Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BUDAYA ALAM MIANGKABAU

“Budaya dan Adat Minangkabau Pada Ruang Lingkup Bermasyarakat”

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Budaya Alam Minangkabau”

Dosen Pengampu: Ari Suriani, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:

Bani Hasnatul Aulia (21129025)

Putri Gusna Dilla (21129278)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya dan
Adat Minangkabau Pada Ruang Lingkup Bermasyarakat” dengan tepat waktu. Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah dengan
dosen pengampu Ari Suriani, S.Pd, M.Pd

Makalah ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta
bagi penulis sendiri. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ari Suriani, S.Pd,
M.Pdselaku dosen pengampuh pada mata kuliah Budaya Alam Minangkabau yang sudah
mempercayakan tugas ini kepada kami, sehingga sangat membantu kami untuk
memperdalam pengetahuan pada bidang studi yang sedang ditekuni.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berbagi
pengetahuannya kepada kami, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tidak
ada gading yang tak retak, kami menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan
dari makalah ini.

Bukittingi, 25 Februari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 4

C. TUJUAN ............................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 6

A. Adat Dan Budaya Di Dalam Rumah Gadang.............................................. 6

B. Budaya Dan Adat Dalam Kegiatan Upacara Adat...................................... 8

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 15

A. KESIMPULAN .................................................................................................. 15

B. SARAN ............................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17

3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Minangkabau adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi seluruh hukum
adat istiadatnya, sesuai dengan pepatah Minangkabau adat basandi syarak, syarak basandi
kitabullah. Yang artinya di mana adat Minangkabau di dasarkan oleh syariat agama islam
dan syariat tersebut berdasarkan atas Al – Quran dan Hadist. Berbicara mengenai
Minangkabau sama artinya berbicara mengenai ajaran – ajaran Islam. Bagi masyarakat
Minangkabau, adat merupakan jalan kehidupan, cara berpikir, cara berlaku, dan cara
bertindak. Dari cara – cara tersebut maka terlahirlah sebuah kebudayaan.

Setiap nagari atau wilayah dihuni oleh beberapa kaum atau suku yang dimana
dalam setiap kaum atau suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang di sebut Datuak.
Kepla suku yang menjabat dipilih secara demokratis oleh kaum atau sukunya masing –
masing, laki – laki dan perempuan, untuk masa seumur hidup. Sistem sosialnya ialah
fraterniti, yang artinya semua orang bersaudara yang diikat oleh hubungan darah dan
perkawinan.

Di dalam masyarakat Minangkabau terdapat empat peristiwa penting di


kehidupan, yakni pada saat perkawinan, pengangkatan penghulu atau kepala kaum,
mendirikan rumah gadang, dan kematian. Empat peristiwa ini dinilai penting karena
merupakan tonggak penentuan status sosial bagi seseorang ataupun kaum di
Minangkabau.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana adat dan budaya di dalam rumah gadang?


2. Bagaimana budaya dan adat dalam kegiatan upacara adat?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
penulisan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui adat dan budaya di dalam rumah gadang

4
2. Untuk mengetahui budaya dan adat dalam kegiatan upacara adat

5
BAB II PEMBAHASAN
A. Adat Dan Budaya Di Dalam Rumah Gadang
Rumah Gadang adalah rumah tradisional Minangkabau yang berasal dari
wilayah Sumatra Barat, Indonesia. Bangunan ini memiliki nilai historis, arsitektural,
dan budaya yang kaya. Budaya dan adat di dalam Rumah Gadang mencerminkan
kearifan lokal masyarakat Minangkabau.

Rumah Gadang tidak hanya sebagai tempat tinggal fisik tetapi juga merupakan
ekspresi mendalam dari budaya dan adat masyarakat Minangkabau. Keberlanjutan
dan pemeliharaan Rumah Gadang menjadi penting untuk menjaga warisan budaya
yang kaya dan berharga ini.

Masyarakat Minangkabau menggunakan sistem kekerabatan menurut garis


keturunan ibu atau matrilinieal (gambar 2) yang juga dilihat berdasarkan sistem
perkawinan di dalam masyarakat (Suarman, 2000, Surya dan Gabe, 2015). Pada
sistem ini perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat dan
bertanggung jawab atas segala urusan di dalam keluarga serta penyambung garis
keturunan. Laki-laki berperan sebagai mamak untuk memelihara harta pusaka serta
menjadi penasihat dan pendengar bagi kemenakannya. Sistem kekerabatan
matrilinieal ini menjelaskan peran ninik-mamak, bundo kanduang, dan anak-
kemanakan di dalam kehidupan masyarakat. Sistem ini juga menjadi landasan dalam
pembagian peran dan tugas mereka dalam proses pelaksanaan kegiatan makan.

Pada masyarakat Minangkabau terdapat upacara adat sebagai rasa syukur


dalam perayaan siklus kehidupan (kelahiran, tumbuh berkembang, dan kematian) dan
ritual agama. Upacara dalam memperingati kelahiran adalah upacara Turun Mandi,
Aqiqah, dan Manjapuik jo Maanta Anak. Sunatan, Khatam Quran, Baralek
Pernikahan, dan Batagak Pangulu merupakan upacara-upacara adat dalam merayakan
ritual agama dan tumbuh berkembangnya kehidupan seorang manusia. Upacara
terakhir merupakan upacara memperingati kematian yang juga biasa disebut dengan
mendoa yaitu membacakan doa untuk orang yang telah meninggal.

Selain pada perayaan siklus kehidupan, kegiatan makan juga mengambil peran
penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau. Kegiatan makan

6
dilakukan bersama-sama di dalam keluarga sebagai bentuk sarana bertukar informasi
tentang kehidupan masing-masing anggota. Selain itu, menjamu tamu juga
merupakan sebuah keharusan, tata krama sopan santun dalam pergaulan masyarakat
Minangkabau.

Suarman dkk (2000) menyatakan bahwa seperti namanya gadang yang artinya
besar, rumah ini memiliki ukuran yang besar, bentuk yang khas, fungsi yang beragam,
dan ukiran yang memiliki arti. Rumah gadang merupakan rumah panggung, memiliki
bentuk persegi panjang, beratap gonjong dan beberapa memiliki anjuang di kanan dan
kiri rumah. Bagian dalam terbagi menjadi ruang dan lanjar yang ditandai dengan tiang
dengan beragam ukuran sesuai dengan kemampuan masing-masing suku.

Lanjar paling belakang terdiri dari bilik-bilik yang merupakan kamar tidur.
Pada bagian ruang dibagi lagi menjadi ujung dan pangkal, pangkal merupakan bagian
yang terdekat dengan pintu masuk ke dalam rumah. Pada lanjar di bagian depan rumah
terdapat ruang terbuka yang disebut dengan ruang lepas yang biasanya digunakan saat
perayaan upacara adat. Selain itu, ruang lepas terbagi menjadi dua area yang
dipisahkan oleh kolom, dimana area setelah kolom di depan bilik biasanya digunakan
untuk menjamu tamu. Penempatan penghuni dari bilik-bilik memiliki aturan yaitu
paling ujung merupakan anggota keluarga paling muda dan semakin ke pangkal milik
anggota keluarga yang tertua. Pada rumah gadang tertentu juga terdapat ruang dalam
yang merupakan ruang menuju ke dapur. Pada area ini biasanya para wanita
menyimpan makanan sebelum dihidangkan ketika dilakukan upacara adat dan kenduri
di rumah gadang. Selain itu, di beberapa rumah juga memiliki serambi yaitu ruangan
sebelum memasuki rumah. Tangga terhubung ke serambi dan dari serambi dapat
ditemui akses pintu masuk menuju ke dalam rumah. Serambi merupakan
perkembangan variasi dari berbagai jenis rumah Gadang. Di daerah lainnya,
penamaan serambi digunakan untuk menyebut posisi tangga menuju ke dalam rumah.

Adapun pedoman tata cara duduk di dalam rumah Gadang (Suarman dkk,
2000) adalah sebagai berikut. (1) Duduk beradat yaitu duduk bersila untuk laki-laki
dan duduk bersimpuh untuk wanita. (2) Tempat duduk untuk mamak berada di
pangkal mengarah ke bilik kemenakan. (3) Orang sumando harus duduk di depan
kamarnya dan menghadap ke jendela depan. (4) Seseorang tidak boleh duduk dekat

7
mamak atau laki-laki sesuku dengan isterinya. (5) Saat perjamuan, di sepanjang
dinding bilik merupakan tempat duduk sumando. (6) Tamu-tamu yang tidak ada
hubungan dengan pemilik rumah duduk di depan jendela sebelah kiri tangga terus ke
ujung. (7) Saat perjamuan di pangkal sebelah kanan tangga merupakan tempat duduk
ninik mamak dan pihak yang mengadakan acara. (8) Raja Janang (pelayan) yang
bertugas ketika acara merupakan anak lelaki dari mamak di rumah itu.

B. Budaya Dan Adat Dalam Kegiatan Upacara Adat


Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut orang Padang) merupakan
suku yang mayoritasnya berada di Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal akan
adatnya yang matrilineal, walaupun orang Minang sangat kuat memeluk agama
Islam. Adat basandi syara’, syara’, basandi Kitabullah (adat bersendikan hukum,
hukum bersendikan Al-Qur’an) merupakan cerminan adat Minang yang
berlandaskan Islam.
Secara etimologi nama Minangkabau berasal dari dua kata yaitu Minang
(menang), dan Kabau (kerbau). Nama tersebut berasal dari sebuah legenda. Konon
pada abad ke-13, kerajaan Singasari melakukan ekspedisi ke Minangkabau,
Sumatera Barat. Setelah suku Minang mengetahui akan kedatangan kerajaan
Singasari. Masyarakat lokal mempunayi inisiatif agar diadakannya tradisi adu kabau
(kerbau) antara kerbau Minang dan kerbau Jawa. Kemudian pasukan kerajaan
Majapahit yang waktu itu bersama kerajaan Singasari menyetujui usul tersebut dan
menyediakan kerbau Jawa yang besar dan agresif. Sementara itu, masyarakat Minang
menyediakan seekor anak kerbau yang lapar, dan diberikan pisau pada tanduknya.
Dalam pertempuran tersebut, anak kerbau suku Minang mencari kerbau Jawa dan
langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka bahwa kerbau tersebut adalah
induknya yang hendak menyusui.
Atas kejadian inilah masyarakat Minang memenangkan adu kabau tersebut
dan atas peristiwa tersebut juga nama Minangkabau terbentuk.
1. Tabuik
Tradisi Tabuik suku Minang Upacara Tabuik merupakan salah satu tradisi
yang dilakukan masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) dalam rangka
memperingati wafatnya Hassan dan Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW.
Tradisi ini juga lebih dikenal dengan sebutan hari Asyura. Berdasarkan sejarah
tradisi Tabuik pertama kali dibawa dan dikenalkan oleh tentara Tamil yang
8
berasal dari India pada tahun 1831. Prosesi ini biasanya dilakukan selama satu
minggu dengan perayaan puncak yang dinamakan “Hoyak Tabuik” yang
dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram setiap tahun di Pariman. Adapun makna
dilakukannya Tabuik yaitu sebagai pengusungan jenazah.
Perlu diketahui bahwa tradisi Tabuik awalnya merupakan adat Syi’ah namun
seiring berjalannya waktu penganut Sunni juga ikut melaksanakan upacara
Tabuik ini. Peringatan hari Asyura biasanya dilakukan di Pariaman dengan
prosesi pelabuhan tabuik ke laut lepas. Bagi masyarakat Minang tradisi Tabuik
sangatlah penting karena untuk menghormati keluarga Nabi Muhammad SAW.
2. Batagak Panghulu
Batagak panghulu Sumatera Barat Batagak panghulu merupakan upacara
adat Minang dalam rangka pengangkatan dan peresmian seseorang menjadi
penghulu. Peresmian penghulu tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang
berkaitan akan tetapi peresmian ini harus berpedoman pada pepatah adat
“mangkek rajo, sakoto alam, maangkek penghulu sakoto kaum”. Ada beberapa
hal yang harus di perhatikan dalam upacara peresmian, antara lain: Baniah ialah
menentukan calon penghulu baru. Dituah Cilakoy ialah dibicangkan baik
buruknya calon dalam sebuah rapat. Panyarahan Baniah yaitu penyerahan calon
penghulu baru. Manakok Ari yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya
dilangsungkan.
Biasanya peresmian penghulu dimulai dengan dengan rapat atau mufakat,
setelah itu dibawa ke halaman, maksudnya dibawa masalahnya ke dalam
kampung lalu diangkat ke tingkat suku dan akhirnya dibawa ke dalam Kerapatan
Adat Nagari (KAN). Peresmian pengangkatan penghulu sendiri dilakukan
dengan upacara adat, upacara ini dinamakan malewakan gala. Biasanya dihari
pertama para tertua menyampaikan pidato, lalu para tertua mesangkan deta dan
menyisipkan sebilah keris ke penghulu baru sebagai tanda serah terima jabatan,
dan yang terakhir penghulu baru diambil sumpahnya.
3. Batagak Rumah
Tradisi Batagak Rumah Masyarakat Minang Batagak Rumah merupakan
upacara adat suku Minangkabau yang dilakukan ketika akan mendirikan rumah
Gadang. Rumah Gadang sendiri adalah rumah adat khas Sumatera Barat. Dalam
bahasa Minang, Gadang mempunyai arti “besar” karena pada kenyataannya

9
rumah ini memiliki bentuk seperti badan kapal yang membesar keatas, rumah
Gadang juga berjenis rumah panggung, persegi empat. Semua bagian dalam
rumah Gadang adalah ruangan lepas terkecuali kamar tidur. Rumah Gadang
sendiri terbagi atas lanjar yang ditandai oleh tiang. Tiang yang berurutan daeri
depan ke belakang meandai lanjar, sebaliknya tiang dari ke kanan menandai
ruang. Jumlah lanjar biasanya tergantung pada besar atau kecilnya sebuah
rumah, bisa dua, tiga sampai empat.
Adapun untuk jumlah ruangannya selalu bersifat ganjil antara tiga sampai
sebelas. Lantainya sendiri terbuat dari kayu (papan), badannya terbuat dari papan
yang diukir, sedangkan atapnya dari ijuk yang berbentuk gonjong (tanduk
kerbau). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam upacara mendirikan
rumah Gadang, antara lain: Mufakat Awal: dimulai dengan membahas letak
rumah,ukuran, serta waktu pengerjaan. Maleo Kayu: kegiatan menyiapkan
bahan-bahan yang dibutuhkan, seperti kayu. Mancatak Tiang Tuo: pengerjaan
utama dalam pembuatan rumah. Batagak Tiang: kegiatan ini dilakukan setelah
bahan-sudah siap, yaitu saling bergotong royong dalam menegakkan tiang.
Manaiakkan Kudo-kudo: melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang tiang
selesai di ditegakkan. Manaiak-i Rumah: acara terakhir dari upacara batagak
rumah, yaitu perjamuan sebagai tanda terimakasih pada semua pihak yang sudah
membantu dan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
4. Upacara Perkawinan
Prosesi adat pernikahan Minangkabau Dalam tiap masyarakat dengan
susunan kekerabatan, perkawinan memerlukan adaptasi dalam banyak hal, baik
itu dari segi asal usul, kebiasaan hidup, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan
pendidikan, karena beberapa hal tadi merupakan syarat utama dalam
perkawinan. Adapun syarat-syarat lain yang harus diperhatikan, salah satunya
menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya yang berjudul Perkawinan Adat
Minangkabau adalah: Kedua calon mempelai harus beragama Islam. Kedua
calon mempelai harus dapat saling menghormati dan mengahargai orang tua dari
keluarga kedua belah pihak. Kedua calon tidak memiliki hubungan sedarah
maksudnya tidak berasal dari suku yang sama, terkecuali persukuan itu berasal
dari nagari atau luhak yang lain. Calon suami harus sudah mempunyai sumber
penghasilan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup keluarganya.

10
Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi salah satu syarat diatas
diangggap perkawinan haram. Selain itu masih ada beberapa tatakrama dalam
upacara adat yang harus dipenuhi seperti: Pinang Maminang perundingan para
kerabat untuk membicarakan calon suami untuk si gadis ( biasanya acara ini
dilakukan oleh pihak perempuan. Batimbang Tando upacara pertunangan Malam
Bainai adalah acara memerahkan kuku pengantin dengan daun pacar/inai yan
telah di haluskan, yang diinai adalah kedua puluh kuku jari. Acara ini
dilaksanakan di rumah pengantin wanita. Pernikahan, pernikahan biasanya
dilaksanakan di hari yang dianggap paling baik. biasanya kamis atau jumat.
Manjalang yaitu acara berkunjung, maksudnya kedua pengantin diiringi kerabat
anak daro dan perempuan untuk mengunjungi jamba, semacam dulang berisi
nasi dan lauk pauk.
5. Upacara Turun Mandi
Upacara Turun Mandi Sumatera Barat Tradisi turun mandi merupakan
upacara adat Minang yang dilaksanakan dalam rangka perayaan ungkapan rasa
syukur kepada Allah SWT karena telah lahirnya seorang bayi baru kedunia.
Tujan dari upacara ini adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat bahwa
telah lahir keturunan baru dari sebuah keluarga atau kelompok tertentu. Biasanya
upacara dilaksanakan ketika anak sudah menginjak usia 3 bulan.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam upacara turun mandi,
diantaranya: Upacara ini harus dilakukan di batang aie (sungai). Keluarga bayi
menyediakan batiah bareh badulang yakni beras yang digoreng. Terdapat sigi
kain buruak, obor yang terbuat dari kain koyak (rusak). Menyiapkan tampang
karamabia tumbuah (bibit kelapa yang siap tanam). Menyiapkan tangguak
(tangguk). Menyiapkan palo nasi (yang telah dilumuri dengan arang dan darah
ayam).
6. Upacara Kekah
Tradisi Aqiqah suku Minang Upacara kekah atau yang biasa disebut aqiqah,
merupakan syariat agama Islam sebagai tanda rasa syukur atas titipan Allah SWT
berupa anak kepada orang tuanya. Aqiqah ini biasanya dilaksanakan pada hari
ke-7 setelah si bayi lahir, dengan penyembelihan hewan qurban berupa domba/
kambing. Pembagian dalam aqiqah: Biasanya untuk anak laki-laki 2 ekor
kambing. Anak perempuan 1 ekor kambing.

11
7. Upacara Sunat Rasul
Sunat Rasul Suku Minangkabau Upacara sunat rasul merupakan syariat
Islam dan sebagai tanda pendewasaan bagi seorang anak. Upacara ini biasanya
diselenggarakan ketika si anak berumur 8-12 tahun, tradisi ini biasanya
dilakukan di rumah ibu si anak atau dirumah keluarga terdekat. Tradisi sunat
rasul dimulai dengan pembukaan, kemudian si anak disunat, dan terakhir
pembacaan doa.
8. Upacara Tamaik Kaji
Upacara Tamaik Kaji suku Minangkabau Upacara tamaik kaji (khatam
Qur’an) diselanggarakan bila seorang anak yang telah mengaji di pondok
sebelumnya sudah tamat membaca al-Qur’an. Acara ini diadakan di rumah ibu
si anak atau juga bisa di pondok tempat si anak mengaji, setelah itu si anak akan
suruh mengaji dihadapan seluruh orang yang hadir, dan dilanjutkan dengan acara
makan bersama.
9. Upacara Kematian
Upacara Kematian suku Minang Pergi melayat (ta’ziah) ke rumah orang
yang sudah meninggal sudah menjadi adat bagi suku Minangkabau, tidak hanya
karena anjuran agama Islam tetapi juga karena hubungan masyarakatnya yang
sangat akrab. Upacara kematian dalam adat Minangkabau merupakan suatu
penghormatan terakhir pada almarhum/ ah. Pada upacara ini juga biasanya
diiringi dengan pidato atau pasambahan adat. Selanjutnya ada acara peringatan
ke-7 hari (manujuah hari), peringatan ke-21 hari, peringatan ke-40 dan
peringatan hari ke-100 (manyaratuih hari).
10. Pacu Jawi
Keunikan tradisi Pacu Jawi suku Minangkabau Tradisi Pacu Jawi merupakan
salah satu tradisi unik yang menjadi favorit masyarakat di Sumatera Barat.
Tradisi ini sering dilakukan khususnya oleh masyarakat yang bertempat tinggal
di tanah datar seperti; masyarakat di Kec. Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum,
dan Pariangan. Pacu Jawi juga kerap dilakukan di daerah Kab. Limapuluh Kota
dan Payakumbuh. Sekilas, tradisi Pacu Jawi mirip seperti tradisi Karapan Sapi
yang dilakukan di Madura. Hal yang membedakannya adalah lahan yang
digunakan. Jika Karapan Sapi menggunakan sawah kering sebagai tempat
festivalnya, berbeda dengan Pacu Jawi yang menggunakan sawah yang basah

12
dan berlumpur. Perbedaan lainnya yaitu untuk mempercepat lari sapi, jika
biasanya joki Karapan Sapi menggunakan tongkat, Beda dengan joki Pacu Jawi
yang hanya menggigit ekor sapi. Biasanya tradisi Pacu Jawi ini dilakukan setiap
setahun sekali yang diselanggarakan secara bergiliran selama empat minggu di
empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar.
11. Pacu Itiak Tradisi
Pacu Itiak Sumbar Pacu Itiak atau Pacu Bebak merupakan tradisi yang
berasal dari daerah Sumatera Barat khususnya di daerah Payakumbuh dan
Limapuluh Kota. Biasanya festival Pacu Itiak ini dilaksanakan di 11 tempat
yang berbeda di Kota Payakumbuh dan Kab. Limapuluh Kota. Tradisi Pacu Itiak
diperkirakan sudah ada sejak tahun 1928, bertepatan dengan lahirnya Sumpah
Pemuda. Dalam festival Pacu Itiak ini ada beberapa ketentuan dan peraturan
yang harus diperhatikan, antara lain: Itiak yang dilombakan harus itik lokal,
betina dan tuan antara 4-6 bulan. Itiak tidak bisa terbang, sayapnya tidak boleh
berpilin dan arah sayap harus keatas. Tata cara perlombaan Pacu Itiak
yaitudengan melemparkan Itiak, sehingga Itik pun terbang menuju garis finish
dengan jarak lintasan yang sepanjang 800 m, 1.600 m, dan 2.000 m.
12. Balimau Tradisi
Balimau masyarakat Minang Balimau merupakan tradisi agama Hindu yang
kaitannya sangat erat dengan masyarakat Sumatera Barat. Biasanya kegiatan ini
dilaksankan oleh masyarakat Minangkabau sebelum datang bulan Ramadhan
tujuannya yaitu untuk menyucikan diri lahir dan batin. Terdapat hal unik dari
tradisi Balimau ini, yakni; cara mandinya menggunakan air limau (jeruk nipis).
Jeruk nipis dipercaya dapat membasuh kotoran serta keringat yang melekat pada
kulit. Dulu, pemilihan jeruk nipis pada tradisi Balimau adalah sebagai bentuk
simbol mandi saat belum tersedianya sabun (warga Minang membersihkan diri
dengan jeruk nipis). Dan tentu saja, tempat mandi antara laki-laki dan wanita
diharuskan ditempat yang tertutup. Jika laki-laki mandi di sungai. Berbeda
halnya dengan perempuan yang mandi ditempat pemandian yang lebih tertutup.
Namun, makin kesini dalam tradisi ini pun banyak terjadi penyimpangan yaitu
banyak oknum pria maupun wanita yang sengaja mandi dalam satu tempat tanpa
batas dengan yang bukan muhrim.
13. Makan Bajamba

13
Tradisi Makan Bajamba Sumatera Barat Makan Bajamba adalah upacara adat
suku Minangkabau, Sumatera Barat yang berupa kegiatan makan bersama di
sebuah tempat yang sudah ditentukan. Tujuan diadakannya kegiatan ini yaitu
untuk mendekatkan diri satu sama lain tanpa memandang kelas sosial seseorang.
Biasanya upacara ini diadakan secara resmi pada hari libur keagamaan atau
ketika ada acara-acara penting lainnya. Upacara Makan Bajamba diperkirakan
masuk ke Sumatera Barat bersamaan dengan masuknya Islam ke Ranah Minang
pada abad ke-7. Maka tidak heran jika banyak adab dalam Makan Bajamba yang
sesuai dengan syariat Islam.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Rumah Gadang, sebagai rumah tradisional Minangkabau,
mencerminkan kekayaan budaya dan adat masyarakat Sumatra Barat,
Indonesia. Dalam rumah ini, berbagai aspek budaya dan adat tercermin, seperti
arsitektur dengan atap gonjong, tata ruang yang mencerminkan kesetaraan,
seni dekoratif seperti ukiran dan kain tenun, serta berbagai upacara adat seperti
perkawinan matrilineal, turun mandi, dan lainnya. Sistem kekerabatan
matrilineal di masyarakat Minangkabau tercermin dalam Rumah Gadang, di
mana warisan dan kekayaan sering diwariskan melalui jalur ibu. Upacara adat,
seperti Tabuik, Batagak Panghulu, dan Batagak Rumah, menjadi bagian
integral dari kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi kuliner juga turut
berperan, dengan memasak hidangan tradisional Minangkabau di dapur
Rumah Gadang.

Pentingnya menjaga dan memelihara Rumah Gadang sebagai warisan


budaya menjadi fokus, sementara nilai-nilai keluarga, kebersamaan, dan
identitas masyarakat Minangkabau tercermin dalam setiap elemen rumah.
Selain itu, sistem kekerabatan matrilineal memegang peranan penting dalam
struktur sosial dan adat masyarakat Minangkabau. Selain Rumah Gadang,
tradisi adat Minangkabau juga mencakup berbagai upacara dalam siklus
kehidupan, seperti pernikahan, turun mandi, aqiqah, sunat rasul, dan upacara
kematian. Kesejahteraan masyarakat Minangkabau diwujudkan melalui
kegiatan bersama seperti makan bajamba, serta tradisi unik seperti pacu jawi
dan pacu itiak.

Dengan memahami dan memelihara warisan budaya ini, masyarakat


Minangkabau dapat terus mengembangkan identitas dan kearifan lokal
mereka, sambil tetap mengikuti prinsip adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah.

B. SARAN

15
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang
teori. Penulis mengakui keterbatasan tersebut sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Penulis mencari umpan balik dan saran dari pembaca guna meningkatkan kualitas tulisan
di masa mendatang, dengan harapan dapat meningkatkan manfaatnya bagi semua
pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA
Franzia, E., Piliang, Y., Saidi, A. (2015). Rumah Gadang as a Symbolic Representation
of Minangkabau Ethnic Identity. International Journal of Social Science And Humanity,
5(1), 44-49. https://doi.org/10.7763/ijssh.2015.v5.419

Goodman, M., Johnston, J., Cairns, K. (2017). Food, media and space: The mediated
biopolitics of eating.

Geoforum, 84, 161-168. https://doi.org/10.1016/j.geoforum.2017.06.017

Lipoeto, N., dkk (2001). Contemporary Minangkabau food culture in West Sumatra,
Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 10(1), 10-16.
https://doi.org/10.1046/j.1440-6047.2001.00201.x

17

Anda mungkin juga menyukai