DISUSUN OLEH:
Nim : 19075026
Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang
hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan,sistem kekerabatan, kedudukan tanah
pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup
dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.
Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu,kita juga dapat memastikan tujuan hidup
yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.
Rumusan menurut adat Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai makmur
ceria dan berkah,seperti diidamkan oleh ajaran Islam yaitu; “Baldatun Taiyibatun wa Rabbun
Gafuur“, yang bermakna; Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam naungan
ampunan Tuhan.
Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan
prasarana dan sarana yang tepat. Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat
yang aman damai makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh
untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan. Yang dimaksud
dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat
dan watak seperti diuraikan diatas.
Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang dapat membentuk
suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wadah) yang akan membawa kepada
tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah.
Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.
3. Unsur-unsur Masyarakat nan sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk
masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat:
a. Saiyo Sakato
Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar.
Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat,
bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi)
tapi boleh juga pipih atau picak (melalui voting).
Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu
memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun
demikian musyawarah tetap diupayakan.
b. Sahino Samalu
Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu,
melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku
diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila
suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik
sukunya.
c. Anggo Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat
diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa
setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta
mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.
Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan
kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan agar ketertiban dan ketentraman selalu
terjaga.
d. Sapikua Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggung jawab bersama.
Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan
kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota
kaum, bagaikan air dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.
Dengan hal ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang
Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.