Muhammad Hanif
Zulianti *)
Abstrak
Semua adat yang berkembang dalam menunjukkan bahwa mereka sangat peduli
kehidupan masyarakat sampai sekarang terhadap pelestarian seni budaya lokal dan
masih di lestarikan, karena di dalamnya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
terkandung ajaran-ajaran atau pengetahuan Disamping itu, dalam pelaksanaan upacara
yang berisi norna-norma, nilai-nilai dan Grebeg dapat dilihat adanya unsur gotong
peraturan-peraturan dalam mengtur tingkah royong. Sasaran yang akan dicapai dalam
laku masyarakat tetap mempunyai keper- pelaksanaan Grebeg Suro yaitu: memelihara
cayaan terhadap kekuatan gaib. nilai-nilai religius yang berkembang di
Menurut Herusasoto (2008:8) salah tengah masyarakat Kabupaten Ponorogo
satu tradisi atau adat tata kelakuan adalah dalam menyambut Tahun Baru Islam serta
tingkat nilai budaya yang berupa ide-ide mengembangkan pelestarian seni budaya
yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling tradisional khas Ponorogo.
bernilai dalam kehidupan masyarakat, dan Grebeg Suro di Ponorogo dapat
biasanya berakar dalam bagian emosional dilihat adanya Tari Reyog Ponorogo yang
dan alam jiwa manusia. Dalam gerak tidak ditemui dalam acara grebeg-grebeg di
langkah pelaksanaanya atau tindakannya daerah lain seperti di Yogyakarta dan
orang Jawa memiliki ungkapan-ungkapan Surakarta. Dalam grebeg ini juga digelar
simbolis seperti ”saiyeg saeko praya” yang kirab, pemilihan duta wisata, kakang senduk,
artinya bergerak bersama-sama untuk acara Larung Risalah dan doa. Prosesi
mencapai tujuan bersama Salah satu tradisi tersebut menarik, tidak hanya dalam format
masyarakat Jawa pada umumnya dan fisiknya, tetapi juga nilai-nilai yang ter-
masyarakat Ponorogo pada khususnya kandung didalamnya. Namun masyarakat
dalam memperingati datangnya tahun baru umum banyak yang belum memahami
Islam mengadakan perayaan yang disebut tentang nilai-nilai tersebut, karena informasi-
Grebeg Suro. informasi yang berkaitan hal tersebut belum
Grebeg Suro sangat penting bagi banyak yang digali. Untuk itu penelitian ini
kehidupan masyarakat Jawa kususnya menarik dan layak dilakukan.
masyarakat Ponorogo karena merupakan
acara tahunan yang dirayakan setiap Kajian Pustaka
tanggal 1 Muharram (1 Suro pada tahun
Jawa) dan kegiatan rutin yang bertujuan 1. Simbol
melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa, Kata simbol berasal dari bahasa
yakni kekhasan dan keaslian Reyog yang Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri
menjadi kesenian asli Ponorogo. Dengan yang memberitahukan sesuatu hal kepada
digelar festival tahunan diharapkan seluruh seseorang (Herusasoto, 2008: 17). Menurut
anak bangsa dan manca negara memahami etimologinya, simbol dan simbolisasi di ambil
bahwa Reyog merupakan kesenian asli dari kata Yunani Sumballo (sumballein) yang
Ponorogo. Selain itu juga untuk mem- mempunyai beberapa arti yaitu ber-
peringati serta menyukuri kedatangan tahun wawancara, merenungkan, memperbanding-
baru Islam. kan, bertemu, melemparkan menjadi satu,
Tradisi Grebeg Suro di Ponorogo menyatukan.
merupakan pesta akbar karena semua Perkataan simbol seringkali terbalik
masyarakat berbondong-bondong berpartisi- penggunaannya dengan kata „isyarat‟ dan
pasi dalam setiap kegiatan yang diadakan. „tanda‟. Sebenarnya antara isyarat, tanda,
Masyarakat Ponorogo khususnya ingin
Simbolisme Grebeg Suro....... | 38
Agung dilengkapi unsus-unsur seperti; 7 hari pengukuran atau alat pengambilan data
( Ahad, Senen, Slasa, Rebo, Kemis, Jumuah langsung pada subjek sebagai sumber
dan Setu ), 5 pasaran ( Legi, Paing, Pon, informasi yang dicari (Saifuddin Aswar,
Wage dan Kliwon ), 12 bulan ( Sura, Sapar, 2004:91). Sumber data primer yang diguna-
Mulud, dst.), 8 tahun ( Alip, Ehe, Jimawal, kan dalam penelitian ini yaitu para saksi dan
Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir ), 4 windu ( pelaku dalam acara Grebeg Suro.
Adi, Kunthara, Sangsara dan Sancaya ), 30
wuku ( Sinta, Landep, Wukir, dst.), 12 2. Sumber sekunder
mangsa (Kasa, Karo, Katelu, dan seterus- Data skunder atau data tangan kedua
nya), serta 5 Kurup (Jamngiyah, Kamsiyah, adalah yang diperoleh lewat fihak lain, tidak
Arbangiyah/Aboge, Salasiyah/ Asapon dan langsung diperoleh peneliti dari subyek
Isneniyah ). Kelengkapan dari unsur-unsur penelitiannya (Saifuddin Aswar, 2004:91).
itu kemudian digunakan sebagai Pawukon, Adapun sumber data skunder data yang
sebagai dasar perhitungan perbintangan dipergunakan adalah dokumen-dokumen.
Jawa. Teknik pengumpulan data yang
Pada dasarnya Grebeg Suro digunakan dalam penelitian ini adalah :
Ponorogo merupakan suatu acara yang
diadakan untuk memperingati datangnya 1. Observasi
tahun baru Islam (dalam istilah Jawa disebut Observasi atau pengamatan adalah
Suro). Berbagai macam dan tata cara kegiatan keseharian manusia dengan
kegiatan dalam menyambut bulan Sura bagi menggunakan pancaindra mata sebagai alat
masyarakat Ponorogo adalah bagian dari Bantu utamanya selain pancaindera lainnya
kegiatan religius. Semua itu dilakukan hanya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.
dalam proses pendekatan kepada Yang Karena itu observasi adalah kemampuan
Kuasa. Sedangkan tata cara termasuk seseorang untuk menggunakan
grebeg dan adanya kesenian Reog hanyalah pengamatannya melalui hasil kerja
sebuah sarana berdasarkan kepercayaan pancaindra mata serta dibantu pancaindra
dari naluri budaya yang berlaku. lainya ( Burhan Bungin,2007:115).
(http://ponorogo-tourism.com/, di akses 1
Maret 2011). 2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu
Metode Penelitian cara pengambilan data yang dilakukan
melalui kegiatan komunikasi lisan dalam
Lokasi penelitian ini adalah bentuk terstruktur dan tak terstruktur.
Kabupaten Ponorogo. Sedangkan waktu Interviu terstruktur merupakan bentuk
penelitian yang digunakan bulan Februari interviu yang sudah diarahkan oleh sejumlah
sampai dengan bulan Juni 2011. Sumber pertanyaan secara ketat. Dalam semi
data yang digunakan dalam penelitian ini struktur, meskipun interviu sudah diarahkan
meliputi : oleh sejumlah daftar pertanyaan tidak
tertutup kemungkinan memunculkan per-
1. Sumber primer tanyaan baru yang idenya muncul secara
Data primer data tangan pertama, spontan sesuai dengan konteks pem-
adalah data yang diperoleh langsung dalam bicaraan yang dilakukannya. Dalam interviu
subjek penelitian dengan mengenakan alat secara tak berstruktur, peneliti hanya
berfokus pada pusat-pusat permasalahan
41 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2
tanpa diikat format-format tertentu secara hal-hal yang tidak penting, dan mengatur
ketat (Maryaeni, 2005:70). data sehingga penelitian data dilakukan.
Metode ini merupakan pengumpulan 2. Sajian Data
data dimana penulis hadapan langsung Sajian data merupakan rakitan
dengan para informan untuk mengajukan organisasi informasi, diskripsi dalam bentuk
sejumlah pertanyaan secara lisan. Interviu narasi yang menginginkan simpulan
dilakukan kepada beberapa warga dan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini
tokoh masyarakat (Sunardi Selaku juru kenci merupakan rakitan kalimat yang disusun
Makam Batoro Katong). Metode ini menjadi secara lugis dan sistematis, sehingga
sumber informasi yang sangat berharga mudah dibaca dan sajikan.
untuk memperoleh data yang diperlukan. 3. Penarikan simpulan dan verifikasi
Penarikan simpulan dilakukan setelah
3. Dokumentasi proses data berakhir. Simpulan perlu
Metode dokumenter adalah salah verivikasi agar hasil penelitian benar-bear
satu metode pengumpulan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
digunakan dalam metodologi penelitian
sosial. Pada intinya metodologi documenter Pengumpulan Data Sajian
adalah metode yang digunakan untuk Data
menelusuri data historis (Burhan Bungin,
2007:121). Metode dokumentasi yang
dipakai dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data dari segala benda tertulis Reduksi Penarikan
Data Kesimpulan/Verifikasi
baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Dalam kinerjanya penulis meng-
gunakan cara-cara kerja sejarawan yaitu
heuristik, usaha menemukan jejak-jejak Bagan 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif
sejarah. Setelah berhasil menemukan jejak- (Sutopo, 2002:91)
jejak yang akan menjadi cerita sejarahnya
maka langkah berikutnya adalah menilai, Hasil Penelitian
menguji atau menyeleksi jejak-jejak tersebut
sebagai usaha mendapatkan jejak atau 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten
sumber yang benar. Dokumen-dokumen Ponorogo
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini Di dalam buku Babad Majapahit
adalah foto-foto dan peralatan yang diceritakan, bahwa asal usul kota Ponorogo
digunakan dalam acara Grebeg Suro. bermula dari Kedatangan Raden Katong
Analisis data dalam penulisan ini seorang putra dari Prabu Brawijaya V dari
menggunakan analisis interaktif tiga kom- Kerajaan Majapahit ke Kutu. Raden Katong
ponen. Tiga komponen utama tersebut diutus ayahandanya Prabu Brawijaya V
adalah (1) Reduksi data, (2) Sajian data, (3) untuk mengembalikan kesetiaan Ki Ageng
Penarikan kesimpulan serta vervikasinya Kutu yang dianggap telah mirong kempuh
(H.B Sutopo, 2002 : 91). jingga (menentang kebijaksanaan Raja).
1. Reduksi Data Maka setelah sampai di Kutu terjadilah
Reduksi data adalah bagian dari pertempuran antara Raden Katong dan Ki
proses analisis yang mempertegas, Ageng Kutu. Dan akhirnya Raden Katong
memperpendek, membuat fokus, membuat
Simbolisme Grebeg Suro....... | 42
juga angkodes sebagai alat transportasi dari dan juga ziarah di makam-makam keramat.
desa ke desa (Disbudparpora Ponorogo, Sementara ada yang mengadakan pementa-
2003). san wayang kulit semalam suntuk dengan
Ponorogo juga terdapat pondok lakon tertentu yang dianggap keramat.
modern Gontor, Pondok Pesantren Wali Seperti yang dilakukan oleh para Bupati dan
Songo Ngabar, Pondok Pesantren Al-Islam pegawai Pemerintahan di Kabupaten
Joresan, Arrisalah dan Al-Mawadah. Selain Ponorogo, mereka melakukan ziarah makam
pondok juga ada Universitas Batoro Katong sambil membawa duplikat
Muhammadiyah, Universitas Merdeka, pusaka yang akan dikirab pada sore harinya
STAIN, INSURI, ISID (Institut Studi Islam (Wawancara dengan Sunardi, 27 April
Darussalam), AKPER PEMKAB Ponorogo. 2011).
Yang merupakan salah satu tempat Disisi lain Seni Reyog Ponorogo yang
pendidikan yang bisa di tempuh di telah terkenal dan menjadi salah satu
Kabupaten Ponorogo khasanah budaya bangsa Indonesia hingga
Hasil pertanian di kabupaten ke manca negara, ternyata pada dekade
Ponorogo berupa padi, ubi kayu, jagung, 1970 an sampai 1980 an perkembangannya
kedelai, kacang tanah dan tebu. Kabupaten mengalami kondisi yang sangat mem-
Ponorogo merupakan kota yang letaknya prihatinkan. Kondisi ini ditandai dengan
strategis. Kota yang berada di dataran mulai ditinggalkannya Seni Reyog Ponorogo
rendah dan sebagian dataran tinggi. oleh generasi muda dan senimannya, serta
Sehingga cocok tanam yang bisa dilakukan perkembangannya seni Reyog Ponorogo
seperti diatas. yang semakin menurun baik secara
kuantitas maupun kualitas harinya
2. Sejarah Awal Grebeg Suro (Wawancara dengan Budi S., 9 Mei 2011).
Mewarisi naluri budaya Jawa berarti Menyadari adanya kondisi tersebut
mempercayai laku tirakat. Seperti halnya diatas serta dalam upaya menggugah
ketika menyambut pergantian tahun Jawa kembali kecintaan akan budaya khas
atau suran. Masyarakat Ponorogo tradisional khususnya Seni Reyog
melakukan laku tirakat dibulan Sura, yaitu Ponorogo, maka bupati Ponorogo ke 11
dengan melakukan tirakatan mengelilingi (Alm. Drs. Subarkah Putro Hadiwiryo) pada
kota dan tidak tidur pada malam satu suro tahun 1987 memprakarsai sebuah ide
(melekan) yang selanjutnya tradisi tersebut pagelaran seni Reyog dengan memanfaat-
disebut Grebeg Suro. Cikal bakal Grebeg kan tradisi masyarakat Ponorogo tersebut
Suro diyakini ratusan tahun yang lalu telah yang diwujudkan dalam pementasan festifal
dilakukan masyarakat Ponorogo secara Reyog Ponorogo pada perayaan Grebeg
spontan, responsif dalam menyambut tahun Suro (Disbudparpora Ponorogo, 2008).
baru Suro (Wawancara dengan Sunardi, 27
April 2011). Menurut Djudiono (53 tahun) 3. Nilai-Nilai Simbolik Grebeg Suro
tradisi Grebeg Suro dilakukan sejak dulu Grebeg Suro mengandung nilai-nilai
dengan bersama-sama menuju satu tujuan religius dan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai
yang diyakini dengan kesepakatan bersama religius dalam tradisi Grebeg Suro yaitu
menuju alon-alon kota Ponorogo. dengan mengadakan simaan Al-Qur‟an dan
Selain laku tirakat bulan suro identik istigosah yang diikuti ribuan tokoh dan
dengan sakralitas. Pada bulan suro masyarakat.. Selain nuansa religis, nuansa
masyarakat Jawa melakukan laku prihatin budaya juga mewarnai pembukaan Grebeg,
Simbolisme Grebeg Suro....... | 44
sesama manusia. Peralatan Reog berjumlah edukatif. Hal itu sebagai pengejawantahan
17, juga mengingatkan kita wajib menyem- dari suatu ajaran yang disampaikan secara
bah kepada Allah dalam sehari semalam 17 kiasan atau simbol, isinya diperguankan
rekaat. Simbol-Simbol dari Aspek Instrumen sebagai pendorong cinta tanah air yang
dan Arasemen dalam Reyog Ponorogo mengajarkan hal-hal sebagai berikut, yaitu :
Gamelan atau musik Reyog 1) Ketenangan, ketangguhan dan ketega-
Ponorogo berfungsi sebagai tetabuhan dan ran pribadi.
pengiring pagelaran kesenian Reyog yang 2) Waspada, dapat mengantisipasi serta
sangat dominan. Keistimewaan gamelan penuh pertimbangan dalam mengambil
Reyog Ponorogo apabila sedang dibunyikan keputusan.
meskipun tanpa penari mampu meng- 3) Trampil, cekatan dan trengginas
getarkan jiwa dan menggerakkan hati orang- tindakannya.
orang disekitarnya sejauh bunyi gamelan 4) Dicintai, mencintai dan tanggap sasmita
Reyog tersebut dapat didengar. Gamelan dalam hidup bermasyarakat.
reyog Ponorogo mempunyai ciri khusus baik 5) Disegani dan penuh wibawa (Pemkab
bentuk, nada dan larasnya. Misalnya Ponorogo, 1996: 21).
kendang Reyog Ponorogo lebih besar dan Karakteristik kuat dimiliki oleh setiap
panjang serta menggunakan tutup belulang peraga karena lahir dan keberadaannya
yang kuat, sehngga kalau dipukul dapat sebagai renungan , berarti dan mencari dan
menggetarka hati pendengarnya. Demikkian menemukan jati dirinya sebagai insan yang
pula bunyi kempulnya dapat didengar taqwa pada Allah dalam hidup bermasya-
sampai di kejauhan, sehingga eksistensinya rakat, berbangsa dan bernegara dalam
sebagai Reyog Ponorogo sebagai media falsafah Pancasila dan UUD 1945.
hiburan dan komunikasi sekaligus pengum- Pada masa dahulu, penari Jathilan
pul massa benar-benar menjadi kenyataan diperankan oleh pria dengan gaya seperti
(Pemkab Ponorogo, 1996: 15). wanita, namun sekarang justru peran jathilan
Seperangkat gamelan Reyog itu bersifat heroik sesuai dengan maksudnya
Ponorogo merupakan paduan antara laras yaitu menggambarkan prajurit yang sedang
pelog dan laras slendro, namun dapat dinik- berlatih perang, meskipun pelakunya wanita
mati dengan nyaman tanpa meng-ganggu (Pemkab Ponorogo, 1996: 22).
pendengaran. Di sinilah letak keunikan c. Simbol-Simbol dari Aspek Busana dan
gamelan Reyog Ponorogo yang mampu Rias dalam Reyog Ponorogo
memberikan tontonan sebagai tuntunan. Pelaku / peran dalam pementasan
Laras pelog dapat dipadukan dengan laras Reyog Ponorogo mempunyai ciri-ciri dan
slendro, hal ini mengandung makna bahwa macam busana yang berbeda satu dengan
di dunia ini ada dua hal yang saling yang lain, sesuai dengan karakteristik dan
bertautan/berpasang-pasangan, misalnya arti sendiri-sendiri. Pada umumnya busana
laki-laki perempuan, siang malam, dunia pelaku Reyog Ponorogo terdiri dari warna
akhirat. hitam,merah, putih dan kuning. Hal ini
b. Simbol-Simbol dari Aspek Tari dan mengandung arti dan karakteristik sendiri-
Pelaku dalam Reyog Ponorogo sendiri misalnya:
Kesenian Reyog Ponorogo adalah 1) Warna hitam melambangkan sifat
kesenian rakyat yang legendaris, dimana berwibawa, tenang dan berisi. Serta
eksistensinya mengandung nilai-nilai merupakan lambang pengendalian nafsu
historis, filosofis, religius, rekreatif dan aluamah.
Simbolisme Grebeg Suro....... | 46
2) Warna merah berarti berani sesuai religius. Reyog bagi mereka adalah buah
dengan karakter tari yang heroik. Serta perpaduan dari beberapa makna, dasar tata-
merupakan lambang pengendalian nafsu nilai dan pijakan kehidupan. Dari unsur
amarah. katanya bisa diurai sebagai berikut. Huruf
3) Warna putih berarti keberanian yang “R” berarti rasa kidung, “E” berarti engwang
dilandasi dengan tujuan yang suci. Serta sukma adiluhung, “Y” melambang Yang
merupakan lambang pengendalian nafsu Widhi, Yang Agung, “O” berarti olah
mutmainah. kridaning Gusti, dan “G” bermakna gelar
4) Warna kuning berarti mempunyai cita- gulung kersane Kang Maha Agung, semua
cita untuk memperoleh kebahagiaan dan yang terjadi atas kehendak-Nya, suatu sikap
kejayaan. Serta merupakan lambang ikhlas tanpa pamrih. Jadi seperti dikatakan
pengendalian nafsu supiah (Pemkab salah seorang tokoh Reyog Ponorogo Mbah
Ponorogo, 1996: 23). Wo Kucing, menghilangkan ”Y” berarti
Tata rias wajah peran / pelaku Reyog mengingkari bagian terpenting dalam sistem
Ponorogo sangat diperlukan, karena kepercayaan orang Ponorogo yang selama
menambah keindahan pelaku dan men- ini telah mengakar dan mewujud dalam
dukung pentas, juga berguna untuk kehidupan sosial (Wawancara dengan Budi
membedakan watak (karakteristik) dari S., 19 Mei 2011).
masing-masing peraga. Alat maupun bahan Bentuk simbolik yang lain ditunjukkan
tata rias pada umumnya sama dengan dengan adanya sosok pimpinan Reyog yang
pementasan ketoprak, wayang orang, dinamakan Warok. Eksistensi Warok
sandiwara dan penari-penari lepas lainnya. merupakan gambaran tentang bagaimana
Penyelenggaraan prosesi Grebeg masyarakat Ponorogo menatap sosok
Suro menjadi barometer perkembangan panutan mereka. Warok digambarkan se-
Seni Budaya masyarakat dan juga merupa- bagai sosok yang diakui memiliki kelebihan-
kan kepedulian pemerintah Kabupaten kelebihan khususnya dalam ilmu kanuragan
Ponorogo terhadap pengembangan dunia (kekebalan tubuh) dan berderajat spiritual
pariwisata di Ponorogo. Selain nilai-nilai yang tinggi. Warok merupakan sosok yang
tersebut di atas prosesi Grebeg Suro juga mempunyai sejumlah sifat . Pertama, Satria,
mengandung nilai-nilai yaitu melestarikan jujur, gemar menolong, berbakti kepada
dan mengembangkan seni Budaya khas orang lain yang membutuhkan. Kedua,
Ponorogo dan merupakan salah satu alat mampu mengumpulkan dua karakter yang
untuk melestarikan, memperkenalkan, dan bersebarangan dalam dirinya sekaligus;
menunjukkan jati diri kabupaten Ponorogo lemah-lembut, santun sekaligus tegas dan
sehingga Reog Ponorogo tidak diklaim oleh keras. Ketiga, mempunyai banyak ilmu
negara lain. Selain itu juga untuk menarik kesaktian, kekebalan atau kanuragan,
kunjungan wisatawan domestik maupun sehingga sangat berwibawa dan di-
manca negara, serta diharapkan dapat segani. Keempat, mampu mengekang emosi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diri dengan baik. Begitu ketatnya persya-
dalam rangka mewujudkan Ponorogo ”Mukti ratan untuk menjadi warok, sehingga tak
Wibowo” (Wawancara dengan Djudiono, 19 banyak jumlah warok di Ponorogo. Yang
Mei 2011). banyak hanyalah warokan, bukan warok
Bagi masyarakat Ponorogo, khusus- yang sesungguhnya. Apalagi beberapa
nya group reyog, reyog tidak sekadar seni tahun belakangan ini, ketika Reyog hanya
hiburan, melainkan memiliki nilai kultural dan menjadi seni pertunjukan semata, eksistensi
47 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2
2. Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan.
Para peneliti dan mahasiswa hendaknya
mau meneliti tentang kebudayaan-kebuda-
yaan di Indonesia khususnya di daerah
sekitar tempat tinggal. Nilai-nilai simbolik
dalam tradisi Grebeg Suro masih perlu
diejawantahkan.
51 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2