Anda di halaman 1dari 15

Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No.

1, Tahun 2016

IDENTIFIKASI NILAI KEARIFAN LOKAL


DALAM TRADISI LISAN MASYARAKAT TERNATE

Syahyunan Pora

Mahasiswa Pascasarjana Program Doktor Ilmu Filsafat


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: yunansyahpora@gmail.com

Abstract
In the era of globalization acculturation with other nations can not be
avoided. Cultural and ethnic diversity is a challenge for the social life if not
managed properly. Society faced with the potential for inter-ethnic conflict,
a crisis of identity, including apathy towards local culture and tradition of the
nation itself. This article identifies the value of local wisdom in the culture
and traditions of the people of Ternate. Now, the value of local wisdom was
believed to be a way of life for most people and is expected to become a
filter against the negative impact of moderenism, which is not in line with
the culture of Indonesia. The oral traditions of society Ternate including oral
literature in it, contains a lot of advice, guidance, and moral guidelines
which invites us to live and celebrate life wisely. The article is based on
research literature. Expected to contribute ideas and solutions to overcome
the problems of daily life in the state and nation.

Abstrak

Dalam era globalisasi ini, akulturasi budaya sesama bangsa lain tidak dapat
dihindari. Keberagaman budaya dan etnis merupakan tantangan bagi
kehidupan sosial yang harus dikelola dengan baik. Masyarakat dihadapkan
pada potensi konflik antar-etnis, krisis identitas, termasuk apatis terhadap
budaya lokal dan tradisi bangsa sendiri. Artikel ini mengidentifikasi nilai
kearifan lokal dalam budaya dan tradisi lisan masyarakat Ternate. Kini, nilai
kearifan lokal diyakini dapat menjadi pandangan hidup bagi sebahagian
orang dan diharapkan menjadi filter dari dampak negatif modernisasi yang
tidak sejalan dengan budaya Indonesia. Tradisi lisan masyarakat Ternate,
termasuk sastra lisan di dalamnya, mengandung banyak nasihat,
bimbingan, dan pedoman moral yang yang mengajak kita untuk hidup dan
merayakan kehidupan dengan bijaksana. Artikel ini berdasar pada
penelitian pustaka. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan
kontribusi ide-ide dan solusi untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan
sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara.

Keyword: Society, Pluralism, Wisdom, Ternate, oral traditions

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 43
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

Pendahuluan adat leluhur, dan nilai-nilai lokalitas


etnik yang awal mula tertanam kuat
Masyarakat Indonesia, secara
dalam kebudayaan masyarakat
antropologis ataupun sosiologis,
Indonesia sebagai falsafah bangsa,
merupakan wujud dari bangsa yang
kini mulai tergerus oleh arus
majemuk. Ciri yang menandai
globalisasi. Saat ini warga
kemajemukan ini adalah adanya
masyarakat mengalami berbagai
keragaman budaya, perbedaan
perubahan cara hidup, gaya hidup,
bahasa, suku bangsa (etnik) dan
bahkan pandangan hidup mereka.
keyakinan agama serta kebiasaan-
Sebaliknya, perubahan tersebut telah
kebiasaan kultural lainnya.
mengancam keberadaan tradisi
Masyarakat Indonesia yang
lokal, antara lain warisan adat,
majemuk yang terdiri dari berbagai
kebiasaan, nilai, identitas, dan
budaya, cenderung menjadikan
simbol-simbol kehidupan di dalam
kebudayaannya sebagai kerangka
masyarakat. Perbedaan suku
acuan bagi perikehidupannya yang
bangsa, agama, adat istiadat
sekaligus untuk mengukuhkan jati
maupun ras ini seringkali disebut
diri sebagai kebersamaan yang
sebagai ciri masyarakat Indonesia
berciri khas (Hasan, 1989). Namun,
yang bersifat majemuk, suatu istilah
di sisi lain kemajemukan masyarakat
yang mula-mula diperkenalkan oleh
dan budaya ini seringkali dijadikan
Furnivall untuk menggambarkan
alat untuk memicu terjadinya konflik
masyarakat Indonesia pada masa
suku bangsa, agama, ras dan
Hindia Belanda (Nasikun, …). Dalam
antargolongan (SARA). Mengutip
masyarakat majemuk sangat sulit
penjelasan Muhammad Ali (2003)
mengingkari munculnya
bahwa “Pada kenyataannya, tidak
kemajemukan budaya, oleh karena
ada keberagaman (baca:
masing-masing subkelompok
kemajemukan) yang benar-benar
memiliki identitas budaya yang sulit
Self-Sufficient (cukup dengan
untuk ditunggalkan, meskipun dalam
sendirinya) dan benar-benar murni.
konteks kebudayaan nasional
Sepanjang sejarah,
sebagai ciri identitas kebangsaan.
keberagaman/kemajemukan ini
Kondisi masyarakat Indonesia
senantiasa mengalami dialektika
yang demikian, rentan dengan
antara diri manusia dan
berbagai konflik antaretnik, konflik
lingkungannya. Masyarakat yang
atas nama agama, maupun
majemuk kerap kali dihadapkan
kecemburuan sosial yang
pada berbagai permasalahan
disebabkan oleh adanya
budaya, mulai pada tingkat lokal
kesenjangan termasuk persoalan
hingga tingkat nasional.
perbedaan etnik dan agama.
Perubahan identitas budaya yang
Egoisme dan kepentingan kelompok
terjadi dalam masyarakat majemuk
masih kental mendominasi berbagai
sering menjadi ancaman terhadap
sendi kehidupan sosial masyarakat
keberadaan tradisi lokal, warisan

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 44
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

di Indonesia. Kemajemukan atau memicu intoleransi dan disharmoni


keberagaman itu sering tidak disikapi dalam kemajemukan masyarakat
sebagai suatu yang sunnatullah yang Indonesia. Salah satu dari sekian
patut disyukuri dan dihargai banyak nilai kearifan lokal yang
keberadaannya. dimiliki oleh sejumlah daerah di
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah tradisi lisan daerah
Indonesia seharusnya menjadi yang di dalamnya termasuk
kekuatan integratif. Namun, pada mencakup petuah-petuah kelisanan
kenyataanya kemajemukan malah yang ada pada daerah tersebut.
menuai berbagai konflik dalam Kearifan lokal inheren dengan
kehidupan berbangsa dan kebudayaan lokal. Oleh karena itu,
bernegara. Hal ini disebabkan oleh pemahaman tentang kearifan lokal
prasangka-prasangka yang tidak suatu kelompok masyarakat
berdasar karena lemahnya menuntut pula pemahaman
kesadaran dan pemahaman tentang mengenai kebudayaan dari
keberagaman. Nalar kolektif masyarakat bersangkutan. Di masa
masayarakat akan kemajemukan kini, kearifan lokal menjadi
masih terkooptasi oleh kecenderungan umum masyarakat
logosentrisme yang sarat prasangka, Indonesia yang telah menerima
bias, kebencian dan reduksi otonomi daerah sebagai pilihan
terhadap kelompok yang ada di luar politik. Membangkitkan nilai-nilai
dirinya (Maslikhah, 2007:3). Melihat daerah untuk kepentingan
realitas kemajemukan yang tidak pembangunan menjadi sangat
sejalan dengan pemahaman dan bermakna bagi perjuangan daerah
kesadaran mengenai hakekat untuk mencapai prestasi terbaik.
kemajemukan tersebut, maka perlu Pemaknaan tentang kearifan lokal
digali kembali nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) sering digunakan
yang ada di setiap daerah untuk secara bergantian atau saling isi
dijadikan sebagai perekat mengisi dengan konsep-konsep lain
kebersatuan integritas hidup yang terkait, misalnya konsep
berbangsa dan bernegara. pengetahuan lokal (local knowledge)
Terbukanya diskursus mengenai atau kecerdasan lokal (local genious)
nilai-nilai lokalitas ini tentu menjadi atau indigenous knowledge. Haryati
awal yang baik untuk menggali Soebadio (1986) mengatakan bahwa
kembali pemikiran-pemikiran local genius adalah juga cultural
lokalitas yang sudah ada sejak lama, identity, identitas/kepribadian
sebagai pedoman hidup budaya bangsa yang menyebabkan
bermasyarakat dan bernegara. Nilai bangsa tersebut mampu menyerap
kearifan lokal ini kembali memiliki dan mengolah kebudayaan asing
peluang untuk menjadi solusi bagi
persoalan yang berdimensi pluralistik
ataupun multikulturalis yang kerap

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 45
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

sesuai watak dan kemampuan “Maloko” ada asumsi penulis


sendiri. 4 Nagarakartakagama itu telah
mengadopsi nama Maloko dari
Dimensi Kearifan Lokal dalam kebanyakan pedagang Arab yang
Ragam Budaya Tradisi Lisan melakukan kegiatan perniagaan di
Masyarakat Ternate Nusantara. Para penulis China dari
zaman Dinasti Tang (618-906)
Wilayah Maluku Utara umumnya menyebut kawasan ini sebagai “Mi-
dan Ternate khususnya, sejak li-ku” dengan gugusan pulau pulau
berabad-abad lalu sudah terkenal Ternate, Tidore, Makian dan Moti.5
dengan rempah-rempah terutama Keberadaan Ternate menjadi penting
cengkih dan pala. Ternate menjadi dan sangat strategis dari sudut
rebutan bangsa-bangsa asing pandang pelayaran dan
karena kekayaan alam berupa perdagangan bagi Bangsa-Bangsa
rempah-rempah yang melimpah. Barat. Disamping Para Gujarat Arab,
Kondisi geografis dan kekayaan Cina, Melayu dalam tranformasi
alam yang dimiliki, dan letak sosial, ekonomi maupun kebudayaan
pelabuhan yang strategis yang telah dilakukan sebelum
menjadikan Ternate sebagai bandar datangnya para bangsa Portugis,
perdagangan rempah-rempah bagi Spanyol maupun Belanda sekitar
bangsa-bangsa lain. Penelusuran abad ke XIV .
sejarah membuktikan bahwa para Dengan persentuhan kebudayaan
pedagang yang berdatangan ke saat itu melalui misi perdagangan
Ternate antara lain tidak hanya dari dan Agama, kebudayaan Ternate
Jawa dan Melayu, tetapi juga dari menjadi kaya akan tradisi-tradisi
Arab dan Cina. Sedangkan beberapa lisan maupun tulisan beriringan
bangsa lain berlomba-lomba dengan aturan nilai moralitas yang
merebut dan menguasai Ternate kerap disebut oleh orang Ternate
dengan berbagai tujuan seperti sebagai adat seatorang. Ternate
monopoli hasil rempah-rempah dan dengan masyarakatnya yang
menyebarkan agama, antara lain : beragam etnis dan budaya telah
Portugis, Spanyol, Belanda dan memiliki pengetahuan-pengetahuan
Jepang. Merunut Disertasi Van lokal yang ada sejak dahulu.
Fraassen Ternate, de molluken en de Representasi dari nilai kearifan lokal
Indonesische Archipel, sembari ini terdapat dalam corak ragam
mengutip Pigeaud, bahwa nama
Maluku telah dicatat dalam
Nagarakartagama (1365) sebagai 5
Paramita R. Abdurachman, "Moluccan
Responses to the First Intrusions of the West,
"Dynamic of History, eds. Haryati Subadio,et.
4
Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya al., (Amsterdam: North Holland Pub. Co.,
Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta, 1978), hlm. 163
1986, hlm.18-19

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 46
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

tradisi kelisanan masyarakat Ternate Nilai kearifan yang terdapat dalam


yang mewadahi pola pikir, sistem keluarga masyarakat Ternate
pengetahuan Pranata sosial, serta mempunyai hubungan dengan aspek
falsafah hidup yang dijadikan sosial kemasyarakatan (gotong
sebagai pedoman hidup masyarakat royong). Kekerabatan yang dibangun
Ternate. ini tidak hanya untuk keluarga yang
Meskipun konflik Horisontal yang berhubungan dengan garis
bernuansa agama pernah melanda keturunan, melainkan kerabat jauh
Ternate dan Pulau-pulau sekitarnya atau keluarga yang tidak bertalian
tahun 1999 bukan menjadi sesuatu darah pun bisa mendapat tempat
yang tidak berarti jika sejumlah yang sama jika dianggap mempunyai
tradisi kelisanan Ternate yang hubungan baik bagi sesama warga.
mengandung dimensi nilai kearifan Tradisi menyangkut
lokal digali kembali sebagai alat penghormatan antar keluarga
perekat dalam kehidupan berbangsa ataupun tetangga dalam masyarakat
dan bernegara. Nilai kearifan lokal Ternate sangat diagungkan. Salah
dapat mengekspresikan pengalaman satunya adalah ungkapan
keseharian dalam mengelola dan penghormatan dalam hal
mengatasi berbagai persoalan hidup mengundang tetangga atau keluarga
sehari-hari. Identifikasi kearifan lokal pada acara atau hajatan hajatan
masyarakat (Kota) Ternate telah tertentu seperti dalam acara akad
ditemukan dalam ranah-ranah Nikah, pelaksanaan dina kematian,
pranata sosial, ekonomi, politik dan atau Khataman Qur’an. Tradisi
lingkungan. Pranata sosial mengundang dalam adat Ternate ini
mencakup pranata perkawinan, disebut dengan istilah Gogoro atau
pranata kerjasama dan pola Koro yang berarti mengundang.
pengasuhan anak. Pranata ekonomi Apabila kurang lebih dari setengah
mencakup mata pencaharian, sistem jam sebelum acara dimulai maka
produksi dan sistem distribusi. disusul dengan “Koro Susulan” oleh
Pranata lingkungan mencakup keluarga yang melaksanakan
sistem kepercayaan, sistem hajatan, bagi orang Ternate prosesi
teknologi, sistem pengetahuan, ini disebut dengan “Sidola”. Saat
pemanfaatan dan pengelolaan sidola, ada beberapa kata yang
lingkungan fisik. Pranata politik disampaikan kepada yang diundang
mencakup startifikasi sosial dan misalnya, dengan kata-kata: “yang
kekuasaan, kelembagaan dan mengundang menitip salam
organisasi sosial dan modal sosial.6 (meminta) sebisa mungkin untuk
hadir tepat waktu, sebab
acara/hajatan sudah mau
6
Safrudin Amin, Arlinah Madjid, Andi
Sumar Karman, Identifikasi Bentuk Kearifan
Lokal Masyarakat Maluku Utara Dan Strategi Sastra Universitas Khairun Ternate,2008,
Implementasinya Dalam Pembangunan, hlm.13-14
Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Fakultas

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 47
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

dilaksanakan”. Apabila yang Ternate dalam Jou Ngon Ka dada


diundang berhalangan untuk hadir, madopo, Fangare ngom ka Alam
maka yang bersangkutan akan Madiki, mengungkap bahwa dalam
mengucapkan semacam “Siloaloa” adat perkawinan Ternate terdapat
atau permohonan maaf atas ketidak aspek-aspek tradisi islam mulai dari
hadirannya.7 Kearifan lokal lainnya salam peminangan/pelamaran,
yang dapat diidentifikasi dari malam pelamaran, hari antar belanja,
semangat gotong royong sesama acara puncak (hari akad nikah)
keluarga atau tetangga, dapat hingga ke perjamuan makan secara
ditemui pada tradisi menyumbang adat (makan saro) dan malam
untuk membangun rumah, resepsi, secara silih berganti
penyelenggaran ritual kematian atau merepresentasikan antara nilai
penyelenggaraan hajatan tradisional (budaya) dan syariat
pernikahan. islam. Prosesi upacara perkawinan
Sifat kegotong royongan ini dapat ini umumnya dimulai dari Malam
diidentifikasi dalam bentuk syair Rorio. Malam rorio adalah malam
sastra lisan Ternate yang disebut sebelum akad nikah dilaksanakan,
Cing se cingari dengan kutipannya pada malam ini biasanya
sebagai berikut: dikhususkan bagi para wanita/ ibu-
ibu kedua pihak keluarga calon
Ino fo makati nyinga mempelai untuk bertemu dan
Doka gosora se bualawa mengantar “rorio” (semacam
Om doro fo mamote sumbangan/sadaqah) kepada
Foma gogoru, foma dodara mempelai wanita. Tradisi rorio berarti
saling menolong 9. Pada prosesi
Artinya: selanjutnya yaitu Joko Kaha (injak
tanah), makan saro dan rorasa. Joko
Mari kita bertimbang kasih Kaha merupakan ritual
Bagai Pala dan Cengkih penghormatan tidak hanya untuk
Jatuh bangun kita bersama adat perkawinan. Ritual Joko Kaha
Dilandasi kasih dan sayang8 juga dapat dipersembahkan kepada
tamu yang diagungkan sebagai
bentuk penghormatan. Secara
Selain itu, Jusuf Abdulrahman tekhnis bahan yang disiapkan untuk
(2002:81) dalam buku Kesultanan tradisi joko kaha yaitu rumput, tanah,
beras dan air. Pada konteks adat
perkawinan, kedua pengantin
7
Abdulrahman, Jusuf, Kesultanan Ternate (secara bergantian) dengan kaki
dalam “Jou Ngon Ka Dada Madopo Fangare
Ngom Ka Alam Madiki ”, Media Pustaka,
9
Manado,2002, hlm.85 Abdulrahman, Jusuf, Kesultanan Ternate
dalam “Jou Ngon Ka Dada Madopo Fangare
8
Ibrahim, Gufran, A. Mengelola Ngom Ka Alam Madiki ”, Media Pustaka,
Pluralisme. Grasindo, Jakarta, 2004, hlm.42 Manado,2002, hlm.81

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 48
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

telanjang menginjak tanah dan yang dikutip berikut ini sebagai


rumput yang telah disediakan di rorasa perkawinan :
sebuah wadah (piring), selanjutnya Alan nabi Sallallahu Alaihi
kaki kedua mempelai disiram dengan Wassalam.....rai hang saya
air dan ditabur beras saat prosesi rurai i lengkap hira sebira i
joko kaha itu sementara fena nyawa sebadan kani
berlangsung. Pada versi yang lain, bada narouko tudu nyawa i
tradisi joko kaha ini mula mula salamat la no isa toma kie
disentuh oleh ibu jari kaki kanan seperti samaka, besa besa
pada segenggam tanah yang telah manao se mafuturu magaya
diletakkan di atas piring, lalu semangale, me makmur me
kemudian memijakkan kaki diatas salamat, salamat umat
rumput yang juga telah diletakkan Muhammad ngone fo
bersamaan dengan tanah diatas mamoi fo hoko toma ngolo
piring, lalu kaki yang diletakkan itu, doka nyao kahia magam
disiram dengan air secara hikmat. ngolo toma ngolo kuljum.
Prosesi selanjutnya menaburkan Tumbala-tumbala tike ali ali
bunga rampai dan beras populak cincin sulaiman, Sulaiman O
dari kepala hingga mata kaki. madadi nyao nun, wibiki
Setelah itu barulah dibacakan rorasa hum salaka wibubu hum
10
. Rorasa adalah sejenis sastra lisan guraci, widopolo permata
yang syairnya berbentuk pernyataan wilako hum jahum wo
perasaan, nasihat maupun petunjuk. masom mote kore ngongasa
Ungkapan rorasa dilakukan biasanya moku-moku saffan-saffa wo
pada upacara adat, pelantikan sitoro taufan I si rua isa
sultan, upacara perkawinan, jamuan toma limau I si woro tarang
makan adat, ritual penguburan sultan toma akal masampurna
dan upacara adat lainnya11. Konteks wosidego wiparenta,
syair dalam rorasa ditentukan sesuai wihukum sewilarang wi adat
dengan ritual apa yang hendak sewiatorang, wigalib
dilakukan. Namun demikian, bila sewilukudi woterhimpun
mencermati beberapa tradisi yang toma rukun syareat se toma
ada dalam adat masyarakat Ternate, rukun hakekat, se toma
selalu diikutkan dengan syair-syair rukun makrefatullah. Alan
lisan berupa prosa atau puisi yang Nabi Sallallahu Alaihi
berdimensi sastra. Transkripsi rorasa Wassalam...Fiddunnya
Walakhirat Amin

10
Soelarto dkk, Sekitar Tradisi Ternate,
Terjemahan :
Proyek Pengembangan Media Kebudayaan,
Jakarta, 1980, hlm 112
11
Hasan, Abdul Hamid, Aroma Sejarah Alan Nabi Sallallahu Alaihi
dan Budaya Ternate, Antara Pustaka Utama, Wassalam...
Jakarta, 2001, hlm.96

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 49
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

Ditaburi kembang kembang hanya mendeskripsikan, bahwa


menghiasi kedua kakak- adanya unsur sastra lisan yang
beradik dan mendindingi terkandung dalam berbagai upacara
badan dan Nyawa serta adat masyarakat Ternate, yang salah
mensucikan keduanya satunya adalah adat perkawinan.
menyentuh nyawa Untuk mempertegas dimensi
keselamatan, bila ke darat kearifan pada tradisi lokal
seperti buah semangka masyarakat Ternate yang
pada musim hujan dengan berhubungan dengan adat
kesempurnaan, penuh perkawinan. Selanjutnya pada adat
pengertian kemakmuran peminangan Prosesi adat
dan keselamatan, selamat peminangan selanjutnya akan berkait
umat Muhammad, kita dengan ungkapan-ungkapan lisan
sekalian ke laut seperti ikan disaat terjadinya pertemuan antara
lumba-lumba negerinya di kedua keluarga tersebut dan
laut, di laut kuljum. Timbul umumnya sama-sama telah
menyelam mencari cincin mengetahui maksud dan tujuan
Sulaiman, Sulaiman menjadi masing-masing. Meskipun demikian,
ikan Nun, berekor perak, maksud peminangan yang terjadi
bersirip emas, berkepala dalam dialog antar dua keluarga
permata, bermata hum- tersebut dipantangkan untuk
jahum, berenang mengikuti mempergunakan bahasa secara
angin dibawa ombak saffan- langsung untuk menerangkan
saffa, menempatkan taufan maksud dan tujuan kedatangan.
melandakan genangan air Para wakil utusan dua keluarga itu,
ke Pangkalan, membentang diantara yang meminang ataupun
terang ke kesempurnaan yang dipinang wajib menggunakan
akal untuk menetapkan uangkapan bahasa kiasan atau
perintah, hukumnya, bahasa perumpamaan, selayaknya
larangannya, adat dan rangkaian tamsil yang dilisankan
aturan, galib dan lukudi, dengan tujuan untuk menjelaskan
semuanya tercantum dalam maksud maksud kedatangan dan
rukun syariat, rukun hakikat, untuk apa pertemuan itu dilakukan.
furuk tarikat, serta rukun Ungkapan peribahasa dalam prosesi
makrifat. Alan Nabi peminangan masyarakat Ternate
Sallallahu Alaihi Wassalam... mempunyai dimensi sastra lisan dan
mengandung nilai kearifan tersendiri.
Penggalan transkripsi rorasa Petikan ungkapan peribahasa
perkawinan diatas, dikutip tidak melalui bahasa lisan saat pertemuan
secara keseluruhan. Tidak berarti antara kedua keluarga tersebut
akan menghilangkan makna dari diutarakan sebagai berikut: Pertama,
rorasa tersebut, melainkan penulis dialog pendahuluan diawali dengan

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 50
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

pembacaan Al Fatihah dan puji- yang berkilau-kilauan,


pujian yang berisi doa kepada ijinkan kami di tempat ini
junjungan Nabi Besar Muhammad menyampaikan maksud
S.a.w., selanjutnya pertanyaan serta memohon kesediaan,
pertama akan diajukan oleh wakil kiranya saudara dapat
dari orang tua si gadis : menerima sekerat besi
hitam kami untuk saduran
“Apakah gerangan yang mutiara pujaan saudara itu,
menyebabkan Saudara untuk dijadikan perhiasan
saudara berkunjung ke yang menyinari hubungan
gubug kami ini?..Apakah kekeluargaan yang erat
untuk beristirahat sejenak dunia dan akhirat dalam
karena capek berjalan mewujudkan sabda
ataukah hanya berteduh Junjungan kita Nabi
sejenak karena hujan Muhammad S.a.w.
gerimis? ” Kedatangan kami ini
sifatnya menyerah diri,
Pertanyaan itu tidak langsung hendak diapakan kami
dijawab oleh para utusan yang akan bersedia. Ditarik ke Laut
meminang, melainkan didahului kami berenang, diseret ke
dengan ungkapan sanjungan dan gunung kami mendaki,12
terima kasih serta rasa syukur yang
dihaturkan kepada Allah Swt beserta Tradisi lisan yang terdapat pada
Junjungan Nabi Besar Muhammad adat peminangan masyarakat
S.a.w, lalu para wakil si pemuda Ternate ini, memberikan sebuah
menjawab: gambaran tentang integrasi antara
agama disatu sisi dan tradisi lisan
“ kedatangan kami kesini (termasuk dimensi susastra-nya)
bukanlah untuk beristirahat dilain sisi. Tradisi masyarakat
sebentar karena capek Ternate dan Moloku Kie Raha pada
berjalan, dan bukan pula umumnya bercermin di seputar
untuk berteduh sejenak kehidupan keraton kesultanan
karena hujan gerimis, Ternate termasuk pengaruh adat
namun didorong oleh kesultanan terhadap rakyat biasa.
bisikan hati yang Meskipun tradisi dan kebudayaan
dipancarkan oleh nurul- masyarakat Ternate bukan satu-
qalbi. Begitu pula sepanjang satunya representasi dari budaya
pendengaran dan Keraton, tetapi ada keterpengaruhan
pengetahuan kami, bahwa tradisi maupun adat istiadat yang
di dalam Mahligai rumah-
tangga Saudara, ada 12
Soelarto dkk, Sekitar Tradisi Ternate,
tersimpan sebutir mutiara Proyek Pengembangan Media Kebudayaan,
Jakarta, 1980, hlm 123

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 51
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

telah berlangsung ratusan tahun kebudayaan Ternate menjadi kaya


lamanya dengan Bangsa-bangsa akan tradisi-tradisi lisan maupun
asing. Para pendatang awal seperti tulisan yang beriringan dengan
para pedagang dari Arab, Cina, aturan nilai moralitas yang kerap
Melayu, Jawa maupun bangsa asing disebut oleh orang Ternate sebagai
lainnya turut memberikan warna adat seatorang. Disinilah mulai
tersendiri bagi khazanah ragam berkembangnya Tradisi Lisan
budaya di lingkungan Keraton sebagai sebuah kebudayaan yang
maupun pada kehidupan menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat biasa atau yang disebut masyarakat Ternate. Tata kehidupan
dengan “bala kusu sekano-kano”. dengan aturan lisan yang mengikat
Proses integrasi kebudayaan antara komunitas orang Ternate dalam
bangsawan dengan sejumlah bangsa konteks “Masyarakat Adat”
asing senantiasa dilihat dalam bersumber dari Enam Sila Dasar
konteks budaya yang saling Falsafah Adat yang berlaku. Falsafah
bersinergis. Berhubungan dengan adat ini merupakan warisan nenek
konteks budaya, suatu kebudayaan moyang. Mengutip Busranto ada
dapat dipahami sebagai artefak Enam Sila Dasar Falsafah Adat
tradisi maupun adat istiadat yang Ternate ini merupakan implementasi
diyakini sebagai pembersih “noda dari akar budaya asli orang Ternate
sejarah”. Kebudayaan juga dapat yang disebut dengan ; “Adat ma toto
berunsurkan pengetahuan, teknologi, agama, Agama ma toto toma Jou
kesosialan, ekonomi, dan kesenian. Rasulullah, Jou Rasulullah manyeku
Unsur-unsur itu saling berkonfigurasi Diki Amoi nga hidayah se kodrati”.
dalam memproduksi nilai-nilai, dalam (Adat bersumber dari agama, agama
memberi bentuk dan makna.13 Pada bersumber dari ajaran Rasullulah, dia
aras inilah falsafah atau pandangan atas Rasulullah hanya hidayah dan
hidup suatu bangsa mempunyai kehendakNYA atas segalanya”)14.
peran sebagai pencerminan dari Enam Sila Dasar Falsafah Adat orang
nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Ternate adalah merupakan warisan
setempat. dari para leluhur yang dalam bahasa
daerah Ternate disebut “Kie se Gam
Nilai Kearifan Lokal Dalam Sastra Magogugu Matiti Rara”, terdiri dari :
Lisan Ternate
1. Adat Se Atorang
Akulturasi kebudayaan yang
terjadi saat berbagai Bangsa asing
datang Ke Ternate melalui misi
14
perdagangan dan Agama, membuat Busranto Abdullatif Do’a
http://pewarta-
indonesia.persisma.org/inspirasi/sosial-a-
13
Simon, Fransiskus, Kebudayaan Dan budaya/1054-memahami-falsafah-adat-
Waktu Senggang, Jalasutra, Yogyakarta, orang-ternate.html, Pewarta Indonesia, 2009
2008, hlm.10 Akses 29/02/16

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 52
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

Hukum dasar yang harus dipatuhi kewajiban masing-masing perlu


dan disusun menurut kebiasaan dibina dan dijaga kelestariannya.15
yang dapat diterima oleh semua Tradisi lisan lain yang dapat
lapisan masyarakat. Artinya adat ditemukan dalam seni susastra lisan
yang bersendikan aturan. Ternate yang berbentuk puisi, prosa
2. Istiadat Se Kabasarang lirik, dan berbagai tuturan lisan
diantaranya terdiri dari:
Lembaga adat dengan
kekuasaannya menurut ketentuan
Dola Bololo
adat yang berlaku dijunjung tinggi
sebagaimana menjaga martabat Dola bololo berarti sepotong
orang Ternate. ungkapan atau pernyataan perasaan
seseorang melalui peribahasa16
3. Galib Se Likudi sementara menurut Budayawan
Maluku Utara Jusuf Abdulrahman
Kebiasan lama yang menjadi Dola Bololo adalah semacam
pegangan suku bangsa diatur pepatah/petitih atau peribahasa,
menurut sendi ketentuan yang semacam pantun kilat yang
dilazimkan dalam masyarakat dan diucapkan untuk melengkapi atau
disesuaikan dengan jaman tanpa memberikan posisi kunci pada suatu
ada pertentangan. percakapan.17 Dola Bololo, yang
berarti penggalan kata-kata terpilih,
4. Ngale Se Cara/Duku merupakan falsafah hidup dan juga
sebagai landasan pijak kehidupan
Bentuk budaya masing-masing
masyarakat yang telah diwariskan
suku bangsa dapat digunakan
secara turun temurun berabad-abad
secara bersama-sama sesuai
lamanya. Dola Bololo merupakan
dengan keinginan untuk keutuhan
satu kesatuan integral yang tidak
dalam perbedaan.
terpisahkan dari kehidupan
masyarakat kesultanan Ternate yang
5. Sere Se Duniru
bertujuan untuk membawa
Tata kehidupan seni dan budaya masyarakat ke kemaslahatan diri
dan kebiasaan yang timbul dalam baik di dunia maupun di akhirat. Dola
pergaulan masyarakat diterima Bololo terdiri atas dua jenis, yaitu
secara bersama-sama.

6. Cing Se Cingare 15
16
ibid
Hasan, Abdul Hamid, Aroma Sejarah
Ketentuan pengaturan tentang dan Budaya Ternate, Antara Pustaka Utama,
perempuan dan lelakinya. Artinya Jakarta, 2001 hlm 92
17
Abdulrahman, Jusuf, Kesultanan
setiap individu maupun pasangan Ternate dalam “Jou Ngon Ka Dada Madopo
pria dan wanita merupakan kesatuan Fangare Ngom Ka Alam Madiki ”, Media
yang utuh dengan hak dan Pustaka, Manado,2002, hlm.65

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 53
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

Dalil Tifa yang berisi pemikiran akal Manusia sesungguhnya harus


praktis karena syair-syair yang ada menumbuhkan sifat mutualisme bagi
di dalamnya merupakan penjabaran sesama. Sebagai bagian dari nilai
dari Hadits; dan Dalil Moro yang kearifan lokal simbol yang
berisi pemikiran akal teoretis karena dianalogikan melalui buah-buahan
merupakan penjabaran dari nilai-nilai ini, mempunyai dimensi bahwa
dan ajaran-ajaran yang terkandung esensi Manusia harus dapat
dalam Al-Qur’an. Oleh karena terdiri bermanfaat bagi manusia yang lain.
atas pemikiran praktis dan teoritis, Transkripsi dola bololo yang lain :
maka pesan-pesan yang Kahia ma gam ngolo
disampaikan dalam Dola Bololo
mencakup seluruh dimensi lumba-lumba itu tempatnya
kehidupan manusia. Pada umumnya di laut
Dola Bololo disampaikan melalui Waro ngolo uwa
percakapan antara dua orang atau
lebih, di mana saja dan kapan saja.18 tetapi dia tidak mengetahui
Syair Dola Bololo semua laut
merepresentasikan eksistensi Allah, Moleo ma banga
manusia, dan alam semesta sebagai
suatu kesatuan dalam membangun burung moleo tempatnya di
kehidupan mikro dan makro yang hutan
harmonis (Mudaffar-Sjah dalam Waro banga ua
Dinsie, 2009: xxxi). Berikut adalah
Transkripsi dola bololo tapi dia tidak tahu semua
hutan
Aski joro tuada Dadi mojiu ngolo ma lamo
berlakulah seperti
cempedak maka dia akan jadi buah
Sofo kama bunga ua mujiu
berbuah tanpa berbunga Ruru to matai ruru
Cinga-cinga i cadamo
jangan seperti bunga di hanyut sejauh-jauhnya di
jalan laut lepas
Bunga bato supu ua
Dalil Moro
hanya berbunga tanpa
Sebagaimana Dola bololo, Dalil
berbuah
Moro termasuk salah satu bentuk
puisi sastera lama yang dalam
peribahasanya mengungkapkan
18
Piris-P, W., D. Amahorseya, dan J. perumpamaan berbentuk dalil
Pentury, Sastra Lisan Ternate: Analisis
Struktur dan Nilai Budaya. Pusat Bahasa,
sebagai contoh untuk ditiru. Isi dan
Jakarta. 2000, hlm 58 pengertian syairnya Dalil Moro

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 54
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

adalah tentang hakikat kehidupan Sebagai bentuk dari kearifan


manusia, bahwa setiap individu lokal, maka nilai keberagaman-lah
masyarakat dituntut dapat yang terpatri dalam penggalan dalil
menempatkan dirinya dalam moro diatas. Masyarakat Ternate
masyarakat serta mampu pada khususnya dan Moloku Kie
menciptakan suasana keragaman Raha (Maluku Utara) pada umumnya,
yang dapat menjalin ikatan antara menurut konteks sejarah telah
sesama manusia dalam hubungan bersentuhan dengan berbagai suku
kekeluargaan sampai ke dalam bangsa dan memiliki beragam
kelompok yang lebih besar. budaya, seperti dari : bangsa Arab,
Penyampaiannya Dalil Moro Cina, Melayu, Jawa hingga bangsa-
biasanya melalui percakapan, bangsa asing lainnya. Melalui tradisi
terutama bagi kalangan orang tua, sastra lisan, nilai-nilai kemajemukan
yang mana hal ini sekarang sudah itu diapresiasikan sebagai bentuk
jarang dilakukan. Dalil moro pandangan hidup tersendiri bagi
terkadang diekspresikan dalam kalangan masyarakat Ternate.
bentuk nyanyian, seorang biduan
atau biduanita yang mahir Penutup
mendendangkannya. Waktu dan
tempat tergantung pada penyair itu Vansina (1985) mendefinisikan
sendiri. tradisi lisan (yang didalamnya
Berikut adalah transkripsi dalil termasuk Sastra Lisan) sebagai
moro : "pesan verbal berupa pernyataan
yang dilaporkan dari masa silam
Ngone doka dai loko19 kepada generasi masa kini" di mana
"pesan itu haruslah berupa
Kita bagaikan kembang di pernyataan yang dituturkan,
padang rumput dinyanyikan, atau diiringi alat musik";
Ahu yo ma fara-fara "Haruslah ada penyampaian melalui
Tumbuh dan hidup terpencar- tutur kata dari mulut sekurang-
pencar kurangnya sejarak satu generasi".
Si rubu-rubu yo ma moi-moi Dia mengemukakan bahwa "Definisi
Terhimpun dalam satu kami adalah definisi yang berfungsi
genggaman bagi kalangan sejarawan. Para
Doka saya rako moi sosiolog, bahasawan, atau sarjana
Bagaikan hiasan seikat seni verbal mengajukan
kembang pendekatannya masing-masing,
yang untuk kasus khusus (sosiologi)
mungkin saja menekankan
pengetahuan umum, fitur kedua
19
Hasan, Abdul Hamid, 2001. Aroma yaitu membedakan bahasa dari
Sejarah dan Budaya Ternate, Antara Pustaka dialog (bahasawan) biasa, dan fitur
Utama, Jakarta hlm 101.

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 55
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

terakhir adalah bentuk dan isi yang sempurna/matang dan sering dinilai
mendefinisi seni (pendongeng). dengan kriteria keberaksaraan.
(Vansina, Jan: "Oral Tradition as (2005: 144).
History", 1985)20 Tradisi lisan (Oral Mengutip frasa Paul Riceour
Tradition) mencakup segala hal yang (1991:3) an event of discourse teks
berhubungan dengan sastera, budaya sastra termasuk sastra lisan
bahasa, sejarah, biografi merupakan peristiwa wacana, sastra
(antroposentris) , dan berbagai mengartikulasikan dan menderivasi
pengetahuan serta jenis kesenian kebudayaan Batniah (deep culture,
lain yang disampaikan dari mulut ke profound culture), seperti tata sikap,
mulut. Jadi tradisi lisan tidak hanya pembatinan nilai, penghayatan dan
mencakup ceritra rakyat, teka-teki, tanggapan masyarakat dimana
peribahasa, nyanyian rakyat, sastra itu disemai dan dipelihara
mitologi, dan legenda sebagaimana dalam sebuah jagat “bahasa” yang
umumnya di duga orang, tetapi juga tak terucapkan. Berdasarkan dengan
berkaitan dengan system kognitif uraian diatas, maka dapat
kebudayaan, seperti; sejarah, hukum dikemukakan bahwa kearifan lokal
dan pengobatan. Tradisi lisan adalah yang terdapat dalam tradisi lisan
“segala wacana yang hendaknya terus digali.Unsur-unsur
diucapkan/disampaikan secara turun budaya lokal yang berpotensi untuk
temurun meliputi yang lisan dan membangun masyarakat dapat
yang beraksara” dan diartikan juga dipergelarkan dalam bentuk festival
sebagai “sistem wacana yang bukan budaya. Sebagai contoh festival seni
beraksara.”. tradisi lisan tidak hanya tradisi, upacara tradisi, dan
dimiliki oleh orang lisan saja. permainan (dolanan) tradisional
Implikasi kata “lisan” dalam anak-anak dapat dijadikan sebagai
pasangan lisan-tertulis berbeda wahana untuk membangun
dengan lisan-beraksara. Lisan yang kesadaran pluralisme, membangun
pertama (Oracy) mengandung integrasi sosial dalam masyarakat,
maksud ‘keberaksaraan bersuara’, dan tumbuhnya multikul-turalisme.
sedangkan lisan kedua (Orality) selain itu untuk merevitalisasi budaya
mengandung maksud kebolehan lokal diperlukan adanya strategi
bertutur secara beraksara. Kelisanan politik kebudayaan dan rekayasa
dalam masyarakat beraksara sering sosial dengan pembuatan dan
diartikan sebagai hasil dari implementasi kebijakan yang jelas.
masyarakat yang tidak terpelajar; Salah satu di antaranya adalah
sesuatu yang belum ditulisakan; adanya peraturan daerah tentang
sesuatu yang dianggap belum pelestarian, pengembangan, dan
pemanfaatan budaya lokal yang

20
Jan Vansina. Oral Tradition As History .
dapat menjadi payung hukum dalam
Madison, Wisconsin,. University of Wisconsin perencanaan dan pelaksanaan
Press,. 1985, kegiatan-kegiatan budaya oleh

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 56
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. III, No. 1, Tahun 2016

dinas-dinas atau lembaga-lembaga Jakarta: Antara Pustaka


terkait. Harapan besar tradisi Utama.
kelisanan yang ada ada pada
Ibrahim, Gufran, A. 2004, Mengelola
budaya lokal masyarakat Ternate
Pluralisme. Grasindo, Jakarta.
dapat memberikan sumbangsih
pemikiran dalam rangka penguatan Nasikun, “Struktur Majemuk
karakter pembangunan bangsa dan Masyarakat Indonesia”, dalam
budaya serta dapat menjadi alternatif Sistem Sosial Indonesia,
“Counter Culture” dengan nilai Jakarta: PT RajaGrafindo
kearifan lokal sebagai solusi atas Persada
konsekuensi hidup dalam
Abdurachman, Paramita R. 1978.
masyarakat yang majemuk.
"Moluccan Responses to the
First Intrusions of the West,
"Dynamic of History, Haryati
DAFTAR PUSTAKA Subadio, et al. (Eds).
Amsterdam: North Holland
Abdulrahman, Jusuf, 2002, Pub. Co.
“Kesultanan Ternate” dalam
Amin, Safrudin., Arlinah Madjid, Andi
Jou Ngon Ka Dada Madopo
Sumar-Karman. 2008.
Fangare Ngom Ka Alam Madiki
Identifikasi Bentuk Kearifan
. Manado: Media Pustaka.
Lokal Masyarakat Maluku
Ali, Muhamad,. 2003. Teologi Utara Dan Strategi
Pluralis-multikultural: Implementasinya Dalam
Menghargai Kemajemukan Pembangunan, Laporan
Menjalin Kebersamaan, Penelitian Hibah Bersaing,
Jakarta: Penerbit Buku Fakultas Sastra Universitas
Kompas. Khairun Ternate.
Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Simon, Fransiskus. 2008.
Budaya Bangsa (local Genius). Kebudayaan Dan Waktu
Jakarta: Pustaka Jaya. Senggang. Yogyakarta:
Jalasutra.
Doa, Busranto Abdullatif.
http://pewarta- Soelarto. 1980. Sekitar Tradisi
indonesia.persisma.org/inspira Ternate. Proyek
si/sosial-a-budaya/1054- Pengembangan Media
memahami-falsafah-adat- Kebudayaan, Ditjen
orang-ternate.html, Pewarta Kebudayaan Departemen
Indonesia, 2009 unduh Pendidikan dan Kebudayaan
29/02/16. Jakart
Hasan, Abdul Hamid, 2001. Aroma
Sejarah dan Budaya Ternate,

Syahyunan Pora – Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Masyarakat Ternate 57

Anda mungkin juga menyukai