Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LANGGO LANGGI ADAT

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah BAM

Disusun Oleh:

KELOMPOK 7
DIANA SILVIANI ( 2202003 )
MIMI DARMIATI ( 2202008 )
NECI ALFARANI (2202032 )
PEPI SUMARTI ( 2202024 )
RISA NAILIS PUTRI ( 2202027 )

Dosen Pengampu:
Syahminal, S.E. MM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
SYEKH BURHANUDDIN
PARIAMAN
2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya, makalah tentang “ Langgo Langgi Adat “ dapat selesai tepat pada
waktunya. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Syahminal,
S.E. MM selaku dosen pengampu. Makalah ini dibuat guna memenuhi nilai tugas
mata kuliah Budaya Alam Minangkabau.
Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah. Dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Makalah ini disusun dari beberapa literatur dan hasil-hasil
penelitian dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk pernyusunan berikutnya, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pariaman, 9 Desember 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sifat Adat Minangkabau ............................….………………................ 3
B. Tingkatan-Tingkatan Adat Minangkabau ...............................…......... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................…. 11
B. Saran ...............................................................................................…..... 11
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................…...... 12

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minangkabau merupakan wilayah yang sangat kental dengan adat istiadat.


Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal yang mana dalam sistem
ini garis keturunan berasal dari ibu. Ibu di Minangkabau biasa disebut mande
kanduang. Mande kanduang berfungsi sebagai penjaga harta pusaka kaum.
Selain mande kanduang, mamak juga berperan penting dalam suatu kaum.
Mamak merupakan saudara laki-laki dari mande kanduang. Masyarakat
Minangkabau juga kental dengan adat bagala datuak. Biasanya gelar datuak
diberikan kepada mamak yang dituakan dalam kaumnya. Setiap datuk adalah
mamak, tapi setiap mamak belum tentu seorang datuk. Seseorang yang diberi
gelar datuk berasal dari garis keturunannya. Gelar datuk didapat dari kaumnya.
Sebagai yang memimpin kaumnya yang mana tugas seorang datuk mencakup
segala bidang dalam kaum tersebut. Tugas datuak di Minangkabau diantaranya
mencakup masalah perekonomian anak dan kemanakan, masalah pendidikan,
kesehatan, perumahan, keamanan, keagamaan, serta menyelesaikan perselisihan
dalam lingkungan anak kemanakan dan masyarakat nagari. Gelar datuk di
Minangkabau tidak diberikan kesembarang orang laki-laki, namun gelar datuak
ditujukan kepada laki-laki yang memiliki budi pekerti baik, yang memiliki
wawasan yang luas tentang asal usul wilayah dan juga arif bijaksana dalam
mengambil keputusan. Pada dasarnya seorang datuak dalam kaumnya memiliki
citra yang baik. Citra datuk di Minangkabau dapat dilihat dari dari caranya
bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Citra seorang datuk dapat dilihat dari cara
kepemimpinannya terhadap kaum yang dipimpinnya.
Sistem ini menjadi keunikan tersendiri bagi etnis Minangkabau. Setidaknya
terdapat tiga elemen penting dalam sistem kepemimpinannya. Ketiga elemen
tersebut antara lain niniak mamak (penghulu), alim ulama, dan cadiak pandai.
Pertama, pangulu (penghulu) yang merupakan pemimpin suatu kaum di
rumah gadang. Ia pemimpin dari niniak mamak dalam kaumnya. Dengan kata

1
lain, penghulu adalah tokoh adat Minangkabau. Tugas seorang penghulu ialah
menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka, dan menjadi
penengah setiap permasalahan antar keluarga yang terjadi pada kaumnya.
Penghulu juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk
kepentingan penyelesaian perkara antarkaum. Pengangkatan seorang penghulu
bukan dilihat berdasarkan derajat, jabatan, atau harta dari seseorang calon
penghulu saja, melainkan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang
disepakati melalui hasil musyawarah antara kaum dan pihak bersangkutan.
Kedua, alim ulama merupakan salah satu dari tiga pemimpin di
Minangkabau. Golongan alim ulama ini serupa para pemuka agama seperti ustadz
atau kiyai. Tugasnya beriringan dengan penghulu. Jika penghulu bertugas di
bidang adat, maka alim ulama bertugas di bidang Agama.
Ketiga, cadiak pandai yang sebetulnya merupakan para cendikiawan atau
kelompok masyarakat yang berpengetahuan luas di Minangkabau. Cadiak pandai
memiliki kedudukan yang tinggi di Minangkabau. Posisinya setara dengan niniak
mamak dan alim ulama. Niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai memiliki
fungsi tertentu, namun perannya berkaitan satu sama lain dalam rangka
menguatkan kohesi sosial di Minangkabau. Relasi inilah yang membentuk sistem
adat di Sumatera Barat. Ketiga unsur kepemimpinan Minangkabau tersebut
disimbolkan dalam falsafah adat Minangkabau berupa “tali tigo sapilin, tungku
tigo sajarangan”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat adat Minangkabau?


2. Bagaimana tingkatan-tingkatan adat Minangkabau?

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Sifat Adat Minangkabau

Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah
membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang
beradab. Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan
suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu
kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Suatu Baldatun
Toiyibatun wa Rabbun Gafuur. Suatu masyarakat yang aman dan damai dan
selalu dalam lindungan Tuhan. Untuk mencapai masyarakat yang demikian,
diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak tertentu. Sifat-sifat yang
ideal itu menurut adat Minang antaranya sebagai berikut :
1. Hiduik Baraka, Baukue Jo Bajangka

Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu
memakai akalnya, terukur dan harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan
yang tepat. Kelebihan manusia dari hewan adalah manusia mempunyai kekuatan
besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga kekuatan
tersebut adalah otak, otot dan hati.
Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan
sinergitas dan kontrol ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan
kehidupannya. Ketika mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia akan
selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut:
Dalam mulo akhie mambayang,
Dalam baiak kanalah buruak,
Dalam galak tangieh kok tibo,
Hati gadang hutang kok tumbuah.
Artinya : dengan berpikir jauh ke depan kita dapat meramalkan apa yang
bakal terjadi, sehingga tetap selalu hati-hati dalam melangkah.
Alun rabah lah kaujuang,
Alun pai lah babaliak,
3
Alun dibali lah bajua,
Alun dimakan lah taraso.
Artinya: di dalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu
sematan-matan dan secermat-cermatnya.
2. Baso Basi Jo Sopan Santun

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti


yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang.
Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.
Adat Minangkabau menyebutkan sebagai berikut:
Nan kuriak iyolah kundi, Nan merah iyolah sago,
Nan bayiak iyolah budi, Nan indah iyolah baso,
Kuek rumah dek basandi, Rusak sandi rumah binaso,
Kuek bangso karano budi, Rusak budi bangso binaso.
Artinya: Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila
moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak
bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.
3. Tenggang Raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan
terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat
menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa
bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam
pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan, jangan sampai
menyinggung perasaan orang lain. Tenggang raso salah satu sifat yang dianjurkan
adat.
4. Setia

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu
dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia
kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula
berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk
sesama.
4
Pepatah menyebutkan sebagai berikut:
Malompek samo patah, manyurunduak samo bungkuak
Tatungkuik samo makan tanah, tatalantang samo minum aie, tarandam
samo basah
Rasok aie pulang ka aie, rasok minyak pulang ka minyak
Artinya: Bila terjadi suatu konflik dan orang Minangkabau terpaksa harus
memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanak-nya. Dalam kondisi
semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or
wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam
situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.
5. Adil

Adil maksudnya mengambil langkah dan sikap yang tidak berat sebelah, dan
berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit
dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena
adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adaik dunsanak, dunsanak
dipatahkan”.
Adat minang mengajarkan sebagai berikut:
Bakati samo, maukua samo panjang
Tibo dimato indak dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkan
Tibo didado indak dibusuangkan, mandapek samo balabo
Kahilangan samo marugi, maukua samo panjang
Mambilai samo laweh, baragiah samo banyak
Gadan kayu gadang bahannyo, ketek kayu ketek bahannyo
Nan ado samo dimakan, nan indak samo dicari
Hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah
Gadang agiah batumpuak, ketek agiah bacacah
6. Hemat dan Cermat

Pepatah adat menyebutkan sebagai berikut:


a. Ibarat Manusia
Nan buto pahambuih saluang, nan pakak palapeh badia

5
Nan patah pangajuik ayam, nan lumpuah paunyi rumah
Nan binguang ka disuruah-suruah, nan buruak palawan karajo
Nan kuek paangkuik baban, nan tenggih jadi panjuluak
Nan randah panyaruduak, nan pandai tampek batanyo
Nan cadiak bakeh baiyo, nan kayo tampek batenggang
Nan rancak palawan dunie
b. Ibarat tanah
Nan lereang tanami padi, nan tunggang tanami ruyuang
Nan gurun jadikan parak, nan bancah jadikan sawah
Nan padek ka parumahan, nan munggu jadikan pandam
Nan gauang ka tabek ikan, nan padang tampek gumbalo
Nan lacah kubangan kabau, nan rawan ranangan itiak
c. Ibarat kayu
Nan kuek ka tunggak tuo, nan luruih ka rasuak paran, nan lantiak ka
bubuangan
Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan ketek ka tangkai sapu, nan satampok ka
papan tuai
Rantiangnyo ka pasak suntiang, abunyo pamupuak padi
7. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minangkabau
seperti sebagai berikut:
Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak
Ingek-ingek sabalun kanai,  sio-sio nagari, sio-sio utang tumbuah
Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga
8. Berani Karena Benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amar makruf, nahi


mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah
orang berbuat kemungkaran. Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi
melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa

6
nyawa menjadi tarauhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini,
memerlukan keberanian.
Adat Minangkabau dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus
punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya
adalah sebagai berikut:
Kok dianjak urang pasupadan, kok dialiah urang kato pusako
Kok dirubah urang kato daolu, jan cameh nyawo malayang
Jan takuik darah taserak, asalkan lai dalam kabanaran, basilang tombak
dalam parang
Sabalun aja bapantang mati, baribu sabab mandatiang, namun mati hanyo
sakali
Aso hilang duo tabilang, bapantang suruik di jalan
Asa lai angok-angok, asa lai jiwo-jiwo si patuang, namun nan bana disabuik
juo
Sakali kato rang lalu, anggap angin lalu sajo  
Duo kali kato rang lalu, aggap garah samo gadang
Tigo kali kato rang lalu,  jan takuik darah taserak.
9. Arif Bijaksan, Tanggap dan Sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan
orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya
mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu
menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan
keluar dengan pikiran yang jernih. Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi
dalam adat Minangkabau, seperti kata pepatah berikut :
Tahu dikilek baliuang nan ka kaki, kilek camin nan ka muko
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan, cewang di langik tando ka paneh
Ingek di rantiang ka mancucuak, tahu di  dahan ka maimpok
Tahu diunak kamanyangkuik , pandai maminteh sabalun anyuik
Begitulah adat Minangkabau menggambarkan orang-orang yang arif
bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi.
10. Rajin
7
Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin
seperti kata pepatah berikut ini :
Kok duduak marawuik ranjau, tagak maninjau jarak
Nan kayo kuek mancari, nan pandai kuek baraja

Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sebagai berikut:


Gunuang biaso timbunan ka bukik, lurah biaso timbunan aie
Lakuak biaso timbunan sampah, lauik biaso timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo, nan putiah tahan sasah
Disasah bahabih aia, dikikih bahabih basi
11. Rendah Hati

Lebih dari separoh orang Minang hidup di rantau. Hidup di rantau artinya
hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka
yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok
minoritas. Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Surabaya,  Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup di tengah-tengah
orang lain yang berbudaya lain.
Adat Minang memberi pedoman sebagai berikut:
Kok manyauak di hilie-hilie, kok mangecek di bawah-bawah
Tibo di kandang kambiang baok mangembek, tibo di kandang kabau baok
manguak
Di mano langik dijunjuang, di sinan bumi dipijak, di situ rantiang di patah
Berarti kita harus selalu merasa rendah hati, tetapi justru berarti kita orang yang
tahu diri sebagai pendatang. 

B. Tingkatan-Tingkatan Adat Minangkabau

Adat bagi masyarakat Minangkabau adalah kebudayaan secara utuh yang


dapat berubah, namun ada adat yang tidak dapat berubah, seperti ungkapan
Minangkabau: Kain dipakai usang, daik dipakai baru (kain dipakai usang, adat
dipakai baru). Maksudnya, sebagaimana pakaian apabila dipakai terus akan usang,

8
sedangkan adat yang dipakai terus-menerus senantiasa awet. Oleh sebab itu, adat
tersebut menjadi empat, yakni sebagai berikut:
1. Adat Nan Sabana Adat

Adat nan sabana adat merupakan sebuah ketentuan yang diterima dari Nabi
Muhammad SAW yang berdasarkan Qur‘an dan Hadits yang berlaku secara
universal, adat yang tidak lekang oleh panas, dan tidak lapuk karena hujan (adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah). Adat nan sabana adat merupakan adat
yang asli, yang tidak berubah, yang tidak lapuk oleh hujan dan tidak lekang oleh
panas.
Adat nan sabana adat ini juga merupakan adat yang tetap, kekal, tidak
terpengaruh oleh ruang dan waktu atau keadaan. Sebab itu dikiaskan dengan
Indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan. Jika dipaksa dengan keras
mengubahnya, dicabuik indak mati, diasak indak layua (dicabut tidak mati,
dipindahkan tidak layu). Adat yang lazim diungkapkan dalam pepatah ini, seperti
hukum alam yang merupakan falsafah hidup mereka.
2. Adat Istiadat

Adat istiadat adalah suatu kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat


umum atau setempat, seperti acara yang bersifat seremoni atau tingkah laku
pergaulan yang bila dilakukan akan dianggap baik dan bila tidak dilakukan tidak
apa-apa. Adat ini dalam mamangan (ungkapan dalam masyarakat Minangkabau)
diibaratkan seperti: batang sayua nan gadang dek diambak, tinggi dek anjuang
(besar karena dilambung, tinggi karena dianjung), yang artinya adat itu akan dapat
tumbuh hanya karena dirawat dengan baik.
3. Adat Nan Diadatkan

Adat nan diadatkan dikatakan apa yang dinamakan sebagai undang-undang


dan hukum yang berlaku. Terhadap adat ini berlaku apa yang diungkapkan Jikok
dicabuik mati, jikok diasak layua (jika dicabut (ia) mati, jika dipindahkan (ia)
layu), seperti pohon yang telah hidup berakar, yang dapat tumbuh selama tidak
ada tangan yang mengganggu hidupnya. Hakikat dalam adat nan diadatkan ini

9
menjadi sebuah pegangan yang tak pernah bergeser dari dahulu hingga sekarang
yang tergambar dalam falsafah adat Minangkabau.
Bulek aia ka pambuluah
Bulek kato dek mufakat
Bulek dapek digolongkan
Picak dapek dilayangkan
4. Adat Nan Teradat

Adat nan teradat ialah peraturan yang dilahirkan oleh mufakat atau konsensus
masyarakat yang memakainya, seperti dimaksud mamangan. Patah tumbuah,
hilang baganti (patah tumbuh, hilang berganti). Ibarat pohon yang patah karena
bencana, maka ia akan dapat tumbuh lagi pada bekas patahannya. Kalau ia hilang,
ia diganti pohon lain pada bekas tempatnya hilang karena pohon itu perlu ada
untuk keperluan hidup manusia. Ketentuan yang berlaku dalam adat nan teradat
berdasarkan hasil keputusan bersama ataupun keputusan niniak mamak dalam
sebuah nagari.
Adat istiadat adalah adat yang dibuat dengan mufakat antara ninik mamak
dalam suatu nagari. Ia manampung segala pemikiran dan keinginan setiap anak
nagari sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak melanggar hukum untuk
dimufakatkan, sehingga mencapai sebuah keputusan bersama. Adat istiadat
umumnya terlihat dalam bentuk kesenangan anak nagari seperti kesenian,
langgam, dan olahraga.

10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari materi ini adalah ada 11 sifat adat di
Minangkabau yaitu: hiduik baraka, baukue jo bajangka, baso basi jo sopan santun,
tenggang raso, setia, adil, hemat dan cermat, waspada, berani karena benar, arif
bijaksana tanggap dan sabar, rajin serta rendah hati.
Sedangkatan tingkatan dalam adat Minangkabau yaitu ada 4 tingkatan. Dibagi
menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama yaitu adat babuhua mati ada adat nan
sabana adat dan adat nan diadatkan. Kelompok kedua yaitu adat babuhua sentak
ada adat nan taradat dan adat istiadat.

B. Saran

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini


karena terbatasanya literatur. Jadi diharapkan kepada pembaca memberikan saran
dan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hakimy, Idrus. 1997. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Minangkabau. PT. Remaja


Rosdakarya: Bandung.
Nasroen, M. 1957, Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Bulan Bintang: Djakarta.
Navis, Ali Akbar. 1986. Alam Takambang Jadi Guru, Jakarta: PT. Pustaka
Grafikapers.
Ratu, Grafika. 2000. Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Sumatera
Barat: Padang.
Soekanto, Soerjono. 2012. Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers: Jakarta.
Toeah, Datoek, 1985, Tambo Alam Minangkabau, Pustaka Indonesia: Bukittinggi.

12

Anda mungkin juga menyukai