMBAHASAN………………………………………….

1.1 Sejarah asal mula munculnya adat istiadat Nyareng Pattu`du


1.2 Pelaksanaa tradisi Nyareng Pattu`du
1.3 Implikasi nilai nilai yang terkandung dalam tradisi Nyareng
Pattu`du
1.4 Makna adat istiadat Nyareng Pattu`du

BAB III PENUTUP…………………………………….............

A. Kesimpulan......................................................................
B. Saran……………………………………………………………
………………..
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan adalah ciptaan manusia yang diciptakan dan diturunkan


dari suatu kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dalam suatu
lingkungan masyarakat tertentu. Secara umum budaya yang dihasilkan
berbeda dengan ciri khasnya masing-masing yang telah dilestarikan
sebagai bentuk budaya dari nenek moyangnya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa Indonesia kaya akan budaya dari berbagai daerah, mengingat
Indonesia terdiri dari 34 provinsi dengan budayanya masing-masing.
Kebudayaan yang dimaksud dalam hal ini berupa kesenian, tradisi, adat
istiadat, atau hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat.
Perbuatan manusia dilakukan dan dipelajari sehingga menjadi
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu kebudayaan lahir dan
diwujudkan oleh manusia yang dijadikan kebiasaan yang kemudian secara
terus menerus dilakukan sehingga membentuk suatu kebudayaan yang
dilestarikan dan berlangsung dalam masyarakat itu sendiri.
Keberadaan budaya seperti tradisi di masyarakat tidak lagi menjadi hal
yang tabu melainkan dijadikan ciri khas berbagai daerah di Indonesia.
Keberadaan budaya Indonesia tidak hanya dikenal dalam lingkup negara
Indonesia, tetapi budaya yang ada sudah dikenal oleh negara asing negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya ini seringkali ditiru oleh orang luar
dan dijadikan sebagai budaya lokal mereka.
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang
ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan
daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Indonesia
dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta, mereka tinggal dan tersebar
di berbagai pulau. Mereka juga mendiami wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi, mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir,
dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Selain itu, juga berkaitan
dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan
masyarakat di Indonesia yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan asal mula munculnya adat istiadat Nyareng
Pattu`du

2. Mendeskripsikn Rangkaian Acara Adat Istiadat Nyareng Pattu`du

3. Mendeskripskan nilai nilai yang terkandung dalam tradisi Nyareng


Pattu`du

4. Mendeskripsikan makna dalam tradisi Nyareng Pattu`du

1.3 Tujuan

> Mampu mengetahui dan memahami asal mula munculnya Nyareng


Pattu`du

> Mampu mengetahui dan memahami Rangkaian Adat Istiadat Nyareng


Pattu`du

> Mampu mengetahui dan memahami Nilai Nilai yang terkandung dalam
Adat Istidat Nyareng Pattu`du

> Mampu mengetahui dan memahami makna dalam Adat Istiadat Nyareng
Pattu`du

1.4 Manfaat Penulisan

1. Dapat memberikan sumbangan bagi pengemban ilmu pengetahuan serta


menambah wawasan dan khasanah keilmuan mengenai tradisi adat
istiadat Nyareng Pattu`du yang terdapat di daerah suku Bugis.

2. Dapat memetik nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi adat istiadat


Mappadendang yang terdapat di daerah Suku Bugis.
BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Asal Mula Munculnya Adat Istiadat Nyareng Pattu`du

Suku Mandar merupakan salah satu suku besar di Sulawesi Barat.


Selain Bugis, Makassar dan Toraja. Terletak di pesisir Barat Pulau
Sulawesi atau pesisir utara Provinsi Sulawesi Selatan. Secara umum,
Mandar dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu Mandar sebagai
sebuah nama Bahasa dan Mandar sebagai istilah lain untuk menyebut
persekutuan beberapa kerajaan kecil.

Suku Mandar juga banyak tersebar di Sulawesi Selatan Kalimantan


Selatan dan Kalimantan Timur, dan beberapa tempat di Pulau Jawa dan
Sumatera. Sama seperti suku-suku lainnya di Indonesia, suku Mandar juga
memiliki kebudayaan yang tidak kalah menariknya, mulai dari tata cara
pemerintahan, makanan, pakaian, perayaan hari besar, upacara adat yang
sakral, dan berbagai tradisi yang masih eksis hingga hari ini di tengah arus
dan dinamika sosial yang kencang.

Mendengar kata Nyareng Pattu`du hampir semua akan bertanya-


tanya apa itu. Bahkan mungkin masih banyak di antara masyarakat yang
belum tahu bahwa di Indonesia terdapat sebuah suku yang bernama suku
Mandar. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, masyarakat harus
tetap melestarikan kekayaan budaya yang dimiliki, minimal
memperkenalkan budaya daerah kepada orang-orang di sekitar. Inilah
yang menjadi alasan yang kuat untuk memperkenalkan budaya suku
Mandar.

Tradisi Nyareng Pattu`du telah tersebar di berbagai daerah


Sulawesi Selatan salah satu daerah yang terdapat dalam wilayah
Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Daerah ini mulanya dikembangkan
oleh seorang nahkoda kapal dan juga seorang pedagang yang bernama La
Bora yang berasal dari daerah Mandar, dengan mengajukan surat ijin
untuk tinggal dan menetap di Lero.

Dalam hal ini Datu’ Suppa sebagai penguasa wilayah di mana Lero
termasuk dalam wilayah kekuasaannya, dan akhirnya Sang Datu’ Suppa
merestui sehingga La Bora kembali ke tanah Mandar dan mengajak
keluarganya untuk menetap di Lero dan diikuti oleh orang-orang atau
keluarga lain yang juga berasal dari Mandar.
Seperti yang dijelaskan oleh Azis Syah bahwa setelah Islam mulai
masuk dan berkembang pada tatanan masyarakat Balanipa atau kerajaan
Balanipa sejak abad ke-17 pada masa pemerintahan Kakana I Pattang dan
pada saat itu pulalah Islam telah menjadi agama resmi kerajaan.

Hal tersebut memberikan isyarat bahwa Islam yang dibawah oleh


para ulama pembaharu dalam nuansa keislaman di Mandar tidak hanya
dalam domain politik saja, tapi juga merambah ke ranah sosial budaya
masyarakat. Kehadiran Islam sebagai salah satu unsur pembentuk
kebudayaan pada akhirnya membentuk budaya baru bagi masyarakat
Lapeo khususnya dalam membaca al-Quran yang dituangkan dalam
sebuah tradisi Nyareg Pattu`du.

Jejak sejarah yang menunjukkan awal pelaksanaan dari kegiatan ini


belum terdeteksi oleh para tokoh masyarakat dan para sejarawan
mengingatkurangnya rujukan dalam bentuk tulisan dan lebih banyak
bersifat cerita lisan. Namun demikian dapat diperkirakan sekitar abad XVI,
sebab Islam telah masuk ke Kerajaan Balanipa di masa itu ditandai dengan
masuknya Islam pada masa pemerintahan Raja IV Balanipa bernama
Kakanna I Pattang.7 Hal tersebut membuktikan bahwa hadirnya Islam
ditengah-tengah kehidupan masyarakat Balanipa tidak hanya dalam
domain politik saja, bahkan merambah ke ranah sosial dan budaya
masyarakat. Perintah membaca al-Qur’an berawal dari turunnya wahyu
pertama dari Allah swt kepada Nabi Muhamammad SAW.

1.2 Rangkaian Pelaksanaan Adat Istiadat Nyareng Pattu`du

Sebelum pelaksanaan tradisi ini ada beberapa tradisi yang


mendahului pelaksanaan tradisi ini dalam proses menuju khataman al-
Qur’an, karena pada hakekatnya pelaksanaan khataman al-Qur’an tidak
akan sempurna tanpa adanya tradisi sebelumnya yaitu: tradisi Mappangolo
Mangngaji dan tradisi Maccera.

Tradisi Mappangolo Mangngaji adalah sebuah tradisi yang perlu


dilakukan sebelum memulai membaca al-Qur’an. Tradisi ini memerlukan
kelapa beserta gula merah untuk diberikan makan kepada seseorang yang
baru memulai belajar membaca al-Qur’an. Perlu pula menyiapkan daun
daun kelor serta batu asah. Setelah itu, seseorang yang baru memulai
membaca al-Qur’an dibaringkan dengan menggunakan batu asah yang
berfungsi sebagai bantal dan dimasukkan kedalam matanya air yang sudah
dicampur dengan daun atau daun kelor sambil dibacakan basmalah.
Setelah tradisi Mappangolo Mangngaji, dilangsungkan pula sebuah
tradisi yang bernama Maccera’. Tradisi ini dilangsungkan setiap
seseorang yang mengaji naik tingkat. Setiap seseorang naik tingkat dalam
proses mengaji, diharuskan memotong dua ekor ayam. Tingkatan-
tingkatan dalam mengaji itu, dalam hal ini ada dua versi yang ditemukan
penulis, ada yang mengatakan enam surah, ada pula yang mengatakan
delapan surah.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, tradisi


Maccera’ adalah sebuah tradisi yang dilangsungkan ketika seseorang
yang hendak melanjutkan bacaan dari surah ke surah tertentu, perlu
memotong ayam dua ekor hingga mencapai surah terakhir. Berdasarkan
hasil wawancara dari salah satu informan, ayam yang telah dipotong
dibawa untuk diberikan kepada guru mengaji. Setelah itu, salah satu
bagian ayam yaitu hati disuapkan kepada orang yang belajar mengaji
untuk dimakan langsung dihadapan guru mengaji tersebut.

Setelah dua rangkaian prosesi dalam belajar mengaji selesai. Maka


sampailah pada proses akhir yakni tradisi Nyareng Pattu`du yang
merupakan sebuah tradisi perjamuan sehubungan dengan khataman al-
Qur’an. Nyareng Pattu`du merupakan rangkaian rangkaian puncak bagi
orang yang telah menamatkan Alquran, dikenal adanya upacara diarak
keliling kampung dengan menaiki Sayyang Pattu'du atau Kuda
Menari,dan kuda yang digunakan sudah terlatih dan lihai dalam menari.

Suasana riang gembira dalam iringan sayyang pattu’du ditentukan


keberadaan permainan musik rebana di depan kuda yang disebut
parrabana dengan tabuhan rebana yang bertalu-talu disertai shalawat oleh
para pemainnya, juga menjadi penanda bagi masyarakat bahwa ada
sayyang pattu’du yang lewat. Selain parrrabana, dalam arak-arakan
sayyang pattu’du tidak bisa lepas dari seni sastra Mandar yang disebut
kalindaqdaq. Pendeklamasi kalindaqdaq yang disebut pakkalindaqdaq,
menyampaikan isi hatinya di depan kuda yang menari-nari. Kalindaqaq
adalah salah satu puisi tradisional Mandar yang merupakan cetusan
perasaan dan pikiran yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat indah.

Apabila tradisi ini dilaksanakan semua masyarakat ikut terlibat


didalamnya, mulai dari persiapan hingga pelaksanaannya. Yang terlibat
dalam pelaksanaan tradisi sayyang pattu’du’ yaitu:

1. Guru pengaji
2. Messawe (anak yang tamat mengaji)
3. Pessawe (orang dewasa yang menemani anak diatas kuda)
4. Kelompok parabbana (musik rebana)
5. Pakalindaddaq (Orang yang berpantun berbahasa Mandar)
1.3 Nilai Nilai yang terkandung dalam Tradisi Nyareng Pattu`du

1. Nilai Komunikasi Budaya


Tradisi Nyareng Pattudu'memiliki peran sebagai media
komunikasi budaya untuk komunitas. Fungsi yang dirujuk dalam
ini bahwa acara tersebut akan menjadi cara untuk
mentransmisikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh generasi
muda agar mereka bisa mengenal dan menjaga kekayaan budaya
yang dimilikinya
Hal ini karena dalam pelaksanaan acara tersebut diisyaratkan
adanya komunitas Mandarin yang ikut serta dan memiliki
identitas yang kuat di tengah zaman yang semakin marak
teknologi modern dan divinized itu tidak menutup kemungkinan
itu akan mengikis nilai-nilai persediaan modal (modal sosial)
masyarakat.

2. Nilai Gotong Royong


Gotong royong, merupakan nilai yang jelas tersirat dalam
tradisi. ini. Jika diperhatikan secara seksama, upacara ini tentunya
bukan kegiatan biasa. tetapi jauh dari itu memiliki makna yang
sangat tinggi, sehingga sedang dalam proses pelaksanaan tradisi
Nyareng Pattu`du tentunya membutuhkan kerjasama yang sama
baik untuk nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi untuk
ditransmisikan dalam a dalam proses menyelesaikan tahapan
pelaksanaan kegiatan Sayyang Pattu'du perlu membangun
kerjasama yang baik antar manusia sebagai individu ke komunitas
lain.

3. Nilai Komunikatif
Nilai komunikatif Unsur nilai ini merupakan salah satu bagian
terpenting dari tradisi ini, karena jika tidak ada komunikasi dalam
hal apapun maka tidak mungkin secara bertahap pelaksanaan
tradisi Nyareng Pattu`du akan berlangsung.
Selain itu, komunikasi juga dapat memberikan manfaat lain
bagi individu tersebut. dengan orang lain dapat berbagi informasi
untuk memperluas cakrawala ilmunya masing-masing, juga bisa
lebih diperluas sayap tradisi dan mempertahankan eksistensi
tradisi ini (sejarah lisan).
Dari beberapa pandangan informan sebelumnya dapat
dikatakan demikian secara sosiologis29 keberadaan program
Sayyang Pattu'du'ini memenuhi nilai positif bagi masyarakat
sebagai sarana perwujudan solidaritas dan integrasi sosial
masyarakat lokal.
4. Nilai Aqidah
Nilai aqidah adalah wujud tauhid, tauhid yang dimaksud
mengimani dan menyakini keberadaan Allah. Nilai Ibadah, yang
dimaksud dengan membaca Al Qur`an yang merupakan sesuatu
hal yang patut dilaksanakan.

1.4 Makna Adat Istidat Nyareng Pattu`du

Untuk mendidik dan memberikan nasihat kepada anak-anak


ataupun orang dewasa agar semangat dalam membaca dan menamatkan
bacaan Al-Quran.Selain itu memberikan pengajaran bahwa selain membaca
Al Qur'an kita juga menjadikannya pedoman dalam kehidupan sehari hari.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak asing lagi dimasyarakat seantero jagad nusantara ini adat dan
tradisi budaya yang melekat dalam kehidupan sehari-hari tidak saja dalam
upacara seremonial tetapi juga dalam sikap hidup. Budaya begitu melekat
pada diri kita hampir semua orang baik secara sadar atau tidak dalam
menjalankan kebiasaan sebagai perwujudan pemberian penghormatan
terhadap adat-istiadat, tradisi, dan budaya yang diwarisi secara turun
temurun, dari generasi ke generasi.
Sayyang Pattu’du’ yang diiringi pukulan rebana dengan syair lagu
bernuansa Islam-Man. Tradisi Sayyang Pattu’du merupakan salah satu
wujud kebudayaan yang mana merupakan hasil dari kesanggupan manusia
untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi dan perlu mendapatkan
apresiasi yang layak ditengah-tengah masyarakat.
B. Saran
Sebagai generasi penerus, kita haruslah menjaga dan melestarikan
tradisi yang telah turun temurun sejak dahulu agar budaya kita tetap
terjaga. Dengan adanya tradisi tersebut kita dapat belajar dari makna adat
istiadat tersebut yaittu kita harus bersyukur atas limpahan rezeki yang
diberikan oleh Allah SWT. kepada kita semua. Selain itu, dengan adanya
tradisi ini, kita juga dapat menjaga tali silaturahmi dengan masyarakat
sekitar melalui pelaksanaan acara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Armandar 2013 .“Nyareng Pattuddu”. File blog Armand.


Simplestudio. Diakses pada 30 September 2023.Dari,
http://armandarsimplestudio.blogspot.com/2013/06/budaya-
mandar-sayyang-pattuddu-di-tanah.html

Kebudayaan Kemdikbud.go.id “Sayyang Pattudduq, Kuda Menari dari


Tanah Mandar” diakses pada 30 september 2023. Dari,
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulsel/sayyang-pattudduq-kuda-
menari-di-tanah-mandar/

Anda mungkin juga menyukai