Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmatnya kami masih diberikan kesempatan untuk
dapat menyelesaikan materi buku ini. Adapun materi yang akan
dibahas pada buku ini adalah materi pembelajaran satu semester
mengenai seputar sejarah Islam baik di luar maupun di dalam negeri.
ii
kami ucapkan terima kasih dan selamat membaca, semoga buku ini
dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi para pembaca.
Reguler E
iii
PENYUSUN BUKU
Dosen Pengampu : Pristi Suhendro M.Si
iv
Timoteus Gultom
DAFTAR ISI
BAB 1 KEADAAN INDONESIA MENJELANG DATANGNYA ISLAM..............1
v
BAB 1
KEADAAN INDONESIA MENJELANG DATANGNYA
ISLAM
2
dilalui oleh pelayaran tersingkat antara Asia Timur disatu pihak dan
Asia Selatan-Asia Barat-Afrika di pihak lain. Jadi tepat dikatakan bahwa
kepulauan Indonesia terletak pada persimpangan jalan dunia.
3
Kebanyakan sistem politik di Indonesia sebelum datangnya
Islam adalah Monarki (secara turun - menurun) dalam kerajaan -
kerajaan Hindu/Budha.
4
menempuh perjalanan jauh d engan menggunakan gerobak atau
sampan untuk berdagang. Perdagangan luar negeri hanyalah
berpengaruh terutama pada istana dan para pedagang dan kota-kota
pelabuhan. Perdagangan ini bukan untuk kepentingan penduduk desa,
bangsawan, atau pemuka agama daerah pada umumnya.
5
Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab.
Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari
Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J.
Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-
orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar
sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang menyebarkan
Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan
berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.
6
Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo, yang wafat tahun 1419.
2. Teori Persia
Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau
wilayah yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi
didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat.
Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-Modification:
Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan,
Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam di
Indonesia memiliki persamaan dengan Persia. Salah satu contohnya
adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan bercorak Islam
di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di
Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10
Muharam. Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia
kemungkinan adalah Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan
ritual Syiah di Persia yang saat ini merujuk pada negara Iran. Teori ini
cukup lemah karena mayoritas pemeluk Islam Indonesia adalah
bermazhab Sunni. Kelebihan dari Teori Persia Salah satu bukti Teori
Persia yang menjadi kelebihannya adalah adanya perayaan 10
Muharam di Bengkulu dan Sumatera Barat yang dikenal sebagai Tradisi
Tabot. Pasalnya, tradisi untuk mengenang cucu Nabi Muhammad SAW,
Husain bin Ali, ini juga dikenal di Persia. Selain itu, adanya penyerapan
dan penambahan kosa kata bahasa Persia ke dalam bahasa Melayu. Hal
itu dibuktikan dalam beberapa buku yang memuat kosa kata Persia,
yang diserap ke dalam bahasa Melayu. Bukti lain adalah adanya
persamaan nisan pada makam Malik al-Shalih dan makam Maulana
7
Malik Ibrahim, yang memiliki kemiripan dengan nisan yang ada di
Persia. Kelemahan dari Teori Persia Meski memiliki beberapa
kelebihan, namun ada sebagian ahli yang masih meragukan bukti-bukti
terkait masuknya Islam dari Persia. Hal ini karena bukti-bukti yang ada
masih diragukan dan dirasa kurang kuat. Terlebih lagi, Persia bukanlah
wilayah pusat agama Islam. Ditambah lagi, pedagang yang berasal dari
Persia jumlahnya tidak seberapa. Pedagang Persia yang bertransaksi di
Indonesia saat itu masih kalah jumlahnya dengan pedagang Arab, China,
dan India.
3. Teori Arab
8
berbagai wilayah di Nusantara. dan kelemahan. Kelebihan Teori
Mekkah yaitu adanya persamaan mazhab di Arab dan di Indonesia,
yang memakai mazhab Syafi'i. Selain alasan kesamaan mazhab, Hamka
melihat bahwa gelar raja-raja Pasai adalah al-Malik, bukan Shah atau
Khan seperti yang terjadi di Persia dan India. Dalam Hikayat Raja-raja
Pasai yang ditulis setelah 1350, disebutkan bahwa Syaikh Ismail datang
dari Mekkah melalui Malabar menuju Pasai dan mengislamkan rajanya,
Merah Silu, yang kemudian bergelar Malik al-Shalih. Hal ini sekaligus
membantah Teori Gujarat, yang menyatakan bahwa pengaruh Islam di
Indonesia datang dari Gujarat, India. Teori Mekkah menyebut jika Islam
masuk ke Indonesia dari Mekkah, sebagai pusat agama Islam,
sementara Gujarat hanya sebagai tempat singgah. Di samping itu, pada
abad ke-13, telah terdapat ulama-ulama Jawa yang mengajarkan
tasawuf di Mekkah. Naguib Al-Attas juga pembela Teori Arab, yang
berargumen bahwa sebelum abad ke-17, seluruh literatur keagamaan
Islam yang relevan tidak mencatat satu pengarang Muslim India.
Disamping kelebihannya, Teori Mekkah juga memiliki kelemahan, yaitu
kurangnya fakta terkait peranan bangsa Arab dalam proses penyebaran
agama Islam di Indonesia.
4. Teori Cina
9
Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara bersamaan migrasi orang-
orang Cina ke Asia Tenggara.
10
2. Saluran Pernikahan, ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin,
dengan pernikahan terbentuklah sebuah keluarga kecil yang akhirnya
menjadi cikal bakal masyarakat besar, dalam hal ini berarti membentuk
masyarakat muslim.Bermukimnya para pedagang muslim di beberapa
wilayah di Nusantara menimbulkan interaksi dengan masyarakat
setempat. Banyak orang asing tersebut yang kemudian menikah dengan
perempuan asli Nusantara yang kemudian menjadi salah satu saluran
Islamisasi, yakni melalui pernikahan. Pernikahan antara orang asing
beragama Islam dengan pribumi juga terjadi di kalangan bangsawan
atau istana yang membuat penyebaran Islam semakin masif dan efektif.
Saluran Islamisasi melalui pernikahan menjadi akar yang kuat untuk
membentuk masyarakat muslim. Inti dari masyarakat adalah keluarga.
Setelah memiliki keturunan, maka persebaran Islam semakin meluas.
11
menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan
mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai tempat pengajaran
agama Islam bagi para santri. Murid atau santri yang telah mempelajari
ilmu agama dan kemudian keluar dari pesantren untuk
menyebarluaskan ajaran Islam di tempat-tempat lain, atau mendirikan
pesantren sendiri sehingga semakin memperluas proses Islamisasi di
Indonesia.
12
6.Saluran politik, Pengaruh kekuasan sangatlah berperan besar dalam
proses Islamisasi di Indonesia. Ketika seorang raja memeluk agama
Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki
kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi
tauladan bagi rakyatnya. Dengan demikian Pengaruh politik seorang
raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah tersebut. Salah satu
contohnya adalah Kesultanan Demak. Raden Patah, pendiri Kesultanan
Demak, adalah pangeran dari Majapahit. Raden Patah berguru kepada
Wali Songo dan kemudian masuk Islam hingga akhirnya mendirikan
Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Berdirinya
Kesultanan Demak dengan Raden Patah sebagai rajanya yang telah
masuk Islam kemudian berbondong-bondong diikuti oleh sebagian
besar rakyatnya. Kehadiran Kesultanan Demak pada akhirnya
meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan semakin banyak orang yang
memeluk Islam.
13
Artinya:
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah".
1. Pelaksanaan ibadah sederhana dan biayanya murah.
2. Agama Islam tidak mengenal pembagian kasta sehingga banyak
kelompok masyarakat yang masuk Islam karena ingin
memperoleh derajat yang sama.
3. Aturan-aturan dalam Islam bersifat fleksibel dan tidak memaksa.
Agama Islam yang masuk dari Gujarat, India mendapat pengaruh
Hindu dan tasawuf sehingga mudah dipahami.
4. Melalui jalur dagangan maka penyebaran agama Islam tidak
dengan paksaan, dengan interaksi antara pembeli dan pedagang
maka akan memudahkan orang non-Islam melihat akhlak dan
muamalah para pedagang Islam. Sehingga mereka tertarik dan
mempelajari Islam.
5. Pada zaman tersebut banyak sekali ritual-ritual agama dan
budaya Hindu, pada saat itulah masuk ajaran Islam dengan
menggantikan sedikit demi sedikit isi dari ritual tersebut. Selain
itu melalui kebudayan seperti lagu dan wayang, maka orang
lebih mudah memahami Islam. Saat ini masih ada sisa
peninggalan tradisi yangmasih dijalankan seperti Tahlilan, dan
acara 7 bulanan.
Wahabi
14
dan fiqih mereka berperang pada Bali disesuaikan dengan tafsiran Ibnu
Taimaiyyah.
Bahal
15
Pendapat aliran ini:
Ahmadiyah
16
kelompok. -Ahmadiyah Qadiyan: menganggap Mizra adalah nabi Ahmad
Lahore: menganggap Mirza sebagai Majaddid atau pembaharuan Islam
Pendapat-pendapat mereka:
Menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi (Qadiyan).
Orang Islam yang tidak sepaham adalah orang kafir.
Mengharamkan jihad.
Jamaah Tabligh
Muhammadiyah
17
Pemimpin : K.H. Ahmad Dahlan (nama asli
Muhammad Darwis, 1868-1923 M).
Aktif mulai : 1912
Pendapat Mereka :
Mengembalikan Umat Islam pada agama Islam yang sebenarnya
yaitu kembali pada Al-Qur'an dan hadits
Mengikis habis bid'ah kufarat, takhayul,dan klenik.
Membuka pintu ijtihad dan membunuh taqlid yang membabi
buta.
Nadhatul Ulama
Pemimpin : K.H. Hasyim Asy'ariy (1947 M)
Aktif sejak : 31 Januari 1926
Pendapat Mereka :
Pertahankan dan mengembangkan paham ahlus Sunnah di
Indonesia.
Menegakkan syariat Islam menurut haluan ahlussunnah Wal
jamaah dalam hal ini empat mazhab terbesar yaitu Hanafi,
Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.
Dalam tasawuf NU mengikuti paham Abdul Qosim Junaidi Al
Baghdadi
Syiah
18
tahun 225Hsampai 845M. Pendirian kerajaan ini adalah para pedagang
muslim yang berasal dari Persia Arab dan Gujarat yang mula-mula
datang untuk mengislamkan penduduk setempat.
Sesat yaitu setiap yang menyimpang dari jalan yang benar dan
setiap hal yang berjalan tidak dijalan yang benar. Aliran yang sesat
diindonesia adalah sebagai berikut:
(1915-1982)
Pendapat mereka :
19
Salamullah
Pendirinya : Lia Aminuddin
Aktif sejak : 1995, di Jakarta
Fatwa sesat MUI :1997
Pendapat mereka : Lia mengaku bertemu Jibril kemudian
sebagai bunda Maria dan akhirnya sebagai Jibril. Anaknya
Ahmad Mukhlis sebagai jelmaan roh nabi Isa as.
Al-Quran Suci
Fatwa sesat MUI : 2007
Pendapat mereka :
Tidak mengakui hadits.
Tidak melakukan kewajiban dalam rukun islam.
Memisahkan jamaah dari keluarganya.
Memperbolehkan berzina dengan iparnya
Mahesa Kurung
Pemimpin : As-Sayyid al-Habib Faridhal Attros al-
Kindhy
Aktif sejak : 1984
Fatwa sesat MUI : 2006
Alasan : Menyebarkan kemusyrikan
Wahidiyyah
Pemimpin : Abas
20
Fatma sesat MUI : Tasikmalaya
Pendapat mereka:
Ghauts Hadza Zaman punya kewenangan mananamkan dan
mencabut iman seseorang.
Sosok Mbah Abdul Majid dianggap sebagai juru selamat bagi
umat di zaman sekarang.
Islam sejati
Pemimpin : Heri dan Akhyari
Fatwa sesat MUI : Banten, 2007
Pendapat Mereka :
Menyembah Tuhan dengan bersujud menghadap ke empat arah
penjuru angin.
Ahmad Sayuti (Nabi Palsu)
Pemimpin : Ahmad Sayuti
Fatwa Sesat MUI : 2007
Pendapat Mereka :
Menganggap dirinya sebagai nabi yang di utus Allah dengan Nabi
Muhammad bukan nabi terakhir
Al-Quran adalah kitab hukum bahasa Arab peninggalan Nabi
Muhammad putra Abdullah yang ditulis oleh para sahabatnya
atas perintah Muhammad.
Mengaku kalau Al-Quran turun pada tahun 1993 saat dirinya
mendapatkan Wahyu
Menganggap tafsir Al-Quran selama ini hanya kebohongan
belaka.
Kitab hadis Bukhori hanya kitab bohong yang isinya bukan
perkataan Nabi Muhammad.
21
Darul Arqam
Pemimpin : Syeikh Suhemi
Fatwa sesat MUI : 1994
Pendapat Mereka :
Aurad Muhammadiyah Darul Arqam diterima secara langsung
oleh Syekh Suhaemi, tokoh Darul Argam, dari Rasulullah SAW di
Ka'bah dalam keadaan tirage.
22
Kudus : 20-Buda budi jawi
Jakarta : 21-Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan
Susilo Budi Utomo, 22-Kekeluargaan, 23-BKKI, 24-Perhimpunan
Kemanusiaan, 25-Kesatuaan Rakyat Indonesia Murni, yayasan
Olah Raga Hidup Baru, 27-Perhimpunan Kemanungsan, 28-
Peguyuban Kebatinan, 29-Pangudi Ilmu Kebatinan Intisaring
Rasa, 30-Dewan Musyawarah Perjalanan, 31-Sari Budoyo Di, 32
paguyuban Pakerti Urip.
23
Hal ini biasanya terjadi di wilayah-wilayah terpencil, sehingga
akses penyiaran agama Islam tidak berjalan dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
https://youchenkymayeli.blogspot.com/2013/10/kondisi-umum-
wilayah-indonesia.html : diakses pada sabtu 12, febrari 2022
24
S.ZUBAIDAH. 2016. SEJARAH PERADABAN ISLAM. PERDANA
PUBLISHING. MEDAN
https://dispusip.surabaya.go.id/ebook/ebook_files/aliran-
aliran_dalam_islam/html5forwebkit.html
http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/11/makalah-aliran-
aliran-dalam-pemikiran.html?m=1
Yatim,Badri.2013.SejarahPeradabanIslam.Jakarta:RAJAWALIPERS.
Supriyadi.Dedi.2008.SejarahPeradabanIslam.Bandung:PustakaSetia
25
BAB 2
PERKEMBANGAN KOTA KOTA ISLAM DAN
KERAJAAN KERAJAAN ISLAM AWAL
Islam masuk melalui Barus kiranya pada abad ke-7 atau abad
pertama Hijriyah. Sebuah naskah peninggalan dari Dinasti Tang, Hsin
26
Tang Shu menyebutkan bahwa di pesisir Sumatera terdapat sebuah
pemukiman Islam, selain itu adanya Makam bertarikh 672 M yang
bernama Syekh Rukunuddin juga menguatkan bahwa Barus merupakan
kota Islam atau komunitas masyrakat Islam pertama yang ada di
Nusantara.
27
1 Makam Syekh Mahmud di Papan Tinggi
A. Kerajaan Perlak
28
dari sultan Kerajaan Perlak pada masa itu, yaitu putri dari Alaidin Malik
Abdul Azis Syah Johan yang bernama Ganggang Sari.
29
Perlak pun terpecah menjadi 2 yaitu Perlak Tunong yang beraliran
Sunni, dan Perlak Baroh yang menganut Syi’ah.
30
pelabuhannya yang indah. Komoditi utama pada perdagangan di
pelabuhan ini adalah Lada, Emas, serta Kamper yang berasal dari Barus.
31
4 Mata Uang Dirham
C. Kerajaan Malaka
32
Malaka sangat ramai dikunjungi oleh para pedagang karena
letaknya yang strategis pula. Bandar bandar pelabuhan mereka ramai
dikunjungi oleh para bangsa bangsa asing, termasuk mereka yang
berasal dari timur tengah. Para pedagang dari Timur Tengah inilah
yang kemudian memperkenalkan Islam kepada Prameswara.
33
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/JCIMS/article/download/
3154/2073
https://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Religi/article/download/
1392/1162
https://sejarahkita.com/kehidupan-politik-ekonomi-sosial-dan-
budaya-kerajaan-perlak/
34
BAB 3
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA
35
dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di
Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.
Masuknya agama Islam ke nusantara (Indonesia) pada abad 6
akhir dibawa oleh Syekh Abdul Kadir Jailani periode I atau fase
pertama, telah membawa banyak perubahan dan perkembangan pada
masyarakat, budaya, dan pemerintahan. Perubahan dan perkembangan
tersebut terlihat jelas dengan berdirinya kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam. Sejak awal kedatangan Islam, Pulau Sumatra termasuk
daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama Islam di
Indonesia. Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang strategis
dan berhadapan langsung dengan jalur peradangan dunia, yakni Selat
Malaka. Berdasarkan catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental (1512-
1515) dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat
Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat banyak kerajaan Islam, baik
yang besar maupun yang kecil.
36
aturan hidup yang berlandaskan nilai-nilai Islam mulai
diimplementasikan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat.
Proses masuknya Islam di Nusantara sebenarnya tidak tersiar
secara bersamaan. Tiap daerah memiliki periode yang berbeda-beda
saat Islam masuk di wilayahnya. Menurut para sejarawan Islam,
Sumatera merupakan tempat yang menjadi awal mula masuknya Islam
di nusantara. Kemudian, masuknya agama Islam ke tanah air pada
sekitar abad ke 6 tidak lepas dari pengaruh Syekh Kadir Jailani yang
menyiarkan Islam saat itu. Pada periode pertama menyebarkan syiar
agama Islam, beliau telah membawa banyak perubahan dan
perkembangan di masyarakat nusantara.
Aspek budaya, sosial pemerintahan dan politik juga tersentuh
dengan nilai-nilai Islam yang diajarkan. Secara umum, perubahan besar
itu terlihat jelas dari berdirinya berbagai kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam di nusantara termasuk di wilayah Sumatera. Bukti
tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak
ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan
bukti tertulis adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun
lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H
merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia
umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang
muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini
dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang
Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan
abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin dalam kurun
waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para
pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat
37
sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun
keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di
Indonesia khususnya Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke– 10 M.
yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama Tuhar
Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di
Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.
38
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing,
yang mau tidak mau harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak
langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya dan
mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya.
Termasuk masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan
sikap tidak menutup diri, dan sangat menghormati perbedaan
keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama
yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat
Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan
khususnya dan Pulau Sumatera umumnya.
39
demikian dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di
Palembang sudah ada masyarakat Islam yang oleh penguasa setempat
(pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah diterima dengan baik dan dapat
menjalankan ibadah menurut agama Islam.
Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada
hubungan yang erat antara perdagangan yang diselenggarakan oleh
kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya. Yaitu dengan
mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan
raja Ta-che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah
dipastikan bahwa di Sumatera Selatan pun telah terjadi proses awal
Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampong Arab
muslim di pantai Barat Sumatera.
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia
tidak mengadakan invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan
perdagangan. System penyebaran Islam yang tidak kenal misionaris
dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya
melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat
kegiatan penyebaran agama Budha, dapat menerima kehadiran Islam di
wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan
maritim yang tangguh. Walaupun ada yang meragukan hal tersebut
karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia sekarang.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut
berlayar bersama para pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu
mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula, putera pribumi
mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan
agama Islam. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia
tidak serta merta menunggu para pedagang Islam baik itu dari bangsa
40
Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan pengetahuannya
tentang ajaran agama Islam.
41
Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan
Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan
Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). Pada masa pemerintahannya,
Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang
pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan
dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan
Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja
Tumasik (Singapura sekarang).
Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang
kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah.Sultan Makhdum Alaidin
Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan
oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat
(662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau
wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja
Muhammad Malikul Dhahir yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh
dengan Putri Ganggang Sari.
Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat
dari adanya mata uang sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan
terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau
kuningan.
2. SAMUDRA PASAI
Samudra Pasai diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun
1270 hingga 1275, atau pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini terletak
lebih kurang 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh
Darussalam, dengan sultan pertamanya bernama Sultan Malik as-
Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M). Dalam kitab Sejarah Melayu
dan Hikayat Raja-Raja Pasai diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh
sebelumnya hanya seorang kepala Gampong Samudra bernama Marah
42
Silu. Setelah menganut agama Islam kemudian berganti nama dengan
Malik as-Shaleh.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shaleh, Kerajaan Pasai
mempunyai hubungan dengan negara Cina. Seperti yang disebutkan
dalam sumber sejarah Dinasti Yuan, pada 1282 duta Cina bertemu
dengan Menteri Kerajaan Sumatra di Quilan yang meminta agar Raja
Sumatra mengirimkan dutanya ke Cina. Pada tahun itu pula disebutkan
bahwa kerajaan Sumatra mengirimkan dutanya yang bernama
Sulaiman dan Syamsuddin.
Menurut Tome Pires, Kesultanan Samudera Pasai mencapai
puncaknya pada awal abad ke-16. Kesultanan itu mengalami kemajuan
di berbagai bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, pemerintahan,
keagamaan, dan terutama ekonomi perdagangan. Diceritakan pula
bahwa Kesultanan Samudera Pasai selalu mengadakan hubungan
persahabatan dengan Malaka, bahkan hubungan persahabatan itu
diperkuat dengan perkawinan. Para pedagang yang pernah
mengunjungi Pasai berasal dari berbagai negara seperti, Rumi, Turki,
Arab, Persia (Iran), Gujarat, Keling, Bengal, Melayu, Jawa, Siam, Kedah,
dan Pegu. Sementara barang komoditas yang diperdagangkan adalah
lada, sutera, dan kapur barus.
Di samping komoditas itu sebagai penghasil pendapatan
Kesultanan Samudera Pasai, juga diperoleh pendapat dari pajak yang
dipungut dari pajak barang ekspor dan impor. Dalam sumber-sumber
sejarah juga dijelaskan, bahwa Kesultanan Samudera Pasai telah
menggunakan mata uang seperti uang kecil yang disebut dengan ceitis.
Uang kecil itu ada yang terbuat dari emas dan ada pula yang terbuat
dari dramas. Dalam bidang keagamaan, Ibnu Batuta menjelaskan bahwa
Kesultanan Samudera Pasai juga dikunjungi oleh para ulama dari
Persia, Suriah (Syria), dan Isfahan. Dalam catatan Ibnu Batuta
43
disebutkan bahwa Sultan Samudera Pasai sangat taat terhadap agama
Islam yang bermazhab Syafi’i. Sultan selalu dikelilingi oleh para ahli
teologi Islam.
Kesultanan Samudera Pasai mempunyai peranan penting dalam
penyebaran Islam di Asia Tenggara. Malaka menjadi kerajaan yang
bercorak Islam karena amat erat hubungannya dengan Kerajaan
Samudera Pasai. Hubungan tersebut semakin erat dengan diadakannya
pernikahan antara putra-putri sultan dari Pasai dan Malaka sehingga
pada awal abad-15 atau sekitar 1414 M tumbuhlah Kesultanan Islam
Malaka, yang dimulai dengan pemerintahan Parameswara. Dalam
Hikayat Patani terdapat cerita tentang pengislaman Raja Patani yang
bernama Paya Tu Nakpa dilakukan oleh seorang dari Pasai yang
bernama Syaikh Sa’id, karena berhasil menyembuhkan Raja Patani.
Setelah masuk Islam, raja berganti nama menjadi Sultan Isma’il Syah
Zill Allah fi al-Alam dan juga ketiga orang putra dan putrinya yaitu
Sultan Mudaffar Syah, Siti Aisyah, dan Sultan Mansyur.
Pada masa pemerintahan Sultan Mudaffar Syah juga datang lagi
seorang ulama dari Pasai yang bernama Syaikh Safi’uddin yang atas
perintah raja ia mendirikan masjid untuk orang-orang Muslim di Patani.
Demikian pula jenis nisan kubur yang disebut Batu Aceh menjadi nisan
kubur raja-raja di Patani, Malaka, dan Malaysia. Pada umumnya nisan
kubur tersebut berbentuk menyerupai nisan kubur Sultan Malik as-
Shaleh dan nisan-nisan kubur dari sebelum abad ke-17.
Dilihat dari kesamaan jenis batu serta cara penulisan dan huruf-
huruf bahkan dengan cara pengisian ayat-ayat al-Qur’an dan nuansa
kesufiannya, jelas Samudera Pasai mempunyai peranan penting dalam
persebaran Islam di beberapa tempat di Asia Tenggara dan demikian
pula di bidang perekonomian dan perdagangan. Namun, sejak Portugis
menguasai Malaka pada 1511 dan meluaskan kekuasaannya, maka
44
Kerajaan Islam Samudera Pasai mulai dikuasai sejak 1521. Kemudian
Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pemerintahan Sultan Ali Mughayat
Syah lebih berhasil menguasai Samudera Pasai. Kerajaan-kerajaan
Islam yang terletak di pesisir seperti Aru, Kedir, dan lainnya lambat
laun berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Aceh Darussalam yang
sejak abad ke-16 makin mengalami perkembangan politik, ekonomi dan
perdagangan, serta kebudayaan dan keagamaan.
45
perempuannya di Barus dengan gelar Sultan Barus, dua orang putra
sultan diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan gelar
resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerah-daerah
pengaruh Kesultanan Aceh ditempatkan wakil-wakil dari Aceh.
Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda mengundang perhatian para ahli sejarah. Di
bidang politik Sultan Iskandar Muda telah menundukkan daerah-
daerah di sepanjang pesisir timur dan barat. Demikian pula Johor di
Semenanjung Malaya telah diserang, dan kemudian rnengakui
kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam. Kedudukan Portugis di Malaka
terus-menerus mengalami ancaman dan serangan, meskipun
keruntuhan Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara baru
terjadi sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost Indische
Compagnie) Belanda. Perluasan kekuasaan politik VOC sampai Belanda
pada dekade abad ke-20 tetap menjadi ancaman bagi Kesultanan Aceh.
46
Bahkan pada masa pemerintahan putranya, Sultan Ala’uddin Ri’ayat
Syah (wafat 1488) banyak pulau di Selat Malaka (orang laut) termasuk
Lingga-Riau, masuk kekuasaan Kerajaan Malaka. Siak menghasilkan
padi, madu, lilin, rotan, bahan-bahan apotek, dan banyak emas. Kampar
menghasilkan barang dagangan seperti emas, lilin, madu, biji-bijian, dan
kayu gaharu. Indragiri menghasilkan barang-barang perdagangan,
seperti Kampar, tetapi emas dibeli dari pedalaman Minangkabau.
Siak menjadi daerah kekuasaan Malaka sejak penaklukan oleh
Sultan Mansyû r Syah di mana ditempatkan raja-raja sebagai wakil
Kemaharajaan Melayu. Ketika Sultan Mahmud Syah I berada di Bintan,
Raja Abdullah yang bergelar Sultan Khoja Ahmad Syah diangkat di Siak.
Pada 1596 yang menjadi Raja Siak ialah Raja Hasan putra Ali Jalla Abdul
Jalil, sementara saudaranya yang bernama Raja Husain ditempatkan di
Kelantan. Kemudian di Kampar ditempatkan Raja Muhammad. Sejak
VOC Belanda menguasai Malaka pada 1641 sampai abad ke-18 praktis
ketiga kerajaan, yaitu Siak, Kampar, dan Indragiri berada di bawah
pengaruh kekuasaan politik dan ekonomi–perdagangan VOC. Perjanjian
pada 14 Januari 1676 berisi, bahwa hasil timah harus dijual hanya
kepada VOC.
Demikian pula dengan ditemukan tambang emas dari Petapahan,
Kerajaan Siak, juga terikat oleh ikatan perjanjian monopoli
perdagangan sehingga Raja Kecil pada 1723 mendirikan kerajaan baru
di Buantan dekat Sabak Auh di Sungai Jantan Siak yang kemudian
disebut juga Kerajaan Siak. Raja Kecil kemudian sebagai sultan
memakai gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (1723-1748), dan
selama pemerintahannya ia meluaskan daerah kekuasaannya sambil
melakukan perlawanan-perlawanan terhadap kekuasaan politik VOC,
bahkan sering muncul armadanya di Selat Malaka.
47
Pada 1750, Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah memindahkan ibu
kota kerajaan dari Buantan ke Mempura yang terletak di tepi Sunai
Memra Besar, Sungai Jantan diubah namanya menjadi Sungai Siak dan
kerajaannya disebut Kerajaan Siak Sri Indrapura. Karena VOC, yang
kantor dagangnya ada di Pulau Guntung di mulut Sungai Siak, sering
mengganggu lalu lintas kapal-kapal Kerajaan Siak Sri Indrapura, maka
Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah dengan pasukannya pada 1760
menyerang benteng VOC.
Kerajaan Siak di bawah pemerintahan Sultan Sa’id Ali (1784-
1811) banyak berjasa bagi rakyatnya. Ia berhasil memakmurkan
kerajaan dan ia dikenal sebagai seorang Sultan yang jujur. Daerah-
daerah yang pada masa Raja Kecil melepaskan diri dari Kerajaan Siak
dan berhasil ia kuasai kembali. Sultan Sa’id Ali memundurkan diri
sebagai Sultan Siak pada 1811 dan kemudian pemerintahannya diganti
oleh putranya, Tengku Ibrahim. Di bawah pemerintahan Tengku
Ibrahim inilah Kerajaan Siak mengalami kemunduran sehingga banyak
orang yang pindah ke Bintan, Lingga Tambelan, Terenggano, dan
Pontianak. Ditambah lagi dengan adanya perjanjian dengan VOC pada
1822 di Bukit Batu yang isinya menekankan Kerajaan Siak tidak boleh
mengadakan ikatan-ikatan atau perjanjian-perjanjian dengan negara-
negara lain kecuali dengan Belanda. Dengan demikian, Kerajaan Siak Sri
Indrapura semakin sempit geraknya dan semakin banyak dipengaruhi
politik penjajahan Hindia-Belanda.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa Kerajaan Kampar sejak
abad ke-15 berada di bawah Kerajaan Malaka. Pada masa
pemerintahannya, Sultan Abdullah di Kampar tidak mau menghadap
Sultan Mahmud Syah I di Bintan selaku pemegang kekuasaan
Kemaharajaan Melayu. Akibatnya Sultan Mahmud Syah I mengirimkan
pasukannya ke Kampar. Sultan Abdullah minta bantuan Portugis, dan
48
berhasil mempertahankan Kampar. Ketika Sultan Abdullah dibawa ke
Malaka oleh Portugis, maka Kampar ada di bawah pembesar-pembesar
kerajaan, di antaranya Mangkubumi Tun Perkasa yang mengirimkan
utusan ke Kemaharajaan Melayu di bawah pimpinan Sultan Abdul Jalil
Syah I yang memohon agar di Kampar ditempatkan raja.
Hasil permohonan tersebut dikirimkan seorang pembesar dari
Kemaharajaan Melayu ialah Raja Abdurrahman bergelar Maharaja
Dinda Idan berkedudukan di Pekantua. Hubungan antara Kerajaan
Kampar di bawah pemerintahan Maharaja Lela Utama dengan Siak dan
Kuantan diikat dengan hubungan perdagangan. Tetapi masa
pemerintahan penggantinya Maharaja Dinda II memindahkan ibu kota
Kerajaan Kampar pada 1725 ke Pelalawan yang kemudian mengganti
Kerajaan Kampar menjadi Kerajaan Pelalawan. Kemudian kerajaan
tersebut tunduk kepada Kerajaan Siak, dan pada 4 Februari 1879
dengan terjadinya perjanjian pengakuannya Kampar berada di bawah
pemerintahan Hindia Belanda. Kerajaan Indragiri sebelum 1641 yang
berada di bawah Kemaharajaan Malayu berhubungan erat dengan
Portugis, tetapi setelah Malaka diduduki VOC, mulailah berhubungan
dengan VOC yang mendirikan kantor dagangnya di Indragiri
berdasarkan perjanjian 28 Oktober 1664.
Pada 1765, Sultan Hasan Shalahuddin Kramat Syah memindahkan
ibukotanya ke Japura tetapi dipindahkan lagi pada 5 Januari 1815 ke
Rengat oleh Sultan Ibrahim atau Raja Indragiri XVII. Sultan Ibrahim
inilah yang ikut serta berperang dengan Raja Haji di Teluk Ketapang
pada 1784. Demikianlah, kekuasaan politik kerajaan ini sama sekali
hilang berdasarkan Tractat van Vrede en Vriend-schap 27 September
1838, berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda, yang berarti
jalannya pemerintahan Kerajaan Indragiri ditentukan pemerintah
Hindia Belanda.
49
5. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAMBI
Berdasarkan temuan-temuan arkeologis kemungkinan kehadiran
Islam di daerah Jambi diperkirakan dimulai sejak abad ke-9 atau abad
ke-10 sampai abad ke-13. Kemungkinan pada masa itu proses
Islamisasi masih terbatas pada perorangan. Karena proses Islamisasi
besar-besaran bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya
Kerajaan Islam Jambi sekitar 1500 M di bawah pemerintahan Orang
Kayo Hitam yang juga meluaskan “Bangsa XII” dari “Bangsa IX”, anak
Datuk Paduka Berhala. Konon menurut Undang-Undang Jambi, Datuk
Paduka Berhala adalah orang dari Turki yang terdampar di Pulau
Berhala yang kemudian dikenal dengan sebutan Ahmad Salim. Ia
menikah dengan Putri Salaro Pinang Masak yang sudah Muslim,
turunan raja-raja Pagarruyung yang kemudian melahirkan Orang Kayo
Hitam, Sultan Kerajaan Jambi yang terkenal. Karena itu kemungkinan
besar penyebaran Islam sudah terjadi sejak sekitar tahun 1460 atau
pertengahan abad ke-15.
Menurut Sila-sila Keturunan Raja Jambi, dari pernikahan antara
Datuk Paduka Berhala dengan Putri Pinang Masak, melahirkan juga tiga
saudaranya Orang Kayo Hitam yaitu Orang Kayo Pingai, Orang Kayo
Pedataran/Kedataran, dan Orang Kayo Gemuk (seorang putri). Yang
menjadi pengganti Datuk Paduka Berhala ialah Orang Kayo Hitam yang
beristri salah seorang putri dari saudara ibunya ialah Putri Panjang
Rambut. Pengganti Orang Kayo Hiam ialah Panembahan Ilang di Aer
yang setelah wafat dimakamkan di Rantau Kapas sehingga terkenal
pula dengan Panembahan Rantau Kapas. Masa pemerintahan Datuk
Paduka Berhala beserta Putri Pinang Masak sekitar tahun 1460, Orang
Kayo Pingai sekitar tahun 1480, Orang Kayo Pedataran sekitar tahun
1490. Sedangkan masa pemerintahan Orang Kayo Hitam sendiri sekitar
50
tahun 1500, Panembahan Rantau Kapas sekitar antara tahun 1500
hingga 1540, Panembahan Rengas Pandak cucu Orang Kayo Hitam
sekitar tahun 1540 M, Panembahan Bawah Sawoh cicit Orang Kayo
Hitam sekitar tahun 1565.
Setelah Panembahan Bawah Sawoh meninggal dunia,
pemerintahan digantikan oleh Panembahan Kota Baru sekitar tahun
1590, dan kemudian diganti lagi oleh Pangeran Keda yang bergelar
Sultan Abdul Kahar pada 1615. Sejak masa pemerintahan Kerajaan
Islam Jambi di bawah Sultan Abdul Kahar itulah orang-orang VOC mulai
datang untuk menjalin hubungan perdagangan. Mereka membeli hasil-
hasil Kerajaan Jambi terutama lada. Dengan izin Sultan Jambi pada
1616, Kompeni Belanda (VOC) mendirikan lojinya di Muara Kompeh.
Tetapi beberapa tahun kemudian ialah pada 1636 loji tersebut
ditinggalkan karena rakyat Jambi tidak mau menjual hasil-hasil
buminya kepada VOC. Sejak itu hubungan Kerajaan Jambi dengan VOC
makin renggang, ditambah pada 1642 Gubernur Jenderal VOC Antonio
van Diemen menuduh Jambi bekerja sama dengan Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Sri Ingalogo (1665-1690) terjadi
peperangan antara Kerajaan Jambi dengan Kerajaan Johor di mana
Kerajaan Jambi mendapat bantuan VOC dan akhirnya menang.
Meskipun demikian, sebagai upah bantuan itu VOC berturut-turut
menyodorkan perjanjian pada 12 Juli 1681, 20 Agustus 1681, 11
Agustus 1683, dan 20 Agustus 1683. Pada hakikatnya perjanjian-
perjanjian tersebut menguatkan monopoli pembelian lada, dan
sebaliknya VOC memaksakan untuk penjualan kain dan opium.
Beberapa tahun kemudian terjadi penyerangan kantor dagang VOC oleh
rakyat Jambi dan kepala pedagang VOC, Sybrandt Swart terbunuh pada
1690 dan Sultan Jambi dituduh terlibat.
51
Oleh karena itu, Sultan Sri Ingalogo ditangkap dan diasingkan
mula-mula ke Batavia dan akhirnya ke Pulau Banda. Sultan
penggantinya ialah Pangeran Dipati Cakraningrat yang bergelar Sultan
Kiai Gede. Dengan demikian, Sultan Ratu yang lebih berhak
disingkirkan dan ia dengan sejumlah pengikutnya pindah ke
Muaratebo, membawa keris pusaka Sigenjei, keris lambang bagi Raja-
Raja Jambi yang mempunyai hak atas kerajaan. Sejak itulah terus-
menerus terjadi konflik yang memuncak dengan pemberontakan dan
perlawanan Sultan Thâ hâ Sayf al-Dîn yang dipusatkan terutama di
daerah Batanghari Hulu. Di daerah inilah pada pertempuran yang
sengit, Sultan Thaha gugur pada 1 April 1904 dan ia dimakamkan di
Muaratebo.
52
sebanyak 10 atau 12 setiap tahunnya. Komoditas yang diperdagangkan
adalah beras dan bahan makanan, katun, rotan, lilin, madu, anggur,
emas, besi, kapur barus, dan lain-lainnya. Meskipun kedudukan
Palembang sebagai pusat penguasa Muslim sudah ada sejak 1550, nama
tokoh yang tercatat menjadi sultan pertama Kesultanan Palembang
ialah Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayyid al-
Iman/Pangeran Kusumo Abdurrahman/Kiai Mas Endi sejak 1659
sampai 1706. Palembang berturut-turut diperintah oleh 11 sultan sejak
1706 dan sultan yang terakhir, Pangeran Kromojoyo/Raden Abdul
Azim Purbolinggo (1823-1825).
Kontak pertama Kesultanan Palembang dengan VOC terjadi pada
1610, tetapi karena VOC tidak dipedulikan kepentingannya maka selalu
terjadi kerenggangan. Pada 1658 wakil dagang VOC, Ockersz beserta
pasukannya dibunuh dan dua buah kapalnya yaitu Wachter dan Jacatra
dirampas. Akibatnya pada 4 November 1659 terjadi peperangan antara
Kesultanan Palembang dengan VOC di bawah pimpinan Laksamana
Joan van der Laen. Pada perang ini Keraton Kesultanan Palembang
dibakar. Demikian pula Kuta dan permukiman penduduk Cina, Portugis,
Arab dan bangsa-bangsa lainnya yang berada di seberang Kuta juga
dibakar. Kota Palembang dapat direbut lagi oleh pasukan Palembang
dan kemudian dilakukan pembangunan-pembangunan, kecuali Masjid
Agung yang hingga kini masih dapat disaksikan meskipun sudah ada
beberapa perubahan. Masjid agung mulai dibangun 28 Jumadil Awal
1151 H atau 26 Mei 1748 M pada masa pemerintahan Sultan Mahmud
Badaruddin I (1724-1758).
Pada masa pemerintahan putranya yaitu Sultan Ahmad
Najmuddin (1758-1774) syiar agama Islam makin pesat. Pada waktu
itu, berkembanglah hasil-hasil sastra keagamaan dari tokoh-tokoh,
antara lain, Abdussamad al-Palimbani, Kemas Fakhruddin, Kemas
53
Muhammad ibn Ahmad, Muhammad Muhyiddin ibn Syaikh
Shibabuddin, Muhammad Ma’ruf ibn Abdullah, dan lainnya. Mengenai
ulama terkenal Abdussamad bin Abdullah al-Jawi al-Palimbani (1704-
1789), telah dibicarakan Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam
Kontemporer secara lengkap tentang riwayatnya, ajaran serta kitab-
kitabnya dan guru-guru sufi serta tarekatnya.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kesultanan Palembang sejak
pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II mendapat serangan dari
pasukan Hindia Belanda pada Juli 1819 atau yang dikenal sebagai
Perang Menteng (diambil dari kata Muntinghe). Serangan besar-
besaran oleh pasukan Belanda pimpinan J.C. Wolterboek yang terjadi
pada Oktober 1819 juga dapat dipukul mundur oleh prajurit-prajurit
Kesultanan Palembang. Tetapi pihak Belanda pada Juni 1821 mencoba
lagi melakukan penyerangan dengan banyak armada di bawah
pimpinan panglima Jenderal de Kock. Sultan Mahmud Badaruddin II
ditangkap kemudian dibuang ke Ternate. Kesultanan Palembang sejak 7
Oktober 1823 dihapuskan dan kekuasaan daerah Palembang berada
langsung di bawah Pemerintah Hindia Belanda dengan penempatan
Residen Jon Cornelis Reijnst yang tidak diterima. Sultan Ahmad
Najaruddin Prabu Anom karena memberontak akhirnya ditangkap
kemudian diasingkan ke Banda, dan seterusnya dipindahkan ke
Menado.
54
T’ang yang menyebutkan sekitar abad ke-7 (674 M) ada kelompok
orang-orang Arab (Ta’shih) dan disebutkan oleh W.P. Goeneveldt,
wilayah perkampungan mereka berada di pesisir barat Sumatra. Islam
yang datang dan berkembang di Sumatra Barat diperkirakan pada akhir
abad ke-14 atau abad 15, sudah memperoleh pengaruhnya di kerajaan
besar Minangkabau.
Bahwa Islam sudah masuk ke daerah Minangkabau pada sekitar
akhir abad ke-15 mungkin dapat dihubungkan dengan cerita yang
terdapat dalam naskah kuno dari Kerinci tentang Siak Lengih Malin
Sabiyatullah asal Minangkabau yang mengenalkan Islam di daerah
Kerinci, semasa dengan Putri Unduk Pinang Masak, Dayang Baranai,
Parpatih Nan Sabatang yang kesemuanya berada di daerah Kerinci.
Tome Pires (1512-1515) juga mencatat keberadaan tempat-tempat
seperti Pariaman, Tiku, bahkan Barus. Dari ketiga tempat ini diperoleh
barang-barang perdagangan, seperti emas, sutra, damar, lilin, madu
kamper, kapur barus, dan lainnya. Setiap tahun ketiga tempat tersebut
juga didatangi dua atau tiga kapal dari Gujarat yang membawa barang
dagangannya antara lain pakaian.
Melalui pelabuhan-pelabuhannya sejak abad ke-15 dan ke-16
hubungan antara daerah Sumatra Barat dengan berbagai negeri terjalin
dalam hubungan perdagangan antara lain dengan Aceh. Pada masa
Iskandar Muda, Pariaman merupakan salah satu daerah yang berada di
bawah pengaruh Kerajaan Aceh penggantinya. Pada abad ke-17 M,
terdapat ulama terkenal di Sumatra Barat salah seorang murid
Abdurrauf al-Sinkili yang terkenal bernama Syaikh Burhanuddin (1646-
1692) di Ulakan. Ia mendirikan surau dan tak disangsikan lagi Ulakan
merupakan pusat keilmuan Islam di Minangkabau. Tarekat Syattariyah
yang diajarkannya tersebar di daerah Minangkabau dan ajaran
tasawufnya cenderung kepada syariah dan dapat dikatakan sebagai
55
ajaran neo-sufisme. Syaikh Burhanuddin dalam masyarakat setempat
dikenal sebagai Tuanku Ulakan. Penyebaran Islam yang bersifat
pembaruan dan menjangkau lebih jauh lagi mencapai klimaksnya pada
awal abad ke-19.
Sejak awal abad ke-16 sampai awal abad ke-19 di daerah
Minangkabau senantiasa terdapat kedamaian, sama-sama saling
menghargai antara kaum adat dan kaum agama, antara hukum adat dan
syariah Islam sebagaimana tercetus dalam pepatah “Adat bersandi
syara, syara bersandi adat”. Sejak awal abad ke-19 timbul pembaruan
Islam di daerah Sumatra Barat yang membawa pengaruh Wahabiyah
dan kemudian memunculkan “Perang Padri “, perang antara golongan
adat dan golongan agama. Wilayah Minangkabau mempunyai seorang
raja yang berkedudukan di Pagarruyung. Raja tetap dihormati sebagai
lambang negara tetapi tidak mempunyai kekuasaan, karena hakikatnya
kekuasaan ada di tangan para panghulu yang tergabung dalam Dewan
Penghulu atau Dewan Negari.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau lambat
laun terjadi kebiasaan buruk seperti main judi, menyabung ayam,
menghisap madat dan minum-minuman keras. Para pembesarnya tidak
dapat mencegah bahkan di antaranya turut serta. Terkait dengan hal
itu, kaum ulamanya yang kelak dinamakan kaum “Padri” berkeinginan
mengadakan perbaikan mengembalikan kehidupan masyarakat
Minangkabau kepada kemurnian Islam. Di antara kaum ulama itu
Tuanku Kota Tua dari kampung Kota Tua di dataran Agam mengajarkan
kemurnian Islam berdasarkan al-Qur’an dan hadis. Sementara itu, pada
1803 tiga orang haji kembali dari Makkah yaitu Haji Miskin dari Pandai
Sikat, Haji Sumanik dari Delapan Kota, dan Haji Piabang dari Tanah
Datar.
56
Ketika Haji Miskin melarang penyabungan ayam di kampungnya,
maka kaum adat melawan sehingga Haji Miskin dikejar-kejar dan ketika
sampai ke Kota Lawas ia mendapat perlindungan dari Tuanku
Mensiangan. Dari sini Haji Miskin lari ke Kamang dan bertemu dengan
Tuanku Nan Renceh yang akhirnya melalui pertemuan beberapa tokoh
ulama terutama di darah Luhak Agam dibentuklah kelompok yang
disebut “Padri” yang tujuan utamanya ialah memperjuangkan tegaknya
syara dan membasmi kemaksiatan. Mereka itu terdiri atas Tuanku Nan
Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aer, Tuamku
Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu Ambelan, dan
Tuanku Kubu Senang.
Kedelapan ulama Padri itu disebut Harimau Nan Salapan.
Perjuangan kaum Padri itu makin kuat, tetapi pihak kaum Adat dibantu
Belanda untuk keuntungan politik dan ekonominya. Hal ini membuat
kaum Padri melawan dua kelompok sekaligus yaitu kaum Adat dan
kaum penjajah Belanda termasuk perlawanan bangsa Indonesia
terhadap kolonialisme Belanda. Pada awal abad ke-19, Belanda dengan
adanya celah pertentangan antara kaum adat dengan kaum ulama
dalam Perang Padri, memakai kesempatan demi keuntungan politik dan
ekonominya. Tahun 1830-1838, ditandai dengan perlawanan Padri
yang meningkat dan penyerbuan Belanda secara besar-besaran.
Perlawanan Padri diakhiri dengan tertangkapnya pemimpin-
pemimpin Padri terutama Tuanku Imam Bonjol dalam pertempuran
Benteng Bonjol, pada 25 Oktober 1837. Dengan demikian, pemerintah
Hindia Belanda pada akhir 1838 berhasil mengukuhkan kekuasaan
politik dan ekonominya di daerah Minangkabau atau di Sumatra Barat.
Tuanku Imam Bonjol kemudian diasingkan ke Cianjur, dan pada 19
Januari 1839 dibuang ke Ambon, serta pada 1841 dipindahkan ke
Menado kemudian ia wafat di tempat itu pada 6 November 1864.
57
F. Pola Pembentukan Budaya Islam di Sumatera
Islam yang semula datang di Nusantara pada abad pertama
Hijriyah dahulu, mau tidak mau menghadapi kenyataan adanya
beraneka warna peradaban itu. Baik yang membawa itu kaum
pedagang, kaum da’i ataupun ulama. Tetapi bagaimanapun juga,
mungkin kurang sempurnanya keIslaman kaum pedagang, kaum da’i
ataupun ulama tersebut, mereka semuanya menyiarkan suatu
rangkaian ajaran dan cara hidup, yang secara kualitatif lebih maju dari
pada perdaban yang ada.
Tidak hanya bidang teologi monotheismenya dibanding dengan
teologi polytheisme tetapi juga di bidang kehidupan kemasyarakatan
yang tidak mengenal pembagian kasta. Bila dibandingkan dengan
peradaban Hindu Budha, di mana masih dominan paham ‘‘animisme“
dan ‘‘dinamisme‘‘ primitif, maka ajaran-ajaran Islam jelas secara
kualitatif jauh lebih maju lagi.
Pada hakikatnya, melihat corak keberagaman masyarakat Islam di
Indonesia yang lebih mempertahankan praktek budaya aslinya, Ajid
Thohir cenderung menilai bahwa pengaruh ini akibat dari nilai-nilai
universal yang terkandung dalam ajaran Islam. Maksudnya, Islam pada
tahap ini lebih sebagai pihak yang menampung dan mengakomodasi
budaya lain, bukan pihak yang mengubah atau mengkonversikan
budaya itu.
Adapun pola pembentukan budaya Islam di Sumatera
menggunakan pola Samudera Pasai. Sejak awal perkembangannya,
Samudera Pasai menunjukkan banyak pertanda dari pembentukan
suatu negara baru. Kerajaan ini tidak saja berhadapan dengan
golongan-golongan yang belum ditundukkan dan diislamkan dari
58
wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan
politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan.
Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat,
Samudera Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya
sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan
ekonomi dan politiknya menyusut. Dengan pola tersebut, Samudera
Pasai memiliki “kebebasan budaya“ untuk memformulasikan struktur
dan sistem kekuasaan, yang mencerminkan gambaran tetantang
dirinya. Pola sama dapat pula disaksikan pada proses terbentuknya
kerajaan Aceh Darussalam.
KESIMPULAN
Masuknya agama Islam ke nusantara (Indonesia) pada abad 6
akhir dibawa oleh Syekh Abdul Kadir Jailani periode I atau fase
pertama, telah membawa banyak perubahan dan perkembangan pada
masyarakat, budaya, dan pemerintahan. Perubahan dan perkembangan
tersebut terlihat jelas dengan berdirinya kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam.
Menurut sumber-sumber Cina zaman Dinasti Tang, menjelang
akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi
pemimpin permukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatra. Islam
pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini
tampak pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz
dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan dai yang bisa
menjelaskan Islam kepadanya.
Masuknya Islam ke wilayah Nusantara, khususnya ke Sumatera,
telah memberikan sebuah warna baru dalam peradaban kedua wilayah
tersebut. Islam tidak hanya dianggap sebagai sebuah agama saja, akan
59
tetapi lebih jauh daripada itu, telah mampu memasuki aspek-aspek
kehidupan manusia, salah satunya dalam bidang budaya. Hal ini
menyebabkan akulturasi antara peradaban dengan Islam, dan salah
satu hasilnya adalah berupa kerajaan-kerajaan. Pada tahap selanjutnya,
kerajaan-kerajaan inilah yang berperan penting dalam penyebaran dan
pembentukan budaya Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1996. Islam dan Pluralisme di Asia Tenggara. Jakarta:
LIPI.
Azra, Azyumardi. 2002. Historiografi Islam Kontemporer: Wacana,
Aktualitas, dan Aktor Sejarah. Jakarta: Penerbit Gramedia
Pustaka Utama.
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Hasymy, A. 1989. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di
Indonesia. Medan: Penerbit Alma’arif.
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-kerajaan-islam-di-
sumatera/
https://www.rjfahuinib.org/index.php/tabuah/article/download/
210/198/933
60
BAB 4
KERAJAAN ISLAM DI PULAU JAWA
61
perlu bersusah payah berlayar sampai ke Maluku. Lagi pula para
pengusaha perkapalan, pemilik kapal, dan para pembuat kapal
berkedudukan di Bandar tersebut.
Dari hal ini maka tidak mengherankan bahwa sejak masuknya
Islam ke Jawa pada abad ke-15 para pelaut dan pedagang Islam
berusaha merebut dan menggantikan orang Hindu yang pada saat itu
masih menjadi penguasa pelayaran dan perdagangan di Laut Jawa.
Keadaan seperti ini semakin mempercepat kemunduran perdaban
Hindu-Budha serta mempercepat keruntuhan kerajaan Majapahit.
Islamisasi yang terjadi di bandar-bandar sepanjang pantai Utara
Laut Jawa dalam catatan Tome Pires (suma oriental) terjadi dalam dua
cara, dengan cara sukarela dan dengan cara kekerasan. Islamisasi
dengan cara pertama adalah cara paling tua, para raja yang masih
“kafir” dengan sukarela memeluk agama Islam. Dengan masuknya Islam
membuat martabat mereka lebih “tinggi”, tetapi pada umumnya mereka
masih menjabat sebagai penguasa lokal. Islamisasi yang terjadi dengan
cara sukarela ini banyak terjadi di Jawa Timur, Tuban adalah contoh
dari Islamisasi yang terjadi. islamisasi yang dilakukan dengan
kekerasan banyak terjadi di sepanjang pantai utara Jawa Tengah, para
pelayar yang melakukan persinggahan di Bandar kemudian mendirikan
perkampungan (factory) yang dijadikan sebagai rumah. Perkampungan
atau rumah tersebut diperkuat oleh mereka sebagai kubu pertahanan.
Setelahnya mereka melakukan penyerangan terhadap kampung “kafir”
untuk kemudian mengambil seluruh kekuasaan pemerintahan Bandar
atau pelabuhan. Islamisasi dengan cara ini banyak terjadi di kota-kota
seperti Demak dan Jepara.
Tidak tepat juga apabila kita menganggap bahwa Bandar-bandar
dan kota-kota Islam di sepanjang pantai utara Laut Jawa itu memiliki
kesatuan penting dalam ekonomi, tujuan politik dan orientasi budaya.
62
Th. Pigeaud mengelompokkan daerah perdaban yang berada di seluruh
pantai utara laut Jawa menjadi tiga bagian yaitu, kelompok Timur,
kelompok Tengah, dan kelompok Barat. Kelompok Timur terdiri dari
kota Gresik, Tuban, Madura dan Lombok sebagai pengaruhnya yang
terletak di luar Jawa. Kelompok Tengah terdiri dari kota seperti Demak,
Jepara, dan Kudus serta Banjarmasin sebagai pengaruhnya yang
terletak di Kalimantan Selatan. Sedangkan kelompok Barat terdiri dari
kota Cirebon dan Banten yang pengaruhnya sampai ke kerajaan-
kerajaan Sunda di pedalaman Jawa Barat hingga ke Lampung, Sumatera
Selatan. Kota yang menjadi kelompok Timur pada umumnya masih
setia terhadap kerajaan Majapahit. Contohnya adalah kota Tuban yang
masih menjadi Vasal Majapahit atau setidaknya kota tersebut bersifat
netral.
Usaha untuk merongrong kekuasaan Majapahit justru lebih
banyak berasal dari kota-kota yang berasal dari kelompok Barat.
Walaupun Bandar-bandar seperti Jepara, Pati, dan Juwana, dan Gresik
telah berkali merongrong kekuasaan Majapahit yang semakin lama
semakin melemah, Demaklah yang akhirnya berhasil merebut
kekuasaan Jawa dari kekuasaan Majapahit serta menyatakan diri
sebagai kerajaan Islam.
63
proses perkembangan Islam di pesisir hingga berdirinya Kerajaan
Demak.
a. Kondisi Geografis
Demak terletak di pesisir utara Pulau Jawa dengan lingkungan
alam yang cukup subur dan sehingga cocok digunakan sebagai daerah
pertanian. Pusat Kerajaan Demak dikelilingi oleh beberapa sungai
diantaranya adalah sungai Kali Tuntang, Kali Buyaran, dan Kali Serang.
Sungai-sungai tersebut menjadi dorongan perkembangan pertanian di
Kerajaan Demak.selain menjadi aliran irigasi pertanian sawah, ketiga
sungai tersebut juga dapat menyuburkan tanah pertanian karena
kandungan sedimen lumpur yang subur. Wilayah Demak pedalaman
yang subur juga menyajikan hasil pertanian yang melimpah, sementara
wilayah pesisir digunakan sebagai pelabuhan dagang. Di awal abad ke
XVI pelabuhan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan
internasional di wilayah pantai Utara Jawa. Oleh karenanya, Demak
dapat berkembang menjadi sebuah kerajaan besar.
b. Kehidupan Politik
Raden Patah dengan gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah
merupakan pendiri dari Kerajaan Demak pada abad XVI. Raden Patah
merupakan keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V dengan Putri
Campa. Raden Patah memerintah dalam kurun waktu 1500-1518,
sepeninggalan Raden Patah Demak kemudian dipimpin oleh Pati Unus
yang terinspirasi oleh Gajah Mada untuk menjadikan Demak sebagai
kerajaan maritim terbesar di Indonesia seperti Majapahit. Oleh sebab
itu Pati Unus membangun angkatan laut dan menyerang Malaka yang
pada saat itu masih dikuasai oleh Portugis. Penyerangan tersebut
dilakukan karena keberadaan Portugis di Malaka telah merugikan
perdagangan Demak secara umum.
64
Puncak kejayaan Kerajaan Demak terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546). Wilayah Kerajaan
Demak pada saat itu meliputi sebagian besar pesisir utara Pulau Jawa,
bahkan kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Barat),
Palembang, Jami, dan Banjar (KalSel). Setelah wafatnya Sultan
Trenggono pada 1546, Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran.
Perang saudara terjadi antara Pangeran Prawoto (putra Sultan
Trenggono) dan Arya Panangsang (keturunan pangeran Sekar Sedo
Lepen, adik dari Sultan Trenggono). Dalam perselisihan yang terjadi
Arya Panangsang berhasil dibunuh oleh Hadiwijaya (Joko Tingkir) dari
Pajang. Hdiwijaya merupakan menantu dari Sultan Trenggono yang
akhirnya berhasil merebut takhta Demak dari Atya Panangsang dan
memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang (Eko Praptanto,
2013: 37).
c. Kehidupan Ekonomi
Sebagai sebuah kerajaan yang terletak di pesisir pantai, Demak
menitikberatkan perekonomian pada aktivitas perdagangan maritim,
selain itu Kerajaan Demak juga mengembangkan perekonomian agraris.
Pelabuhan Demak berkembang menjadi pelabuhan transito yang
menghubungkan peradaban Internasional antara Indonesia bagian
Barat dengan bagian Timur. Sebagai pelabuhan perantara, Demak
menjadi pelabuhan yang sering dikunjungi oleh para pedagang asing
yang akan membeli rempah-rempah di Maluku. Selain sektor
perdagangan maritim, Demak mengembangkan sektor agraris. Kondisi
pedalaman yang subur menjadi pendorong perkembangan pertanian
sawah dengan beras yang menjadi salah satu komoditas dagang Demak
yang diunggulkan dari sektor agraris.
d. Kehidupan Agama
65
Keberadaan Wali Songo menjadi pengaruh kehidupan agama
Islam di Kerajaan Demak. Dewan ini beranggotakan Sembilan ulama
besar yang terkenal serta dihormati. Kesembilan ulama tersebut adalah
Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan
Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, dan Syekh Maulana
Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Para wali ini berperan besar dalam
penyebaran agama Islam di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Mereka juga mendirikan masjid Agung Demak sebagai pusat dakwah di
Jawa. Selain menjadi tempat ibadah, masjid Agung Demak juga
digunakan sebgaia tempat bersidang para ulama (wali) untuk
membahasa berbagai permasalahan agama dan juga Negara (Abd Baqir
Zein, 2009: 58). Selain menjadi penyebar agama, Wali Sanga juga
menjadi penasihat Kerajaan Demak.
e. Kehidupan Sosial Budaya
Aktivitas sehari-hari masyarakat Demak dipengaruhi oleh ajaran
Islam yang beralkulturasi dengan kebudayaan Jawa. Alkuturasi tersebut
dapat dilihat pada pelaksanaan upacara selamatan dan yasinan. Pada
masa pemerintahan Kerajaan Demak, Sunan Kalijaga meletakkan dasar-
dasar tradisi sekaten yang sampai saat ini masih berlangsung di
Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon. Oleh sebab itu tradisi agama Islam
di Demak berbeda dengan tradisi agama di Arab. Masjid Agung Demak
juga memiliki bentuk yang unik dengan bentuk atap tumpang
bertingkat tiga. Bentuk tersebut merupakan ciri bangunan Jawa yang
dipadukan dengan budaya Hindu-Budha. Dengan demikian, masyarakat
Jawa di Demak telah mampu memadukan kebudayaan Islam dan
kebudayaan lama (lokal dan Hindu-Budha) menjadi kebudayaan baru
yang diterima oleh masyarakat.
f. Runtuhnya Kerajaan Demak
66
Sejak peninggalan Sultan Trenggana, Demak mulai mengalami
kekacauan politik. Gugurnya Sultan Trenggana di ujung timur Pulau
Jawa telah mengakibatkan terjadinya perebutan kekuasaan di antara
calon penggantinya, ucap Fernando Mendez Pinto. Ibu kota Demak juga
tak lepas dari kehancuran. Sultan Trenggana sendiri digantikan oleh
putranya yang bernama Susuhunan Prawata yang dikisahkan dalam
babad. Ia dipandang paling berhak karena sebelumnya telah mengambil
hati serta dukungan dari “masyarakat orang alim” yang telah
menganggap Masjid Demak yang suci sebagai pusatnya, yaitu Masjid
Agung yang didirikan dan dikelola oleh keluarga Raja Demak.
Pada masa jabatan Prawata Susuhunan (1546-1549) merupakan
antiklimaks terhadap masa kejayaan pemerintahan ayahnya, Sultan
Trenggana, yang selama masa pemerintahannya telah menguasai
sebagian besar Pulau Jawa. Kisah tentang dibunuhnya Prawata
Susuhunan dan istrinya sebagai bentuk balas dendam atas kematian
ayah dari Aria Penangsang yang dibunuh atas perintah Prawata
Susuhunan dikisahkan dalam babad dan tambo Jawa Tengah. Aria
Penangsang sendiri merupakan adipati dari Jipang Panolan yang
terletak cukup jauh di sebelah timur Demak.
Kericuhan dan kekacauan politik yang di pusat kekuasaan Islam
akhirnya memberikan kesempatan kepada para raja dam adipati di
daerah untuk lebih merdeka, misalnya Cirebon dan Banten, di Jawa
Barat serta Surabaya dan Gresik di Jawa Timur, pusat perdagangan
yang dipindahkan sejak abad ke-16 sebagian besar dipindahkan ke
Jepara, hal ini sebagian besar disebabkan karena pendangkalan Selat
Muria di jalan masuk pelabuhan Demak, maka pada pertengahan abad
kedua abda ke-16 dan pada abad ke-17 Jepara menjadi Bandar
terpenting di Jawa Tengah.
67
Jatuhnya kekuasaan Kerajaan Demak sesudah 1546 tidak
melunturkan dan tidak menodai wibawa religius masjid suci Demak.
Pada abad berikutnya pun Masjid Agung Demak masih menjadi pusat
bagi orang-orang alim di Jawa pada umumnya atau di Jawa Tengah
pada khususnya. Para keturunan raja Demak pun masih diperlakukan
dengan hormat dan rasa segan di keraton rata-raja Jawa lainnya. Gelar
yang dimiliki oleh Prawata dipandang sebagai petunjuk bahwa pada
masa-masa akhir Demak, wibawa religiusnya lebih peting daripada
kekuasaan politik. Demikian pula Masjid dan makam Demak dipandang
sebagai tempat keramat yang masih banyak diziarahi orang hingga saat
ini. Apabila keraton (istana) itu sendiri sudah tidak berbekas lagi,
namun makam dan Masjid Agung Demak masih tetap megah berdiri.
Sama halnya dengan bangunan-bangunan suci yang lain, demikan juga
Masjid Agung Demak beserta makamnya menjadi lambang keadilan.
68
perdagangan sejumlah pulau. Lokasi kerajaan Islam ini di sebelah utara
Pulau Jawa, di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Letak geografis
ini juga yang membuat Cirebon sebagai penghubung dua kebudayaan
sekaligus yakni Jawa dan Sunda. Semula Cirebon hanya sebuah dukuh
kecil yang didirikan oleh Ki Gedeng Tapa. Tempat ini kemudian menjadi
pelabuhan penting dan ramai dikunjungi orang. Lama-kelamaan
berkembang menjadi kota besar. Cirebon kemudian berubah menjadi
tempat pelayaran dan perdagangan hingga akhirnya menjadi pusat
penyebaran Islam di daerah Jawa Barat.
Proses pendirian dari Keraton Cirebon bermula dari keturunan
Kerajaan Pajajaran yang bernama Pangeran Cakrabuana, anak dari
Prabu Siliwangi dan istri pertamanya bernama Subanglarang, puteri
dari Ki Gedeng Tapa. Pangeran Cakrabuana bukan anak satu-satunya, ia
memiliki saudara kandung bernama Nyai Rara Antang dan Raden Kian
Santang. Karena Pangeran Cakrabuana merupakan anak pertama, ia
memiliki hak untuk meneruskan tahta di Kerajaan Pajajaran. Namun
karena ia beragam Islam seperti agama ibundanya, posisi putra
mahkota yang didudukinya terpaksa digantikan adik tirinya yang
bernama Prabu Surawisesa anak dari Prabu Siliwangi dengan istri
keduanya. Pangeran Cakrabuana kemudian memperdalami agama
Islam dan membuat perdukuran di sekitar Kebon Pesisir. Dia membuat
Kuta Kosod atau susunan tembok bata tanpa spasi, membuat Dalem
Agung Pakungwati, dan mendirikan pemerintahan di Cirebon pada
1430 M. Karena itu Pangeran Cakrabuana dianggap sebagai pendiri dari
Keraton Cirebon sekaligus menjadi raja pertama. Kerajaan ini kemudian
tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, juga bagian dari
penyebaran agama Islam.
Berdirinya Kesultanan Cirebon ternyata tidak lepas dari
pengaruh kerajaan Islam lainnya yakni Kesultanan Demak yang ada di
69
Jawa Tengah. Seiring berjalannya waktu, kerajaan ini kemudian
berkembang dengan cukup pesat. Pemimpin selanjutnya dari
kesultanan ini yaitu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati,
Keponakan dari pangeran cakrabuana.
a. Masuknya Islam Ke Cirebon
Sejarah masuknya Islam di Cirebon, terjadi dalam dua tahap,
yaitu masuk melalui jalur perdagangan yang dibawa oleh para
pedagang dan pendakwah dari luar Cirebon dan disebarkan langsung
oleh para penguasa Cirebon. Menurut Naskah Purwaka Caruban Nagari,
Sejarah masuknya Islam di Cirebon dikaitkan dengan tokoh penyebar
agama Islam yang bernama Syekh Nur Jati, menurut naskah ini Syekh
Nurjati adalah orang yang pertama-tama mengajarkan Islam di Cirebon,
selain itu ulama ini juga membuat Pesantren di Giri Amparan Jati
(Gunung Jati). Pada Ulama inilah Pangeran Walangsungsang berguru
agama Islam.
Pangeran Walangsungsang yang kelak mempunyai nama
Pangeran Cakrabuana beserta adiknya Rara Santang dan istrinya Nyai
Indang Geulis. Membuka pendukuhan baru di suatu daerah yang
sebelumnya telah dibangun oleh Ki Gede Alang-Alang. Pembangunan
pedukuhan baru tersebut dilakukan atas perintah gurunya yaitu Syekh
Nurjati/Syekh Datuk Kahfi. Pangeran Walangsungsang diperintahkan
untuk membuka pendukuhan di daerah Lemah Wungkuk bersama adik
dan istrinya, yaitu di daerah selatan dari Gunung Jati, perintah gurunya
itu akhirnya ditunaikannya pada tanggal 1 Sura tahun 1358 AJ/1445 M.
pada saat membuka pendukuhan, Pencaharian Walang Sungsang
sebagai pencari Rebon (udang kecil) dan pembuat trasi.
Kian lama pedukuhan yang dibangun menjadi ramai, didatangi
orang-orang dari berbagai daerah, oleh karena itu Pangeran
Walangsungsang membangun Keraton Dalem Agung Pakungwati (1430
70
M) sebagai pusat pemerintahan, penamaan Pakungwati diambil dari
nama Ratu Dewi Pakungwati binti pangeran Cakrabuana yang kelak
keraton Pakungwati menjadi Keraton Kasepuhan. Pembangunan
keraton Pakungwati bertujuan untuk mendukung kegiatan
pemerintahan, ekonomi dan juga sebagai sarana mengatur siasat untuk
mendakwahkan Islam di Cirebon.
Pada masa Pangeran Walangsungsang Islam dikenalkan secara
massif pada penduduk yang berada di wilayah kekuasannya, sehingga
kala itu banyak orang yang berbondong-bondong masuk agama Islam.
Pada tahap selanjutnya, pemerintahan dan dakwah Islam di Cirebon
dilanjutkan oleh Sunan Gunung Jati setelah Pangeran Walangsungsang
menikahkan putrinya dengan Sunan Gunung Jati. Selanjutnya demi
tegaknya Islam yang sudah disebarkan oleh para pendahulunya, Sunan
Gunung Jati juga mendirikan Kesultanan Cirebon yang merdeka dari
Pajajaran, pada masa ini Sunan Gunung Jati membangun Majid Agung
Sang Cipta Rasa yang terletak disamping kiri keraton dan disebelah
barat Alun-alun. Sunan Gunung Jati menjadikan Majid Agung sang Cipta
Rasa sebagai pusat dakwah Islam di Cirebon dan sekitarnya.
Seiring berjalanya waktu, Islam di Cirebon semakin menyebar,
hal tersebut dikarenakan dakwah Islam yang dilakukan oleh para
Ulama didukung oleh Kesultanan Cirebon yang Rajanya memang
sebagai penganut agama Islam. Selepas wafatnya Sunan Gunung Jati,
dakwah Islam dilanjutkan oleh anak keturunanya beserta santri-
santrinya, sehingga dikemudian hari agama Islam menjadi agama
mayoritas di Cirebon hingga sekarang.
b. Raja Kerajaan Cirebon
1. Pangeran Cakrabuana (1479 M), Pangeran Cakrabuana atau
juga dikenal dengan nama Raden Walangsungsang merupakan
keturunan Kerajaan Pajajaran. Saat berusia remaja, Pangeran
71
Cakrabuana dikenal dengan nama Kian Santang. Karena telah
memeluk agama islam, Pangeran Cakrabuana tidak menjadi
putra mahkota Kerajaan Pajajaran. Sehingga ia mendirikan
istana Pakungwati yang merupakan pusat pemerintahan
Cirebon pada masanya.
2. Sunan Gunung Jati (1479-1568 M), Pada 1479, pemerintahan
Cirebon dipimpin oleh Syarif Hidayatullah. Ia merupakan putra
dari adik pangeran Cakrabuana. Syarif Hidayatullah atau
dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati mendapatkan gelar
Tumenggung Syarif Hidayatullah. Pada masa pemerintahannya,
Cirebon mengalami masa kejayaan. Dan ia diyakini sebagai
pendiri Dinasti raja-raja kesultanan Cirebon dan Kesultanan
Banten, serta penyebar ajaran agama islam di Jawa Barat.
3. Fatahillah (1568-1570 M), Setelah sunan Gunung Jati wafat,
pemerintahan Cirebon mengalami kekosongan pemerintahan
dan mulai diincar oleh VOC Belanda. Kemudian, pemerintahan
dibawah pimpinan Fatahillah. Akan tetapi Fatahillah hanya
menjabat selama 2 tahun saja, karena ia wafat pada 1570 M.
4. Panembahan Ratu (1570-1649 M), Setelah Fathillah wafat,
pemerintahan Cirebon jatuh kepada Pangeran emas. Ia
merupakan cucu Sunan Gunung Jati. Pangeran emas
mendapatkan gelar Panembahan Ratu I dan memerintah
Kesultanan Cirebon selama 79 tahun. Yang kemudian ia wafat
pada tahun 1649 M.
5. Panembahan Ratu II (1649 – 1677 M), Panembahan Ratu II
menjabat sebagai Raja Cirebon menggantikan kakeknya,
Pangeran Emas. Panembahan Ratu II atau juga dikenal dengan
nama Panembahan Adiningkusuma atau Pangeran Rasmi.
Sultan Panembahan Ratu II wafat pada 1677 di Kartasura.
72
Berikutnya, Cirebon terpecah menjadi 3 bagian dan
menimbulkan terbentuknya 4 keraton dengan para sultannya.
c. Puncak Kejayaan Kerajaan Cirebon
Dengan berkuasanya Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal
dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tahun 1479 M maka Cirebon
menjadi Kesultanan Cirebon. Sunan Gunung Jati naik sebagai penguasa
Cirebon setelah ia dilantik sebagai Tumenggung Hidayatullah bin
Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan disambut oleh para
wali tanah Jawa dengan memberikan gelar Panetep Panatagama Rasul
di tanah Sunda atau Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba
Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid zaman Khalifatur Rasulullah
Saw. Ia memerintah dari Keraton Pakungwati. Status kesultanan itu
mencerminkan bahwa proses Islamisasi telah berlangsung lama di
Cirebon.
Hal yang demikian itu dapat dimengerti karena suatu negara
tidak mungkin menjadi sebuah kesultanan jika penguasanya (raja dan
jajarannya) dan rakyatnya belum memeluk agama Islam. Pada masa
pemerintahan Sunan Gunung Jati (1479 – 1568) Kesultanan Cirebon
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada masa itu, bidang
keagamaan, politik, dan perdagangan sangat maju. Pada masa Sunan
Gunung Jati upaya Islamisasi sangat diintensifkan. Penyebaran Islam ke
berbagai wilayah terus menerus dilaksanakan. Misalnya, pada tahun
1525- 1526, dilakukan penyebaran Islam ke Banten dengan cara
menempatkan putra Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana
Hasanuddin. Banten berhasil dikuasai setelah Maulana Hasanuddin
berhasil menumbangkan pemerintahan Pucuk Umum yang
berkedudukan di Banten Girang sebagai penguasa Kadipaten dari
Kerajaan Sunda Pajajaran. Kemudian, Maulana Hasanuddin segera
73
membentuk pemerintahan yang berkedudukan di Surosowan dekat
Muara Cibanten (Djajadiningrat, 1983).
Tentu saja penyebaran Islam tidak hanya dilakukan terhadap
Banten, ke wilayah lain pun dilakukan. Penyebaran Islam ke wilayah
Priangan Timur antara lain ke Galuh pada tahun 1528 dan ke Talaga
pada tahun 1530. Memang upaya penyebaran agama Islam tidak
semata-mata untuk menyebarkan agama tetapi juga untuk memperluas
wilayah. Menurut Nina Herlina Lubis (2003: 187) Kerajaan Cirebon
terlibat dalam serangkaian peperangan menghadapi serangan-serangan
dari para adipati bawahan Kerajaan Sunda Pajajaran yang ada di sekitar
Cirebon, serta tiga kali mengalami pertempuran besar, yaitu
pertempuran merebut pelabuhan Sunda Kalapa, pertempuran dengan
Rajagaluh, dan pertempuran dengan Talaga.
Dalam pertempuran untuk merebut pelabuhan Sunda Kalapa,
Sunan Gunung Jati sebenarnya menerapkan strategi berupa
penyelarasan politik dengan ambisi politik yang dilakukan oleh
Kesultanan Demak. Hal yang demikian itu dapat dipahami karena
antara Cirebon dan Demak mempunyai hubungan kekerabatan yang
erat. Upaya penyelarasan itu terlihat dalam usaha penyebaran Islam ke
arah barat, yaitu di sepanjang pesisir utara Jawa bagian barat. Dari segi
politik, kolaborasi itu terlihat jelas ketika upaya penyebaran Islam itu
dilakukan setelah Kesultanan Banten berdiri. Penyerangan ke
pelabuhan utama Kerajaan Sunda Pajajaran yang terjadi pada tahun
1527 dilakukan oleh tentara gabungan Demak, Cirebon, dan Banten
(Uka Tandrasasmita, 2009: 164). Penguasaan Islam atas pelabuhan
Sunda Kalapa itu jelas sebagai upaya membendung pengaruh Portugis
yang sudah menduduki Malaka sejak tahun 1511.
Dengan demikian, ketiga kesultanan itu dengan leluasa dapat
menyingkirkan Portugis dari jalur lalu lintas perdagangan internasional
74
dan regional dari daerah Maluku ke berbagai pelabuhan di sepanjang
pesisir Jawa melalui Selat Sunda (Tanjdrasasmita, 2001: 43 – 64). Pada
masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, selain perluasan wilayah juga
dilakukan pembangunan sarana dan prasarana umum (Herlina, et.al.,
2003: 180–181). Upaya pembangunan itu di antaranya:
1) Pada tahun 1483, keraton lama Dalem Pakungwati yang dulu
dibangun oleh Cakrabuwana diperluas dan ditambah dengan
bangunan-bangunan pelengkap juga tembok keliling setinggi 2,5
meter dengan ketebalan 80 cm pada areal tanah seluas 20 hektar.
Selanjutnya, untuk keamanan dibangun tembok setinggi 2 meter
mengelilingi ibukota, meliputi areal seluas 50 hektar. Tembok
keliling itu tentu saja dilengkapi dengan pintu gerbang, yang salah
satu dari pintu gerbang itu diberi nama Lawang Gada;
2) Pembangunan pangkalan perahu yang terletak di sebelah tenggara
keraton di tepi Sungai Kriyan. Pangkalan perahu itu dilengkapi
dengan gapura yang disebut Lawang Sanga, bengkel perahu, istal
kuda kerajaan, dan pos-pos penjagaan;
3) Di pelabuhan Muara Jati dilakukan perbaikan dan penyempurnaan
bangunan-bangunan untuk fasilitas pelayaran seperti mercu suar
yang dulu dibuat oleh Ki Ageng Tapa dengan dibantu oleh orang-
orang Cina. Di pelabuhan ini dibangun pula bengkel untuk
memperbaiki perahu berukuran besar yang mengalami kerusakan
dengan memanfaatkan orang-orang Cina ahli pembuat Jung yang
dahulu dibawa oleh Laksamana Cheng Ho. Pelabuhan Muara Jati
pada masa itu merupakan pasar tempat transaksi perdagangan
rempah-rempah, beras, hewan potong, dan tekstil. Oleh sebab itu, di
sekitar Muara Jati banyak pedagang asing bermukim seperti dari
Cina dan Arab;
75
4) Pembangunan sarana transportasi dilaksanakan sebagai upaya
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu dibangunlah sarana
transportasi penunjang pelabuhan laut.berupa saluran transportasi
melalui sungai dan jalan darat.
5) Untuk menjaga dan memelihara keamanan dibentuk pasukan
keamanan yang disebut Pasukan Jagabaya dengan jumlah dan
kualitas yang memadai. Pasukan Jagabaya ini di tempatkan di pusat
kerajaan dan tentu saja di setiap wilayah yang sudah dikuasai oleh
Kesultanan Cirebon. Sunan Gunung Jati yang menjadi raja di
Kesultanan Cirebon adalah seorang anggota Wali Songo. Dengan
demikian, segala aktivitasnya tentu saja tidak terlepas dari upaya
menyebarkan agama Islam. Untuk itulah, pada tahun 1480, Sunan
Gunung Jati mendirikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang terletak
di samping kiri keraton dan di sebelah barat alun-alun. Dalam
membangun Masjid Agung Sang Cipta Rasa itu, Sunan Gunung Jati
dibantu oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga.
6) Telah dilakukan pembangunan masjid jami di ibu kota dan di
berbagai wilayah bawahan Kerajaan Cirebon, serta langgar-langgar
di berbagai pelabuhan;
7) Telah selesai dibangun tembok keliling ibu kota meliputi areal
seluas 50 hektar dilengkapi dengan beberapa pintu gerbang dan pos
jagabaya;
8) Telah selesai dibangun jalan besar utama menuju Pelabuhan
Muarajati dan jalan-jalan di ibu kota serta jalan-jalan yang
menghubungkan ibu kota dengan wilayah-wilayah bawahannya;
9) Pasukan Jagabaya jumlahnya sudah cukup banyak, organisasinya
sudah ditata dengan komandan tertingginya dipegang oleh seorang
tumenggung yang disebut Tumenggung Jagabaya;
76
10)Dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat
kerajaan maupun di wilayah bawahan telah diatur dalam tata
aturan pemerintahan yang cukup rapi. Sunan Gunung Jati telah
memberlakukan gelar-gelar jabatan.
d. Kemunduran Kerajaan Cirebon
Runtuhnya Kerajaan Cirebon dimulai pada tahun 1666, dalam
pemerintahan Panembahan Ratu II atau Pangeran Rasmi. Latar
belakang keruntuhan ini disebabkan oleh fitnah dari Sultan
Amangkurat I, yang merupakan penguasan Mataram. Faktor penyebab
keruntuhan lainnya terjadi dalam perjanjian dengan VOC pada 7 Januari
1681, mengakibatkan terjadinya monopoli ekonomi dan perdagangan
di Kerajaan Cirebon. Tahun 1697, Kerajaan Cirebon terbagi menjadi dua
yaitu Kacirebonan dan Kaprabonan, tahun ini menjadi awal mulai
faktor keruntuhan Kerajaan Cirebon yang diakibatkan oleh adanya
kolonialisme.
77
Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan
terdapat pendopo di dalamnya.
Keraton Kasepuhan adalah bangunan yang dahulu
bernama keraton Pakungwati yang pernah menjadi pusat
pemerintahan Kasultanan Cirebon. Keraton ini memiliki museum yang
cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan.
Salah satu koleksi yaitu kereta Singa Barong yang merupakan kereta
kencana Sunan Gunung Jati. Kereta tersebut saat ini tidak lagi
dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1
Syawal untuk dimandikan. Bagian dalam keraton ini terdiri
dari bangunan utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang
tamu, ruang tidur dan singgasana raja.
2. Bangunan Keraton Kanoman di Cirebon yang didirikan oleh Pangeran
Kertawijaya. Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad
Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada
sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-
istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg
Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur,
Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-
peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan
syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga
dikenal dengan Syarif Hidayatullah.
Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6
hektare ini berlokasi di belakang pasar Kanoman. Di Kraton ini tinggal
sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta
keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri
dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana
yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali
78
lapangan sepakbola.
3. Bangunan Keraton Kacirebon.
Kecirebonan menurut Raden Hamzaiya dibangun pada tahun
1800 M, Bangunan kolonial ini banyak menyimpan benda-benda
peninggalan sejarah seperti Keris, Wayang, perlengkapan
Perang, Gamelan dan lain-lain. Seperti halnya Keraton
Kasepuhan dan Keraton Kanoman, Kecirebonan pun tetap menjaga,
melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat
seperti Upacara Pajang Jimat dan sebagainya.
Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren
Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton
Kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton
Kanoman. Keraton Kacirebonan posisinya memanjang dari utara ke
selatan (posisi yang sama dengan keraton-keraton lain di Cirebon)
dengan luas tanah sekitar 46.500 meter persegi.
4. Makam Sunan Gunung Jati.
Makam Sunan Gunung Jati adalah destinasi wisata religi di
Cirebon. Peziarah hilir mudik berganti mengunjungi makam ini meski
tengah pandemi.
Tak ada yang berubah dari kompleks Makam Sunan Gunung Jati,
destinasi wisata religi di Cirebon. Makam salah satu Wali Songo itu
masih terus dibanjiri oleh peziarah dari berbagai daerah di pulau Jawa.
3. Kerajaan Banten
a. Asal Mula Kerajaan Banten
79
pada tahun 1526 sultan Tranggono dari demak mengutus Paletehan
dan Pangeran Carbon (masih mempunyai hubungan darah dengan
keluarga raja pakuan Pajajaran yang beragama islam) untuk merebut
Banten dan pantai utara Jawa Barat. Usaha itu berhasil dengan
gemilang. Banten, Sunda kela, dan Cirebon jatuh ke tangan Paletehan.
Sejak itu agama islam berkembang pesat di Jawa Barat. Banten segera
tumbuh menjadi bandar yang penting diselat Sunda setelah Malaka
jatuh ditangan Portugis (1511) karena pedagang-pedagang dari
Gujarat, India, Timur Tengah, Arab, dan sebagainya dan sebagian
enggan melabuh ke malaka.
80
seorang sultan yang bernama Sultan Trenggono. Alasan mengapa
Fatahillah diutus untuk menaklukkan Jawa Barat sebenarnya adalah
untuk menghalau pengaruh Portugis yang saat itu sudah melakukan
perjanjian dagang dengan kerajaan Sunda Padjajaran.
81
Hassanudin merupakan salah satu kadipaten yang ikut berusaha
melepaskan diri dari kerajaan induknya, Demak. Akhirnya pada tahun
1568, Banten benar-benar terlepas dari kerajaan Demak. Pada tahun
tersebut pula, Kerajaan Banten resmi berdiri dengan Maulana
Hassanudin sebagai Sultan pertamanya.
82
Cirebon, mulai berdakwah di tanah Pasundan. Di Banten, beliau
menikah dengan adik dari Bupati setempat yang bernama Nyai
Kawunganten. Dari penikahannya ini, lahirlah dua anak, yakni Ratu
Winahon dan Hassanudin. Bersama putranya, Syarif Hidayatullah
menyebarkan agama Islam hingga ke arah Gunung Pulosari.
83
beberapa cara seperti para pedagang, perkawinan, pendidikan, dakwah,
dan akulturasi dan asimilasi perdagangan.
84
pembangunan keraton ini, wilayah Tirtayasa terus dibuka. Beliau
membangun jalan dari Pontang ke Tirtayasa. Tidak hanya itu, Sultan
Ageng juga membuka lahan-lahan persawahan sepanjang jalan tersebut
serta mengembangkan pemukiman warga di daerah Tangerang.
85
mulai mengalami kemunduran. Puncaknya, pada tahun 1808 Belanda
menghancurkan Istana Surosowan dan menggantinya dengan
Kabupaten Serang, Waringin, dan Lebak di bawah pemerintahan
Hindia-Belanda. Pada tahun 1813, Pemerintahan Inggris membubarkan
Kesultanan Banten dan Pangeran Syafiudin yang sedang berkuasa
dipaksa untuk turun tahta. Saat itulah Kesultanan Banten runtuh.
86
ketiga adalah Belanda yang dipoleskan pada Menara setinggi 24 m yang
berdiri tegak di sebelah timur masjid. Dengan model tangga spiral serta
kepala dua tingkatnya, menara ini menjadi pelengkap tiga kebudayaan
yang diabadikan. Pada zaman dahulu menara ini difungsikan untuk
mengumandangkan adzan serta sebagai menara pandang lepas pantai
atau mercusuar. Karena hasil karyanya ini, dua dari mereka
dianugerahi gelar Bangsawan yaitu Tjek Ban Tjut yang diberi nama
Pangeran Adiguna dan Hendrik Lucaz Cardeel dengan nama Pangeran
Wiraguna.
87
dengan pusat kota Jawa pada umumnya, keraton ini terletak di sebelah
selatan alun-alun dengan masjid di sebelah barat keraton, pasar
karatangu di sebelah timurnya, dan dilengkapi dengan pelabuhan yang
ada di sebelah utara. Di keraton ini juga diletakkan sebuah batu
keramat yang juga terdapat di alun-alun bernama Watu Gilang. Konon,
batu ini merupakan mandat dari Sunan Gunung Jati. Jika batu ini
bergeser dari tempatnya, itu berarti tidak lama lagi Kesultanan Banten
akan mengalami keruntuhan. Pada tahun 1596, keraton ini masih
terlihat sangat sederhana yakni berupa bangunan rumah yang
dikelilingi oleh pagar dan beberapa bangunan yang berada di selatan
alun-alun.
88
kedaulatan dan independensi Kesultanan Banten. Dengan didirikannya
benteng ini oleh VOC, berarti Kesultanan Banten sudah berada di bawah
kendali VOC
DAFTAR PUSTAKA
89
BAB 5
KERAJAN KERAJAN ISLAM DI PEDALMAN JAWA
TENGAH
A. LATAR BELAKANG
90
pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang. Kemudian dipindahkan ke
Mataram.
91
Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke
Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak
termasuk pulau Karimunjawa).
92
Di pertengahan abad 16 bangsa Portugis dan Spanyol datang ke
Indonesia dalam usaha mencari rempah-rempah yang akan
diperdagangkan di Eropa. Pada saat yang sama, bangsa Inggris dan
kemudian bangsa Belanda datang ke Indonesia juga. Dengan VOC-nya
bangsa Belanda menindas bangsa Indonesia termasuk rakyat Jawa
Tengah baik dibidang politik maupun ekonomi.
93
Menurut Taufik Abdullah, sampai dengan abad ke-7 atau 8 M,
islam sudah masuk ke Indonesia, tetapi hanya dianut oleh para
pedagang Timur Tengah di pelabuhan – pelabuhan. Baru pada abad ke-
13 H / 14 M, sekitar tahun 1524-1546 M penduduk pribumi memeluk
Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk
Islamnya penduduk nusantara secara besar-besaran pada abad
tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan
politik yang berarti. yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa
kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka,
Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini
berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para
pendatang Arab.
94
kuatnya pengarruh agama dan kebudayan lam seperti hindu dan
budaha.
95
Terdapat beberapa kerajaan-kerajaan islam di jawa tengah dan
kota pusat penyebaran agama. Kerajaan tersebut anatar lain kerjaan
Pajang, Kerajaan Mataram Islam. Adapaun salah satu kota pusat
penyebaran adalah kota kudus.
KERAJAN PENGGING
Kerajaan Pengging
96
petunjuk telah adanya jalan perdagangan lama yang bersilangan di
bagian Udik Bengawan sala tersebut.
Penguasa Pengging
97
mereka berbantahan mengenai ilmu kebatinan) untuk tidak
menghadap ke Demak. Akhirnya ia dibunuh oleh sunan Kudus. Karena
anak laki-lakinya, Mas Karebet, satu satunya pewaris, masih terlalu
muda, yang menetap di Pajang, maka sesudah Ki kebo kenanga tidak
ada penguasa lagi di Pengging. Ki kebo kenanga adalah raja Pengging
terakhir.
Kerajaan Demak
98
nelayan dan perdagangan, hingga Kesultanan menjadi Kerajaan Islam
pertama di Jawa.
99
ini juga sedikit banyak melakukan penyebaran ajaran agama Islam
kepada masyarakat yang pada masa itu masyarakat juga sudah
memeluk agama Islam.Pedagang terus berdatangan ke Demak Bintoro,
selain ramaiberdagang, tempat ini juga diuntungkan karena letaknya
yangstrategis dan dukungan teori pedagang yang baik, yang menarik
para pedagang untuk datang ke sana.
100
dengan bagian Timur Indonesia.Setelah kehancuran Majapahit, Demak
berkembang menjadi sebuah kerajaan yang makmur di pulau Jawa, di
bawah pimpinan Raden Patah.Dilihat dari posisinya, Kesultanan Demak
sangat strategis karena terletak di utara Pulau Jawa atau dipesisir
pantai Utara Pulau Jawa.Dalam jalur perdagangan nusantara, Demak
berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah-rempah
di bagian barat Indonesia dan daerah penghasil rempah-rempah di
bagian timur Indonesia.Pada zaman dulu Demak terletak di pinggir
pantai Selat Muria yang memisahkan Jawa dari pegunungan
Muria.Sampai sekitar abad ke-17 selat cukup lebar dan dalam serta
dapat dilayari, sehingga kapalkapal para pedagang dari Semarang dapat
mengambil jalan pintas berlayar melalui Demak dan terus ke
Rembang.Kemudian Demak berkembang menjadi pelabuhan yang amat
penting, karena pelayaran dunia yang melintang di laut Nusantara dari
Malaka ke Maluku dan sebaliknya mesti melalui dan transit di Bandar
Demak.Selain bergerak di bidang maritim, Demak juga bergerak di
bidang pertanian.Demak juga memperhatikan masalah pertanian,
sehingga beras menjadi salah satu hasil pertanian dan komoditas
perdagangan utama Demak.Berkat lancarnya aliran sungai, pertanian di
Demak bisa sukses.Pada abad ke-16, Demak menjadi pusat
penimbunanberas dari daerah di sepanjang Selat Muria.Sehingga pada
akhirnya Demak menjadi satu-satunya eksportir produk beras di lautan
Indonesia, dan ekspor lainnya adalah kain tenun Jawa. Kain tenun Jawa
sebanding dengan tekstil yang diimpor dari India atau Cina .
101
religius, tetapi juga bermotif ekonomi, karena dengan kedatangan
Portugis di Malaka, hubungan antara Jawa dan Malaka terputus,
sehingga sisa produk produksi Jawa tidak dapat diekspor ke Malaka
sebagai Pelabuhan penghubung. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
menjadikan Palembang yang merupakan bekas pelabuhan internasional
dan bekas pusat Kerajaan Sriwijaya, tidak hanya sangat penting bagi
para pedagang muslim dari Malaka yang tidak mau mengalah pada
Portugis, tetapi juga bagi para pedagang Jawa dan Cina, banyak
pedagang Malaka mengungsi ke Sumatera Utara (Aceh), Palembang,
dan tempat-tempat lain di mana banyak Muslim sudah tinggal. Selain
mengekspor beras, pedagang Jawa juga membawa rempah-rempah dari
daerah Maluku ke Palembang, sedangkan pedagang Cina juga pergi ke
Palembang untuk mencari rempahrempah yang sangat diminati di
pasar dunia, kemungkinan besar mendatangkan lada kualitas tinggi
dari Lampung
102
istri. Mereka adalah PutriSunan Ampel yang melahirkan Pangeran
Sabrang Lor dan Raden Trengono, dan Putri dari Randu Sanga yang
melahirkan Raden Kanduruwun, serta putri Bupati Jipang yang
melahirkan Pangeran Sekar Seda Ing Lepen dan Ratu Mas Nyawa.
Menurut kronik Cina, Raden Fatah meninggal pada tahun 1518 pada
usia 63 tahun. Setelah Raden fatah meninggal, tahta kesultanan Demak
diduduki oleh Pangeran Sebrang Lor. Pati Unus, sebagai Raja Demak
kedua, meninggal pada tahun 1521. Pati Unus ini tidak mempunyai
keturunan, maka adiknya yang bernama Sultan Trenggono
menggantikannya sebagai sultan Demak .
103
percaya bahwa masuknya Portugis ke Jawa akan menghancurkan
perdagangan dan transportasi pulau tersebut. Karena itu, Perjanjian ini
mendorong Demak untuk memperluas kekuasaan dan menaklukan
Kerajaan Pajajaran. Demak pun membuat strategi untuk melumpuhkan
kekuasaan Kerajaan Pajajaran, bukannya langsung menyerang pusat
kekuasaannya, Demak lebih dulu menguasai Banten.
104
sedangkan Panarukan gagal ditaklukkan, karena Sultan Trenggono
gugur dalam pertempuran.
105
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Fatah, pada tahun
1478.Raden Fatah lahir di Palembang pada tahun 1448 M, dengan nama
panggilan Raden Hasan. Pada saat yang sama, versi cina menunjukkan
bahwa nama panggilan Raden Fatah adalah Jin-Bun (Jimbun) yang
berarti orang yang kuat. Ayahnya adalah seorang raja Kerajaan
Majapahit bernama Kertabumi Prabu Brawijaya V. Jika dirunut, Raden
Fatah merupakan putra ke 13 dari 100 putra Raja Brawijaya V. Dan
ibunya adalah putri Dwarawati dari Campa. Saudara laki-laki seibu
Raden Fatah bernama Raden Husein, yang kemudian dikenal sebagai
Adipati Terung. Hal ini dikarenakan ibunya kemudian menikah dengan
ayah kandung Raden Husein, Ario Damar. Raden Fatah belajar pada
Sunan Ampel saat masih remaja. Sunan Ampel kemudian
memerintahkan Raden Fatah untuk berdakwah ke Gelagahwangi .
106
diangkat sebagai bupati Demak oleh Prabu Brawijaya dengan ibu kota
di Bintara. Setelah merasa kuat karena memiliki daerah yang strategis
dan mempunyai dukungan dari wali sanga, para wali menyarankan agar
Raden Patah menjadikan Demak sebagai kerajaan Islam dan
sepenuhnya memisahkan diri dari Kerajaan Majapahit.Raden Patah
kemudian mengumpulkan para pengikutnya untuk melawan Kerajaan
Majapahit.Setelah Kerajaan Majapahit berhasil dikalahkan, Kerajaan
Demak resmi berdiri sebagai kerajaan Islam.Ada banyak versi tentang
tahun berdirinya Kerajaan Demak. Beberapa sejarawan berpendapat
Kesultanan Demak didirikan pada 1500 M, dan sebagian lainnya
meyakini tahun 1478 atau setahun sebelum berdirinya Masjid Agung
Demak.
107
Raja-Raja Kerajaan Demak
Pati Unus atau Sultan Yunus adalah pengganti dari Raden Fatah,
meskipun baru wafat sekitar tahun 1521.Pati Unus diperkirakan adalah
adik ipar dari Raden Fatah, yang memegang kekuasaan karena putra
dari Raden Fatah yaitu Trenggana masih berusia muda.Pati Unus
dikenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor atas usahanya berangkat
dari Jawa menuju ke utara untuk menggempur kekuasaan Portugis di
Malaka.Eksistensi Portugis selain sebagai imperialis dan musuh Islam,
namun juga pengganggu atas perkembangan Kerajaan Demak.Malaka
merupakan pusat transit perdagangan internasional, kejayaannya
108
merupakan gangguan bagi Demak.Pati Unus merupakan figur yang
berjasa dalam membangun kekuatan militer laut Kerajaan Demak
dengan mendirikan pelabuhan militer di Teluk Wetan, Jepara.
3. Trenggana
4. Sunan Prawata
109
tetapi, karena insiden tersebut menyebabkan surutnya dukungan
terhadap kekuasaannya.Ia memindahkan pusat kekuasaan Demak ke
wilayahnya di Prawoto, Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama
satu tahun, ketika Arya Penangsang putra dari Surowiyoto melakukan
pembunuhan terhadap Prawata pada 1547.
5. Arya Penangsang
KERAJAAN PAJANG
110
kerajaan setelah melakukan kudeta. Kudeta ini dipimpin oleh Bupati
Pajang bernama Hadiwiaya (Jaka Tingkir).
111
Trenggana terbunuh secara sadis. Ketika pembunuhan itu menyasar ke
Pajang, maka terjadilah perseteruan dengan Joko Tingkir. Disini
memicu keterlibatan Joko Tingkir ke tengah arena pertarungan
keluarga pewaris Demak. Dengan persekutuan murid sunan Kalijaga
(Pemanahan, Panjawi danKi Juru Martani), Joko Tingkir, dan anak
angkatnya Sutowijoyo akhirnya mampu memadamkan pemberontakan
Bupati Jipang yang berakhir dengan terbunuhnya Arya Penangsang.
Dengan demikian, Joko Tingkir diangkat secara definitive menjadi Raja
Pajang bergelar Hadi Wijaya, dan memindahkan seluruh isi istana
Demak beserta simbol-simbol kekuasaannya ke Pajang.
112
itu diperoleh setelah dia mendapat restu dari Sunan Prapen dari Giri
(cucu Sunan Giri), disaksikan oleh para penguasa daerah Timur seperti
raja-raja dari Japan (Mojokerto), Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan,
Madiun, Sidayu, Lasem, Tuban, dan Pati.
Pendiri kerajaan ini adalah Jaka Tingkir atau yang lebih dikenal
dengan Sultan Hadiwijaya. Sultan Hadiwijaya berhasil mendirikan
Pajang setelah meruntuhkan Kerajaan Demak dengan bekerjasama
bersama Ratu Kalinyamat.
113
Kehidupan Masyarakat dan Masa Kejayaan Kerajaan Pajang
Keberadaan para Wali Songo pada masa kudeta ini pun tidak
begitu kentara. Hal ini lantaran adanya instruksi dari Sunan Kalijaga
agar para wali dapat menempatkan diri dan tidak ikut campur dalam
jalannya peperangan. Hal inilah yang kemudian memunculkan filsafat
bahwa wali hanyalah mengurusi agama dan bukan soal perebutan
kekuasaan ataupun pimpinan.
Selain itu, kehidupan polit kerajaan ini juga dihiasi dengan usaha
perebutan tahta yang terus berjalan dari masa Sultan Hadiwijaya
hingga masa pemerintahan Pangeran Benawa II. Perebutan ini terjadi
lantaran dendam dan ketidakpastian pewarisan tangkup
kepemimpinan di Pajang.
114
Pajang bahkan mampu menjadi eksportir beras yang secara aktif
mengirimkan beras melewati jalur perdagangan Sungai Bengawan Solo.
Aktifnya perdagangan Pajang ini juga berimbas dengan tingginya
tingkat kehidupan ekonomi masyarakatnya. Bahkan wilayah Pajang
sempat digadang-gadang sebagai salah satu wilayah agraris maritim
yang memiliki potensi tinggi.
115
Kehidupan Budaya di Panjang banyak dipengaruhi oleh seni-seni
islamis. Hal ini terbukti dari berdirinya Masjid Laweyan sebagai pusat
peribadahan Islam pada masa tersebut. Selain itu, kebudayaan
membatik tulis juga merupakan sebuah kebanggaan sekaligus bukti
peninggalan Pajang di Jawa.
116
tentang hubungan keagamaan antara Keraton Pajang dan “masyarakat
santri” yang telah dibentuk oleh ulama dari Semarang itu.
117
Sistem pemerintahan Kerajaan Pajang merupakan kerajaan
Islam pertama di Jawa bagian pedalaman. Menandai runtuhnya
Kerajaan Demak, Pajang mengambil alih peranan kerajaan bercorak
Islam di tanah Jawa.
118
Kerajaan Pajang sendiri didapat dari usaha pengasingan Pangeran
Benawa yang berhak atas tahta kerajaan utama.
119
Handawijaya bahkan berhasil mendapatkan pengakuan oleh raja-raja
Jawa sebagai Raja paling berpengaruh di Pulau Jawa pada waktu itu.
120
Aria Penangsang. Sebagai hadiah atasnya, sultan kemudian
menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang
menurunkan raja- raja Mataram Islam kemudian. Keberadaan Kerajaan
Mataram Islam ini tidak terlepas dari peristiwa jatuhnya Kerajaan
Panjang di pesisir Utara Jawa Tengah tahun 1586 M. Kerajaan mataram
yang kini berpusat di pedalaman Selatan Jawa Tengah itu kemudian
menjadi tonggak utama zaman madya di Indonesia. Mataram ini
merupakan salah satu periode yang penting dalam sejarah kerajaan-
kerajaan Islam di Nusantara. (Achadiati 1980, hlm. 3)
121
1. Mempersatukan tanah Jawa dan Madura (kecuali Batavia dan
Banten), Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.
2. Mempertahankan Mataram sebagai negara agraris. Mataram
maju dengan perdagangan berasnya.
3. Mengadakan ekspansi secara besar-besaran sehingga mampu
menguasai daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa dan
mampu menyerang VOC di Batavia dua kali (1628 dan 1629),
tetapi gagal. Kegagalan ini disebabkan oleh perbekalan sangat
kurang, gudang beras di Karawang dibakar oleh VOC, jarak
antara Batavia dan Mataram sangat jauh sehingga menyebabkan
prajurit kelelahan, Batavia dipagari tembok-tembok yang tinggi
dan dilengkapi persenjataan yang modern, adanya wabah
penyakit dan Banten tidak mengusir penjajah.
4. Mengubah perhitungan tahun Jawa dari Hindu (Saka) ke Islam
(Hijrah). Perhitungan tahun Jawa Hindu berdasarkan peredaran
matahari sedangkan tahun Jawa Islam berdasarkan peredaran
bulan. Tahun 1638 bertepatan dengan tahun 1555 Saka.
5. Menulis kitab Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat,
kitab Niti Sruti, kitab Niti Sastra Asthabrata yang berisi ajaran
tabiat baik yang bersumber pada kitab Ramayana.
6. Mengadakan upacara Gerebeg Maulud dan Gerebeg Syawal.
Setelah Sultan Agung wafat, tidak ada raja pengganti yang memiliki
kecakapan seperti Sultan Agung, bahkan ada raja yang menjalin kerja
sama dengan VOC.
122
Akibatnya, banyak terjadi pemberontakan, misalnya pemberontakan
Adipati Anom yang dibantu Kraeng Galesung dan Monte Merano,
pemberontakan Raden Kadjoran, serta pemberontakan Trunojoyo.
D.KUDUS
Kudus (dalam bahasa jawa untuk al-Quds yaitu baitul makdis) ialah
nama yang diberikan kepada tempat waktu dinyatkan sebagai tempat
suci oleh Sunan Kudus pertama, yang sebelumnya di Demak sebagai
imam jama’ah. Menurut legenda, Mbah Kiai Telingsinglah yang mula-
mula menggarap tempat yang kemudia menjadi kota Kudus. Beberapa
orang menyebut dia seorang cina islam, nama semula The Lin Sing.
Adanya cerita yang demikian menunjukan temapt itu sudah agak
berate, sebelum dijadikan kota suci oleh Sunan Kudus.
123
Kota suci Kudus /baitul makdis sudah terkenal di jawa dan
bahkan Nusantara sebagai pusat agama. Masjid rayanya diberi nama al-
manar atau al-aqsha, seperti masjid suci di baitulmakdis. Menurut
Antonio Hurdt ( dalam bukunya HJ. De Graaf dan TH. Pigeaud)
mengatakan bahwa Para pengunjung barat sudah sejak abad XVII
mengagumi menara raksasanya, suatu bangunan yang kukuh tampan
dan yang arsitekturnya jelas-jelas diilhami oleh candi-candi pra Islam.
Peninggalan-peninggalan Islam
A.MASJID LAWEYAN
124
Menurut Ketua Takmir Masjid Laweyan, Achmad Sulaiman, pada zaman
Kerajaan Pajang sekitar tahun 1546, saat pemerintahan Sultan
Hadiwijaya, berdiri sebuah Pura untuk tempat ibadah umat Hindu di
Pajang, Laweyan. Berjalannya waktu, salah satu penasihat Kerajaan
Pajang, Ki Ageng Henis, bersahabat dengan pemuka agama Hindu.
Kedekatan mereka pun membuat salah satu Pura di Laweyan berubah
menjadi Langgar untuk melayani umat Islam waktu itu. Setelah itu,
Langgar Laweyan berubah menjadi Masjid Laweyan .
125
c. Masjid Besar Kauman Semarang
126
Kesultanan Mataram yang runtuh akibat pemberontakan
Trunajaya tahun 1677 ibukotanya oleh Sunan Amral dipindahkan di
Kartasura. Pada masa Sunan Pakubuwana II memegang tampuk
pemerintahan keraton Mataram mendapat serbuan dari
pemberontakan orang-orang Tionghoa yang mendapat dukungan dari
orang-orang Jawa anti VOC tahun 1742. Kerajaan Mataram yang
berpusat di Kartasura itu mengalami keruntuhannya. Kota Kartasura
berhasil direbut kembali berkat bantuan Adipati Cakraningrat IV
penguasa Madura barat yang merupakan sekutu VOC, namun
keadaannya sudah rusak parah. Pakubuwana II yang menyingkir ke
Ponorogo, kemudian memutuskan untuk membangun istana baru di
desa Sala sebagai ibukota kerajaan Mataram yang baru.
127
dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai
ditempati tanggal 17 Februari 1745 (atau Rabu Pahing 14 Sura 1670
Penanggalan Jawa, Wuku Landep, Windu Sancaya).
128
bertetangga. Sama-sama mewarisi darah budaya, filosofi dan pemikiran
Jawa, Yogyakarta dan Surakarta tumbuh seperti si kembar yang
memiliki sejumlah kemiripan di banyak sudut dan rupa kotanya
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.radenfatah.ac.id/6347/1/TITIN
%20YENNI.pdf
https://jatengprov.go.id/sejarah/#:~:text=Pada%20abad
%2016%20setelah%20runtuhnya,ke%20Pajang%20(dekat%20Solo).
file:///C:/Users/windows/Downloads/
Sejarah_Peradaban_ISlam_dI_Jawa_Tengah%20(1).pdf
https://genpi.id/grebeg-maulud-keraton-yogyakarta/
#:~:text=Grebeg%20Maulud%2C%20Puncak%20Perayaan%20Maulid
%20Nabi%20Khas%20Keraton%20Yogyakarta,-By&text=Perayaan
%20Maulid%20Nabi%20Muhammad%20SAW,penghormatan
%20kepada%20teladan%20Sang%20Rasulullah.
129
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5681731/sejarah-
kerajaan-demak-pendirian-masa-kejayaan-dan-runtuhnya-kerajaan
http://repositori.kemdikbud.go.id/21608/1/X_Sejarah-
Indonesia_KD-3.7_Final.pdf
http://repositori.kemdikbud.go.id/21599/1/X_Sejarah-
Indonesia_KD-3.8_Final.pdf
http://repositori.kemdikbud.go.id/21707/1/XI_Sejarah_KD-
3.2_Final.pdf
https://www.kompas.com/stori/read/
2021/04/23/123330579/raja-raja-kerajaan-demak?page=all
https://www.kompas.com/stori/read/
2021/05/01/172749179/sejarah-berdirinya-kerajaan-demak?page=all
https://kids.grid.id/read/472998524/peninggalan-kerajaan-
demak-sebagai-kerajaan-islam-tertua-di-nusantara?page=all
130
BAB 6
KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN
Pangeran Samudera adalah cikal bakal raja-raja Banjarmasin
Islam pertama kali masuk di Kalimantan adalah di daerah utara
tepatnya di daerah Brunai sekitar pada tahun 1500 M. Setelah raja
Brunai memeluk Islam (sekitar 1520), maka Brunai menjadi pusat
penyiaran agama Islam sehingga Islam sampai ke Pilipina. Pusat
penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara
Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa
oleh orang-orang dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas
ditaklukkan oleh kerajaan Johor.
131
daerah Kalimantan Selatan telah berdiri kerajaan yang bercorak Hindu
Negara Dipa yang berlokasi sekitar Amuntai dan kemudian dilanjutkan
dengan Negara Daha sekitar Negara sekarang.
132
Sungsang adalah seorang pedagang dari Jawa, yang banyak
mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan Negara
Dipa. Akhirnya dia kawin dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara
Dipa, yang sebetulnya adalah ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu
hamil barulah terungkap bahwa suaminya adalah anaknya yang dulu
hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang memindahkan
pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara
sekarang, sedangkan Ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai
sekarang. Raden Sekar Sungsang yang menurunkan Raden Samudera
yang menjadi Sultan Suriansyah raja pertama dari Kerajaan Banjar.
133
bahwa Islam telah menyelusup di daerah Negara Daha Kalimantan
Selatan, sekitarabad ke 13-14 Masehi.
134
terbentuk pada abad ke- 15. Karena itulah masuknya agama Islam ke
Kalimantan Selatan setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke-
15. Perdagangan sangat ramai setelah bandar pindah ke Banjarmasin.
Disini dapat pula kita lihat perbedaan perekonomian antara Negara
Daha dan Banjarmasin. Negara Daha menitik beratkan pada ekonomi
pertanian sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada
perekonomian perdagangan. Hubungan itu terutama adalah hubungan
ekonomi perdagangan dan akhirnya meningkat menjadi hubungan
bantuan militer ketika. Dia adalah cucu Maharaja Sukarama dari Negara
Daha. Pangeran Samudera terpaksa melarikan diri demi keselamatan
dirinya dari ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung
raja terakhir dari Negara Daha. Patih Masih adalah Kepala dari orang-
orang Melayu atau Oloh Masih dalam Bahasa Ngaju. Sebagai seorang
Patih atau kepala suku, tidaklah berlebihan kalau dia sangat memahami
situasi politik Negara Daha, apalagi juga dia mengetahui tentang
kewajiban sebagai daerah takluk dari Negara Daha, dengan berbagai
upeti dan pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha. Patih Masih
mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih
Balitung, Patih Kuwin untuk mencari jalan agar jangan terus-menerus
desa mereka menjadi desa. Mereka sepakat mencari Pangeran
Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut sumber berita
sedang bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena Pangeran
Tumenggung yang sekarang Menjadi raja di Negara Daha pamannya
sendiri ingin membunuh Pangeran Samudera. Pangeran Samudera
dirajakan di kerajaan baru Banjar setelah berhasil merebut bandar
Muara Bahan, bandar dari Negara Daha dan memindahkan bandar
tersebut ke Banjar dengan para pedagang dan penduduknya. Bagi
Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha, hal ini berarti suatu
pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan harus dihancurkan,
135
perang tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran Tumenggung kalah,
mundur dan bertahan di muara sungai Amandit.
2. Maharaja Sukarama
4. Pangeran Tumenggung
5. Pangeran Samudera
Bukan pergantian yang lumrah dari ayah kepada anak tapi dari
tangan musuh yang satu ketangan musuh yang lain, melalui revolusi
istana. Raden Sekar Sungsang usurpator pertama adalah pembangunan
dinasti Hindu Negara Daha, dan Pangeran Samudera usurpator kedua
adalah pembangun dinasti Islam Banjarmasin.
136
Langkah dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja
Mahkota di tolak oleh sang Raja. Bahkan karena langkah dakwah ini
buntu, Tuan ri Bandang akhirnya memutuskan kembali ke Makassar
dan meninggalkan tunggang parangan di kerajaan Kutai Kartanegara.
Sebagai jalan akhir, Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada Aji
Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian dengan taruhan apabila Aji
Raja Mahkota kalah, maka sang raja bersedia untuk memeluk islam.
Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang akan menang maka Tunggang
Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk kerajaan Kutai
Kartanegara.
137
Pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing
Martadipura, pengaruh Islam yang telah masuk sejak pemerintahan Aji
Raja Mahkota (1525-1600 M) telah mengakar kuat. Islam sangat
berpengaruh pada sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Karta Negara
ing Martadipura. Indikator dari pengaruh islam terlihat pada
pemakaian Undang-Undang Dasar Kerajaan yang di kenal dengan nama
“Panji Salaten” yang terdiri dari 39 Pasal dan memuat sebuah kitab
peraturan yang bernama “Undang-Undang Beraja Nanti” yang memuat
164 Pasal peraturan. Kedua Undang-Undang tersebut berisi peraturan
tentang yang di sandarkan pada Hukum Islam. Pemimpin pertama yang
memakai gelar “Sultan” adalah Aji Su;tan Muhammad Idris. Beliau
merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng, seorang
bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada saat rakyat Bugis di
Sulawesi Selatan sedang berperang melawan VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie), Sultan Wajo meminta bantuan Aji Sultan
Muhammad Idris. Permintaan bantuan pun di penuhi oleh Aji Sultan
Muhammad Idris. Kemudian berangkatlah rombongan Aji Sultan
Muhammad Idris ke Sulawesi Selatan untuk membantu Sultan Wajo La
Madukelleng. Dalam upaya memberikan bantuan tersebut Aji Sultan
Muhammad Idris Meninggal dunia.
138
telah menduduki ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ing
Martadipura yang terletak di pemarangan, karena ibukota Kesultanan
Kutai Kartanegara telah berpindah dari Kutai lama ke Pemarangan
sejak tahun 1732. Aji Imbut Akhirnya menyerang Aji Kado di
Pemarangan. Di dukung oleh orang-orang Wajo dan Bugis dan Aji Imbut
berhasil mengalahkan Aji Kado dan memduduki singgasana Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan Gelar Aji Marhum
Muslihuddin (1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut dihukum mati dan
dimakamkan di pulau jembayan.
139
wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi
jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan
pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing
Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan
bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan
sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para
pengikutnya.
140
A. AWAL MULA KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN
Pada waktu islam berkembang diseluruh kepulauaan Indonesia
kerajaan majapahit hindu diperintah oleh brawija putera angka wijaya,
yang kemudian mengalami keruntuhan raja yang dirobohkan kerajaan
majapahit ialah raden patah dengan delapan menterinya yaitu Sunan
Ampel.Sunan Giri.Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus,
Ngundung dan Sunan Demak. Mulai itulah agama islam disebar
diseluruh indonesia . yang menjadi islam sesungguhnya adalah haji
purwa putera brawijaya maesa tandrana dan lari ke cirebon. Dicirebon
agama islam disebarkan oleh syech bin maulana malik syech ibrahim
yang bergelar sultan gunung jati. Sedangkan kerajaan Islam di
Kalimantan ada di Banjarmasin sejak Pangeran Samudra atau Pangeran
Suriansyah alias Maruhum ialah:
141
(2) kota waringin tahun1620. Sultannya yang pertama ratu bagawan
(3) pasir (tanah grogot) tahun 1600. Didirikan oleh orang arab yamg
menikah dengan seorang puteri sultan (puteri petung)
(5) berau dan bulongan tahun 1700, diperintah oleh raja adipati
(7) matan tahun 1743, didirikan oleh seorang arab bernama syarif
husin
(8) mempawa tahun 1750, juga oleh seorang arab bernama syarif
husin.
142
bakumpai (barito)dengan ilmu gaib, berhasil merampas saudaranya
kembali, biang lawai, dari istana sultan dan dibawanya kesungai katan.
Pangeran samudra memerintah balatentaranya untuk mencari
perempuan tersebutdipedelaman. Tetapi karena balatentara patihn
muhur sangat hebat, maka mundur lah balatentara sultan. Patih muhur
dan patih rumbih mundur dan membuat pertahanandi taliu dikampung
tundai. Sesudah itu mereka mundur lagi membuat pertahanan didanau
karam bersebrangan dengan negeri goha kahayan. Mereka
menyebrangi danau tersebut dan dipasang dundang, bambu yang
diruncingkan dibawah jembatans ehingga sewktu-wktu jembatan
tersebut dapat diputuskan jika balatentara sultan lewatatas jembatan
dan luka-luka terkena bambu yang diruncingkan dibawahnya. Perahu-
perahu mereka dapat dirampas oleh patih rumbih ditengelamkan .
sekarang tempat tersebut dinamai berayar yang artinay “berlayar”.
143
tahun1786. Sultan zainal abidin dari banten memasuki landak, matan.
Tahun 1699. Kapal kompeni /VOC dan 75 pecalang banten berlayar
kesukadana diperintahkan oleh sultan agung (pangeran agung),
keponakan sultan banten yang bergelar panebahan. Sultan landak
didibantu oleh orang bugis dapat merebut kembali daerahnaya .
sehingga panebahan dapat dipukul mundur , dengan keluarganya
melarikan diri ke anyer (banten). Landak dipegaruhi selama 80 tahun
(1699-1778).
1. Kesultanan Pasir
Dahulunya rakyat dayak pasir, diperintahkan oleh kepala-kepala
dari rakyat dayak sendiri . ada seorang kepala suku dayak yang sangat
berpengaruh , yang bernama tamanggung tokio, mengusulkan agar
didaerah daerah dikepali oleh sorang kepala suku dan untuk itu diminta
sultan yang dekat tempat tinggalnya. Mereka telah berangkat dengan
perahu yang penuh bermuatan emas dan perak, yang dianugrahkan
kepada nya kepada raja yang baru , mereka telah pergi ke utara dan
selatan, tetapi tak ada mendapat seorangpun yang dipandang cakap.
Tamanggung tokio sangatlah sedih sampai tidak minum dan makan ,
kemudian dalam mimpinya ia melihat seorang tua yang berkata
kepadanya: Untuk mendapat raja, baiklah engkau pergi kelaut, dan
disitu engkau memperoleh sepotong bambu, yang ruasnya tarapung
apung dilaut ambilah bambu itu, dan bungkuslah dengan sutra kuning,
karena didalam bambu itu ada sebutir telur yang harus dirabun diberi
asap dupa, menyan dan garu. Dan dari telur itu nanti akan dilahirkan
seorang raja perempuan.
144
telur itu didupakan, maka terbelah dua lah buluh itu dan dari telur itu
pecah pula dan dilahirkan seorang bayi puteriyang cantik jelita. Anak
itu sama sekali tidak mampu menyusu, setelah berusaha dapatlah ia
diberi makanan dengan susu kerbau putih: lambat laun menjadi akil
balig. Puteri inilah yang diangkat jadi raja *(ratu pasir) , dan waktu ia
berumur 15 tahun ia telah dinikahnkan , tetapi malang sekali ia tidak
mendapat keturunan sihingga harus diceraikan beberapa kali.
Seterusnya sesudah kawin yang ketujuh kali , belum juga mempunyai
anak, kebetulan datang lah seorang arab dari jawa (gresik), terus
dikawin kan dengan sang puteri . orang yang dari gresik tersebut
dicarinya dukun agar membuang sari bambu yang ada pada sang puteri
sehingga bisa melahirkan 2 puteri dan satu putera. Puetri yang tertua
dikawinkan dengan seorang arab yang membawa agama islam dipasir
(1600). Yang putera sesudah ibunda mangkat, mengantikan duduk
disingasana. Inilah cerita ringkas dari raja pasir, yang berasal dari
sebutir telur dan bersuamikan putera arab dari jawa.
145
3. Kesultanan Kotawaringin
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam
(kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi
Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang
menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama)
didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan Belanda pertama kali
melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini
dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan
Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja
ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan
Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah.
146
Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran
"Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh.
147
ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit
Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya
bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat
pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.
Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah
menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan
Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849,
wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit
van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van
NederlandschIndie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
148
8. Kesultanan Gunung Tabur (1820).
Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan
hasil pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi
dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar
tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah
kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan
Timur.
149
yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan Maulana
Muhammad Djalalluddin (1931-1958).
150
kayu belian sebagai bahan utamanya. Terdapat beberapa koleksi
peninggalan Kesultanan Landak yang tergolong sebagai warisan budaya
dan sejarah, diantaranya mahkota Sultan Landak, keris “sikanyut”,
sepasang pedang sakti, tempat tidur panembahan dan istrinya, duplikat
payung kebesaran Sultan, dua kipas raja, seperangkat gamelan, dan Al-
Quran kuno. Selain itu, ada juga artefakartefak lain seperti meriam “si
penyuk” dan empat buah meriam lainnya, lontar silsilah raja dan
sejarah singkat Kesultanan Landak, foto-foto keluarga raja, bendera
Kesultanan, serta perlengkapan upacara perkawinan adat berupa
timbangan kayu.
151
rajaraja Tanjungpura memeluk agama islam dengan nama Kerajaan
Matan yang dipimpin raja pertama bercirikan islam yakni pangeran Giri
Kusuma. Koleksi unik terdapat di keraton ini adalah Meriam “Padam
Pelita” dan sepasang tempayan bersejarah.
152
istanAlwatzikhoebillah Kesultanan Sambas ini, bangunan istana
didominasi dengan warna kuning sebagai warna khas melayu yang
melambangkan kewibawaan dan keluhuran budi pekerti. Terdapat pula
bekas kolam pemandian keluarga sultan di samping kanan istana dan
rumah kediaman keluarga sultan yang berada di belakang istana. Pada
sore hari, pengunjung akan berdecak kagum melihat pesona istana ini
yang eksotik, apalagi di lihat dari atas perahu yang berjalan perlahan-
perlahan di atas Sungai Sambas Kecil.
153
terkikis hantaman cuaca selama ratusan tahun. Namun, rumah besar
Hiap Sin ini merupakan bangunan ala kombinasi timur barat
satusatunya yang tertua dan masih berdiri kokoh di Singkawang.
DAFTAR PUSTAKA
154
Antonio, Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek,
Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Http://NovalBunglon.blogspot.com
http://ldiisampit.blogspot.com/2011/11/perkembangan-islam-di-
kalimantan.html
BAB 7
KERAJAAN KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI
155
Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaudin al
Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa
pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada
ayahanda Sultan Alaudin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate
yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia
memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh
kerajaan Ternate. Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaudin
begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka.
Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang
dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di
atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubalig asal
Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat
dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan
perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng,
Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
B. . Kerajaan Gowa-Tallo
Kesultanan Gowa-Tallo adalah kerajaan yang terletak di Sulawesi
Selatan dan berpusat di Makassar. Posisinya yang strategis menjadikan
wilayah kerajaan ini sebagai salah satu jalur pelayaran dan pusat
perdagangan terpenting di Nusantara dalam sejarah.
156
Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja
memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam. Kerajaan Gowa
dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama
Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah
Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil memperluas pengaruh
Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi
Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.
157
Asal usul nama Gowa sudah dikenal sejak tahun 1320, yaitu sejak era
pemerintahan penguasa Gowa pertama yang bernama Tumanurung
Bainea. Orang-orang Makassar dan Bugis dikenal sebagai kaum pelaut
yang tangguh. Mattulada melalui buku Menyusuri Jejak Kehadiran
Makassar Dalam Sejarah (2011) mengungkapkan bahwa terdapat 9
negeri kecil yang sudah ada di Gowa sebelum Tumanurung hadir.
Mereka mengikat diri di bawah naungan Paccallaya (Ketua Dewan
Pemisah). Adapun 9 negeri tersebut adalah Kasuwiang Tambolo,
Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling, dan
Sero. Awalnya, mereka sering terlibat pertikaian. Dengan adanya
Paccalaya, konflik tersebut dapat ditekan. Mereka sadar bahwa untuk
dapat hidup lebih damai dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa
mempersatukan dan mengakomodir seluruh kepentingan. Ahmad M
Sewang dalam buku Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai Abad
XVII (2013) menyebutkan, mereka mencari orang dari luar kelompok.
Kemudian, mereka bertemu dengan Tumanurung di bukit Tamalate dan
mengangkatnya menjadi raja dari ke-9 negeri di Gowa itu.
158
yang kami pertuankan. Sesudah itu Tumanurunga menyanggupi
diangkat karaeng di Gowa.”
2. MASA KERAJAAN
159
Syahbandar, telah berhasil menciptakan aksara Makassar yang terdiri
dari 18 huruf yang disebut Lontara Turiolo.
160
Pada tanggal 18 November 1667 dibuat perjanjian yang dikenal
dengan Perjanjian Bungaya (Cappaya ri Bungaya). Perjanjian tidak
berjalan langgeng karena pada tanggal 9 Maret 1668, pihak Kerajaan
Gowa merasa dirugikan. Raja Gowa kembali dengan heroiknya
mengangkat senjata melawan Belanda yang berakhir dengan jatuhnya
Benteng Somba Opu secara terhormat. Peristiwa ini mengakar erat
dalam kenangan setiap patriot Indonesia yang berjuang gigih membela
tanah airnya.
2. 3. Masa Kemerdekaan
161
Pada tanggal 17 Januari 1957 ditetapkan berdirinya kembali Daerah
Gowa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
ditetapkan sebagai daerah Tingkat II . Selanjutnya dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah
untuk seluruh wilayah Indonesia tanggal 18 Januari 1957 telah
dibentuk Daerah-daerah Tingkat II.
162
Pada tahun 1960 berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah Pusat di
seluruh Wilayah Republik Indonesia diadakan Reorganisasi Distrik
menjadi Kecamatan. untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa yang
terdiri dari 12 Distrik diubah menjadi 8 Kecamatan masing-masing :
163
berkaitan dengan aspek kelautan pada daerah Barombong dan
sekitarnya. Hal ini mengingat, Gowa justru pernah menjadi sebuah
Kerajaan Maritim yang pernah jaya di Indoneia Bagian Timur, bahkan
sampai ke Asia Tenggara.
164
Dalam sejarah perkembangan pemerintahan dan pembangunan mulai
dari zaman kerajaan sampai dengan era kemerdekaan dan reformasi,
wilayah Pemerintah Kabupaten Gowa telah mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Sebagai daerah agraris yang berbatasan langsung
dengan Kota Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan menjadikan
Kabupaten Gowa sebagai daerah pengembangan perumahan dan
permukiman selain Kota Makassar.
Pada awal abad ke 16, datanglah Dato' ri Bandang, Ulama Islam dari
Sumatera Barat. la menyebarkan ajaran Islam di makassar Raja
Makassar, Daeng Manrabia memeluk agama Islam, dan namanya diubah
menjadi Sultan Alauddi Dibawah pemerintahannya Pemerintah 1591-
1638) Kesultanan Makassar berkembang menjadi Negara Marian yang
kuat Pada masa ini pula orang mili mengenal jenis perahu layar Lambo
dan Pinist
165
5. Kerajaan Gowa Tallo dari segi Ekonomi dan Sosial Budaya
166
pelpisan sastal: lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan
keluarganya disebut Anakarung/Karaeng , sedangkan rakyat
kebanyakan disebut “to merdeka” dan masyarakat lapisan bawah vattu
pars hahasahan disebut polongan “ata”.
C. Kerajaan Bone
167
Tenripale Matinroe ri Tallo Arumpone keduabelas. Sebelumnya yaitu La
Tenrirua telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone yang
disebut Ade Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan meninggal
disana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan hadat Bone
berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu
Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.
Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar,
1667-1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan dijazirah selatan
Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka
Sultan Saadudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh
kemenakannya yaitu La Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. La Patau
Matananna Tikka kemudian menjadi leluhur utama aristokrat di
Sulawesi Selatan. Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi
penguasa utama di bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan
sekitarnya pada tahun 1666.
Bone berada di bawah kontrol Belanda sampai tahun 1814 ketika
Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke
Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan
Napoleon Bonaparte. Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan
meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda, namun Belanda-pun
mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai
akhirnya Bone menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi.
168
kerajaan ini tidak dianggap sederajat oleh Kesultanan Gowa. Kerajaan
Bone baru akan dianggap setara apabila mau mengikuti Kesultanan
Gowa memeluk agama Islam. Raja Bone menolak persyaratan tersebut
sehingga timbul peperangan di antara dua kerajaan ini. Dalam
peperangan, Kerajaan Bone menyerah kalah dan akhirnya mau
memeluk Islam yang kemudian diikuti oleh rakyatnya. Raja Bone
pertama yang masuk Islam adalah La Tenriruwa, yang bergelar Sultan
Adam (1611-1616 M). Sejak saat itu, Raja Bone dikenal giat mengajak
rakyatnya untuk memeluk Islam.
2. Kehidupan pemerintahan
169
Luwu, Soppeng, dan sejumlah negara kecil lainnya untuk bersekutu.
D. Kerajaan Wajo
170
lain yaitu kisah La Banra, seorang pangeran Soppeng yang merantau ke
Sajoanging dan membuka tanah di Cinnotabi.
Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang
umumnya memulai kerajaannya dengan kedatangan To Manurung.
Sejarah awal Wajo menurut Lontara Sukkuna Wajo dimulai dengan
pembentukan komunitas dipinggir Danau Lampulung. Disebutkan
bahwa orang-orang dari berbagai daerah, utara, selatan, timur dan
barat, berkumpul dipinggir Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh
seseorang yang tidak diketahui namanya yang digelari dengan
Puangnge Ri Lampulung. Puang ri Lampulung dikenal sebagai orang
yang bijak, mengetahui tanda-tanda alam dan tatacara bertani yang
baik. Adapun penamaan danau Lampulung dari kata sipulung yang
berarti berkumpul.
Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas
wilayahnya hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal,
komunitas ini cair. Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan
sama dengannya, yaitu Puang ri Timpengeng di Boli. Komunitas ini
kemudian hijrah dan berkumpul di Boli. Komunitas Boli terus
berkembang hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng. Setelah itu,
putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu, yaitu La Paukke
datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi.
Adapun urutan Arung Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi
I yang diganti oleh anaknya We Panangngareng Arung Cinnotabi II. We
Tenrisui, putrinya menjadi Arung Cinnotabi III yang diganti oleh
putranya La Patiroi sebagai Arung Cinnotabi IV. Sepeninggal La Patiroi,
Adat Cinnotabi mengangkat La Tenribali dan La Tenritippe sekaligus
sebagai Arung Cinnotabi V. Setelah itu, Akkarungeng (kerajaan)
Cinnotabi bubar. Warga dan adatnya berkumpul di Boli dan
membentuk komunitas baru lagi yang disebut Lipu Tellu Kajuru E.
171
La Tenritau menguasai wilayah majauleng, La Tenripekka
menguasai wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah
takkalalla. Ketiganya adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali
sendiri setelah kekosongan Cinnotabi membentuk kerajaan baru
disebut Akkarungeng ri Penrang dan menjadi Arung Penrang pertama.
Ketiga sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar bersedia
menjadi raja mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng
maka dibentuklah kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja
pertama bergelar Batara Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng
yang menguasai wilayah distrik yang disebut Limpo. La Tenritau
menjadi Paddanreng ri Majauleng, yang kemudian berubah menjadi
Paddanreng Bettempola pertama. La Tenripekka menjadi Paddanreng
Sabbamparu yang kemudian menjadi Paddanreng Talotenreng.
Terakhir La Matareng menjadi Paddanreng ri Takkallala menjadi
Paddanreng Tuwa.
172
ke Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri
Tiro melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke
Bulukumba dan meninggal di sana. Wajo terlibat Perang
Makassar (1660-1669) disebabkan karena persoalan geopolitik di
dataran tengah Sulawesi yang tidak stabil dan posisi Arung Matowa La
Tenrilai To Sengngeng sebagai menantu Sultan Hasanuddin. Kekalahan
Gowa tidak menyebabkan La Tenrilai rela untuk
menandatangani perjanjian Bungaya, sehingga Wajo diserang oleh
pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga berpihak
ke Sultan Hasanuddin juga diserang. Kekalahan Wajo menyebabkan
banyak masyarakatnya pergi meninggalkan Wajo dan membangun
komunitas sosial ekonomi di daerah rantauannya. La Mohang Daeng
Mangkona salah satu panglima perang Wajo yang tidak terima
kekalahan merantau ke Kutai dan membuka lahan yang kini dikenal
sebagai Samarinda.
Pada pemerintahan La Salewangeng to tenrirua Arung Matowa ke 30,
ia membangun Wajo pada sisi ekonomi dan militer dengan cara
membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta
melakukan pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng
kemenakan La Salewangeng menjadi Arung Matowa 31 dilantik di saat
perang. Pada zamannya ia memajukan posisi wajo secara sosial politik
di antara kerajaan-kerajaan di sulsel. La Koro Arung Padali,
memodernisasi struktur kerajaan Wajo dengan membentuk jabatan
militer Jenerala (Jendral), Koronele (Kolonel), Manynyoro (Mayor), dan
Kapiteng (Kapten). Dia juga menandatangani Large Veklaring sebagai
pembaruan dari perjanjian Bungaya.
Pada zaman Ishak Manggabarani, persekutuan [[Wajo]] dengan
[[Bone]] membuat keterlibatan Wajo secara tidak langsung pada
Rumpa'na Bone. Saat itu Belanda melancarkan [[politik pasifikasi]]
173
untuk memaksa semua kerajaan di [[Sulawesi Selatan]] tunduk secara
totalitas. Kekalahan Bone melawan Kompeni juga harus ditanggung
oleh [[Wajo]] sehingga [[Wajo]] harus membayar denda perang pada
Kompeni dan menandatangani Korte Veklaring sebagai pembaruan dari
Large Veklaring.
[[Wajo]] dibawah Republik Indonesia Serikat, atau tepatnya Negara
Indonesia Timur, berbentuk swapraja pada tahun 1945-1949.
Setelah Konferensi Meja Bundar, Wajo bersama swapraja lain akhirnya
menjadi kabupaten pada tahun 1957. Antara tahun 1950-1957
pemerintahan tidak berjalan secara maksimal disebabkan gejolak
pemberontahan DI/TII. Setelah 1957, pemimpin di Wajo adalah
seorang Bupati. Wajo yang dulunya kerajaan, kemudian
menjadi Onderafdeling, selanjutnya Swapraja, dan akhirnya menjadi
kabupaten.
174
pada saat itu, La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani
Perjanjian Bungayya.
Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan
Wajo, tepatnya Benteng Tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan
Bone, dibawah pimpinan Arung Palakka. Setelah Wajo ditaklukkan,
tibalah Wajo pada titik nadirnya. Banyak orang Wajo yang merantau
meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah. Hingga saat
datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki,
Arung Sengkang, Sultan Pasir, beliaulah yang memerdekakan Wajo
sehingga mendapat gelar Petta Pamaradekangngi Wajo (Tuan yang
memerdekakan Wajo).
175
Kelima jabatan diatas disebut sebagai Arung PatappuloE, penguasa 40.
Jabatan lain yang tidak masuk Arung PatappuloE
Arung Bettempola = biasanya dirangkap Paddanreng
Bettempola. Bertugas sebagai ibu orang Wajo.
Mengangkat dan menurunkan Arung Matoa berdasar
kesepakatan orang Wajo. Pada masa Batara Wajo, tugas
ini dijabat oleh Arung Penrang
Punggawa = Panglima perang wilayah, bertugas
mengantar Arung lili ke pejabat Arung PatappuloE
Petta MancijiE = Staf keprotokuleran istana
E. Kesultanan Buton
176
Lebih kurang seratus tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul
Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang dikatakan datang dari Johor.
Ia berhasil mengislamkan Raja Buton yang ke-6 sekitar tahun 948
H/1538 M. Riwayat lain mengatakan tahun 1564 M. Walau
bagaimanapun masih banyak pertikaian pendapat mengenai tahun
kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton. Dalam masa yang sama
dengan kedatangan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani,
diriwayatkan bahwa di Callasusung (Kulisusu), salah sebuah daerah
kekuasaan Kerajaan Buton, didapati semua penduduknya beragama
Islam.
Selain pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton
berasal dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut bahwa Islam
datang di Buton berasal dari Ternate. Dipercayai orang-orang Melayu
dari berbagai daerah telah lama sampai di Pulau Buton. Mengenainya
dapat dibuktikan bahwa walaupun bahasa yang digunakan dalam
Kerajaan Buton ialah bahasa Wolio, namun dalam masa yang sama
digunakan bahasa Melayu, terutama bahasa Melayu yang dipakai di
Malaka, Johor dan Patani. Orang-orang Melayu tinggal di Pulau Buton.
Orang-orang Buton termasuk kaum yang pandai belayar seperti orang
Bugis juga.
Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok
dunia Melayu dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang
hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat
memuat barang sekitar 150 ton. Kerajaan Buton secara resminya
menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton
ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu Oleo.
Bagindalah yang di-Islamkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman al-Fathani yang datang dari Johor. Menurut beberapa riwayat
bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani sebelum
177
sampai di Buton pernah tinggal di Johor. Selanjutnya bersama istrinya
pindah ke Adonara (NTT). Kemudian dia sekeluarga berhijrah pula ke
Pulau Batu atas yang termasuk dalam pemerintahan Buton.
Di Pulau Batu atas, Buton, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman al-Fathani bertemu Imam Pasai yang kembali dari Maluku
menuju Pasai (Aceh). Imam Pasai menganjurkan Syeikh Abdul Wahid
bin Syarif Sulaiman al-Fathani pergi ke Pulau Buton, menghadap Raja
Buton. Syeikh Abdul Wahid setuju dengan anjuran yang baik itu. Setelah
Raja Buton memeluk Islam, Baginda langsung ditabalkan menjadi
Sultan Buton oleh Syeikh Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M.
Mengenai tahun tersebut, masih dipertikaikan karena sumber lain
menyebutkan bahwa Syeikh Abdul Wahid merantau dari Patani-Johor
ke Buton pada tahun 1564 M. Sultan Halu Oleo dianggap sebagai Sultan
Buton pertama, bergelar Sultan atau Ulil Amri dan menggunakan gelar
yang khusus yaitu Sultan Qaimuddin. Maksud perkataan ini ialah Kuasa
Pendiri Agama Islam.
178
(Yudikatif). Undang-undang di Kesultanan Buton disebut Murtabat
Tujuh, yang diresmikan oleh Sultan La Elangi (1597-1631) dan
digunakan hingga kesultanan dihapuskan. Uniknya, hukum di
Kesultanan Buton ditegakkan bagi semua orang, tidak hanya rakyat
jelata tetapi juga pejabat istana atau bahkan sultan sekalipun. Terbukti,
selama empat abad berdiri, terdapat 12 sultan Buton yang dihukum
karena melanggar undang-undang. Kesultanan Buton juga memegang
lima falsafah hidup, yakni agama (Islam), Sara (pemerintah), Lipu
(negara), Karo (diri pribadi/rakyat), dan Arataa (harta benda).
179
F. Peninggalan Sejarah Islam di Sulawesi
180
terbuat dari kayu menyerupai singgasana dengan sandaran tangan.
Hiasan makhuk di samarkan agar tidak tampak realistik. Pada ruang
tengah terdapat empat tiang soko guru yang mendukung konstruksi
bertingkat di atasnya. Mimbar dipasang permanen dan diplaster. Pada
pintu masuk dan mihrab terdapat tulisan Arab dalam babasa Makassar
yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan Karaeng Katangka pada
tahun 1300 Hijriah.
181
berperan dalam perkembangan dan kejayaan kerajaan Gowa-Tallo abad
pertengahan. Dalam lontarak "Riwayakna Tuanta Salamaka ri Gowa7,
Syekh Yusuf dianggap Nabi Kaidir (Abu Hamid, 1994: 85). la tokoh yang
memiliki keistimewaan, seperti berjalan tanpa berpijak di tanah. Dalam
usia belia ia sudah tamat mempelajari kitab fiqih dan tauhid. Guru
tarekat Naqsabandiayah, Syattariyah, Ba'alaniiyah, dan Qa¬driyah.
Wawasan sufistiknya tidak pernah menyinggung pertentangan antara
Hamzah Fanzuri yang me-ngembangkan ajaran Wujudiyah dan Syekh
Nuruddin ar-Raniri.
182
DAFTAR PUSTAKA
Siti Waridah Q, Dra. 2001. Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
http://www.e-dukasi.met/mol/mo_full.php?
moid=121&fname=sej107_10.htm
183
BAB 8
Kerajaan-kerajaan Islam Di maluku dan Irian
Jaya
A.Istilah Maluku
Istilah Maluku dapat ditinjau dari dua perspektif, yakni perspektif Lokal
dan Kolonial. Sumber lokal terutama kronik Bacan Menyebutkan bahwa
sebelum agama Islam dianut oleh penduduk Daerah dari empat
kerajaan (Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo) Daerah daerah itu disebut
“gapi” (Coolhaas, 1923). Perubahan nama Terjadi ketika datangnya
seorang asing yang bernama Jafar Shadik. Dari perkawinannya dengan
puteri lokal, Ia menurunkan empat Orang putera yang kemudian
menjadi raja-raja di empat kerajaan itu. Sejak saat itu empat kerajaan
tersebut diberi label dengan istilah “Maloko Bacan, Maloko Jailolo,
Maloko Tidore dan Maloko Ternate” (Leirissa, 1973). Van Fraassen
(1987) yang melakukan penelitian di Maluku Utara Tentang Sistem
Pemerintahan Tradisional dan Pola Pengaturan Masyarakatnya,
menyatakan bahwa kata “Maloko” terdiri dari dua Sukukata yakni “Ma”
adalah kata ganti empunya persona ke-3 jenis Netral, seperti kata-kata
“Ma Baba” yang berarti ayah saya, atau Ma Nau’u yang berarti suami
saya. Sedangkan kata “Loko” oleh van Fraassen dikaitkan dengan istilah
“Loka” dalam bahasa sanksekerta Yang berarti “bhumi atau bhuwana”
dalam tradisi politik di Jawa. Dengan demikian Maloko atau Maluku
berarti penguasa dunia. Akan tetapi interpretasi van Fraassen ini masih
menjadi masalah Karena peneliti bahasa belum menemukan adanya
pengaruh bahasa Sanksekerta di daerah tersebut. Versi lain
menyatakan bahwa kata “maloko” bisa berarti seloko (segenggam)
artinya penguasa dari keempat kerajaan yakni Ternate, Tidore, Bacan
184
dan Jailolo berasal dari satu keturunan yang sama secara geneologis.
Namun yang menarik, bahwa pada bendera kerajaan Ternate tertulis
dengan aksara arab kalimat “Al molok Boldan Ternate” (de Clerq dalam
Leirissa, 1973). Kata Al molok atau al mulk yang berarti raja atau
penguasa dalam bahasa Arab itu, kemudian direinterpretasi menjadi
sebuah kalimat “Jaziratul zabal Muluk” yang artinya Semenanjung
gunung yang banyak raja. Interpretasi ini sudah tentu bersifat
kontekstual, dalam artian didasarkan pada kondisi sosiocultural
masyarakat Maluku dan Maluku Utara dewasa ini yang banyak raja-raja
kecil, yang oleh van Leur ( 1960) disebut dengan distilahkan “Dorps
Republieken”.Kronik kerajaan Bacan menyatakan bahwa gelar “kolano
maloko” mulai muncul beberapa saat sebelum datangnya agama Islam
disana, tetapi tidak menjelaskan angka tahun mulai digunakan istilah
itu. Sementara A.B.Lapian (1965) dalam artikelnya “Beberapa Jalan
Dagang ke Maluku Sebelum Abad XVI” menyebutkan bahwa data dari
dinasti Tang di Cina memberi petunjuk bahwa istilah Maluku telah
dikenal oleh orang-orang Cina sekurang-kurangnya antara abad
ketujuh dan kesembilan. Ini karena ada perdagangan cengkih antara
Cina dengan Ternate dan beberapa kerajaan lainnya disana. Demikian
pula Peter V Lape (1997) dalam studi archiologi di Banda Neira
menyatakan bahwa kontak antara Banda Neira dengan Cina telah
terjadi sejak era neolitikum. Ini juga karena adanya perdagangan pala
antara Banda Neira dengan Cina. Jika informasi diatas dapat diterima
kebenarannya, maka kita harus Dapat membedakan antara kedatangan
orang-orang Arab maupun Orang-orang Cina dengan kehadiran agama
Islam di Maluku dan Maluku Utara. Artinya orang-orang Arab dan Cina
telah berdagang Cengkih dan pala di Maluku dan Maluku Utara jauh
sebelum Datangnya agama Islam. Penemuan unsur pala dan cengkih
pada Mumi Firaun (Ramses II) yang adalah raja Mesir itu, menjadi bukti
185
Kuat bahwa pala dan cengkih telah digunakan di Timur Tengah Pada
era sebelum kedatangan agama Islam. Demikian pula Beberapa
peristilahan dalam bahasa Arab seperti Al Mulk yang Artinya raja telah
dikenal oleh orang-orang Maluku sebelum Datangnya agama Islam.
Dengan demikian informasi dari kronik Bacan yang mengatakan bahwa
gelar “Kolano Maloko” telah Digunakan sebelum kedatangan agama
Islam di daerah tersebut Dapat dibenarkan.Sesungguhnya jangkauan
penggunaan istilah “Maloko” tidak Mengalami perkembangan
sebagaimana berkembangnya keempat Kerajaan yang menggunakan
label “maloko” di Maluku Utara itu. Dari historiografi mengenai Maluku
Utara diketahui bahwa Keempat kerajaan itu melakukan ekspansi
kekuasaan meliputi Wilayah Indonesia bagian Timur kecuali Sulawesi
Selatan. Dalam Abad ke-17 Kesultanan Ternate menganggap dirinya
berkuasa atas Sulawesi Utara dan Maluku Selatan. Sementara
kesultanan Tidore Juga dan Barat. Namun daerah-daerah ekspansi itu
tidak disebut sebagai Maluku (Leirissa, 1973). Ini sejalan dengan berita
dari kerajaan Majapahit (nagarakartagama) yang menyebutkan bahwa
wilayah pengaruh kerajaan Majapahit meliputi Maluku, Ambwan (pulau
Ambon sekarang) dan, Wandan (Banda sekarang). Ini artinya wilayah
Maluku dibedakan dari Ambon dan Banda. Atau dengan kata lain
Ambon dan Banda tidak termasuk bagian dari Maluk kata lain Ambon
dan Banda tidak termasuk bagian dari Maluku. Sementara itu jangkauan
istilah Maluku yang dipakai oleh VOC Disesuaikan dengan
perkembangan kekuasaan politik mereka. Pada Tahun 1683, ketika
Kerajaan Ternate dijadikan sebagai “leenstaat” (vazal) dari VOC dan
beberapa kerajaan lainnya di Maluku, maka Untuk kepentingan
perdagangan dan campur tangannya, VOC Membentuk suatu badan
administrasi yang dinamakan “Gouvernement der Molukken” yang
berpusat di pulau Ternate. Disini terdapat seorang Gubernur dan di
186
tempat-tempat lainnya diangkat Disini ditempatkan seorang Gubernur
terdapat seorang Gubernur dan di tempat-tempat lainnya diangkat
seorang Resident dan ditempat-tempat lainnya lagi diangkat seorang
posthouder. Pejabat-pejabat tersebut diatas tidak saja terdapat di
wilayah Kerajaan-kerajaan di Maluku Utara, tetapi juga di wilayah-
wilayah Ekspansi dari kerajaan-kerajaan itu, seperti di Manado
ditempatkan Seorang resident, di Gorontalo dan Bolaang-Mongondou di
Tempatkan beberapa orang posthouder. Dengan cara menumpang Pada
legitimasi dari kerajaan-kerajaan di Maluku Utara itu, VOC Berhasil
meluaskan kekuasaannya. Bahkan secara administrative Daerah-daerah
ekspansi dari kerajaan-kerajaan itu oleh VOC disebut Dengan istilah
“Moluccen”. Namun jangkauan pengertian wilayah Maluku yang
diberikan oleh VOC diatas berbeda dengan pengertian yang diberikan
oleh Hindia Belanda. Daerah-daerah lain yang sekarang dinamakan
Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Aru dan Tanimbar tidak disebut
sebagai Maluku. Di daerah-daerah itu terdapat pusat kekuasaan lain
dari VOC. Ketika Belanda berhasil merebut benteng Portugis (Victoria
Sekarang) di Ambon pada tahun 1605, maka sejak saat itu dibentuk
Suatu badan administrative yang disebut Gouvernement van Amboina
Yang berpusat di Ambon. Disini ditempatkan seorang Gubernur VOC
yang wilayah kekuasaannya meliputi pulau Ambon, Leas VOC yang
wilayah kekuasaannya meliputi pulau Ambon, Lease, Seram dan pulau-
pulau disekitarnya. Demikian pula ketika Belanda berhasil menaklukan
Banda pada tahun 1621, maka sejak saat itu dibentuk sebuah Badan
Administrative yang disebut Banda yang berpusat di Banda Neira.
Disini ditempatkan juga seorang gubernur VOC yang wilayah
kekuasaanya meliputi Kei, Aru, Tanimbar serta Teun, Nila dan Serua.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah yang
dewasa ini disebut Provinsi Maluku dan Maluku Utara, pada masa VOC
187
terbagi menjadi tiga wilayah administrasi pemerintahan yakni
Gouvernement der Molukken yang berpusat di Ternate, Gouvernement
van Amboina yang berpusat di Ambon dan Gouvernement van
Bandayang berpusat di Banda Neira.Tanda-tanda mulai adanya
perubahan yang menentukan kedepan dari ketiga gouvernement diatas
menjadi satu bentuk pemerintahan baru, mulai tampak pada
pertengahan abad ke-18. Setidak-tidaknya ada dua fenomena historis
yang dapat ditelusuri yakni (1) Kongres Wina yang memberi ruang
kepada kerajaan Belanda untuk mengambil alih semua wilayah yang
sebelumnya di kuasai oleh gubernur-gubernur VOC dan (2) Neraca
perdagangan VOC di nusantara mulai menunjukan kemunduran-
kemunduran sebagai akibat dari korupsi besar-besaran oleh penguasa
VOC. Sementara perdagangan cengkih dan pala di Maluku sudah tidak
terlalu berhasil menaklukan Banda pada tahun 1621, maka sejak saat
itu dibentuk sebuah Badan Administrative yang disebut
Goouvernement van Banda yang berpusat di Banda Neira. Disini
ditempatkan juga seorang gubernur VOC yang wilayah kekuasaanya
meliputi Kei, Aru, Tanimbar serta Teun, Nila dan Serua. Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah yang dewasa ini
disebut Provinsi Maluku dan Maluku Utara, pada masa VOC terbagi
menjadi tiga wilayah administrasi pemerintahan yakni Gouvernement
der Molukken yang berpusat di Ternate, Gouvernement van Amboina
yang berpusat di Ambon dan Gouvernement van berpusat di Banda
Neira.Tanda-tanda mulai adanya perubahan yang menentukan kedepan
dari ketiga gouvernement diatas menjadi satu bentuk pemerintahan
baru, mulai tampak pada pertengahan abad ke-18. Setidak-tidaknya ada
dua fenomena historis yang dapat ditelusuri yakni (1) Kongres Wina
yang memberi ruang kepada kerajaan Belanda untuk mengambil alih
semua wilayah yang sebelumnya di kuasai oleh gubernur-gubernur
188
VOC dan (2) Neraca perdagangan VOC di nusantara mulai menunjukan
kemunduran-kemunduran sebagai akibat dari korupsi besar-besaran
oleh penguasa VOC. Sementara perdagangan cengkih dan pala di
Maluku sudah tidak terlalu penting dalam percaturan niaga
internasional sebagai akibat dapenting dalam percaturan niaga
internasional sebagai akibat dari munculnya komuditi-komuditi baru
yang cukup laku di pasar internasional, seperti kopi dari Priangan dan
juga kapas, indigo (nila) dan sutera dari pantai utara pulau Jawa. Ketika
pihak Kerajaan Belanda mendapat kesempatan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan Wina, maka untuk kasus Maluku salah satu
langkah penting yang diambil pada tahun 1817 adalah menyatukan
ketiga pemerintahan yang dibentuk VOC menjadi satu pemerintahan
baru yang disebut Gouvernement der Molukken yang berpusat di
Ambon. Konsep wilayah pemerintahan inilah yang kemudian adopsi
oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan
membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi yang salah
satunya adalah Provinsi Maluku dengan Ibukotanya Ambon.
Wilayahnya mencakup dua keresidenan yakni keresidenan Maluku
Selatan dan Keresidenan Mauku Utara yang sebelumnya telah dibentuk
oleh NICA (Nederlands Indies Civil Administration). Seperti diketahui
Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945
yang secara deyure Maluku menjadi salah satu provinsi dari delapan
provinsi yang dibentuk ketika itu. Namun wilayah Maluku secara
defacto masih dikuasai oleh NICA sampai dengan tahun 1950. Pada saat
itulah NICA membagi pemerintahan di Maluku menjadi dua
keresidenan yakni munculnya komuditi-komuditi baru yang cukup laku
di pasar internasional, seperti kopi dari Priangan dan juga kapas, indigo
(nila) dan sutera dari pantai utara pulau Jawa. Ketika pihak Kerajaan
Belanda mendapat kesempatan untuk Melaksanakan ketentuan-
189
ketentuan Wina, maka untuk kasus Maluku salah satu langkah penting
yang diambil pada tahun 1817 Adalah menyatukan ketiga
pemerintahan yang dibentuk VOC Menjadi satu pemerintahan baru
yang disebut Gouvernement der Molukken yang berpusat di Ambon.
Konsep wilayah pemerintahan Inilah yang kemudian adopsi oleh
Pemerintah Indonesia pada Tanggal 19 Agustus 1945 dengan membagi
wilayah Indonesia Menjadi delapan provinsi yang salah satunya adalah
Provinsi Maluku dengan Ibukotanya Ambon. Wilayahnya mencakup dua
Keresidenan yakni keresidenan Maluku Selatan dan Keresidenan
Mauku Utara yang sebelumnya telah dibentuk oleh NICA (Nederlands
Indies Civil Administration). Seperti diketahui Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945 yang secara deyure
Maluku menjadi salah Satu provinsi dari delapan provinsi yang
dibentuk ketika itu. Namun wilayah Maluku secara defacto masih
dikuasai oleh NICA Sampai dengan tahun 1950. Pada saat itulah NICA
membagi Pemerintahan di Maluku menjadi dua keresidenan yakni
Keresidenan Maluku Utara dan keresidenan Maluku Selata keresidenan
Maluku Utara dan keresidenan Maluku Selatan. Menariknya sejarah
NICA berulang kembali ketika datangnya era Reformasi dimana kedua
keresidenan yang dibentuk pada tahun 1945 itu kembali mewujudkan
dirinya menjadi dua Provinsi yakni Provinsi Maluku dan Provinsi
Maluku Utara. Pembagian wilayah Pun mengikuti konsep NICA. Provinsi
Maluku wilayahnya Mencakup seluruh wilayah bekas keresidenan
Maluku Selatan, Sedangkan provinsi Maluku Utara wilayahnya juga
meliputi seluruh Wilayah bekas keresidenan Maluku Utara.
190
Awal kedatangan Islam di Kepulauan Maluku termasuk Maluku Utara
(Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan Perdebatan
akademis yang terus berlanjut hingga saat ini. Perdebatan itu bukan
saja karena landasan teoritis, proposisi dan Asumsi-asumsi yang
berbeda dari para pakar sejarah, tetapi juga Karena langkahnya
dokumen tertulis (arsip) yang bisa menjelaskan Awal kedatangan
agama tersebut. Selain itu terdapat perbedaan persepsi tentang arti
masuknya Islam Itu sendiri. Misalnya ada yang berpendapat bahwa
Islam dapat Dianggap telah masuk ke suatu daerah apabila telah
terdapat Seorang atau beberapa orang asing yang beragama Islam di
daerah Tersebut. Pendapat lain menyatakan, bahwa Agama Islam baru
Dapat dikatakan telah sampai ke suatu daerah, apabila telah ada
Seseorang atau beberapa orang lokal yang menganut agama Tersebut.
Pendapat lain lagi menyatakan apabila agama Islam telah Melembaga
dalam suatu masyarakat disuatu daerah tertentu, Barulah dapat
dikatakan Islam telah masuk ke daerah tersebut. Perbedaan pendapat
itu sudah tentu berimplikasi pada perbedaan Kesimpulan tentang
waktu kedatangan Islam di Maluku. Terlepas dari perbedaan pendapat
dengan segala konsekuensinya Ternyata semua pakar sejarah sepakat,
bahwa kedatangan Islam di Maluku (termasuk Maluku Utara) melalui
jalur perdagangan laut Dan dilakukan dengan cara-cara damai. Maluku
menjadi begitu Penting dalam jaringan perdagangan laut (dunia)
karena Menghasilkan buah pala dan cengkih yang merupakan dua
Komuditi dagangan yang sangat dibutukan ketika itu. Sedangkan Proses
pengislaman menurut Putuhena ( 1970) dilakukan melalui Dua jalur
yakni jalur “atas” dan jalur “bawah”. Jalur atas yang Dimaksudkan
adalah proses pengislaman melalui usaha dari para Penguasa ketika itu.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan jalur Bawah adalah proses
pengislaman melalui usaha perorangan atau Melalui masyarakat pada
191
umumnya. Sehubungan dengan masuknya agama Islam di Maluku dan
Maluku Utara melalui jalur perdagangan laut, maka menurut hemat
penulis Hal itu harus dicari pada wilayah-wilayah yang menjadi Bandar
Perniagaan pala dan cengkih ketika itu. Bandar-bandar itu adalah
Ternate dengan cengkihnya dan Banda dengan buah palanya. Selain Itu
perlu dicari pula di daerah jazirah Leihitu pulau Ambon yang
Merupakan pelabuhan transit baik ke utara (Ternate) maupun ke
Selatan (Banda). Sebelum kedatangan bangsa Portugis (1512) dan
Belanda (1602) para Pedagang dari Cina, India dan Arab telah
berdagang di Maluku. Orang-orang Maluku terutama di pusat-pusat
perdagangan seperti; Banda, Hitu dan Ternate telah menggunakan
huruf arab (arab-Melayu) dalam beberapa naskah tua, seperti hikayat
Tanah Hitu, Kronik Bacan, Hikayat Ternate dan Hikayat Tanah Lonthor
(Banda) Yang telah hilang. Ini semua mengindikasikan, bahwa orang
Maluku sebelum mengenal huruf latin yang dibawah oleh Portugis Dan
Belanda, mereka telah mengenal dan menggunakan huruf Arab Dalam
berbagai surat menyurat. Bahkan mereka telah menggunakan Angka-
angka Arab dalam berbagai transaksi dagang. Masuknya agama Islam di
Maluku Utara menurut M.S.Putuhena Dalam artikelnya berjudul
“Sejarah Agama Islam Di Ternate”(1970 : 264) mengemukakan
berdasarkan tradisi lisan setempat bahwa pada Akhir abad ke-2 Hijriah
(abad ke-8M) telah tiba di Maluku Utara Empat orang syeh dari Irak
(Persia). Kedatangan mereka dikaitkan Dengan pergolakan politik di
Irak yang mengakibatkan golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa,
baik bani Umaiyah maupun bani Abasiyah. Keempat orang yang
membawa faham syiah itu lalu pergi Menyelamatkan diri menuju ke
dunia Timur dan akhirnya tiba di Maluku Utara. Mereka itu adalah Syeh
Mansur yang mengajarkan Agama Islam Di Ternate dan Halmahera
Muka. Selanjutnya Disebutkan bahwa setelah meninggal Ia dikuburkan
192
di puncak Gamala Ternate. Kemudian Syeh Yakub mengajarkan agama
Islam Di Tidore dan Makian, dan setelah meninggal dikuburkan di
puncak Kie Besi (gunung besi) di pulau Tidore. Sedangkan syeh Amin
dan Syeh Umar mengajarkan agama Islam di Halmahera Belakang,
Maba, Patani dan sekitarnya. Kedua tokoh ini selanjutnya kembali Ke
Irak. Tradisi lisan yang hampir sama ditemukan juga di Provinsi
Maluku, Khususnya di Banda Neira dan Jazirah Laihitu Pulau Ambon.
Tradisi lisan di Banda Neira menyatakan bahwa Islam masuk ke Banda
Neira melalui orang asing yang bernama syeh Abubakar Al Pasya yang
berasal dari Persia (Irak dan Iran). Kehadirannya Dikaitkan juga dengan
pergolakan politik yang terjadi di Irak yakni Peristiwa peralihan
kekuasaan dari Bani Umayyah ke tangan Bani Abasiyah yang terjadi
pada tahun 132H atau 750M. Ketertarikan Masyarakat Banda terhadap
syeh Abubakar Al Pasya karena yang Bersangkutan memiliki
kemampuan untuk menurunkan hujan pada Musim kemarau
berkepanjangan di Banda Neira. Ia kemudian Menikah dengan seorang
putri bangsawan lokal yang bernama Cilu Bintan. Sementara versi lain
menyatakan bahwa orang-orang Banda Menerima Islam bukan di
negeri sendiri, tetapi di Malaka. Menurut Tome Pires (dalam Lapian,
1990), bahwa armada dagang orang-Orang Banda mampu berlayar
sampai ke Malaka. Walaupun Menurutnya, teknologi perkapalan orang-
orang Banda masih buruk Jika dibandingkan dengan teknologi
perkapalan orang-orang Jawa. Di Kota Malaka itulah orang-orang Banda
menerima Islam untuk kemudian menyiarkan sendiri kepada keluarga-
keluarganya di Banda Neira. Di Jazirah Leihitu pulau Ambon yang
merupakan daerah transit para pelaut dan pedagang yang akan menuju
ke Utara (Ternate) dan Selatan (Banda Neira), ditemukan pula tradisi
lisan yang sama. Menurut tradisi lisan setempat bahwa pembawa
agama Islam di Laihitu konon bernama Ali Zainal Abidin yang
193
dihubungkan nazabnya dengan Nabi Muhammad SAW. Selain itu Imam
Rijali (penulis Hikayat Tanah Hitu) dan juga tradisi lisan menyebutkan
nama Syeh Maulana Abubakar Nasidik yang berasal dari Tuban,
menjadi imam dan penguasa pertama di Hitu (Leirissa, 1999).
Sedangkan Naidah dengan karyanya Hikayat Ternate yang ditulis jauh
sesudah kronik kerajaan Bacan menyatakan bahwa pengislaman disana
terjadi pada tahun 643 Hijriah (1250M). Menurutnya tokoh Jafar Shadik
yang disebut juga Jafar Nuh tiba di Ternate dari Jawa pada hari senin
tanggal 6 Muharam 643 Hijriah atau 1250 Masehi (Leirissa, 1999).
Selain itu sumber-sumber Portugis yang tiba di Maluku pada tahun
1512 mencatat agama Islam telah ada di Ternate sejak tahun 1460. Hal
yang sama dikatakan oleh Tome Pires bahwa Banda, Hitu, Makian dan
Bacan sudah terdapat masyarakat Islam sejak kira-kira 50 tahun
sebelum Portugis tiba.Diperkirakan pada tahun 1460 atau 1465.
Pernyataan dari sumbersumber Portugis ini memberi kesan kuat
bahwa Islam telah melembaga dalam kehidupan masyarakat lokal di
beberapa tempat tersebut diatas, dan bukan bermakna kehadiran Islam
untuk pertama kalinya di tempat-tempat itu. Selain sumber-sumber
tesebut diatas, Prof Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam
Indonesia menyatakan bahwa sejak tahun 650M yakni 7 tahun setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW, para pedagang Arab telah membawa
rempah-rempah cengkih dan pala ke pelabuhan-pelabuhan di teluk
Persia untuk kemudian diperjual-belikan ke daratan Eropa. Pada masa
itu telah ramai pedagang-pedagang Arab dan Persia (Iran dan Irak)
yang berlayar menuju Maluku dan Maluku Utara untuk mencari
rempah-rempah yang sangat mahal di Eropa itu. Selanjutnya disinyalir
bahwa mungkin saja para pedagang Arab itu telah menikah dengan
perempuan pribumi, berdiam disana sekian lama atau meninggal
disana (Hamka, 1976). Sepeninggal mereka dan tidak ada proses
194
peribadatan secara Islam, maka keturunan mereka kembali lagi
kesuasana agama sukunya. Sinyalemen Hamka itu sejalan dengan cerita
rakyat di Ternate, Hitu dan Banda tentang kehadiran orang asing yang
beragama Islam di ketiga termapt tersebut. Uraian ini dapat
dikonfirmasi dengan adanya jalur perdagangan yang dilalui pedagang-
pedagang Arab, Persia, Gujarat maupun Cina yang dikenal dalam
sejarah sebagai jalur sutera (silk road) dan jalur rempah (spice route).
Kendati terdapat berbagai versi mengenai cerita masuknya Agama
Islam di Maluku dan Maluku Utara, ada dua hal yang dapat Disimpulkan
tentang hal itu, yakni;
195
atau mungkin ratusan tahun Berikutnya. Perubahan bentuk Kolano
menjadi Kesultanan Dan pembentukan pemerintahan konfederasi di
Hitu dan Banda yang bercorak Islam dapat terwujud bilamana Islam
Telah melembaga dalam kehidupan masyarakatnya. Proses
Pelembagaan itu sudah tentu membutuhkan waktu yang Cukup lama.
Dalam konteks ini dapat dibenarkan sumber-Sumber Portugis yang
menyatakan bahwa masyarakat di Daerah-daerah yang dikunjungi
sudah beragama Islam. Artinya Islam telah melembaga dalam
kehidupan masyarakat Dan pemerintahannya, bukan sekedar agama
yang dianut oleh Para musyafir dan pedagang asing.
196
aliran syufi dan aliran syariah meskipun sering Dipertentangkan secara
tajam, namun kedua aliran tersebut kadang-Kadang dalam prakteknya
sulit dibedakan secara tegas. Jalur penyebaran, corak keberagaman
Islam dan aliran-aliran dalam Islam tersebut di atas dialami pula oleh
para mubaligh dalam proses Islamisasi di Maluku. Hal ini
mengakibatkan praktek-praktek agama Islam dalam perkembangannya
mengalami berbagai variasi. Ada Penganut Islam yang sangat
mementingkan pengamalan syariah Islam secara murni, tetapi ada pula
yang mempraktekan ajaran Agama Islam yang mengikuti adat dan ada
pula bentuk yang Sinkritis. Contoh penganutan yang sinkritis inilah
yang disebut oleh Radjawane sebagai agama Islam yang tidak murni
karena kuatnya Pengaruh adat ke dalam ajaran agama Islam yang
dipraktekkan oleh Tiga buah desa di Uli Hatuhaha di pulau Haruku,
Maluku Tengah, Yaitu Rohomoni, Kabau dan Pelau. (Radjawane,1960 :
74-76). Bila penelitian Radjawane ini dilanjutkan maka akan didapati
Penganut agama yang murni di Uli Hatuhaha yang dilaksanakan di Desa
desa tersebut dan desa-desa lainnya di Uli Hatuhaha. Penganut
keagamaan Islam baik formalistis, sinkritis, dan pengaruh Aliran syufi
dan syariah itu ditemui disebagian besar wilayah Provinsi Maluku dan
Maluku Utara. Aliran syufi yang berpengaruh Di Maluku dan Maluku
Utara adalah Syamaniah, Qadariyah dan Naksyabandiyah. Aliran-aliran
ini dapat dibedakan dan dikenali Dari praktek zikir dan wirid yang
dilaksanakan dalam hubungannya Dengan ibadah kepada Allah
SWT.Pembaharuan agama Islam yang dipelopori oleh gerakan
Muhammadiyah di Yogjakarta sejak tahun 1912 telah berpengaruh Pula
terhadap penganutan agama Islam di Maluku dan Maluku Utara. Orang-
orang Islam dari Maluku dan Maluku Utara yang belajar di Jawa dan
Mekkah telah membawa pembaharuan ajaran-ajaran Islam yang lebih
menekankan pada sumber Al-Quran dan Al Hadist. Pengaruh ini telah
197
ada sebelum masa kemerdekaan, akan tetapi berkembang pesat sejak
tahun 1950-an dengan berdirinya Lembaga Pendidikan Agama baik
pada tingkat dasar, menengah dan tinggi di Maluku dan Maluku
Utara.Dalam proses sejarahnya di Maluku dan Maluku Utara agama
Islam telah mengalami salah satu fase yang oleh Radjawane disebut
masa stagnasi yaitu menarik diri dari percaturan politik, sosial maupun
budaya sejak zaman VOC sampai berakhirnya pemerintaan Hindia
Belanda di Indonesia. Pada masa ini agama Islam seakan-akan menarik
diri dari percaturan politik dan pemerintahan karena kekuatan
pemerintah penjajahan yang tidak bisa dilawan. Hal ini tidak berarti
agama Islam mengalami kemunduran, karena dalam masa penjajahan
penganut agama Islam di Maluku tidak mau bekerja sama dengan
penjajah. Terdapat tiga faktor penyebabnya yaitu
198
menarik diri dari ketiga lapangan Tersebut, sehingga tidak dikenal di
seluruh Indonesia (Radjawane; 1960). Dalam proses menuju
kemerdekaan, peranan ummat Islam di Maluku mulai nampak dominan
baik dalam mewujudkan Kemerdekaan maupun dalam perjuangan
mempertahankan Kemerdekaan. Kemudian dapat diperhatikan
peranan desa-desa Islam di Maluku Utara, Tengah, dan Tenggara pada
fase revolusi Fisik khususnya dalam perjuangan menghadapi
pemberontakan RMS yang diduga disponsori oleh pemerintah Belanda.
Bukti Historis yang sangat penting adalah kemenangan ummat Islam
Maluku melalui partai Masyumi dalam pemilihan Umum tahun 1955.
Kemenangan ini merupakan hasil proses islamisasi yang telah
Berlangsung sejak abad ke-15 dan mempengaruhi kehidupan politik,
Sosial dan budaya di Maluku.
199
Saparua, dan Haruku menempatkan dirinya sebagai bagian dari
Kesultanan Ternate. Hal ini sangat menguntungkan Ternate, tatkala
Terjadi konflik dengan orang-orang Eropa terutama Portugis dan
Belanda. Perubahan lebih lanjut pada fungsi raja/sultan yang
mempunyai Fungsi ganda sebagai pemegang kekuasaan duniawi dan
sebagai Pemegang kekuasaan spiritual (keagamaan). Dalam kedudukan
Yang demikian Sultan tidak hanya berusaha mempertahankan
Eksistensi kerajaannya, tetapi ia juga mempuyai tanggung jawab
Menyebarkan Islam dan melindunginya. Oleh karena itu wilayah
Kekuasaan Sultan dapat diperluas dengan menundukkan daerah-
Daerah lain. Masa pemerintah Zainal Abidin (1486 – 1500) merupakan
awal Peralihan dari bentuk kolano ke bentuk kesultanan dan ia
Merupakan Sultan yang pertama. Sebelum dinobatkan sebagai Sultan,
Zainal Abidin berangkat ke Jawa untuk belajar agama Islam Di Giri.
Setelah kembali, ia mendirikan lembaga-lembaga Pendidikan agama
Islam di Ternate dan mendatangkan guru-guru Agama dari Jawa. Ia
memerintahkan pegawai-pegawai syara’ Diwilayah kerajaan untuk
belajar agama di Ternate.Dalam struktur kesultanan dijumpai lembaga-
lembaga keagamaan Disamping lembaga-lembaga sosial tradisional
yang ada. Urusan Keagamaan ditangani oleh badan yang disebut Jou
Lebe (Badan Syara’). Badan ini dikepalai oleh Kadhi (Kalem). Anggota-
Anggotanya terdiri dari para Imam dan Khatib. Tiap marga (soa)
Mempunyai imam dan khatib tertentu. Sultan selain sebagai Pemimpin
dunia, juga berkewajiban memimpin soal-soal Keagamaan, sehingga
secara teoritis Sultan adalah penerus tugas Pengganti Rasul
(Tubaddirul Rasul). Hal ini tercantum dalam suba Puja-puji yang ditulis
dalam bahasa dan tulisan Arab, yaitu laporan Yang selalu dibacakan
pada saat penobatan Sultan yaitu berupa Peringatan bahwa Sultan
adalah Khalifatur Rasjid dan Tubaddilur Rasul. Diingatkan pula bahwa
200
Sultan memangku jabatan itu karena Rahmat dan Takdir Allah yang
tu’til mulka man tasya’ (pemberi Kekuasaan) kerajaan bagi siapa yang
dikehendakinya. Dengan Demikian Sultan harus memberikan bantuan
kepada Pemerintah/masyarakat Islam yang memerlukan bantuannya.
Sultan berkewajiban untuk mendatangi daerah-daerah lain untuk
Menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Dalam kaitan ini Sultan Ternate
pernah mengadakan hubungan Politik yang erat dengan kesultanan
Buton, kesultanan Mangindanao di Filipina, begitu pula hubungan
politik dengan Sulu (Alex Ulaen : 1997). Di wilayah Maluku Tengah
tejalin hubungan Yang erat dengan kerajaan-kerajaan kecil seperti Hitu
di pulau Ambon, Hatuhaha di pulau Haruku, Iha di pulau Saparua
Walaupun tidak merupakan bahagian dari Kesultanan Ternate, Paling
tidak telah menjalin hubungan baik karena persamaan iman Dan
mengakui kekuasaan Ternate. Sedangkan Hoamual yang merupakan
pusat politik tradisional dan Pusat perdagangan cengkih di Seram
Barat, adalah bahagian dari Kesultanan Ternate. Disini ditempatkan
seorang Kimelaha sebagai Wakil Sultan yang berkedudukan di pusat
pemukiman orang-orang Ternate, di Kampung Gamsune. Disamping
Hoamual, pulau-pulau Kelang, Manipa, Buano dan Buru merupakan
daerah kekuasaan Ternate. Disana ditempatkan juga beberapa orang
Sangaji yaitu Wakil Sultan yang memerintah di daerah-daerah.
Kedatangan orang-orang Eropa terutama Portugis dan Belanda telah
Menimbulkan konflik antara rakyat dengan mereka. Pergolakan Yang
berlangsung ada abad 16 dan 17, bukan hanya terjadi karena Alasan
ekonomi tetapi karena faktor agama. Penerimaan agama Islam
membawa keuntungan ekonomi disamping meningkatkan Peradaban
dan kehidupan sosial rakyat Maluku dan Maluku Utara. Bagi rakyat
Maluku dan Maluku Utara yang beragama Islam, agama Ini memiliki arti
yang tak ternilai. Faktor inilah yang menyebabkan Rakyat Maluku dan
201
Maluku Utara yang beragama Islam sangat Mempertahankan agamanya
pada saat datangnya orang Portugis Dan Belanda yang akhirnya
bercokol di Maluku hampir 3 ½ abad. Seperti halnya di Maluku Utara,
kerajaan-kerajaan kecil di Maluku Yaitu Hitu, Banda, Hatuhaha serta Iha
di Saparua juga memiliki System pemerintahan, tetapi berbeda dengan
system pemerintahan Di Maluku Utara. Imam Ridjali di dalam Hikayat
Tanah Hitu Menceritakan tentang datangnya empat kaum yang menjadi
cikal Bakal penduduk Hitu. Merekalah yang menjadi pendiri kerukunan
Yang amat kuat yang kemudian dikenal dengan nama “EPerdana”.
Keempat kaum tersebut datang dari tempat yang Berbeda. Yang
pertama datang dari pantai tenggara pulau Seram. Kaum ini disebut
Saupele atau Zaman Jadi. Kelompok kedua menurut Ridjali datang dari
Tuban yang menurut Rumphius tiba pada tahun 1460 dan menetap di
pantai dekat sungai Waipaliti. Kaum ketiga disebut Latima (Lating),
datang dari Jailolo (Halmahera) dipimpin oleh Jamilu pada tahun 1465.
Menurut Rumphius mereka juga menetap dekat Waipaliti. Kaum
keempat Bernama Olong datang dari Gorong (pulau Seram bahagian
Timur). Mereka dipimpin oleh Mata Lian yang terkenal dengan gelar
Patyang Putih. Seperti yang telah dikemukakan Patih Putih inilah yang
ke Jawa sekitar tahun 1500, setelah tinggal beberapa Bulan kembali
ketanah Hitu dan dikenal dengan nama Pati Tuban. Dialah yang
bertemu dengan penguasa Ternate yang juga sedang Belajar agama di
Jawa, sehingga hubungan dengan kesultanan Ternate menjadi lebih
erat. Hitu kemudian berhasrat menjadi suatu pusat kekuasaan politik
dan Agama yang diperintah oleh lembaga-lembaga Kesultanan seperti
di Ternate. Maka disusunlah pemerintah Hitu yang dikenal
Pemerintahan Empat Perdana. Pemerintahan Empat Perdana Tersebut
dijalankan secara periodik oleh empat orang yang Merupakan pimpinan
dari empat kaum utama dari masyarakat Hitu. Sedangkan di Kerajaan
202
Uli Hatuhaha terdapat sistem pemerintahan Yang dikepalai raja sebagai
pemimpin pemerintahan dan Imam Sebagai pemimpin agama. Imam
dipilih dalam suatu rapat (masorupi) yang dilaksanakan oleh raja
bersama-sama kepala-Kepala soa. Sistem seperti ini dapat terlihat
sampai abad ke-20 dalam Pemerintahan tradisional, terutama di desa-
desa Islam di Maluku Tengah. Disana lembaga agama merupakan suatu
komponen yang Penting dalam sistem pemerintahan. Berbeda dengan
itu, di Banda Neira sistem pemerintahan yang Dianut merupakan
perpaduan dari kedua model diatas. Sistem Pemerintahan di Banda
Neira dikenal dengan nama “Lebe Tel Rat At” atau kepemimpinan
“Empat Raja Dan Tiga Imam”. Di Banda Terdapat empat kerajaan kecil,
tiga diantaranya Raja (Rat) imam dan hanya satu yang kedudukannya
sebagai Raja Tanpa merangkap sebagai imam. Kedudukan Raja
merangkap Imam Terdapat pada Kerajaan Namasawar di pulau Neira,
serta Kerajaan Lonthor dan Selamon di pulau Banda Besar. Sedangkan
Kerajaan Waer di pulau Banda Besar bagian Utara hanya memiliki Raja
tapi Tidak merangkap sebagai Imam. Imam sekaligus kadhi untuk
Kerajaan Waer di pegang oleh Raja Selamon. Model konfederasi ini
Sedikit berbeda dengan model pemerintahan Empat Perdana di Jazirah
Laihitu. Jika di Jazirah Laihitu konfederasi memberi ruang Kepada
masing-masing Perda untuk memerintah secara periodik, namun model
konfederasi di Banda Neira memberi otonomi kepada masing-masing
Raja untuk memerintah pada wilayahnya masing-masing. Namun
karena mereka bersaudara lalu dibentuklah konfederasi yang dikenal
dengan nama “Lebe Te Rat At” atau kepemimpinan “empat Raja Tiga
Imam”.
203
Islamisasi di kepulauan Maluku dimulai pada awal abad 14 Masehi.
Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia (2012) karya Daliman, proses penyebaran agama Islam di
Maluku tidak bisa terlepas dari peran ulama dan mubalig Jawa.Sunan
Giri pada tahun 1486 memperkenalkan Islam kepada Raja Ternate
bernama Zainal Abidin. Raja tersebut mendapatkan ajaran Islam dari
pesantren Sunan Giri.Pesatnya perkembangan Islam di Maluku
membuat kerajaan-kerajaan di Maluku turut memeluk Islam. Maluku
memiliki empat kerajaan besar Islam yaitu Jailolo, Ternate, Tidore dan
Bacan.
1.Kerajaan Jailolo
204
2.Kerajaan Ternate
205
Tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina, dan Kepulauan Marshall di
Pasifik. Pencapaian tersebut membuat Sultan Baabullah dijuluki sebagai
Penguasa 72 Pulau yang semuanya berpenghuni.
1. Kesultanan Ternat
3. Kerajaan Tidore
206
Kerajaan Tidore memiliki corak ekonomi perdagangan rempah-rempah.
Kerajaan ini menjadi pesaing utama dari Kerajaan Ternate dalam segi
perdagangan hingga politik. Dalam buku Kepulauan Rempah-Rempah :
Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 (2010) karya Adnan Amal,
kerajaan Tidore memiliki persekutuan bernama Ulisiwa. Persekutuan
Ulisiwa terdiri dari daerah Halmahera, Makyan, Jailolo, Kai dan pulau-
pulau lain di sebelah timur Maluku.
4.Kerajaan Bacaan
207
beberapa daerah lain yang berada di bawah administrasi pemerintahan
kerajaan Bacan.
Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad
kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang
Syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan
politik di Irak, dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik
Bani Umayah mau pun golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing
membawa faham Syiah. Mereka adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub,
Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di
Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di
Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi,
Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan
agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya.
Keduanya dikabarkan kembali ke Irak. Sedangkan menurut sumber lain
Islam masuk ke Ternate di sekitar tahun jatuhnya kerajaan Hindu
Majapahit 1478, jadi sekitar akhir abad ke-15. Sumber lain berdasarkan
208
catatan Antonio Galvao dan Tome Pires bahwa Islam masuk ke Ternate
pada tahun 1460-1465.
1Versi Aceh
2.Versi arab
209
Jubah Biru. Syarif Muaz menyebarkan Islam di Papua pada pertengahan
abad 16 Masehi.
3.Versi Banda
4.Versi Bacan
210
dan Salawati.Menurut berbagai catatan, terdapat beberapa kerajaan
Islam yang ada di Papua, diantaranya:
1.Kerajaan ataigeo
2.Kerajaan danyaol
3.Kerajaan tidakwati
4.Kerajaan Sailolof
5.Kerajaan Fatagar
211
Kerajaan Fatagar terletak di Kabupaten Fakfak. Kerajaan Islam yag satu
ini menjadi satu dari tiga kerajaan tradisional yang berada di
semenanjung Onin. Keberadaannya diperangaruhi oleh Kesultanan
Tidora.
6.Kerajaan Rumbati
Kerajaan Rumbati adalah salah satu dari tiga kerajaan tradisional yang
ada di Semenanjung Onin. Salah satu raja yang tersohor di kerajaan
yang satu ini adalah Patipi. Raja Patipi memimpin pada dinasti kedua, di
mana beliau selalau memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat
di Kerajaan Rumbati.
DAFTAR PUSTAKA
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
http://www.kompas.com/skola/read/2020/11/10/110000869/
sejarah-masuknya-islam-di-papua
212
https://kumparan.com/berita-update/mengenal-sejarah-kerajaan-
kerajaan-islam-di-papua-1wpxuvKW0Qh
213