Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

“Ilmu Sosial Budaya Sasak”

Dosen Pengampu : Nasruddin., S.Sos.,M.M

Disusun Oleh :

Aisyah Ria Baeduri (22202026)

PRODI D3 KESEHATAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2023

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT., karena atas Kuasa-
Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk Memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang diampu oleh Bapak Nasruddin., S.Sos.,M.M.
Makalah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang berkaitan dalam
Pembuatan makalah ini. Harapan terdalam kami, semoga penyusunan makalah ini bisa
Bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan pengetahuan mengenai “Ilmu Sosial Budaya
Dasar ” bagi para Pembaca. Dalam pembuatan makalah ini tentu ada terdapat kekurangan dan
kesalahan, Sehingga dapat kiranya memberikan kritikan membangun. Kekurangan dan kesalahan
adalah kodratnya manusia dan kebenaran hadirnya dari Allah Azza Wajalla Yang Maha Kuasa.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar- besarnya. Semoga bermanfaat
Aamiin.

Mataram, 24 Agustus 2023

Aisyah Ria Baeduri

2
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4

A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan .......................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................6

A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar........................................................................6


B. Pengertian Suku Sasak...............................................................................................9
C. Sosial Budaya Sasak..................................................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................................13

A. Kesimpulan ...............................................................................................................13
B. Saran .........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan di Indonesia sangatlah beragam baik dari segi bahasa, suku, tradisi,
maupun keseniannya. Kekayaan budaya tersebut dapat ditemukan hampir diseluruh
daerah Indonesia. Menurut Taylor (dalam Bahri, 2014: 27) kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral,
adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Suatu Kebudayaan memiliki kaitan yang erat antara kelompok
masyarakat dengan kebiasaan yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Setiap
masyarakat memililki karakter tersendiri dalam melakukan kebiasaan yang melekat dalam
kelompok tersebut sehingga hal ini menjadi sesuatu yang unik dan penting untuk dijaga
serta dipertahankan agar menjadi sebuah kebudayaan yang kukuh. Bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem religi, dan kesenain merupakan bagian-bagian yang membentuksuatu
kebudayaan (Koentjaraningrat dalam Sumaryono, 2017: 24).
Bagian-bagian tesebut perlu untuk dipertahankan agar suatu negara mempunyai
jati diri yang dapat dikenal oleh negara lain. Oleh karena itu, sebagai bangsa Indonesia
sudah seharusnya menjaga, merawat serta melestarikan suatu kebudayaan tanpa
membeda-bedakan suku, ras maupun golongan tertentu. Hal tersebut dilakukan sebagai
wujud dari rasa cinta terhadap tanah air yaitu Indonesia. Memupuk persatauan dan
kesatuan bangsa penting untuk dengan cara mengakui dan menghormati berbagai jenis
kebudayaan yang ada di negara ini kemudian mencoba untuk mencapai pengertian tentang
sebanyak mungkin aneka warna manusia dan kebudayaan di Indonesia (Koentjaraningrat,
1993: 31).
Pulau Lombok dihuni oleh penduduk asli yang sering disebut dengan suku Sasak.
Sasak dan Lombok merupakan dua buah kata yang tidak dapat dipisahkan dan telah
menjadi satu kesatuan. Sasak berasal dari kata Sa’ yang artinya satu, sedangkan Lombok
4
berasal dari kata Lombo’ yang berarti lurus. Dengan demikian Sa’sa’ Lombo’ (Sasak
Lombok) dapat diartikan sebagai satu-satunya kelurusan. Suku Sasak merupakan orang
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelurusan dan selalu memegang teguh nilai kejujuran
(Sudirman, 2007: 10). Masyarakat suku Sasak berpegang teguh pada filosofi yang
terkandung dalam kata Sa’sa’ Lombo’. Mereka meyakini bahwa hal tersebut dapat
berpengaruh positif bagi kehidupannya. Salah satu sikap yang menjadi pedoman dalam
kehidupan masyarakat suku Sasak adalah berserah diri dan taat kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Dari penamaan tersebut dan filosofi yang terkandung di dalamnya, tentu suku Sasak
Lombok memiliki ciri tersendiri dari daerah lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari adat
istiadat, upacara adat, kesenian tradisi, bahasa, dan mata pencaharianya yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang sangat kental
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan memaparkan tentang konsep dasar
pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan tema yang kami cantumkan.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar?


2. Jelaskan Pengertian Suku Sasak?
3. Sebutkan Sosial Budaya Sasak?

C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan pengertian Ilmu Sosial Budaya
2. Dapat menjelaskan pengertian Budaya Sasak
3. Dapat menyebutkan Sosial Budaya Suku Sasak

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISDB) adalah cabang ilmu pengetahuan
yang merupakan integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga
merupakan sosiologi (sosio: sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang
merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial. Pengertian lebih lanjut tentang
ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang menggunakan berbagai
disiplin ilmu untuk menanggapi masalah-masalah sosial, sedangkan ilmu budaya
adalah ilmu yang termasuk dalam pengetahuan budaya, mengkaji masalah
kemanusiaan dan budaya. Secara umum dapat dikatakan ilmu sosial dan budaya
dasar merupakan pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsepkonsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia dan
kebudayaan. Istilah ISBD dikembangkan pertama kali di Indonesia sebagai
pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the
Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin
humus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the
humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih
berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan
seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-
nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia
menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities
disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu
sendiri. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal mula ilmu sosial dan budaya
dasar, perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr. Harsya Bactiar
6
mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar yaitu: a. Ilmu-ilmu Alamiah (natural scince). Ilmu-ilmu alamiah
bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam
semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan
metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku
mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan
suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu
dibuat prediksi. b. Ilmu-ilmu sosial (social scince). Ilmu-ilmu sosial bertujuan
untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara
manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari
ilmu-ilmu alamiah. Tetapi hasil pengkajian ini lebih bersifat kualitatif, sebab hal ini
menyangkut pola perilaku dan tingkah laku manusia di masyarakat yang
cenderung berubah-ubah. c. Pengetahuan budaya (the humanities) bertujuan
untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat
manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-
peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang
mencakup keahlian (disilpin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi
lagi ke dalam berbagai bidang keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni
musik,dll. Sedangkan ilmu sosial dan budaya dasar adalah usaha yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial
manusia dan kebudayaan. Dengan perkataan lain ISBD menggunakan
pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan sosial
budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta kepekaan mahasiswa
dalam mengkaji masalah masalah sosial manusia di masyarakat dalam tingkah
lakunya dalam kehidupan dan kebudayaan yang menyertainya. Ilmu sosial dan
budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam
bahasa Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahas
inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji
masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus).
7
Sedangkan ilmu sosial dan budaya dasar bukan hanya ilmu tentang budaya,
melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-
konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia dan
kebudayaannya. Bertitik tolak dari kerangka tujuan yang telah ditetapkan, dua
masalah pokok bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
ruang lingkup kajian mata kuliah ISBD. Kedua masalah pokok itu adalah: a.
Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah
kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan
pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi masing-masing keahlian
(disiplin) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang)
berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya b. Hakikat manusia yang satu atau
universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan
masingmasing jaman dan tempat. Menilik kedua pokok masalah yang bisa dikaji
dalam mata kuliah ISBD, nampak dengan jelas bahwa manusia menempati posisi
sentral dalam pengkajian. Manusia tidak hanya sebagai obyek pengkajian.
Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesama, dirinya sendiri,
nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan dengan sang pencipta menjadi
tema sentral dalam ilmu sosial dan budaya dasar ini. Secara garis besarnya
ISBD mempunyai pokok yaitu hubungan timbal balik manusia dengan
lingkungannya. Adapun sasaran atau objek kajian ISD adalah sebagai berikut: a.
Masalah sosial yang dapat ditanggapi melalui pendekatan sendiri maupun
pendekatan antar bidang. b. Keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial
dalam masyarakat Tujuan dari ISD sendiri yaitu membantu perkembangan
wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan
pemikiran yang lebih luas. Ilmu Budaya Dasar (IBD) merupakan kelompok ilmu
dan pengetahuan termasuk dalam kelompok pengetahuan budaya. Tujuan dari
ISBD adalah mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas
wawasan pemikiran dan kemampuan kritikal terhadap masalah-masalah budaya.

8
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Ilmu sosial budaya dasar selalu membantu perkembangan
wawasan pemikiran yang lebih luas dan cirri-cir kepribadian yang diharapkan dari setiap
anggota golongan pelajar Indonesia khususnya berkenan dengan sikap dan tingkah laku
serta pola piker manusia dalam menghadapi manusia lain termasuk pula sikap dan tingkah
laku serta pola piker manusia terhadap manusia yang bersangkutan.

B. Pengertian Suku Sasak


Suku Sasak merupakan suku yang bertempat tinggal di pulau Lombok. Pulau ini terletak
di sebelah timur Pulau Bali, dipisahkan oleh Selat Lombok. Di sebelah timur, pulau ini
berbatasan dengan Selat Atas yang memisahkan pulau ini dengan Pulau Sumbawa. Luas
wilayah pulau yang termasuk ke dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat ini kurang lebih
5435 km2 . Pulau Lombok secara administratif terdiri dari lima Kabupaten dan Kota
yakni Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur,
Kabupaten Lombok Tengah, dan Kota Mataram. Beberapa penghuni pulau Lombok
bagian selatan ingin membentuk kabupaten baru yaitu Kabupaten Lombok Selatan yang
terdiri daerah-daerah bagian selatan pulau Lombok, tetapi belum mendapat persetujuan
dari pemerintah. Kurang lebih terdapat sekitar 3 juta jiwa yang mendiami pulau lombok,
80% di antaranya adalah Suku Sasak.1 Suku Sasak telah menghuni Pulau Lombok selama
berabad-abad sebelum Masehi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang Sasak
berasal dari percampuran antara penduduk asli Lombok dengan para pendatang dari Jawa.
Ada juga yang menyatakan leluhur orang sasak adalah orang Jawa. Tetapi ada juga yang
menyatakan suku sasak berasal dari percampuran dengan pendatang dari Bali karena
banyaknya penganut agama hindu di Pulau Lombok, terlihat dari banyaknya pura di pulau
Lombok. Selain itu orang-orang Sasak juga sering menyebut penganut
agama Budha sebagai orang Bali, terutama yang berada di pulau Lombok. Sehingga
beberapa pendapat menyatakan leluhur orang Lombok itu adalah orang Bali. Muhsanadi,
tokoh masyarakat Dusun Cerangang, Desa Dane Rase, Kab. Lombok Timur juga
1
Soesandireja, Sejarah dan Tradisi Suku Sasak Lombok NTB. Juli 2010. Diakses dari
http://www.wacananusantara.org/sejarah-dan-tradisi-suku-sasak/ pada 24 Agustus 2023
9
menceritakan tentang Kerajaan Bali yang selalu berusaha menjadikan wilayah Lombok
menjadi wilayah kekuasaannya. Kerajaan Bali berhasil menduduki Lombok Barat sekitar
akhir abad ke-I7 Masehi, kemudian melebarkan kekuasaannya terhadap hampir seluruh
wilayah lombok setelah berhasil menaklukan Selaparang dan memukul mundur pengaruh
Makassar. Sehingga menyebabkan adanya pengaruh Bali di Pulau Lombok. Antara Jawa,
Bali, dan Lombok memang mempunyai beberapa kesamaan budaya, selain karena faktor
perluasan kekuasaan kerajaan-kerajaan yang silih berganti, kedekatan wilayah yang
memungkinkan penduduknya dengan mudah berpindah dan terjadi akulturasi budaya di
antara tiga budaya tersebut. Konon, pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan di
Medang (Mataram Kuno), telah banyak pendatang dari Pulau Jawa ke Pulau Lombok.
Banyak di antara mereka kemudian melakukan pernikahan dengan warga setempat
sehingga keturunan-keturunan selanjutnya dikenal sebagai suku sasak.2

C. Sosial Budaya Suku Sasak

A. Sejarah

2
Soesandireja, Sejarah dan Tradisi Suku Sasak Lombok NTB. Juli 2010. Diakses dari
http://www.wacananusantara.org/sejarah-dan-tradisi-suku-sasak/ pada 23 Mei 2018.
10
Asal mula nama Sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan.
Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok.
Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak
dipercaya berasal dari kata “sa’-saq” yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal
dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa’ Saq Lomboq artinya
sesuatu yang lurus. Banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus.
Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kakawin Nagarakretagama
(Desawarnana), sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan kepemerintahaan
kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. Kata “lombok” dalam bahasa kawi berarti
lurus atau jujur, “Mirah” berarti permata, “sasak” berarti kenyataan dan “adi” artinya
yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah
permata kenyataan yang baik atau utama.

Pendapat lain Menurut Goris S., “Sasak” secara etimologi, berasal dari kata “sah” yang
berarti “pergi” dan “shaka” yang berarti “leluhur”. Dengan begitu Goris menyimpulkan
bahwasasak memiliki arti “pergi ke tanah leluhur”. Dari pengertian inilah diduga bahwa
leluhur orang Sasak itu adalah orang Jawa. Bukti lainnya merujuk kepada aksara Sasak
yang digunakan oleh orang Sasak disebut sebagai “Jejawan”, merupakan aksara yang
berasal dari tanah Jawa, pada perkembangannya, aksara ini diresepsi dengan baik oleh
para pujangga yang telah melahirkan tradisi kesusasteraan Sasak.

B. Bahasa

11
Bahasa yang digunakan suku Sasak memiliki kedekatan dengan sistem aksara Jawa-Bali,
sama-sama menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Kendati demikian, secara pelafalan,
bahasa Sasak ternyata lebih memiliki kedekatan dengan bahasa Bali. Menurut penelitian
para etnologi yang mengumpulkan hampir semua bahasa di dunia, menggolongkan bahasa
Sasak kedalam rumbun bahasa Austronesia Malayu-Polinesian, Juga ada kesamaan ciri
dengan rumpun bahasa Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.

Bahasa Sasak yang digunakan di Lombok secara dialek dan lingkup kosakatanya dapat
digolongkan kedalam beberapa bahasa sesuai dengan wilayah penuturnya seperti;

1. Mriak-Mriku (Lombok Selatan)

2. Meno-Mene dan Ngeno-Ngene (Lombok Tengah)

3. Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara)

4. Kuto-Kute (Lombok Utara)

D. Adat

Salah satu adat istiadat suku Sasak yang menonjol adalah adat dalam proses perkawinan.
Perempuan yang mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus
dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan
merarik atau pelarian.
12
Dalam proses pelarian gadis tidak perlu memberitahukan kepada orang tuanya. Namun
dalam pelarian ini memiliki aturan yang perlu diikuti. Salah satu aturan dalam mencuri
gadis biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain
sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring
dalam prosesi itu. Gadis yang dibawa lari juga tidak langsung ke rumah laki-laki tetapi
harus dititip di rumah kerabat lelaki tersebut.

Struktur dan Sistem Masyarakat

Suku Sasak pada masa lalu secara sosial-politik, digolongkan dalam dua tingkatan sosial
utama, yaitu

1. Golongan bangsawan yang disebut perwangsa

2. Bangsa Ama atau jajar karang sebagai golongan masyarakat kebanyakan.

Golongan perwangsa ini terbagi lagi atas dua tingkatan, yaitu:

1. Perwangsa

13
Bangsawan penguasa (perwangsa) umumnya menggunakan gelar datu. Selain itu mereka
juga disebut Raden untuk kaum laki-laki dan Denda untuk perempuan. Seorang Raden
jika menjadi penguasa maka berhak memakai gelar datu. Perubahan gelar dan
pengangkatan seorang bangsawan penguasa itu umumnya dilakukan melalui serangkaian
upacara kerajaan.

2. Triwangsa

Bangsawan rendahan (triwangsa) biasanya menggunakan gelar lalu untuk para lelakinya
dan baiq untuk kaum perempuan. Tingkatan terakhir disebut jajar karang atau masyarakat
biasa.Panggilan untuk kaum laki-laki di masyarakat umum ini adalah loq dan untuk
perempuan adalah le.

Golongan bangsawan baik perwangsa dan triwangsa disebut sebagai permenak. Para
permenak ini biasanya menguasai sejumlah sumber daya dan juga tanah. Ketika Kerajaan
Bali dinasti Karangasem berkuasa di Pulau Lombok, mereka yang disebut permenak
kehilangan haknya dan hanya menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu kerajaan).

Masyarakat Sasak sangat menghormati golongan permenak baik berdasarkan ikatan


tradisi dan atau berdasarkan ikatan kerajaan. Di sejumlah desa, seperti wilayah Praya dan
Sakra, terdapat hak tanah perdikan (wilayah pemberian kerajaan yang bebas dari
kewajiban pajak). Setiap penduduk mempunyai kewajiban apati getih, yaitu kewajiban
14
untuk membela wilayahnya dan ikut serta dalam peperangan. Kepada mereka yang
berjasa, Kerajaan akan memberikan beberapa imbalan, salah satunya adalah dijadikan
wilayah perdikan.

Landasan sistem sosial masyarakat dalam kehidupan suku Sasak umumnya mengikuti
garis keturunan dari pihak laki-laki (patrilineal). Akan tetapi, dalam beberapa kasus
hubungan masyarakatnnya terkesan bilateral atau parental (garis keturunan
diperhitungkan dari kedua belah pihak; ayah dan ibu).

Pola kekerabatan yang dalam tradisi suku sasak disebut Wiring Kadang ini mengatur hak
dan kewajiban anggota masyarakatnya. Unsur-unsur kekerabatan ini meliputi Kakek,
Ayah, Paman (saudara laki-laki ayah), Sepupu (anak lelaki saudara lelaki ayah), dan anak-
anak mereka.

Wiring Kadang juga mengatur tanggung jawab mereka terhadap masalah-masalah


keluarga; pernikahan, masalah warisan dan hak-kewajiban mereka. Harta warisan disebut
pustaka dapat berbentuk tanah, rumah, dan juga benda-benda lainnya yang merupakan
peninggalan leluhur. Orang-orang Bali memiliki pola kekerabatan yang hampir sama
disebut purusa dengan harta waris yang disebut pusaka.

D. Sistem Kepercayaan

Kepercayaan asli suku Sasak adalah Boda, beberapa menyebutnya Sasak Boda. Walapun
ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, namun sistem kepercayaan Boda tidak memiliki
kesamaan dan hubungan dengan Buddhisme. Agama Boda orang Sasak ini justru ditandai
dengan penyembahan roh-roh leluhur mereka sendiri.

15
Beberapa agama seperti Hindu-Budha masuk kedalam suku ini ketika kerajaan
Majapahit masuk. Dan kemudian suku Sasak memeluk agama islam setelah peran Sunan
Giri dalam dakwahnya menyebarkan islam. Setelah perkembangan Islam, kepercayaan
Suku Sasak sebagian berubah dari Hindu menjadi penganut Islam. Selanjutnya
kepercayaan Suku Sasak diklasifikasikan tiga kelompok utama; Boda, Wetu Telu, dan
Islam (Wetu Lima).
Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah pegunungan
utara dan di lembah-lembah pegunungan Lombok bagian selatan. Kelompok Boda ini
konon adalah orang-orang Sasak yang dari segi kesukuan, budaya, dan bahasa menganut
kepercayaan asli. Mereka menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari
islamisasi di Lombok.
Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan Hindu-Bali dan
Kejawen. Di antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu menonjol. Hal itu didasarkan
pada pandangan yang berakar pada kepercayaan tentang kehidupan senantiasa mengalir.
Pada perkembangannya Wetu telu justru lebih dekat dengan Islam. Konon,
sekarang hampir semua desa suku Sasak sudah menganut Agama Islam lima waktu dan
meninggalkan Wetu telu sepenuhnya. Sementara sinkretisme Islam-Wetu telu kini
berkembang terbatas di beberapa bagian utara dan selatan Pulau Lombok. Meliputi
Bayan, dataran tinggi Sembalun, Suranadi di Lombok Timur, Pujut di Lombok Tengah,
dan Tanjung di Lombok Barat.
Istilah Islam-Wetu Telu diberikan karena penganut kepercayaan ini beribadah tiga
kali di bulan puasa, yaitu waktu Magrib, Isya, dan waktu Subuh. Di luar bulan puasa,
mereka hanya satu hari dalam seminggu melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan
atau Jumat, meliputi waktu Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh
pemimpin agama mereka; para kiai dan penghulu.

D. Arsitektur Suku Sasak

Rumah-rumah suku Sasak berbeda dengan arsitektur Bali pada umumnya. Di


dataran, perkampungan suku Sasak cenderung luas dan melintang. Desa-desa Suku Sasak

16
di wilayah pegunungan tertata rapi mengikuti perencanaan yang pasti. Di Lombok bagian
utara, biasanya perkampungan Suku Sasak terdapat dua baris rumah tipe bale, dengan
sederet lumbung padinya di satu sisi yang lain. Bangunan lain yang menjadi ciri khas
perkampungan orang Sasak adalah rumah besar (bale bele).
Di antara deretan rumah-rumah itu dibangun balai yang bersisi terbuka (beruga)
sebagai tempat pertemuan. Balai terbuka menyediakan panggung untuk kegiatan sehari-
hari dalam fungsi hubungan sosial masyarakat. Balai ini juga digunakan untuk urusan
keagamaan misalnya upacara penghormatan jenazah sebelum dikuburkan. Sementara
makam leluhur yang terdiri dari rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di wilayah
bagian atas dari perkampungan.
Sedikitnya ada empat jenis dasar lumbung dengan ukuran yang berbeda-beda.
Semua lumbung, kecuali jenis lumbung padi yang berukuran kecil, memiliki panggung di
bawah. Di desa-desa Lombok bagian selatan, panggung yang berada di bagian bawah
lumbung padi berperan sebagai balai. Di Lombok bagian utara, tidak semua desa
memiliki lumbung padi.
Lumbung padi menjadi ciri khas yang sangat menarik dalam arsitektur suku
Sasak. Bangunan Lumbung itu didirikan pada tiang-tiang dengan cara dan ciri khas yang
mirip bangunan-bangunan Austronesia.
Bangunan ini memiliki atap berbentuk “topi” yang ditutup ilalang. Empat tiang
besar menyangga tiang-tiang melintang di bagian atas tempat kerangka utama dibangun.
Bagian atas penopang kayu kemudian menguatkan rangka-rangka bambunya yang semua
bagiannya ditutupi ilalang. Satu-satunya yang dibiarkan terbuka adalah sebuah lubang
persegi kecil yang terletak tinggi di bagian ujung berfungsi untuk menaruh padi hasil
panen. Untuk mencegah hewan pengerat masuk. Piringan kayu besar yang mereka sebut
jelepreng, disusun di bagian atas puncak tiang dasarnya.
Rumah tradisional Suku Sasak berdenah persegi, tidak berjendela dan hanya
memiliki satu pintu dengan pintu ganda yang telah diukir halus. Di bagian dalam, tidak
terdapat tiang-tiang penyangga atap. Bubungan atapnya curam, terbuat dari jerami yang
memiliki ketebalan kurang lebih 15 centimeter. Atap itu sengaja dibiarkan menganjur ke
bagian dinding dasar yang hampir menutupi bagian dinding. Dinding terdiri dari dua

17
bagian, bagian tengah yang menyatu dengan atap dibuat dari bambu, bagian bawah dibuat
dari campuran lumpur, dan jerami yang permukaannya telah dipelitur halus.
Rumah digunakan terutama untuk tempat tidur dan memasak. Masyarakat Sasak
jarang menghabiskan waktu di dalam rumah sepanjang hari. Di sisi sebelah kiri dibagi
untuk tempat tidur anggota keluarga, juga terdapat rak di langit-langitnya untuk
menyimpan pusaka dan benda berharga. Anak laki-laki tidur di panggung bawah bagian
luar; anak perempuan tidur di atas bagian dalam panggung.
Untuk kegiatan memasak, bagian dalam rumah berisi tungku yang berada di sisi
sebelah kanan yang dilengkapi rak-rak untuk menyimpan dan mengeringkan jagung.
Kayu bakar disimpan di belakang rumah, kadang juga disimpan di bawah panggung.

E. Tradisi dan Seni

Dari sejarahnya yang panjang, Suku Sasak bisa saja diidentifikasikan sebagai
budaya yang banyak mendapat pengaruh dari Jawa dan Bali. Namun, kenyataannya
kebudayaan Suku Sasak memiliki corak dan ciri budaya yang khas, asli dan sangat mapan
hingga berbeda dengan budaya suku-suku lainnya di Nusantara.

Berikut beberapa jenis seni dan tradisi yang cukup terkenal dari suku Sasak:

 Bau Nyale
Nyale adalah sejenis binatang laut, termasuk jenis cacing (anelida) yang
berkembang biak dengan bertelur. Dalam alam kepercaan Suku Sasak, Nyale bukan
sekedar binatang, beberapa legenda dari Suku ini yang menceritakan tentang putri yang
menjelma menjadi Nyale. Lainnya menyatakan bahwa Nyale adalah binatang anugerah,
bahkan keberadaannya dihubungkan dengan kesuburan dan keselamatan.
Ritual Bau Nyale atau menangkap nyale digelar setahun sekali. Biasanya pada
tanggal 19 atau 20 pada bulan ke-10 atau ke-11 menurut perhitungan tahun suku Sasak,
kurang lebih berkisar antara bulan Februari atau Maret.

18
 Rebo Bontong

Suku Sasak percaya bahwa hari Rebo Bontong merupakan hari puncak terjadi
bencana dan atau penyakit (Bala) sehingga bagi mereka sesuatu yang tabu jika memulai
pekerjaan tepat pada hari Rebo Bontong. Kata Rebo dan juga Bontong kurang lebih
artinya “putus” atau “pemutus”.
Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk dapat menghindari bencana atau
penyakit. Upacara ini digelar setahun sekali yaitu pada hari Rabu di minggu terakhir
bulan Safar dalam kalender Hijriah.

 Bebubus Batu

Dari kata “bubus”, yaitu sejenis ramuan obat berbahan dasar beras yang dicampur
berbagai jenis tanaman, dan dari kata batu yang merujuk kepada batu tempat
melaksanakan upacara.Bebubus Batu adalah upacara yang digelar untuk meminta berkah
kepada sang Kuasa. Upacara ini dilaksanakan tiap tahun, dipimpin oleh Penghulu
(pemangku adat) dan Kiai (ahli agama). Masyarakat ramai-ramai mengenakan pakaian
adat serta membawa dulang, sesajen dari hasil bumi.

 Sabuk Beleq

Sabuk Beleq Merujuk kepada sebuah pustaka sabuk yang besar (Beleq) bahkan
panjangnya mencapai 25 meter, masyarakat Lombok khususnya mereka yang berada di
wilayah Lenek Daya akan menggelar upacara pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah.
Tradisi pengeluaran Sabuk Bleeq ini mereka awali dengan mengusung Sabuk Beleq
mengelilingi kampung diiringi dengan tetabuhan gendang beleq. Ritual upacara kemudian
dilanjutkan dengan menggelar praja mulud hingga diakhiri dengan memberi makan
berbagai jenis makhluk. Upacara ini dilakukan untuk mempererat ikatan persaudaraan,
persatuan dan gotong royong antar masyarakat, serta cinta kasih di antara makhluk Tuhan.

19
 Lomba Memaos

Memaos kurang lebih artinya membaca dan orang yang membaca di sebut pepaos.
Lomba memaos adalah lomba untuk membaca lontar yang menceritakan hikayat dari
leluhur mereka. Tujuan lomba pembacaan cerita ini adalah agar generasi selanjutnya
dapat mengetahui kebudayaan dan sejarah masa lalu. Selain itu, Lomba ini juga dapat
berfungsi sebagai regenerasi nilai-nilai sosia, budaya, dan tradisi pada generasi penerus.
Satu kelompok pepaos biasanya terdiri dari 3-4 orang; pembaca, pejangga, dan
pendukung vokal.

 Tandang Mendet

Tandang Mendet adalah tarian perang Suku Sasak. Konon Tarian ini telah ada
sejak zaman Kerajaan Selaparang. Tarian yang menggambarkan keperkasaan dan
perjuangan ini dimainkan oleh belasan orang dengan berpakaian dan membawa alat-alat
keprajuritan lenggap; kelewang (pedang), tameng, tombak. Tarian diiringi dengan
hentakan gendang beleq serta pembacaan syair-syair perjuangan.

 Peresean
Peresean suku sasak lombok
Kadang ada yang menulisnya Periseian dan atau Presean adalah seni bela diri yang
dulu digunakan oleh lingkungan kerajaan. Peresean awalnya adalah latihan pedang dan
perisai bagi seorang prajurit. Pada perkembangannya, latihan ini menjadi pertunjukan
rakyat untuk menguji ketangkasan dan “keberanian”.
Senjata yang digunakan adalah sebilah rotan yang dilapisi pecahan kaca. Dan
untuk menangkis serangan, pepadu (pemain) biasanya membawa sebuah perisai (ende)
yan terbuat dari kayu berlapis kulit lembu atau kerbau. Setiap pepadu memakai ikat
20
kepala dan mengenakan kain panjang. Festival peresean diadakan setiap tahun terutama di
Kabupaten Lombok Timur yang akan diikuti oleh pepadu dari seluruh Pulau Lombok.

 Begasingan

Permainan rakyat yang mempunyai unsur seni dan olahraga, bahkan termasuk
permainan tradisional yang tergolong tua di masyarakat Sasak. Permainan tradisional ini
juga dikenal di beberapa wilayah lain di Indonesia. Hanya saja, Gasing orang sasak ini
berbeda baik bentuk maupun aturan permainannya. Gasing besar, mereka namai
pemantok, digunakan untuk menghantam gasingpengorong atau pelepas yang ukurannya
lebih kecil.
Begasingan berasal dari kata gang yang artinya “lokasi”, dan dari kata sing artinya
“suara”. Permainan tradisional ini tak mengenal umur dan tempat, bisa siapa saja, bisa di
mana saja.

F. Alat Musik

 Slober

Alat musik tradisional Lombok yang cukup tua, unik, dan bersahaja. Slober dibuat
dari pelepah enau dan ketika dimainkan alat musik ini biasanya didukung dengan alat
musik lainnya seperti gendang, gambus, seruling, dll. Kesenian yang masih dapat anda
saksikan hingga saat ini, sangat asyik jika dimainkan ketika malam bulan purnama.

 Gendang Beleq

Satu dari kesenian Lombok yang mendunia. Gendang Beleq merupakan


pertunjukan dengan alat perkusi gendang berukuran besar (Beleq) sebagai ensembel

21
utamanya. Komposisi musiknya dapat dimainkan dengan posisi duduk, berdiri, dan
berjalan untuk mengarak iring-iringan.
Ada dua jenis gendang beleq yang berfungsi sebagai pembawa dinamika yaitu
gendang laki-laki atau gendang mama dan gendang nina atau gendang perempuan).
Sebagai pembawa melodi adalah gendang kodeq atau gendang kecil. Sedangkan sebagai
alat ritmis adalah dua buah reog, 6-8 buah perembak kodeq, sebuah petuk, sebuah gong
besar, sebuah gong penyentak, sebuah gong oncer, dan dua buah lelontek. Menurut cerita,
gendang beleq dahulu dimainkan bila ada pesta-pesta yang diselenggarakan oleh pihak
kerajaan. Bila terjadi perang gendang ini berfungsi sebagai penyemangat prajurit yang
ikut berperang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran Qur’an Hadits adalah bagian dari upaya untuk mempersiapka sejak
dini agar siswa memahami, terampil melaksanakan dan mengamalkan isi kandungan al-
Qur’an dan Hadits melalui kegiatan pendidikan.

Hal ini sejalan dengan misi pendidikan dasar adalah untuk, sebagai berikut :

a. Pengembangan potensi dan kapasitas belajar peserta didik, yang menyangkut:


rasa ingin tahu, percaya diri, keterampilan berkomunikasi dan kesadaran diri.

22
b. Pengembangan kemampuan baca-tulis-hitung dan bernalar, keterampilan
hidup, dasar-dasar keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c. Fondasi bagi pendidikan berikutnya.

Secara substansial mata pelajaran Qur’an Hadits memiliki kontribusi dalam


memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mencintai kitab sucinya, mempelajari,
dan mempraktikkan ajaran serta nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an Hadits sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus menjadi pegangan
dan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


Qur‟an Hadits merupakan upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan
kegiatan antara peserta didik dengan pendidik pada pelajaran Qur‟an Hadits dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar, serta interaksi berkelanjutan antara
pengembangan dan pengalaman hidup untuk mencapai tujuan yang diharapkan
B. Saran
Sebagai guru yang profesional sebaiknya dalam proses pembelajaran harus
memperhatikan metode dan strategi dalam menumbuhkan motivasi peserta didik dalam
proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran bisa maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Bisri Dirasat Islamiyyah (ilmu tafsir & Hadits), (Bandung:CV Aneka Bahagia Offset,
1993)

Al-Qur’an Indonesia https://quran-id.com

Aminudin. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Bogor: Ghalia Indonesia.
2005.

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada

23
Departemen Agama RI. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Depag
Davis, Ivor K. 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali.
Direktorat Pendidikan Madrasah. Depag. 2007. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta Depag
English, Evelyn Williams. 2005. Mengajar dengan Empati. Bandung: Nuansa
Gerlach, Vernon S. Ely, Donald P. 1980. Teaching and Media: A Systematic Approach. New
Jersey: Prentice Hall Inc.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.2004
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1999)

Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2014.

Hergenhahn, B.R., & Mattew H. Olson. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar), terj.
Triwibowo. Jakarta: Kencana
Matthew B. Miles and A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif, terjemahan Tjetjep

Peraturan Menteri Agama Replublik Indonesia No. 2 Tahun 2008, Tentang Standar Kompetensi
Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab di Madrasah.

Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press.


Robert K. Yin. 2008. Cose Study Research; Design and Methods. Diterjemahkan oleh M. Djauzi
Mudzakir, Studi Kasusl Desain dan Metode. Jakarta. Raja Grafindo.
Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl. 2006. Accelerated Learning, Cara Belajar Cepat Abad XXI.
Bandung: Nuansa
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.2006
Sudjana, Nana Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009),
cet. Ke-13, hlm.22
Sutikno, M. Sobry. Belajar dan pembelajaran. Holistica. Lombok. 2015
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. 2013.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
24
Tafsir, Ahmad. 2008. Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam. Bandung: Maestro.
Uno, Hamzah. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.

Yamin, Martinis. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Pers.
2007.

25

Anda mungkin juga menyukai