Anda di halaman 1dari 2

Mata Pencaharian Masyarakat Kajang

       Masyarakat suku Kajang umumnya mereka hidup dengan bertani dan beternak. Biasanya
mereka menanam padi, dan sayur-sayuran. sedangkan hewan peliharaannya kebanyakan kuda,
sapi dan ayam. mereka juga menenun kain untuk dijadikan sarung hitam yang biasa di kerjakan oleh
kaum wanita.
http://stekotiarchi.blogspot.com/2017/03/kebudayaan-suku-kajang.html

http://rioblay25.blogspot.com/2015/06/budaya-suku-kajang.html

Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian


Sebagian besar masyarakat adat Kajang Ammatoa berprofesi sebagai petani. Pada waktu
- waktu tertentu, banyak masyarakat yang merantau ke luar kawasan adat.
Beberapa masyarakat bekerja sebagai sebagai petani dan kuli bangunan di kota Makassar
dan beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan. Aktiitas tersebut dilakukan untuk mengumpulkan
uang menafkahi hidup keluarganya.
Dan sebagian lainnya tetap tinggal di dalam kawasan adat untuk mengelola sumber daya
alam yang dimilikinya. Berikut penggolongan mata pencaharian masyarakat adat Ammatoa.
1. Bercocok tanam/bertani : antara lain makanan pokok misalnya padi, jagung dan buah – buahan.
2. Beternak : adapun hewan yang diternakkan seperti ayam, kuda, sapi, kerbau dll.
3. Menenun : hasil tenunan berupa hasil industri rumah tangga berupa kain hitam untuk
dijadikan baju le’leng (baju hitam), Tope  (sarung hitam), Passapu (kain hitam yang dililit di
kepala menjadi topi/songkok yang dikenakan oleh kaum laki - laki).
4.  Berdagang : jenis - jenis barang yang diperdagangkan antara lain dari hasil pertanian, hewan
ternak dan hasil industri rumah tangga berupa hasil tenunan. Mereka berdagang di luar kawasan
adat karena tidak terdapat pasar di dalam kawasan adat.

4.  Keadaan Pendidikan
                   Mayoritas masyarakat komunitas Ammatoa tidak memiliki pengalaman formal. Namun
pada persoalan ajaran norma dan nilai - nilai, masyarakat adat Ammatoa mampu mengajarkan
kearifan dan kesederhanaan yang disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Variabel tersebut dapat dijadikan sebagai optik untuk memandang adat Ammatoa dalam
menentukan pilihan sikap terhadap keleluhuran ajaran adat Kajang.
                   Hanya saja keleluhuran aspek adat mulai terkikis dengan berbagai mistifikasi modern.
Kronik paradigma modern yang membawa kesadaran baru dan menanggapi realitas kontekstual
yang dihadapi komunitas Ammatoa.
                   Hanya sebagian kecil masyarakat di sana yang berkeinginan untuk menempuh
pendidikan formal dan mereka menempuh pendidikan di luar kawasan adat karena tidak terdapat
sekolah di dalam kawasan adat. Umumnya hanya mengenyam pendidikan hingga SD hingga
SMP. Dan sebagian lagi hingga SMA.
                   Sekolah SD dan SMP yang dibangun di dekat masjid di perbatasan kawsanAdat Kajang
Dalam dengan Adat Kajang Luar  sebelum pintu gerbang pada awalnya memicu konflik karena
pemilik lahan tempat membangun sekolah tidak mendapat ganti rugi oleh pemerintah. Karena
konflik itulah, maka sekolah tersebut disegel. Akan tetapi setelah dilakukan pendekatan yang
baik, maka segel sekolah kembali dibuka oleh warga. Anak - anak dilarang bersekolah karena
orang tua mereka menganggap apabila anak - anaknya sudah pintar, maka anak - anak mereka
akan dibawa oleh bangsa Belanda. Dan setelah dilakukan pendekatan – pendekatan dan
pengarahan akan pentingnya pendidikan, maka sebagian masyarakat adat Kajang
Ammatoa  mulai menyekolahkan anak - anak mereka di tingkat SD, SMP hingga SMA.
              Dan hanya sebagian kecil yang mengenyam pendidikan di tingkat Universitas. Sebut
saja Ramlah (anak dari Ammatoa Puto Palasa) yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah
Makassar dan mengambil jurusan Bahasa Inggris, dan tentu  saja berpengaruh pada modernisasi
dan teknologi khususnya penggunaan telepon genggang (Handphone). Bahkan sudah ada warga
yang menjadi seorang Insinyur Pertanian, akan tetapi mereka mengaplikasikan ilmu mereka di
luar kawasan adat.
              Begitu pula dengan dibangunnya kelas jauh UVRI (Universitas Veteran Republik
Indonesia) di kecamatan Kajang, maka sebagian warga adat Ammatoaberkuliah di sana. Intinya,
mereka masih perlu himbauan untuk mengenal pendidikan. (*Muh. Sain/Staff Kecamatan
Kajang).
              Persoalan yang sangat fatal yaitu transformasi ilmu yang kurang maksimal. Kearifan
orang Kajang merupakan bentuk kekayaan kebudayaan yang sangat mulia karena
mengedepankan keseimbangan terhadap alam. Bahkan pemerintah setempat yang turut
bercermin kepada kearifan mereka di dalam melestarikan hutan. Kamase - mase sebagai prinsip
hidup menjadi penanda identitas manusia kajang yang sederhana, harmonis, dan menegdepankan
pemahaman trasendensi pada Turie’a A’ra’na dalam menentukan sikap adalah ajaran luhur.
Masyarakat Kajang mengajarkan untuk memnafaatkan bahan alam secara berimbang dan sesuai
kebutuhan. Demikian halnya dalam membuat perangkat keseharian, kesemuanya
diaktualisasikan dengan sangat bijaksana dan sederhana.
              Ajaran Kamase - masea yang ada di komunitas adat Kajang merupakan warisan ilmu yang
ditransformasikan secara turun - temurun. Persoalan transformasi ilmu nampak pada pemahaman
akan prinsip ideal Kamase - maseayang dipahami secara serampangan terutama oleh kaum muda
masyarakatAmmatoa. Berdasarkan temuan di lapangan, mayoritas kaum muda hanya sekedar
memaknai Kamase - masea pada aspek permukaan semata. Artinya, Kamase - Masea sekedar
ditafsirkan sebagai situasi miskin atau sederhana semata.
http://uchy-red.blogspot.com/2011/11/kajang-ammatoa-desa-tanatoa-kecamatan.html

http://blogmiftahusaadah.blogspot.com/2014/12/makalah-antropologi-sistem-mata.html

https://mapalaskauinjogja.wordpress.com/2008/11/25/pola-produksi-dan-konsumsi-masyarakat-adat-
kajang/

Anda mungkin juga menyukai