Anda di halaman 1dari 16

SIMBOLISME GREBEG SURO DI KABUPATEN PONOROGO

Muhammad Hanif
Zulianti *)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih


memadai tentang nilai-nilai simbolik dalam tradisi Grebeg Suro. Penelitian ini
dilakukan di Ponorogo selama enam bulan. Data diperoleh dari sumber primer,
sumber sekunder dan dokumen. Teknik pengambilan data dengan observasi,
wawancara dan pencatatan dokumen. Analisis datanya menggunakan analisis
kualitatif model interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosesi Grebeg Suro Ponorogo
mengandung nilai-nilai simbolik religius dan budaya. Nilai-nilai religius berupa
ungkapan rasa syukur dengan melakukan tirakatan (banyak berdzikir dan
beramal soleh) dan kenduri (selamatan berbagi rezeki), serta menjalin
silaturahmi antarwarga. Selain nuansa religi, nuansa budaya juga mewarnai
pembukaan Grebeg, yaitu dengan diadakannya Tari Reyog massal yang
diadakan di Alun-alun Ponorogo, kirab pusaka, pemilihan duta wisata, kakang
senduk, acara Larung Risalah dan doa. Setiap perlengkapan prosesi
mengandung makna simbolik untuk menyampaikan pesan-pesan kebudayaan
melalui media seni.

Kata Kunci : Simbolisme, Grebeg Suro

Pendahuluan prasejarah (Herusasoto, 2008:1-2).


Keunikan sebuah tradisi dalam
Kebudayaan menjadi cermin masyarakat Jawa merupakan tradisi
besar yang menggambarkan peradaban religius yang diwariskan secara turun
suatu bangsa. Dasar pemikiran dan temurun. Tradisi tersebut merupakan
sejarah kebudayaan yang khas dalam perwujudan dari kepercayaan yang kuat
kultur Jawa adalah digunakannya simbol- terhadap adat istiadat serta tanggapan
simbol atau lambang-lambang sebagai masyarakat terhadap kekuatan alam dan
sarana atau media untuk menitipkan kekuatan gaib untuk mengetahui makna
pesan-pesan atau nasehat-nasehat bagi yang terkandung dalam upacara. Adat
bangsanya. Sejarah Jawa menunjukkan mempunyai makna religi bagi para
penggunaan simbol-simbol itu dalam pendukungnya, di mana masyarakat akan
tindakan, bahasa, dan religi orang Jawa mendapatkan rasa aman dan ketenangan
yang telah di gunakanya sejak zaman batin apabila telah melaksanakannya.

* Muhammad Hanif, Dosen Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADIUN


Zulianti, Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADIUN
36 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2
37 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

Semua adat yang berkembang dalam menunjukkan bahwa mereka sangat peduli
kehidupan masyarakat sampai sekarang terhadap pelestarian seni budaya lokal dan
masih di lestarikan, karena di dalamnya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
terkandung ajaran-ajaran atau pengetahuan Disamping itu, dalam pelaksanaan upacara
yang berisi norna-norma, nilai-nilai dan Grebeg dapat dilihat adanya unsur gotong
peraturan-peraturan dalam mengtur tingkah royong. Sasaran yang akan dicapai dalam
laku masyarakat tetap mempunyai keper- pelaksanaan Grebeg Suro yaitu: memelihara
cayaan terhadap kekuatan gaib. nilai-nilai religius yang berkembang di
Menurut Herusasoto (2008:8) salah tengah masyarakat Kabupaten Ponorogo
satu tradisi atau adat tata kelakuan adalah dalam menyambut Tahun Baru Islam serta
tingkat nilai budaya yang berupa ide-ide mengembangkan pelestarian seni budaya
yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling tradisional khas Ponorogo.
bernilai dalam kehidupan masyarakat, dan Grebeg Suro di Ponorogo dapat
biasanya berakar dalam bagian emosional dilihat adanya Tari Reyog Ponorogo yang
dan alam jiwa manusia. Dalam gerak tidak ditemui dalam acara grebeg-grebeg di
langkah pelaksanaanya atau tindakannya daerah lain seperti di Yogyakarta dan
orang Jawa memiliki ungkapan-ungkapan Surakarta. Dalam grebeg ini juga digelar
simbolis seperti ”saiyeg saeko praya” yang kirab, pemilihan duta wisata, kakang senduk,
artinya bergerak bersama-sama untuk acara Larung Risalah dan doa. Prosesi
mencapai tujuan bersama Salah satu tradisi tersebut menarik, tidak hanya dalam format
masyarakat Jawa pada umumnya dan fisiknya, tetapi juga nilai-nilai yang ter-
masyarakat Ponorogo pada khususnya kandung didalamnya. Namun masyarakat
dalam memperingati datangnya tahun baru umum banyak yang belum memahami
Islam mengadakan perayaan yang disebut tentang nilai-nilai tersebut, karena informasi-
Grebeg Suro. informasi yang berkaitan hal tersebut belum
Grebeg Suro sangat penting bagi banyak yang digali. Untuk itu penelitian ini
kehidupan masyarakat Jawa kususnya menarik dan layak dilakukan.
masyarakat Ponorogo karena merupakan
acara tahunan yang dirayakan setiap Kajian Pustaka
tanggal 1 Muharram (1 Suro pada tahun
Jawa) dan kegiatan rutin yang bertujuan 1. Simbol
melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa, Kata simbol berasal dari bahasa
yakni kekhasan dan keaslian Reyog yang Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri
menjadi kesenian asli Ponorogo. Dengan yang memberitahukan sesuatu hal kepada
digelar festival tahunan diharapkan seluruh seseorang (Herusasoto, 2008: 17). Menurut
anak bangsa dan manca negara memahami etimologinya, simbol dan simbolisasi di ambil
bahwa Reyog merupakan kesenian asli dari kata Yunani Sumballo (sumballein) yang
Ponorogo. Selain itu juga untuk mem- mempunyai beberapa arti yaitu ber-
peringati serta menyukuri kedatangan tahun wawancara, merenungkan, memperbanding-
baru Islam. kan, bertemu, melemparkan menjadi satu,
Tradisi Grebeg Suro di Ponorogo menyatukan.
merupakan pesta akbar karena semua Perkataan simbol seringkali terbalik
masyarakat berbondong-bondong berpartisi- penggunaannya dengan kata „isyarat‟ dan
pasi dalam setiap kegiatan yang diadakan. „tanda‟. Sebenarnya antara isyarat, tanda,
Masyarakat Ponorogo khususnya ingin
Simbolisme Grebeg Suro....... | 38

dan simbol penggunaannya berbeda. Isyarat keputusannya sendiri. Ia bebas berbuat,


merupakan sesuatu hal atau keadaan yang bertindak, berpikir, dan menentukan
diberitahukan oleh subjek kepada objek, keputusan-keputusannya yang paling cocok
artinya subjek selalu berbuat sesuatu untuk untuk dirinya sesuai dengan kondisi alam di
memberitahukan kepada objek, kepada sekitarnya. Mengambil keputusan berarti
subjek tanda selalu menujukan pada yang menentukan tindakan selanjutnya. Setelah
riil dan terbatas, contoh sebelum guntur berpikir, menentukan pilihan, merencana-
meledak didahului oleh kilat, kemudian ada kan, dan kemudian menerapkannya pada
tanda baca, tanda pangkat, dan sebagainya. tindakan nyata.
Manusia mempunyai hubungan yang Setidaknya tindakan manusia dapat
erat dengan kebudayaan. Hal ini dapat dibedakan ke dalam beberapa macam
dilihat dari karya-karya manusia, setiap tingkatan, khususnya dalam penghayatan-
benda alam yang disentuh dan dibudi- nya, yaitu pertama, tindakan praktis,
dayakan manusia mengandung suatu nilai. tindakan ini sering disebut juga dengan
Nilai yang diperoleh manusia sangat tindakan biasa. Kedua, tindakan pragmatis,
bermacam-macam, misalnya nilai simbol, tindakan ini setingkat lebih tinggi dari
ekonomi, keindahan, kegunaan, dan tindakan praktis. Ketiga, tindakan efektif,
sebagainya. Dengan demikian, berkarya dalam tindakan ini komunikasi bersifat
berarti menciptakan nilai. Dengan kata lain, langsung dan total, meskipun dibatasi oleh
setiap hasil karya manusia terwujud karena waktu. Keempat, adalah tindakan simbolis.
ide. Oleh karenanya manusia disebut Dalam tindakan ini komunikasi berjangka
dengan homo kreator, di mana di setiap lama. Walaupun demikian, tindakan itu
hasil karyanya menyimpan bentuk dan isi hanya terjadi pada saat yang terbatas. Ia
kemanusiaan. Setiap karya yang dibuatnya mampu menunjukkan kepribadian yang
menunjukkan maksud, nilai, serta gagasan- menunjukkan disimbolkan menurut dua
gagasan penciptanya (Soesanto, 1978:11). aspek, yaitu sikap dasar dan berjangka
Begitu eratnya hubungan antara panjang. Ia bersifat timbal-balik dengan
manusia dengan kebudayaan sampai- menempuh komunikasi bebas yang
sampai ia disebut sebagai makhluk budaya. manusiawi, bahkan menjamin universalitas
Kebudayaan sendiri terdiri atas gagasan, bagi siapapun serta jaman apapun. Misalnya
simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil air sebagai lambang kebersihan dan hidup.
karya dari tindakan manusia. Maka tidaklah Pada pemandian isi simbol atau lambang
berlebihan jika ada ungkapan begitu eratnya tersebut menjamin universalitas bagi orang
kebudayaan manusia dengan simbol-simbol atau jaman manapun (Baker, 1987:97).
sampai disebut manusia dengan simbol- Secara garis besar ada dua tindakan
simbol. simbolis manusia, yakni tindakan simbolis
Di atas telah disebutkan bahwa dalam religi dan tindakan simbolis dalam
manusia adalah makhluk berbudaya, ber- tradisi. Salah satu unsur yang pasti ada
kreasi, dan bersimbol. Sebagai penghuni dalam masyarakat adalah adanya sistem
alam semesta, manusia juga disebut kepercayaan atau religi.18 Dalam religi
makhluk alamiah. Ia terikat oleh hukum- manusia mengikatkan diri kepada Tuhan,
hukum alam, kebesaran, maupun kreasinya menyerahkan diri, dan bergantung kepada-
pun meningkat. Pada akhirnya akan menjadi Nya. Tuhan merupakan juru selamat sejati
makhluk yang tidak lagi terikat oleh alam. Ia bagi manusia, dengan kekuatannya sendiri
lebih sering menuruti kehendak serta manusia tidak akan mampu menyelamatkan
39 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

dirinya sendiri dan oleh karenanya ia 2. Grebeg Suro


menyerahkan diri (Driyarkara, 1977:27-31). Menurut kamus Jawa Kuno Indonesia
Menurut Koentjaraningrat setiap religi yang dimaksud dengan Grebeg adalah
merupakan sistem yang terdiri dari empat derap banyak kaki yang bergemuruh.
komponen, yaitu emosi keagamaan, sistem Sedangkan menurut sejarahnya, kata
kepercayaan, sistem upacara religius, dan “grebeg” berasal dari kata “gumrebeg” yang
kelompok-kelompok religius. Kelompok- berarti riuh, ribut, dan ramai. Hal ini
kelompok religius atau kesatuan-kesatuan menggambarkan suasana grebeg yang
sosial, yang menganut sistem kepercayaan memang ramai dan riuh. Sedang grebeg di
tentang Tuhan dan alam gaib serta yang Ponorogo mempunyai makna yaitu untuk
melakukan upacara-upacara religius biasa- mendekatkan diri dan memanjatkan doa
nya berorientasi kepada sistem religi dan kepada Yang Kuasa agar senantiasa diberi
kepercayaan, juga berkumpul untuk melaku- keselamatan dan kesejahteraan serta
kan upacara (Koentjaraningrat, 1974:111). merupakan acara tahunan yang dirayakan
Adapun kedudukan simbol atau tindakan setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro pada
simbolis dalam religi di sini adalah sebagai tahun Jawa) dan kegiatan rutin bertujuan
penghubung antara human-kosmis dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa,
komunikasi religius lahir dan batin. yakni kekhasan dan keaslian Reog yang
Tindakan simbolis manusia yang menjadi seni asli Ponorogo .
kedua adalah tindakan simbolis dalam Kata bahasa Jawa Garebeg, Grebeg
tradisi-tradisi atau adat istiadat. Dalam dan gerbeg bermakna suara angin menderu.
tindakan simbolis ini terdapat empat tingka- Kata bahasa Jawa anggarebeg mengan-
tan, yakni tingkatan nilai budaya, sistem dung makna mengiring raja, pembesar atau
norma-norma, sistem hukum yang berlaku, pengantin. Sedang garebeg di Surakarta
dan tingkatan aturan khusus. Dengan empat dan Yogyakarta mempunyai makna khusus
tingkatan adat tersebut, maka kita menjadi yaitu upacara kerajaan yang diselengggara-
lebih mudah untuk membedakan tindakan- kan untuk memperingati har kelahiran nabi
tindakan simbolis dalam tradisi Jawa. Muhammad SAW, merayakan Idul Fitri dan
Bentuk simbol adalah penyatuan dua Idul Adha (Depdikbud, 1980: 27)
hal luluh menjadi satu. Dengan demikian Suro berarti nama bulan pertama
menurut pandangan pihak ini simbol tidak dalam tahun Jawa. Menurut sejarahnya,
saja berdimensi horisantal-imanen, melain- tahun atau tarikh Jawa yang dibuat oleh
kan pula bermatra transenden, jadi Sultan Agung, Raja Mataram Islam. Pada
horizontal-vertikal, bermatra metafisik waktu itu yang digunakan adalah tarikh Saka
(Daeng, 2000: 82). Simbol atau lambang dan Masehi, yang berdasarkan perhitungan
adalah sesuatu hal atau keadaan yang putaran matahari, serta tarikh Hijriah yang
merupakan pengantara pemahaman ter- berdasarkan perhitungan putaran bulan.
hadap obyek. Dan untuk mempertegas Kemudian Sultan Agung membuat tarikh
pengertian simbol atau lambang ini menurut Jawa (Islam) yang berdasarkan putaran
Herusasoto (2008:18), lambang merupakan bulan, melanjutkan umurnya tarikh Saka,
sesuatu benda, keadaan atau hal yang 1555.
mempunyai arti lebih luas dan memerlukan Tahun Jawa mulai diberlakukan sejak
pemahaman subyekakan arti yang ter- 1 Sura, Alip 1555 (1 Asvina 1555 Saka= 1
kandung didalam lambang-lambang tersebut Januari 1633 Masehi = 1 Muharam 512
terdapat pada acara Grebeg Suro Ponorogo. Hijriah )Tarikh Jawa yang dibuat oleh Sultan
Simbolisme Grebeg Suro....... | 40

Agung dilengkapi unsus-unsur seperti; 7 hari pengukuran atau alat pengambilan data
( Ahad, Senen, Slasa, Rebo, Kemis, Jumuah langsung pada subjek sebagai sumber
dan Setu ), 5 pasaran ( Legi, Paing, Pon, informasi yang dicari (Saifuddin Aswar,
Wage dan Kliwon ), 12 bulan ( Sura, Sapar, 2004:91). Sumber data primer yang diguna-
Mulud, dst.), 8 tahun ( Alip, Ehe, Jimawal, kan dalam penelitian ini yaitu para saksi dan
Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir ), 4 windu ( pelaku dalam acara Grebeg Suro.
Adi, Kunthara, Sangsara dan Sancaya ), 30
wuku ( Sinta, Landep, Wukir, dst.), 12 2. Sumber sekunder
mangsa (Kasa, Karo, Katelu, dan seterus- Data skunder atau data tangan kedua
nya), serta 5 Kurup (Jamngiyah, Kamsiyah, adalah yang diperoleh lewat fihak lain, tidak
Arbangiyah/Aboge, Salasiyah/ Asapon dan langsung diperoleh peneliti dari subyek
Isneniyah ). Kelengkapan dari unsur-unsur penelitiannya (Saifuddin Aswar, 2004:91).
itu kemudian digunakan sebagai Pawukon, Adapun sumber data skunder data yang
sebagai dasar perhitungan perbintangan dipergunakan adalah dokumen-dokumen.
Jawa. Teknik pengumpulan data yang
Pada dasarnya Grebeg Suro digunakan dalam penelitian ini adalah :
Ponorogo merupakan suatu acara yang
diadakan untuk memperingati datangnya 1. Observasi
tahun baru Islam (dalam istilah Jawa disebut Observasi atau pengamatan adalah
Suro). Berbagai macam dan tata cara kegiatan keseharian manusia dengan
kegiatan dalam menyambut bulan Sura bagi menggunakan pancaindra mata sebagai alat
masyarakat Ponorogo adalah bagian dari Bantu utamanya selain pancaindera lainnya
kegiatan religius. Semua itu dilakukan hanya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.
dalam proses pendekatan kepada Yang Karena itu observasi adalah kemampuan
Kuasa. Sedangkan tata cara termasuk seseorang untuk menggunakan
grebeg dan adanya kesenian Reog hanyalah pengamatannya melalui hasil kerja
sebuah sarana berdasarkan kepercayaan pancaindra mata serta dibantu pancaindra
dari naluri budaya yang berlaku. lainya ( Burhan Bungin,2007:115).
(http://ponorogo-tourism.com/, di akses 1
Maret 2011). 2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu
Metode Penelitian cara pengambilan data yang dilakukan
melalui kegiatan komunikasi lisan dalam
Lokasi penelitian ini adalah bentuk terstruktur dan tak terstruktur.
Kabupaten Ponorogo. Sedangkan waktu Interviu terstruktur merupakan bentuk
penelitian yang digunakan bulan Februari interviu yang sudah diarahkan oleh sejumlah
sampai dengan bulan Juni 2011. Sumber pertanyaan secara ketat. Dalam semi
data yang digunakan dalam penelitian ini struktur, meskipun interviu sudah diarahkan
meliputi : oleh sejumlah daftar pertanyaan tidak
tertutup kemungkinan memunculkan per-
1. Sumber primer tanyaan baru yang idenya muncul secara
Data primer data tangan pertama, spontan sesuai dengan konteks pem-
adalah data yang diperoleh langsung dalam bicaraan yang dilakukannya. Dalam interviu
subjek penelitian dengan mengenakan alat secara tak berstruktur, peneliti hanya
berfokus pada pusat-pusat permasalahan
41 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

tanpa diikat format-format tertentu secara hal-hal yang tidak penting, dan mengatur
ketat (Maryaeni, 2005:70). data sehingga penelitian data dilakukan.
Metode ini merupakan pengumpulan 2. Sajian Data
data dimana penulis hadapan langsung Sajian data merupakan rakitan
dengan para informan untuk mengajukan organisasi informasi, diskripsi dalam bentuk
sejumlah pertanyaan secara lisan. Interviu narasi yang menginginkan simpulan
dilakukan kepada beberapa warga dan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini
tokoh masyarakat (Sunardi Selaku juru kenci merupakan rakitan kalimat yang disusun
Makam Batoro Katong). Metode ini menjadi secara lugis dan sistematis, sehingga
sumber informasi yang sangat berharga mudah dibaca dan sajikan.
untuk memperoleh data yang diperlukan. 3. Penarikan simpulan dan verifikasi
Penarikan simpulan dilakukan setelah
3. Dokumentasi proses data berakhir. Simpulan perlu
Metode dokumenter adalah salah verivikasi agar hasil penelitian benar-bear
satu metode pengumpulan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
digunakan dalam metodologi penelitian
sosial. Pada intinya metodologi documenter Pengumpulan Data Sajian
adalah metode yang digunakan untuk Data
menelusuri data historis (Burhan Bungin,
2007:121). Metode dokumentasi yang
dipakai dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data dari segala benda tertulis Reduksi Penarikan
Data Kesimpulan/Verifikasi
baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Dalam kinerjanya penulis meng-
gunakan cara-cara kerja sejarawan yaitu
heuristik, usaha menemukan jejak-jejak Bagan 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif
sejarah. Setelah berhasil menemukan jejak- (Sutopo, 2002:91)
jejak yang akan menjadi cerita sejarahnya
maka langkah berikutnya adalah menilai, Hasil Penelitian
menguji atau menyeleksi jejak-jejak tersebut
sebagai usaha mendapatkan jejak atau 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten
sumber yang benar. Dokumen-dokumen Ponorogo
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini Di dalam buku Babad Majapahit
adalah foto-foto dan peralatan yang diceritakan, bahwa asal usul kota Ponorogo
digunakan dalam acara Grebeg Suro. bermula dari Kedatangan Raden Katong
Analisis data dalam penulisan ini seorang putra dari Prabu Brawijaya V dari
menggunakan analisis interaktif tiga kom- Kerajaan Majapahit ke Kutu. Raden Katong
ponen. Tiga komponen utama tersebut diutus ayahandanya Prabu Brawijaya V
adalah (1) Reduksi data, (2) Sajian data, (3) untuk mengembalikan kesetiaan Ki Ageng
Penarikan kesimpulan serta vervikasinya Kutu yang dianggap telah mirong kempuh
(H.B Sutopo, 2002 : 91). jingga (menentang kebijaksanaan Raja).
1. Reduksi Data Maka setelah sampai di Kutu terjadilah
Reduksi data adalah bagian dari pertempuran antara Raden Katong dan Ki
proses analisis yang mempertegas, Ageng Kutu. Dan akhirnya Raden Katong
memperpendek, membuat fokus, membuat
Simbolisme Grebeg Suro....... | 42

memenangkan pertempuran sedang Ki badan yang pandai, akhrirnya jadi Ponorogo


Ageng Kutu musnah di gunuing Bacin (Wawancara dengan Sunardi, 30 Mei 2011).
(Purwadi, 2005 :229). Secara geografis Kabupaten
Setelah beberapa saat di Kutu dan Ponorogo adalah sebuah kabupaten di
dianggap Kutu kurang memberikan kelong- provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu Kota
garan dalam mengembangkan kekuasaan, Ponorogo terletak 27 Km sebelah selatan
maka Raden Katong memindahkan Pusat Kota Madiun, dan berada di jalur Madiun-
pemerintahannya di daerah utara Kutu, yaitu Pacitan. Kabupaten ini berbatasan dengan
daerah yang dulu dikenal dengan nama Gua Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun
Sigala-gala. Ditempat itu pada suatu malam di utara, Kabupaten Tulungagung dan
Raden Katong bersemedi dijumpai oleh guru Kabupaten Trenggalek di timur, Kabupaten
spiritualnya yang bernama Ki Ageng Prana Pacitan di barat daya, serta Kabupaten
yang memberikan petunjuk agar Raden Wonogiri (Jawa Tengah) di barat (Dokumen
Katong membuat kota baru dengan mem- Disbudparpora Ponorogo, 2003).
babat hutan di sebelah barat Gua Sigala- Ponorogo memiliki luas wilayah
gala. Setelah memberikan petunjuk 1.371,78 km. Jumlah penduduk di
demikian Ki Ageng Prana menghilang entah Kabupaten Ponorogo adalah 869.000
kemana. Oleh Raden Katong kota baru orang, dengan tingkat kepadatan : 663
tersebut diberi nama Prana Raga. Nama ini jiwa/km2, terbagi dalam 21 kecamatan
diperoleh dari pertemuannya dari Ki Ageng dengan 305 desa/kelurahan (Peta, lihat
prana yang raganya lenyap disitu. Maka lampiran 4), (Disbudparpora Ponorogo,
sejak itu, ia merubah Wengker menjadi 2003).
Ponorogo. Pono artinya sadar, selesai, Di bidang pariwisata Ponorogo
sempurna, sedangkan rogo artinya jasad dikenal dengan julukan kota reyog, karena
yang sedang semedi. Jadi Ponorogo daerah ini merupakan tempat lahirnya
maknanya adalah setelah selesai semedi, kesenian reyog. Yang kini menjadi icon
Batoro Katong sadar akan dirinya (Purwadi, wisata Jawa Timur.Setiap tanggal 1
2005: 231-232). Muharram suro, kota Ponorogo diseleng-
Menurut Djudiono (53 tahun) asal garakan Grebeg suro yang juga merupakan
usul nama Ponorogo bermula dari hari lahir Kota Ponorogo.Dalam Grebeg
musyawarah dan kesepakatan dari Raden Suro ini diadakan kirab Pusaka.Pada malam
Katong, Kyai Mirah dan Djoyodipo pada hari harinya, di aloon-aloon kota. Festival reyog
jum‟at saat bulan purnama. Bertempat di internasional memasuki babak final. Esok
tanah lapang dekat Gumuk (wilayah paginya ada acara Larung do'a di telaga
Katongan sekarang). Di dalam musyawarah ngebel, dimana nasi tumpeng dan kepala
tersebut disepakati bahwa kota yang akan di kerbau dilarung bersama do'a di Telaga
dirikan nanti akan di namakan Pramanaraga, Ngebel (Disbudparpora Ponorogo, 2003).
akhirnya lama kelamaan jadi Ponorogo. Dari Transportasi umum yang sekarang
cerita rakyat yang masih hidup di kalangan banyak digunakan adalah kendaraan
masyarakat terutama dari generasi tua, ada bermotor, baik kendaraan roda dua maupun
yang mengatakan bahwa Ponorogo berasal roda empat. Ada sebagian kecil meng-
dari kata pono : wasis, pinter, mumpuni, gunakan ,sepeda onthel, dokar, yang
mengerti benar. Sedangkan raga: jasmani digunakan sebagai alat transportasi utama.
badan sekujur. Jadi Ponorogo diartikan Transportasi antar kota atau Provinsi
terdapat bus antar Kota antar Provinsi. Ada
43 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

juga angkodes sebagai alat transportasi dari dan juga ziarah di makam-makam keramat.
desa ke desa (Disbudparpora Ponorogo, Sementara ada yang mengadakan pementa-
2003). san wayang kulit semalam suntuk dengan
Ponorogo juga terdapat pondok lakon tertentu yang dianggap keramat.
modern Gontor, Pondok Pesantren Wali Seperti yang dilakukan oleh para Bupati dan
Songo Ngabar, Pondok Pesantren Al-Islam pegawai Pemerintahan di Kabupaten
Joresan, Arrisalah dan Al-Mawadah. Selain Ponorogo, mereka melakukan ziarah makam
pondok juga ada Universitas Batoro Katong sambil membawa duplikat
Muhammadiyah, Universitas Merdeka, pusaka yang akan dikirab pada sore harinya
STAIN, INSURI, ISID (Institut Studi Islam (Wawancara dengan Sunardi, 27 April
Darussalam), AKPER PEMKAB Ponorogo. 2011).
Yang merupakan salah satu tempat Disisi lain Seni Reyog Ponorogo yang
pendidikan yang bisa di tempuh di telah terkenal dan menjadi salah satu
Kabupaten Ponorogo khasanah budaya bangsa Indonesia hingga
Hasil pertanian di kabupaten ke manca negara, ternyata pada dekade
Ponorogo berupa padi, ubi kayu, jagung, 1970 an sampai 1980 an perkembangannya
kedelai, kacang tanah dan tebu. Kabupaten mengalami kondisi yang sangat mem-
Ponorogo merupakan kota yang letaknya prihatinkan. Kondisi ini ditandai dengan
strategis. Kota yang berada di dataran mulai ditinggalkannya Seni Reyog Ponorogo
rendah dan sebagian dataran tinggi. oleh generasi muda dan senimannya, serta
Sehingga cocok tanam yang bisa dilakukan perkembangannya seni Reyog Ponorogo
seperti diatas. yang semakin menurun baik secara
kuantitas maupun kualitas harinya
2. Sejarah Awal Grebeg Suro (Wawancara dengan Budi S., 9 Mei 2011).
Mewarisi naluri budaya Jawa berarti Menyadari adanya kondisi tersebut
mempercayai laku tirakat. Seperti halnya diatas serta dalam upaya menggugah
ketika menyambut pergantian tahun Jawa kembali kecintaan akan budaya khas
atau suran. Masyarakat Ponorogo tradisional khususnya Seni Reyog
melakukan laku tirakat dibulan Sura, yaitu Ponorogo, maka bupati Ponorogo ke 11
dengan melakukan tirakatan mengelilingi (Alm. Drs. Subarkah Putro Hadiwiryo) pada
kota dan tidak tidur pada malam satu suro tahun 1987 memprakarsai sebuah ide
(melekan) yang selanjutnya tradisi tersebut pagelaran seni Reyog dengan memanfaat-
disebut Grebeg Suro. Cikal bakal Grebeg kan tradisi masyarakat Ponorogo tersebut
Suro diyakini ratusan tahun yang lalu telah yang diwujudkan dalam pementasan festifal
dilakukan masyarakat Ponorogo secara Reyog Ponorogo pada perayaan Grebeg
spontan, responsif dalam menyambut tahun Suro (Disbudparpora Ponorogo, 2008).
baru Suro (Wawancara dengan Sunardi, 27
April 2011). Menurut Djudiono (53 tahun) 3. Nilai-Nilai Simbolik Grebeg Suro
tradisi Grebeg Suro dilakukan sejak dulu Grebeg Suro mengandung nilai-nilai
dengan bersama-sama menuju satu tujuan religius dan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai
yang diyakini dengan kesepakatan bersama religius dalam tradisi Grebeg Suro yaitu
menuju alon-alon kota Ponorogo. dengan mengadakan simaan Al-Qur‟an dan
Selain laku tirakat bulan suro identik istigosah yang diikuti ribuan tokoh dan
dengan sakralitas. Pada bulan suro masyarakat.. Selain nuansa religis, nuansa
masyarakat Jawa melakukan laku prihatin budaya juga mewarnai pembukaan Grebeg,
Simbolisme Grebeg Suro....... | 44

yaitu dengan diadakannya tari Reyog maka jaminannya dalah sebagai


massal yang diadakan di alon-alon manusia yang sempurna, baik dan
Ponorogo, digelar kirab pusaka yaitu pusaka muslim sejati
yang merupakan duplikat dari pusaka 2) Kendang (dari Bahasa Arab Qoda’a =
Kerajaan Majapahit yaitu Payung Songsong rem), artinya segala sesuatu angkara
Tunggul Naga, Tombak Pusaka Kyai Wuluh murka harus terekndali.
Sanggar dan Cinde Puspito yang dikirab dari 3) Ketipung (dari Bahasa Arab Katifun =
makam Batoro Katong sampai ke pendopo balasan), artinya bahwa setiap perbuatan
Pemerintah Kabupaten (dari kota lama ke akan mendapat balasan yang
kota baru), pemilihan duta wisata, kakang dipertanggung jawabkan sendiri.
senduk, acara Larung Risalah dan do‟a. 4) Kenong (dari Bahasa Arab Qona’a =
Prosesi tersebut menarik, tidak hanya dalam menerima takdir), artinya segala usaha
format fisiknya, tapi juga nilai-nilai yang maksimal bila tidak berhasil harus
terkandung didalamnya (Wawancara dengan diterima sebagai kenyataan.
Suwarno, 9 Mei 2011). 5) Kethuk (dari bahasa arab Khothok =
Untuk menyongsong malam tahun banyak salah), artinya manusia tempat
baru Suro, pada umumnya diadakan tradisi bersalah dan lupa.
membersihkan pusaka leluhur dan rasa 6) Kempul (dari Bahasa Arab Kafulun =
syukur dengan melakukan tirakatan (banyak pembalasan / imbalan), artinya
berdzikir dan beramal soleh), kenduri menerima balasan dari yang baik dan
(selamatan membagi-bagi rezeki), membuat yang buruk.
bubur suro yang kemudian diantar ke- 7) Terompet (dari Bahasa Arab Shuwarun =
tetangga, handai taulan dan kerabat. peringatan), artinya sebagai peringatan
Maksud dan tujuan utama melakukan tradisi bahwa besok ada hari kebangkitan
tersebut adalah menjalin silaturahmi, (yaumul akhir).
mengembangkan Ukhuwah Islamiah, 8) Angklung (dari Bahasa Arab Anqul =
Bashoriyah, Wathoniah (keislaman, sesama peralihan), artinya pindahnya dari hal
muslim, persaudaraan sesama masyarakat buruk kehal yang baik.
Ponorogo, dan kebangsaan sesama bangsa 9) Udheng (dari Bahasa Arab Ud’u =
Indonesia) (Disbudparpora Ponorogo, 2008). mengajak / menganjurkan), artinya
Dalam kesenian Reyog Ponorogo diwajibkan berdo‟a dan berdakwah.
dapat dilihat adanya simbol-simbol yang 10) Penadhon (dari Bahasa Arab fanadun =
mengandung nilai-nilai. Adapun simbol- lemah), artinya setiap manusia memiliki
simbol tersebut adalah : kelemahan dan kekurangan.
a. Simbol-Simbol dari Aspek Peralatan 11) Usus/kolor (dari Bahasa Arab Ushusun
dalam Reog Ponorogo = hablun / tali / ikatan),artinya manusia
Bupati Ponorogo yang pertama wajib berpegang pada tali Allah dalam
Batoro katong memanfaatkan alat kesenian hubungan vertikal (Allah) dan kepada
sebagai media dakwah. Peralatan itu yaitu : sesama manusia / makhluk secara
1) Reyog asal kata Bahasa Arab Riyoqun horisontal (Pemerintah Kabupaten
(bermakna khusnul khotimah) yang Daerah Tingkat II Ponorogo, 1996: 7).
berarti walaupun perjalanan hidup Hal-hal tersebut oleh Batoro katong
manusia selau dilumuri dosa, bila mana diartikan sebagai tetenger dan peringatan
sadar dan beriman yang pada akhirnya bagi mereka yang lupa diri untuk mencari jati
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dirinya dalam berbakti kepada Allah dan
45 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

sesama manusia. Peralatan Reog berjumlah edukatif. Hal itu sebagai pengejawantahan
17, juga mengingatkan kita wajib menyem- dari suatu ajaran yang disampaikan secara
bah kepada Allah dalam sehari semalam 17 kiasan atau simbol, isinya diperguankan
rekaat. Simbol-Simbol dari Aspek Instrumen sebagai pendorong cinta tanah air yang
dan Arasemen dalam Reyog Ponorogo mengajarkan hal-hal sebagai berikut, yaitu :
Gamelan atau musik Reyog 1) Ketenangan, ketangguhan dan ketega-
Ponorogo berfungsi sebagai tetabuhan dan ran pribadi.
pengiring pagelaran kesenian Reyog yang 2) Waspada, dapat mengantisipasi serta
sangat dominan. Keistimewaan gamelan penuh pertimbangan dalam mengambil
Reyog Ponorogo apabila sedang dibunyikan keputusan.
meskipun tanpa penari mampu meng- 3) Trampil, cekatan dan trengginas
getarkan jiwa dan menggerakkan hati orang- tindakannya.
orang disekitarnya sejauh bunyi gamelan 4) Dicintai, mencintai dan tanggap sasmita
Reyog tersebut dapat didengar. Gamelan dalam hidup bermasyarakat.
reyog Ponorogo mempunyai ciri khusus baik 5) Disegani dan penuh wibawa (Pemkab
bentuk, nada dan larasnya. Misalnya Ponorogo, 1996: 21).
kendang Reyog Ponorogo lebih besar dan Karakteristik kuat dimiliki oleh setiap
panjang serta menggunakan tutup belulang peraga karena lahir dan keberadaannya
yang kuat, sehngga kalau dipukul dapat sebagai renungan , berarti dan mencari dan
menggetarka hati pendengarnya. Demikkian menemukan jati dirinya sebagai insan yang
pula bunyi kempulnya dapat didengar taqwa pada Allah dalam hidup bermasya-
sampai di kejauhan, sehingga eksistensinya rakat, berbangsa dan bernegara dalam
sebagai Reyog Ponorogo sebagai media falsafah Pancasila dan UUD 1945.
hiburan dan komunikasi sekaligus pengum- Pada masa dahulu, penari Jathilan
pul massa benar-benar menjadi kenyataan diperankan oleh pria dengan gaya seperti
(Pemkab Ponorogo, 1996: 15). wanita, namun sekarang justru peran jathilan
Seperangkat gamelan Reyog itu bersifat heroik sesuai dengan maksudnya
Ponorogo merupakan paduan antara laras yaitu menggambarkan prajurit yang sedang
pelog dan laras slendro, namun dapat dinik- berlatih perang, meskipun pelakunya wanita
mati dengan nyaman tanpa meng-ganggu (Pemkab Ponorogo, 1996: 22).
pendengaran. Di sinilah letak keunikan c. Simbol-Simbol dari Aspek Busana dan
gamelan Reyog Ponorogo yang mampu Rias dalam Reyog Ponorogo
memberikan tontonan sebagai tuntunan. Pelaku / peran dalam pementasan
Laras pelog dapat dipadukan dengan laras Reyog Ponorogo mempunyai ciri-ciri dan
slendro, hal ini mengandung makna bahwa macam busana yang berbeda satu dengan
di dunia ini ada dua hal yang saling yang lain, sesuai dengan karakteristik dan
bertautan/berpasang-pasangan, misalnya arti sendiri-sendiri. Pada umumnya busana
laki-laki perempuan, siang malam, dunia pelaku Reyog Ponorogo terdiri dari warna
akhirat. hitam,merah, putih dan kuning. Hal ini
b. Simbol-Simbol dari Aspek Tari dan mengandung arti dan karakteristik sendiri-
Pelaku dalam Reyog Ponorogo sendiri misalnya:
Kesenian Reyog Ponorogo adalah 1) Warna hitam melambangkan sifat
kesenian rakyat yang legendaris, dimana berwibawa, tenang dan berisi. Serta
eksistensinya mengandung nilai-nilai merupakan lambang pengendalian nafsu
historis, filosofis, religius, rekreatif dan aluamah.
Simbolisme Grebeg Suro....... | 46

2) Warna merah berarti berani sesuai religius. Reyog bagi mereka adalah buah
dengan karakter tari yang heroik. Serta perpaduan dari beberapa makna, dasar tata-
merupakan lambang pengendalian nafsu nilai dan pijakan kehidupan. Dari unsur
amarah. katanya bisa diurai sebagai berikut. Huruf
3) Warna putih berarti keberanian yang “R” berarti rasa kidung, “E” berarti engwang
dilandasi dengan tujuan yang suci. Serta sukma adiluhung, “Y” melambang Yang
merupakan lambang pengendalian nafsu Widhi, Yang Agung, “O” berarti olah
mutmainah. kridaning Gusti, dan “G” bermakna gelar
4) Warna kuning berarti mempunyai cita- gulung kersane Kang Maha Agung, semua
cita untuk memperoleh kebahagiaan dan yang terjadi atas kehendak-Nya, suatu sikap
kejayaan. Serta merupakan lambang ikhlas tanpa pamrih. Jadi seperti dikatakan
pengendalian nafsu supiah (Pemkab salah seorang tokoh Reyog Ponorogo Mbah
Ponorogo, 1996: 23). Wo Kucing, menghilangkan ”Y” berarti
Tata rias wajah peran / pelaku Reyog mengingkari bagian terpenting dalam sistem
Ponorogo sangat diperlukan, karena kepercayaan orang Ponorogo yang selama
menambah keindahan pelaku dan men- ini telah mengakar dan mewujud dalam
dukung pentas, juga berguna untuk kehidupan sosial (Wawancara dengan Budi
membedakan watak (karakteristik) dari S., 19 Mei 2011).
masing-masing peraga. Alat maupun bahan Bentuk simbolik yang lain ditunjukkan
tata rias pada umumnya sama dengan dengan adanya sosok pimpinan Reyog yang
pementasan ketoprak, wayang orang, dinamakan Warok. Eksistensi Warok
sandiwara dan penari-penari lepas lainnya. merupakan gambaran tentang bagaimana
Penyelenggaraan prosesi Grebeg masyarakat Ponorogo menatap sosok
Suro menjadi barometer perkembangan panutan mereka. Warok digambarkan se-
Seni Budaya masyarakat dan juga merupa- bagai sosok yang diakui memiliki kelebihan-
kan kepedulian pemerintah Kabupaten kelebihan khususnya dalam ilmu kanuragan
Ponorogo terhadap pengembangan dunia (kekebalan tubuh) dan berderajat spiritual
pariwisata di Ponorogo. Selain nilai-nilai yang tinggi. Warok merupakan sosok yang
tersebut di atas prosesi Grebeg Suro juga mempunyai sejumlah sifat . Pertama, Satria,
mengandung nilai-nilai yaitu melestarikan jujur, gemar menolong, berbakti kepada
dan mengembangkan seni Budaya khas orang lain yang membutuhkan. Kedua,
Ponorogo dan merupakan salah satu alat mampu mengumpulkan dua karakter yang
untuk melestarikan, memperkenalkan, dan bersebarangan dalam dirinya sekaligus;
menunjukkan jati diri kabupaten Ponorogo lemah-lembut, santun sekaligus tegas dan
sehingga Reog Ponorogo tidak diklaim oleh keras. Ketiga, mempunyai banyak ilmu
negara lain. Selain itu juga untuk menarik kesaktian, kekebalan atau kanuragan,
kunjungan wisatawan domestik maupun sehingga sangat berwibawa dan di-
manca negara, serta diharapkan dapat segani. Keempat, mampu mengekang emosi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diri dengan baik. Begitu ketatnya persya-
dalam rangka mewujudkan Ponorogo ”Mukti ratan untuk menjadi warok, sehingga tak
Wibowo” (Wawancara dengan Djudiono, 19 banyak jumlah warok di Ponorogo. Yang
Mei 2011). banyak hanyalah warokan, bukan warok
Bagi masyarakat Ponorogo, khusus- yang sesungguhnya. Apalagi beberapa
nya group reyog, reyog tidak sekadar seni tahun belakangan ini, ketika Reyog hanya
hiburan, melainkan memiliki nilai kultural dan menjadi seni pertunjukan semata, eksistensi
47 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

Warok yang sejati semakin langka gunakan peralatan-peralatan. Pada dasar-


(Wawancara dengan Budi S., 19 Mei 2011). nya peralatan-peralatan tersebut merupakan
simbol untuk menyampaikan pesan dan
Pembahasan mengandung makna. Demikian pula pula
peralatan yang digunakan dalam Grebek
Grebeg Suro mengandung nilai-nilai Suro khususnya dalam kesenian Reyog
religius dan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai Ponorogo.
religius dalam tradisi Grebeg Suro yaitu Simbol-simbol dalam kesenian Reyog
dengan mengadakan simaan Al-Qur‟an dan Ponorogo mengandung makna sebagai
istigosah yang diikuti ribuan tokoh dan berikut.
masyarakat. Acara yang bernuansa religi 1. Kendang (dari Bahasa Arab Qoda’a =
tersebut digelar dipendopo Pemkab. Selain rem), artinya segala sesuatu angkara
nuansa religis, nuansa budaya juga murka harus terekndali
mewarnai pembukaan Grebeg, yaitu dengan 2. Ketipung (dari Bahasa Arab Katifun =
diadakannya tari Reyog massal yang balasan), artinya bahwa setiap perbuatan
diadakan di alon-alon Ponorogo, digelar akan mendapat balasan yang diper-
kirab pusaka yaitu pusaka yang merupakan tanggung jawabkan sendiri.
duplikat dari pusaka Kerajaan Majapahit 3. Kenong (dari Bahasa Arab Qona’a =
yaitu Payung Songsong Tunggul Naga, menerima takdir), artinya segala usaha
Tombak Pusaka Kyai Wuluh Sanggar dan maksimal bila tidak berhasil harus
Cinde Puspito yang dikirab dari makam diterima sebagai kenyataan
Batoro Katong sampai ke pendopo Pem Kab 4. Kethuk (dari Bahasa arab Khothok =
(dari kota lama ke kota baru), pemilihan duta banyak salah), artinya manusia tempat
wisata, kakang senduk, acara Larung bersalah dan lupa
Risalah dan do‟a. 5. Kempul (dari Bahasa Arab Kafulun =
Untuk menyongsong malam tahun pembalasan / imbalan), artinya
baru Suro, pada umumnya diadakan tradisii menerima balasan dari yang baik dan
membersihkan pusaka leluhur dan rasa yang buruk,
syukur dengan melakukan tirakatan (banyak 6. Terompet (dari Bahasa Arab Shuwarun =
berdzikir dan beramal soleh), kenduri peringatan), artinya sebagai peringatan
(selamatan membagi-bagi rezeki), membuat bahwa besok ada hari kebangkitan
bubur suro yang kemudian diantar (yaumul akhir)
ketetangga, handai taulan dan kerabat. 7. Angklung (dari Bahasa Arab Anqul =
Maksud dan tujuan utama melakukan tradisi peralihan), artinya pindahnya dari hal
tersebut adalah menjalin silaturahmi, buruk kehal yang baik
mengembangkan ukhuwah Islamiah, 8. Udheng (dari Bahasa Arab Ud’u =
Bashoriyah, Wathoniah (keislaman, sesama mengajak/menganjurkan), artinya
muslim, persaudaraan sesama masyarakat diwajibkan berdoa dan berdakwah
Ponorogo, dan kebangsaan sesama bangsa 9. Penadhon (dari Bahasa Arab fanadun =
Indonesia). lemah), artinya setiap manusia memiliki
Kesenian merupakan media komuni- kelemahan dan kekurangan.
kasi yang efektif untuk menyampaikan suatu 10. Usus/kolor (dari Bahasa Arab Ushusun =
pesan dalam mengembangkan agama hablun / tali / ikatan),artinya manusia
Islam. Dalam sebuah kesenian selalu meng- wajib berpegang pada tali Allah dalam
hubungan vertikal (Allah) dan kepada
Simbolisme Grebeg Suro....... | 48

sesama manusia/makhluk secara sebagai pendorong cinta tanah air yang


horisontal. mengajarkan hal-hal sebagai berikut, yaitu :
Hal-hal tersebut oleh Batoro katong Ketenangan, ketangguhan dan ketegaran
ditamsilkan sebagai tetenger dan peringatan pribadi, waspada, dapat mengantisipasi
bagi mereka yang lupa diri untuk mencari jati serta penuh pertimbangan dalam mengambil
dirinya dalam berbakti kepada Allah dan keputusan.trampil, cekatan dan trengginas
sesama manusia. Peralatan Reog berjumlah tindakannya, dicintai, mencintai dan
17, juga mengingatkan kita wajib responsif dalam hidup bermasyarakat, di-
menyembah kepada Allah dalam sehari segani dan penuh wibawa. Gerakan-gerakan
semalam 17 rekaat. Pralatan tersebut antara tari yang lincah dan penuh herois diiringi
lain Barongan ( 1 buah), Topeng Klana instrumen dinamis penuh sorak sorai serta
Swandana ( 1 buah ), Topeng Bujang dihiasi busana indah penuh wibawa
Ganong ( 1 buah ), Topeng Patra Jaya ( 2 menimbulkan kegembiraan. Karakteristik
buah ), Eblek (jaranan) ( 2 buah ), Kendang ( kuat dimiliki oleh setiap peraga karena lahir
1 buah ),ketipung ( 1 buah ), ketipung ( 1 dan keberadaannya sebagai renungan ,
buah ), terompet ( 1 buah ), Kempul ( 1 buah berarti dan mencari dan menemukan jati
), Kethk Kenong ( 2 buah ), Angklung ( 4 dirinya sebagai insan yang taqwa pada Allah
buah ). dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
Gamelan atau musik Reyog bernegara dalam falsafah Pancasila dan
Ponorogo berfungsi sebagai tetabuhan dan UUD 1945
pengiring pagelaran kesenian Reyog yang Tari dan pelaku merupakan unsur
sangat dominan. Keistimewaan gamelan yang dominan dalam setiap pementasan
Reyog Ponorogo apabila sedang dibunyikan Reyog Ponorogo, namun hal itu masih perlu
meskipun tanpa penari mampu menggetar- ditunjang unsur lain yang sangat yaitu unsur
kan jiwa dan menggerakkan hati orang- busana dan rias. Masing-masing pelaku /
orang disekitarnya sejauh bunyi gamelan peran dalam pementasan Reyog Ponorogo
Reyog tersebut dapat didengar. Gamelan mempunyai ciri-ciri dan macam busana yang
reyog Ponorogo mempunyai ciri khusus baik berbeda satu dengan yang lain, sesuai
bentuk, nada dan larasnya. Misalnya dengan karakteristik dan arti sendiri-sendiri.
kendang Reyog Ponorogo lebih besar dan Pada umumnya busana pelaku Reyog
panjang serta menggunakan tutup belulang Ponorogo terdiri dari warna hitam,merah,
yang kuat, sehngga kalau dipukul dapat putih dan kuning. Hal ini mengandung arti
menggetarka hati pendengarnya. Demikkian dan karakteristik sendiri-sendiri misalnya
pula bunyi kempulnya dapat didengar warna hitam melambangkan sifat ber-
sampai di kejauhan, sehingga eksistensinya wibawa, tenang dan berisi. Serta merupakan
sebagai Reyog Ponorogo sebagai media lambang pengendalian nafsu aluamah,
hiburan dan komunikasi sekaligus pengum- warna merah berarti berani sesuai dengan
pul masa benar-benar menjadi kenyataan. karakter tari yang seroik serta merupakan
Kesenian Reyog Ponorogo merupa- lambang pengendalian nafsu amarah, warna
kan kesenian rakyat yang legendaris, putih berarti keberanian yang dilandasi
dimana eksistensinya mengandung nilai-nilai dengan tujuan yang suci. Serta merupakan
historis, filosofis, religius, rekreatif dan lambang pengendalian nafsu mutmainah,
edukatif. Hal itu sebagai pengejawantahan warna kuning berarti mempunyai cita-cita
dari suatu ajaran yang disampaikan secara untuk memperoleh kebahagiaan dan
kiasan atau simbol, isinya diperguankan
49 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

kejayaan. Serta merupakan lambang Simbol-simbol Grebeg Suro mengan-


pengendalian nafsu supiah. dung makna sebagai berikut:
Bagi masyarakat Ponorogo, Reyog a. Membuat bubur Suro maknanya adalah
tidak sekadar seni hiburan, melainkan supaya dalam satu satun kedepan diberi
memiliki nilai kultural dan religius. Reyog keselamatan.Kenduri atau selamatan
bagi mereka adalah buah perpaduan dari maknanya adalah sebagai rasa sukur
beberapa makna, dasar tata-nilai dan atas rezeki dari Tuhan serta menjalin
pijakan kehidupan. Dari unsur katanya bisa silaturahmi antarwarga.
diurai sebagai berikut. Huruf “R” berarti rasa b. Tirakatan tidak tidur pada malam satu
kidung, “E” berarti engwang sukma suro maknanya adalah intropeksi diri
adiluhung, “Y” melambang Yang Widhi, atas kesalahan yang telah dilakukan
Yang Agung, “O” berarti olah kridaning supaya tidak terulang lagi di tahun depan
Gusti, dan “G” bermakna gelar gulung dengan banyak berdzikir dan beramal
kersane Kang Maha Agung, semua yang saleh.
terjadi atas kehendak-Nya, suatu sikap c. Kirab pusaka dari makam Batoro Katong
ikhlas tanpa pamrih. Jadi seperti dikatakan ke Pendopo Pemerintah Kabupaten
salah seorang tokoh Reyog Ponorogo Mbah maknanya adalah sebagai wujud per-
Wo Kucing, menghilangkan “Y” berarti pindahan dari kota lama ke kota baru.
mengingkari bagian terpenting dalam sistem d. Peralatan Reyog Ponorogo yang ber-
kepercayaan orang Ponorogo yang selama jumlah tujubelas maknanya adalah kita
ini telah mengakar dan mewujud dalam wajib menyembah Allah sehari semalam
kehidupan sosial. tujubelas rekaat.
Bentuk simbolik yang lain ditunjukkan e. Instrumen dan Arasemen dalam Reyog
dengan adanya sosok pimpinan Reyog yang Ponorogo maknanya adalah sebagai
dinamakan Warok. Eksistensi Warok media hiburan dan komunikasi sekaligus
merupakan gambaran tentang bagaimana pengumpul massa.
masyarakat Ponorogo menatap sosok f. Tari dan Pelaku dalam Reyog Ponorogo
panutan mereka. Warok digambarkan maknanya adalah ketenangan, ketang-
sebagai sosok yang diakui memiliki guhan dan ketegaran pribadi, waspada
kelebihan-kelebihan khususnya dalam dapat mengantisipasi serta penuh
ilmu kanuragan (kekebalan tubuh) dan pertimbangan dalam mengambil keputu-
berderajat spiritual yang tinggi. san, terampil cekatan tindakannya,
dicintai, mencintai dan responsif dalam
Penutup hidup bermasyarakat, disegani dan
penuh wibawa.
1. Simpulan g. Busana dan Rias dalam Reyog
Grebeg Suro merupakan acara Ponorogo terdiri dari warna hitam,
tahunan yang dirayakan setiap tanggal 1 merah, putih dan kuning memiliki makna
Muharram ( 1 Suro pada tahun Jawa ) dan tersendiri. Warna hitam lambang
kegiatan rutin yang bertujuan melestarikan kewibawaan, tenang dan berisi serta
nilai-nilai luhur budaya bangsa, yakni pengendalian nafsu aluamah; merah
kekhasan dan keaslian Reyog yang menjadi berarti berani sesuai dengan karakter tari
kesenian asli Ponorogo. yang heroik serta lambang pengendalian
nafsu amarah; putih berarti keberanian
yang dilandasi dengan tujuan yang suci
Simbolisme Grebeg Suro....... | 50

serta lambang pengendalian nafsu


mutmainah; kuning berarti cita-cita mem-
peroleh kebahagiaan dan kejayaan serta
lambang pengendalian nafsu supiah.
h. Warok merupakan gambaran tentang
bagaimana masyarakat Ponorogo
menatap sosok panutan yang memiliki
kelebihan-kelebihan khususnya dalam
ilmu kanuragan (kekebalan tubuh) dan
berderajat spiritual yang tinggi.

2. Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan.
Para peneliti dan mahasiswa hendaknya
mau meneliti tentang kebudayaan-kebuda-
yaan di Indonesia khususnya di daerah
sekitar tempat tinggal. Nilai-nilai simbolik
dalam tradisi Grebeg Suro masih perlu
diejawantahkan.
51 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

Daftar Pustaka Maryaeni. 2005. Metode Penelitian


Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi
Abraham Nurcahyo dkk. 2008. Ilmu Sosial Aksara.
Dan Budaya Dasar. Magetan:
LE-Swastika Press. PemKab Ponorogo. 1996. Pedoman Dasar
Kesenian Reog Ponorogo Dalam
A.H., Baker. 1987. Manusia dan Simbol. Pentas Budaya Bangsa. Madiun:
Jakarta: Gramedia. Rapi Offset.

Ary H. Gunawan. 2010. Sosiolagi Piotr Sztompka. 2008. Sosiologo Perubahan


Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Sosial. Jakarta: Prenada
Cipta.
Purwadi. 2005. Babad Majapahit.
Budiono Herusatoto. 2008. Simbolisme Yogyakarta: Media Abadi
Jawa. Yogyakarta: Ombak.
Saifudin Anwar. 2004. Metode Penelitian.
Burhan Bungin. 2005. Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jakarta: Prenada Media Group
Soesanto Poespo Wardjoyo. 1978. Sekitar
B. Soelarto. 1980. Garebeg Di Kesultanan Manusia: Bunga Rampai tentang
Yogyakarta. Jakarta: Dep Dik Filsafat Manusia. Jakarta: Gama
Bud Media.

Driyarkara. 1977. Pancasila dan Religi Sutopo, H B. 2002. Metotologi Penelitian


Mencari Kepribadian Nasional. Kualitatif. Surakarta: Sebelas
Yogyakarta: Jemmars Maret University Press.

Hadiwijaya. 2010. Tokoh-Tokoh


Kejawen.Yogyakarta: Uele Bok

Hans J. Daeng. 2008. Manusia Kebudayaan


Dan Lingkungan . Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1974. Beberapa Pokok


Antropologi Sosial. Jakarta: Dian
Rakyat.
______________. 1984. Kebudayaan Jawa.
Jakarta: Balai Pustaka.
______________. 2002. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Anda mungkin juga menyukai