Anda di halaman 1dari 8

1

NILAI DASAR ADAT MINANGKABAU

Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus
seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang
diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan
tujuan sebuah tindakan.
Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya
suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia
dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia
dengan manusia.

1. Pandangan Terhadap Hidup


Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka
orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang
Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi
terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah :

Gajah mati maninggakan gadieng


Harimau mati maninggakan balang
Manusia mati maninggakan namo

Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup
hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan
ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat
meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya.
Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai
adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat
menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku.
Ungkapan adat juga mengatakan “Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo buku,
manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.

Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak


mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat
seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-
sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Nilai hidup yang baik dan tinggi telah
menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis
dan kreatif.

2. Pandangan Terhadap Kerja


Sejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada
kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
2
merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan
pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek
panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa
karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh
sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.

Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak


mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu
seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja
keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana
yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:

Kayu hutan bukan andaleh


Elok dibuek ka lamari
Tahan hujan barani bapaneh
Baitu urang mancari rasaki Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan berani berpanas
Begitu orang mencari rezeki

Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung
disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat
disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini
telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.
Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan
lagi oleh pandangan ajaran Islam yang mengatakan orang harus bekerja keras seakan-
akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati
besok.

3. Pandangan Terhadap Waktu

Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang


Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan
ditinggalkannya sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu
untuk maksud yang bermakna, sebagaimana dikatakan “Duduak marauik ranjau, tagak
maninjau jarah”.

Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan
ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau. Maliek contoh ka
nan sudah. Bila masa lalu tidak menggembirakan dia akan berusaha untuk
memperbaikinya. Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarak merupakan manifestasi
untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Membangkit batang

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
3
terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa
sekarang. Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa “bakulimek sabalun habih,
sadiokan payuang sabalun hujan”.

4. Hakekat Pandangan Terhadap Alam

Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan


berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya.
Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.
Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata
dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru.
Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat adalah yang tidak lapuak karena hujan dan
tak lekang karena panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam
atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh
karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam
alam, maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.

5. Pandangan Terhadap Sesama

Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter


atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo
randah, tagak samo tinggi”. Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat
komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi
musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.

Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan
bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh
alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan
sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal. Nilai-nilai yang dibawa Islam
mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan
bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan
nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat
orang Minangkabau.

Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya
hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling
berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga
terdapat kebersamaan. Dikatakan dalam mamangan adat “Nan buto pahambuih lasuang,
nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan
binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang. Hanya fungsi dan peranan
seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu
hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi.

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
4
Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat
menggariskan “nan tuo dihormati, samo gadang baok bakawan, nan ketek disayangi”.
Kedatangan agama Islam konsep pandangan terhadap sesama dipertegas lagi.
Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk
mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial
matrilinial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai
kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil
menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara
harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu
bersifat dinamis.

TINGKATAN ADAT MINANGKABAU

1. Adat Nan Sabana Adat


Adat nan sabana adat adalah ketentuan-ketentuan adat berupa kenyataan-
kenyataan yang terdapat pada alam sekitar kita. Kenyataan-kenyataan tersebut bisa
berupa sifat-sifat alam, baik flora maupun fauna, warna-warni ataupun gejala-gejala
yang terdapat pada alam yang ada di sekitar kita yang dapat ditangkap dengan panca
indera manusia. Contoh dari adat nan sabana adat ini, misalnya sifat aia mambasahi,
sifat api mambaka atau adat lauik timbunan ombak, adat gunuang timbunan kabukik.
Atau yang berupa warna-warna, misalnya : hitam tahan tapo, putiah tahan sasah, nan
kuriak kundi, nan merah sago dan sebagainya.
Jadi sumber adat nan sabana adat adalah kenyataan-kenyataan yang terdapat pada
alam yang merupakan hakikat dari hukum-hukum yang diciptakan oleh Allah Maha
Pencipta. Yang dimaksud dengan alam adalah alam takambang (alam yang dapat
ditangkap oleh panca indera manusia), alam memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat alam ada
yang berubah-ubah, dan ada pula yang tetap. Sifat alam yang tetap dan tidak berobah
inilah yang disebut dengan ungkapan adat :
“Indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, dianjak indak layuah, dibubuik
(dicabuik) indak mati”.
Dari keempat jenis adat ini, adat nan sabana adat mempunyai kedudukan yang
tertinggi dan menjadi dasar dari ketentuan adat berikutnya yaitu adat yang diadatkan
dan adat teradat serta adat istiadat. Adat nan sabana adat merupakan dasar pokok dari
tiga jenis adat berikutnya dan merupakan ketentuan pelaksanaan dari ketentuan adat
nan sabana adat.

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
5
2. Adat Nan Diadatkan
Adalah ketentuaan-ketentuan adat yang dibuat dan disusun oleh nenek moyang
orang Minangkabau yaitu Dt. Parpatih Nan Sabatang dan Dt. Katumanggungan, yang
kemudian dihimpun dalam bentuk pepatah, petitih, mamang, bidal, pantun dan
gurindam adat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di Minangkabau.
Kalau kita bandingkan antara adat nan sabana adat dengan adat nan diadatkan,
perbedaannya yang prinsip terletak pada subjek yang menciptakannya. Adat nan sabana
adat di ciptakan oleh Allah Maha Pencipta seluruh alam, yang menciptakan kenyataan-
kenyataan/ketentuan-ketentuan yang terdapat pada alam yang biasa kita sebut dengan
hukum Allah/hukum kodrat atau sunatullah. Sedangkan adat nan diadatkan penciptanya
adalah manusia (buatan manusia), yaitu nenek moyang orang Minangkabau dalam hal
ini adalah Dt. Perpatih Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan.
Ruang lingkup kehdupan yang diatur oleh adat nan diadatkan sangat luas. Hampir
seluruh segi kehidupan bermasyarakat diatur oleh adat nan diadatkan, mulai dari
masalah yang kecil-kecil misalnya tata cara makan dan minum, berjalan, bergaul dan
sebagainya, sampai masalah yang berkaitan dengan bidang Ekonomi, Politik, Sosial
dan sebagainya.
Contoh ketentuan adat nan diadatkan yang berkaitan dengan tata cara makan dan
minum:
Makan sasuok duo suok, cukuik ka tigo kanyang
Minum saraguak duo raguak, cukuik ka tigo pueh
Jan makan sakali tak abih
Jan minum saraguak abih
Contoh ketentuan adat nan diadatkan yang berkaitan dengan tata cara berjalan dan
berbicara:
Bajalan paliharo kaki, bakato paliharo lidah
Maju salangkah madok suruik, bakato sapatah dipikiri
Mangango mangko mangecek
Contoh ketentuan adat nan diadatkan yang berkaitan dengan tata cara bergaul dalam
bermasyarakat:
Nan tuo dihormati, nan ketek dikasihi, samo gadang baok bakawan
Contoh ketentuaan adat nan diadatkan tentang masalah politik/pemerintah :
Kamanakan barajo ka mamak
Mamak barajo ka panghulu
Panghulu barajo ka mufakat
Mufakat barajo ka nan bana

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
6
Bana badiri sandirinyo
Manuruik mungkin jo patuik
Contoh ketentuan adat yang diadatkan yang berkaitan dengan masalah ekonomi:
Ka sawah babungo ampiang, ka bukik babungo batu, karimbo babungo kayu
Ka sungai babungo pasia, kalauik babungo karang, katambang babungo basi
Nan lunak di tanam baniah, nan kareh di buek ladang, nan bancah palapeh itiak
Padang ana bakeh taranak, batanam nan bapucuak, mamaliharo nan banyawa.
Contoh ketentuan adat nan diadatkan tentang masalah sosial:
Kok sakik basilau, kok mati bajanguak
Kaba elok baimbauan, kaba buruak bahamburan
Barek samo di pikua, ringan samo dijinjiang
Kok ado samo di makan, kok indak samo di cari
Kabukik samo mandaki, kalurah samo manurun
Tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum ambun.

3. Adat Nan Teradat


Adalah ketentuan-ketentuan adat yang dibuat dan disusun oleh ninik mamak
dalam suatu nagari dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan pokok dari adat
Minangkabau sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dari masyarakat nagari yang
bersangkutan. Ketentuan-ketentuan dari adat nan teradat ini berbeda-beda antara nagari
yang satu dengan nagari yang lain di Minangkabau. Perbedaan ini di sebabkan oleh
karena berbedanya keadaan dan kebutuhan masing-masing nagari di Minangkabau.
Sifat adat nan teradat ini disebut dalam ungkapan adat yang berbunyi :
Lain lubuak lain ikannyo.
Lain padang lain balalangnyo.
Lain nagari lain pulo adatnyo.
Jadi tegasnya ketentuan adat nan teradat ini ruang lingkup berlakunya hanya
terbatas pada nagari tertentu, dan tidak berlaku bagi nagari lain. Ketentuan adat nan
teradat ini disebut juga dengan “ adat salingka nagari “. Perlu diketahui bahwa
ketentuan pokok dari adat Minangkabau itu sama untuk seluruh Minangkabau.
Sedangkan yang berbeda hanya ketentuan pelaksanaanya saja.
Ketentuan pokok ini dikatakan oleh ungkapan adat “adat sabatang, pusako
sabuah. Ketentuan pokok ini terdapat dalam ketentuan adat nan sabana adat dan adat
nan diadatkan. Ketentuan pelaksanaan dari ketentuan pokok diatur dalam adat nan
teradat dan adat istiadat. Ketentuan-ketentuan pelaksanaan inilah yang berbeda antara
nagari yang satu dengan nagari yang lainnya. Contoh dari ketetntuan adat nan teradat

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
7
ini misalnya ketentuan tentang perkawinan.
Ketentuan pokok tentang perkawinan di Minangkabau yaitu :
Sigai mancari anau, anau tatap sigai baranjak
Ayam putiah tabang siang, basuluah matohari, bagalanggang mato rang banyak
Datang bajampuik, pai baanta.

Maksud dari ketentuan adat diatas adalah kalau terjadi perkawinan di


Minangkabau, tetap sigai mencari anau atau laki-laki/ calon suami yang datang
kerumah perempuan/ calon istrinya. Dan kalu terjadi perceraian, maka laki-laki yang
pergi meninggalkan rumah Perempuan. Tata cara dari perkawinan tersebut: datang
bajapuik, pai baanta, artinya pihak laki-laki/ calon suami/ marapulai menuju rumah
perempuan (wanita), diantar bersama-sama oleh keluarga pihak laki-laki dan dijemput
bersama-sama oleh pihak keluarga perempuan.
Ayam putiah tabang siang, basuluah matohari bagalanggang mato rang banyak,
maksudnya perkawinan itu jelas dan diketahui oleh orang banyak dan khalayak ramai.
Jadi jelas siapa yang kawin, anak siapa, kemenakan siapa dan sukunya apa.
Demikianlah ketentuan-ketentuan pokok tentang perkawinan di Minangkabau.
Ketentuan ini berlaku sama untuk seluruh nagari di Minangkabau. Sedangkan yang
berbeda adalah ketentuan pelaksanaanya (adat nan teradat). Misalnya ketentuan dan
syarat-syarat tentang anta japuik marapulai (calon suami), akan berbeda-beda antara
nagari yang satu dengan nagari yang lain.

4. Adat Istiadat
Adat istiadat adalah ketentuan adat yang dibuat dan disusun berdasarkan
musyawarah mufakat oleh ninik mamak dalam suatu nagari. Adat istiadat ini mengatur
tentang masalah kesukaan dan permainan anak nagari, sesuai dengan mungkin jo
patuik. Ketentuan adat ini juga berbeda-beda antara satu nagari dengan nagari yang lain
karena berbedanya kesukaan dan kemauan masyarakat nagari yang satu dengan nagari
yang lain.
Bentuk dari adat istiadat ini adalah berupa kesenangan atau hobbi masyarakat
suatu nagari, seperti kesenian, olah raga. Kesenangan dan kesukaan anak nagari itu
dikukuhkan oleh para ninik mamak nagari tersebut menjadi ketentuan adat istiadat.

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)
8

DAFTAR BACAAN
Badawi, Ahmad. 2019. Warisan Menurut Hukum Islam dan Adat Jawa: Studi Kasus di
Kecamatan Medan Sunggal. Yogyakarta: Deepublish.
Dinas Kebudayaan Provinsin Sumatera Barat. 2018. Modul Penguatan Pemangku Adat
Minangkabau. Padang: Dinas Kebudayaan Sumbar.
Ibrahim, Dt. Sanggoeno Diradjo. Tambo Alam Minangkabau; Tatanan Adat Warisan Nenek
Moyang Orang Minang. Bukittinggi: Kristal Multimedia.
M. Rasjid Manggis. 1967. Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya.

スサナワテイ (SUSANAWATI,S.Pd)

Anda mungkin juga menyukai