Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dunia khususnya di Indonesia banyak terdapat suku bangsa bangsa
yang unik dan menarik untuk di bahas. Di Indonesia sendiri terdapat puluhan
mungkin ratusan suku bangsa, dimana suku bangsa itu menenpati daerahnya
masing-masing, ada yang masih utuh keasliannya da nada pula yang sudah punah
keaslian atau karakter dari suku bangsa tersebut.
Suku bangsa atau kelompok etnik adalah suatu golongan manusia yang
anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya
berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh
pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti
kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis. Itu sekilas
tentang arti suku bangsa. akan tetapi bagaimana asal usul terbentuknya, ciri-
cirinya, dan bagaimana suku bangsa di Indonesia dalam perspektif sejarah, hal itu
yang masih menjadi pertanyaan bagi kita, maka dalam makalah ini kami
membahas tentang asal mula suku bangsa dan yang berkaitan denganya.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian suku bangasa?
2. Bagaimana asal-usul bangsa di dunia?
3. Bagaimana terbentuknya asal mula suku bangsa?
4. Apa saja ciri-ciri suku bangsa?
5. Bagaimana suku bangsa di Indonesia dalam perspektif sejarah?
6. Bagaimana proses terjadinya keragaman suku bangsa Indonesia?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Suku Bangsa


Suku bangsa atau kelompok etnik adalah suatu golongan manusia yang
anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya
berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.Identitas suku ditandai oleh
pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti
kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.

Menurut pertemuan internasional tentang tantangan-tantangan dalam


mengukur dunia etnis pada tahun 1992, "Etnisitas adalah sebuah faktor
fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang terkandung
dalam pengalaman manusia" meskipun definisi ini seringkali mudah diubah-
ubah.Yang lain, seperti antropolog Fredrik Barth dan Eric Wolf, menganggap
etnisitas sebagai hasil interaksi, dan bukan sifat-sifat hakiki sebuah kelompok.
Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis. Secara
keseluruhan, para anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim
kesinambungan budaya melintasi waktu, meskipun para sejarawan dan antropolog
telah mendokumentasikan bahwa banyak dari nilai-nilai, praktik-praktik, dan
norma-norma yang dianggap menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu
pada dasarnya adalah temuan yang relatif baru.

Pengertian suku bangsa dengan simpel adalah kelompok spesifik yang


mempunyai kesamaan latar belakang. Selanjutnya diterangkan bahwa pengertian
suku bangsa, atau kelompok etnik adalah perkumpulan orang yang mempunyai
latar belakang budaya, bahasa, rutinitas, style hidup, dan ciri-ciri fisik yang sama.
Masing-masing mereka mengidentifikasikan diri pada satu dengan yang
lain.Eksistensi satu suku akan diakui bila telah memperoleh pengakuan dari
masyarakat yang ada di luar suku itu sendiri. Proses terciptanya sesuatu suku
dinamakan etnogenesis. Sistem pengaturan yang dianut oleh sebagian besar suku
bangsa di indonesia adalah sistem menurut garis keturunan bapak, ibu, atau
apalagi keduanya.

2
Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-
kebudayaan dengan corak khas seperti itu, istilah etnografi untuk suatu
kebudayaan dengan corak khas adalah “suku bangsa” (dalam bahasa inggris
disebut athnic group dan bila diterjemahkan secara harfiah “kelompok etnik”).
Namun di sini digunakan istilah “suku bangsa” saja karena sifat kesatuan dari
suku bangsa bukan “kelompok”, melainkan “golongan”.
Suku bangsa menurut Barth (Dahrum Usman dalam www.neonovan.
topcities.com/etnokonflik.htm) adalah sebuah pengorganisasian social mengenai
jatidiri yang askriptif dimana anggota suku bangsa mengaku sebagai
anggota suatu suku bangsa karena dilahirkan oleh orang tua dari suku bangsa
tertentu atau dilahirkan dari daerah tertentu. Menurut Koentjaraningrat, suku
bangsa adalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas
kesatuan kebudayaan sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan
oleh kesatuan bahasa.

B. Asal-usul Bangsa di Dunia


Semua manusia berasal dari Nabi Adam, meski ada juga sebagian orang
yang mempertanyakan Adakah Manusia Sebelum Adam?Seperti yang kita ketahui
manusia di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal suku bangsa, bahasa dan warna
kulit ada yang bule, kuning, hitam dan sebagainya. Hal ini berdasarkan dalil
dalam QS. Al Hujurat ayat 13,“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal” Juga
ada yang mengatakan karena proses evolusi atau adaptasi manusia itu sendiri
terhadap daerah atau tempat dimana mereka tinggal.
Namun tahukah anda? Bahwa Allah SWT menciptakan manusia menjadi
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, menurut teori ilmu tarikh yaitu berawal dari
Nabi Nuh.
a. Bangsa Eropa dan Rusia dilahirkan dari putra Nabi Nuh yang bernama
Yafidz.
b. Bangsa Mongolia merupakan keturanan dari Maguwg. Maguwg sendiri
merupakan putra dari Yafidz bin Nuh

3
c. Bangsa Cina dilahirkan dari Al-Shin (Al-Shiniyyun). Al-Shin adalah putra
Maguwg bin Yafidz bin Nuh
d. Bangsa Afrika dari Ham bin Nuh
e. Bangsa Arab dari Jurhum bin Yaqthan bin Abir bin Syalikh bin Irfahsyad
bin Sam bin Nuh
f. Bangsa Parsi dari putra Fars bin Lawud bin Sam bin Nuh
g. Sam bin Nuh melahirkan bangsa dan bahasa Arab
Sedangkan untuk bangsa Indonesia ada dua teori yang terpadu. Teori
pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina). Teori kedua, Indonesia berasal
langsung dari Maguwg (Mongolia). Kedua teori ini terpadu karena Shin adalah
putra Maguwg dan Maguwg putra Yafidz bin Nuh. Jadi Indonesia ada pertemuan
antara Eropa, Mongolia dan Cina pada Yafidz bin Nuh. Alhasil Indonesia berbeda
dengan Arab dari Sam bin Nuh dan Afrika dari Ham bin Nuh, namun tetap
berpusat dari Nabi Nuh. Ciri Mongolia yang jelas, yaitu bisa dilihat dari bayi atau
anak kecil yang di ekornya ada biru-biru.

C. Konsep terbentuknya asal mula suku bangsa


Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud
sebagai komunitas desa, kota, sebagai kekerabatan, atau kelompok adat yang lain,
bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar
warga masyarakat bersangkutan. Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah
hidup dari hari ke hari di dalam lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat
lagi corak khas itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaannya biasanya tidak terlihat
corak khasnya, terutama mengenai unsur-unsur yang berbeda mencolok dengan
kebudayaan sendiri.
Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan fisik
dengan bentuk khusus, atau karena di antara pranata-pranatanya ada fisik dengan
bentuk khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya
khusus. Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya
kompleks unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khusus tadi, suatu
kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan.
Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan
manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”,
sedangkan kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan

4
oleh kesatuan bahasa juga. Jadi, “kesatuan kebudayaan” bukan suatu hal yang
ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli
kebudayaan, atau lainnya, dengan metode analisis ilmiah), melainkan oleh warga
kebudayaan bersangkutan itu sendiri. Dengan demikian, kebudayaan Sunda
merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara
etnografi telah menetukan bahwa kebudayaan Sunda itu suatu kebudayaan
tersendiri yang berada dari kebudayaan Jawa, Banten, atau Bali, melainkan karena
orang Sunda sendiri sadar bahwa kebudayaan Sunda mempunyai kepribadian dan
identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan tetangganya itu.
Apalagi adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan bahasa Jawa atau Bali lebih
mempertinggi kesadaran akan kepribadian khusus tadi.
Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa “ lebih kompleks daripada yang
terurai di atas. Ini disebabkan karena dalam kenyataan, batas dari kebudayaan itu
dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan. Misalnya, penduduk
Pulau Flores di Nusa Tenggara tersendiri dari beberapa suku bangsa yang khusus,
dan menurut kesadaran orang flores itu sendiri, yaitu orang Manggarai, Ngada,
Sikka, Riung, Nage-Keo, Ende, dan Laratuka. Kepribadian khas dari tiap suku
bangsa tersebut dikuatkan pula oleh bahasa-bahasa khusus yaitu bahasa
Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Sikka, bahasa Ende dan sebagainya, yang jelas
berbeda dan tidak dimengerti yang lain. Walaupun demikian, kalau orang flores
dari berbagai suku bangsa itu tadi berada di jakarta misalnya, dimana mereka
harus hidup berkonfrontasi dengan golongan atau kelompok lain lebih besar
dalam kekejaman perjuangan hidup di suatu kota besar, mereka akan merasa
bersatu sebagai Putra Flores, dan tidak sebagai orang Sikka, orang Ngada, atau
orang Laratuka. Demikian pula penduduk Irian Jaya yang di Irian Jaya yang di
irian jaya sendiri sebenarnya merasakan diri orang Sentani, orang Marindanim,
orang Serui, orang Kapauku, orang Moni dan sebagainya, akan merasa diri
mereka sebagai Putra Irian Jaya apabila mereka ke luar dari Irian Jaya. Dalam
penggolongan politik atau administratif di tingkat nasional tentu lebih praktis
memakai penggolongan suku bangsa secara terakhir tadi, yang sifatnya lebih luas
dan lebih kasar, tetapi dalam analisis ilmiah secara antropologi kita sebaiknya
memakai konsep suku bangsa dalam arti sempit.Mengenai pemaikaian suku

5
bangsa sebaiknya selalu memakainya secara lengkap, dan agar tidak hanya
mempergunakan istilah singkata “suku” saja.
Deskripsi mengenai kebudayaan suatu bangsa biasanya merupakan idi dari
sebuah karangan etnografi. Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali,
terdiri dari berjuta-juta penduduk (seperti suku bangsa Sunda), maka ahli
antropologi yang membuat sebuah karangan etnografi sudah tentu tidak dapat
mencakup keseluruhan dari suku bangsa besar itu dalam deskripsinya. Umumnya
ia hanya melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu. Etnografi tentang
kebudayaan Sunda misalnya hanya akan terbatas pada kebudayaan Sunda dalam
suatu daerah logat Sunda yang tertentu, kebudayaan sunda dalam suatu kebupaten
tertentu, kebudayaan sunda di pegungungan atau kebudayaan Sunda di pantai,
atau kebudayaan Sunda dalam suatu lapisan sosial tertentu dan sebagainya.
1. Sistem garis keturunan
Sistem garis keturunan bapak biasa disebut patrilineal, layaknya yang
terjadi pada suku Batak di sumatera utara. Untuk sistem ketentuan yang
menarik garis keturunan dari pihak ibu atau wanita disebut matrilineal, suku
yang berpedoman sistem tersebut adalah suku Minang, yang ada di sumatera
barat.
Adapun untuk sistem ketentuan dari kedua belah pihak kelihatannya
adalah sistem yang sangat banyak dianut oleh suku-suku yang ada di
indonesia, di antaranya adalah suku Jawa.
Jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia amatlah banyak. Total
keseluruhan meraih beberapa ratus suku bangsa. Suku bangsa tersebut tersebar
di seluruh Indonesia. Masing-masing suku bangsa menawarkan lebih dari satu
kekhasannya, layaknya keeksotisan yang dimiliki oleh suku bangsa Indonesia
yang ada di tempat timur Indonesia.
2. Percampuran suku bangsa
Keanekaragaman suku bangsa di Indonesia makin lengkap sebab
adanya lebih dari satu pencampuran ras dan etnis asli suku bangsa Indonesia
dengan beraneka suku bangsa di negara lain.
Umpamanya saja pencampuran pada masyarakat asli suku bangsa
Indonesia dengan suku bangsa Tionghoa, atau pencampuran masyarakat asli

6
suku bangsa Indonesia dengan masyarakat dataran Eropa. Pencampuran dua
suku bangsa tersebut sesudah itu menyebabkan lebih dari satu istilah baru,
layaknya istilah “orang indo”.
Suku bangsa yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak di
indonesia ada di pulau Jawa. Layaknya suku bangsa Jawa dan Sunda.
Perbedaan pada suku bangsa yang ada di Indonesia justru lebih mengeratkan
jalinan diantara masyarakatnya.

D. Ciri-Ciri Suku Bangsa


Gejala sosial yang tidak terlihat secara nyata di dalam kehidupan sehari-
hari tetapi yang mendasar dan mendalam di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dapat dilihat melalui suku bangsa. Melalui suku bangsa inilah sebuah
prinsip yang dikembangkan anggotanya mempunyai kekuatan social yang tidak
bisa ditawar ataupun dibendung.Suku bangsa adalah golongan sosial yang
dibedakan dari golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri paling
mendasar dan umum berkaitan dengan asal usul dan tempat asal serta
kebudayaannya.
Adapun ciri-ciri suku bangsa adalah:
a. Secara tertutup berkembang biak dalam kelompoknya.
2. Memiliki nilai-nilai dasar yang terwujud dan tercermin dalam
kebudayaan.
3. Mewujudkan arena komunikasi dan interaksi.

4. Mempunyai anggota yang mengenali dirinya serta dikenal oleh orang


lain sebagai bagian dari satu kategori yang dibedakan dengan yang lain.

Etika seseorang yang menjadi bagian dari suku bangsa tertentu


mengadakan interaksi maka akan nampak adanya simbol-simbol atau karakter
khusus yang digunakan untuk mengekspresikan perilakunya sesuai dengan
karakteristik suku bangsanya. Misalnya, ciri-ciri fisik atau rasial, gerakan-
gerakan tubuh atau muka, ungkapan-ungkapan kebudayaan, nilai-nilai budaya
serta keyakinan keagamaan. Seseorang yang dilahirkan dalam keluarga suatu
suku bangsa maka sejak dilahirkannya mau tidak mau harus hidup dengan

7
berpedoman pada kebudayaan suku bangsanya sebagaimana yang digunakan oleh
orangtua dan keluarganya dalam merawat dan mendidiknya sehingga menjadi
manusia sesuai dengan konsepsi kebudayaannya tersebut.
Menurut R Narol (Budhisantosa dalam www.pk.ut.ac.id/jsi/Ibuhdi.htm),
kriteria untuk menetukan suatu bangsa adalah adanya kesatuan masyarakat
seperti:
a. Daerahnya dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b. Daerahnya dibatasi oleh batas-batas tertentu secara politis dan
administratif.
c. Batas daerahnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
d. Warganya memiliki satu bahasa atau satu logat bahasa.
e. Penduduknya menempati suatu wilayah geografis tertentu.
f. Keadaan daerahnya ditentukan oleh kesatuan ekologi.
g. Anggota-anggotanya mempunyai pengalaman sejarah yang sama.
h. Frekuensi interaksi sesama anggota masyarakatnya tinggi.
i. Susunan sosialnya seragam.

E. Suku bangsa di Indonesia dal perspekif sejarah

Indonesia adalah sebuah masyarakat bangsa yang terdiri dari berbagai


etnik dengan kekayaan budayanya yang beragam. Terbentuknya bangsa Indonesia
melalui sebuah proses dari perjuangan panjang dalam membebaskan diri dari
penjajahan, proses tersebut tidak terhenti ketika bentuk negara diproklamirkan
sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus
1945. Para pendiri bangsa ini juga menyadari bahwa terbentuknya sebuah negara
bangsa atau nation-state yang diberi nama Indonesia itu dibangun di atas
keanekaragaman.
Bangsa Indonesia yang terbentuk dari keragaman budaya dan
berlandaskan prinsip persatuan dan kesatuan. Sejumlah kelompok etnik bergabung
dan menyatukan diri untuk membentuk suatu negara dan bangsa kesatuan.
Semangat nasionalisme didasari atas gagasan persatuan, penghargaan terhadap
ikatan-ikatan primordial dianggap sebagai sesuatu yang perlu dan positif, karena

8
ikatan itu memberikan rasa berakar dalam kebudayaannya sendiri yang pada
gilirannya sebagai akar budaya bersama.
Keanekaragaman kebudayaan Indonesia itu disebabkan oleh sifat
kenusantaraan negara Indonesia yang memisahkan suku-suku bangsa secara
geografis, sehingga mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda dimana setiap
suku bangsa membentuk identitas budayanya sendiri-sendiri. Keanekaragaman
budaya juga disebabkan oleh pengaruh kebudayaan luar yang secara
bergelombang memasuki wilayah nusantara yang terletak di lalu lintas dunia yang
strategis. Keanekaragaman tersebut pada satu sisi merupakan faktor positif yang
mengandung kekayaan potensi kultural sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
potensi pembangunan, namun disisi lain juga dapat menjadi faktor yang
menghambat pembangunan dengan potensi konfliknya.
Pada saat munculnya semangat kebangsaan, maka menguatlah keinginan
untuk menggunakan nama pengenal bagi identitas kebangsaan yang sedang
tumbuh. Maka nama “Indonesia” yang sudah cukup lama tersimpan dalam
khasanah antropologi (James Richarson Logan dari Inggris tahun 1850 dan Adolf
Bastian dari Jerman tahun 1884), mulai sering muncul dalam wacana kaum
nasionalis. Dalam makna politisnya, para pelajar dan mahasiswa di Negeri
Belanda yang berasal dari kawasan Nusantara ini pada tahun 1917 menggunakan
nama “Indonesia” untuk organisasi mereka “ Indonesisch Verbond van
Studerenden”. Ketika diasingkan di Negeri Belanda, Ki Hajar Dewantara pada
tahun 1918 di Den Haag mendirikan “Indonesisch Perbureu” (Kantor Berita
Indonesia). Nama Indonesia untuk bangsa muda yang sedang dibangun dengan
penuh semangat itu digunakan Bung Hatta di Negeri Belanda dalam pledoinya “
Indonesia Merdeka” (Indonesie Vrij) bulan Maret 1928. Kemudian dikukuhkan
dalam salah satu peristiwa yang amat menentukan bagi sejarah kita yaitu Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928. Dikobarkan lagi oleh Bung Karno dalam Pidato “
Indonesia Menggugat” (Indonesie Klag An), tahun 1930 (Nurcholis Madjid,
2004 : 35). Puncak dari semuanya itu adalah Proklamasi 17 Agustus 1945, itulah
perjalanan panjang sebuah nama Indonesia yang akhirnya menjadi bangsa yang
mendiami pulau-pulau Nusantara atau bekas wilayah Hindia Belanda.

9
Indonesia merupakan hasil rumusan bersama atau dialog para
pelajar/mahasiswa atau orang-orang cerdas, terdidik dan tercerahkan (Anhar
Gonggong : 2007).Sebagai sebuah ikatan kebangsaan, entitas Indonesia tidak
pernah ada sebelumnya dan baru muncul pada abad ke-20, serta mencapai
puncaknya ketika sebuah bangsa dan negara baru diproklamirkan pada tahun
1945. Sejak saat itu semua penduduk yang ada di bekas wilayah Hindia Belanda
itu kemudian menyebut diri mereka, atau disebut sebagai bangsa Indonesia.
Secara perlahan-lahan baik melalui proses alami maupun produk dari rekayasa
sosial-politik, Indonesia tidak lagi hanya dipahami sebagai identitas politis
melainkan telah berkembang juga sebagai identitas sosiologis dan kultural.
Pada hakikatnya faktor utama keberhasilan integrasi nasional tahun 1950
adalah karena kesamaan tujuan, yaitu membebaskan diri dari penjajahan dan
kesamaan cita-cita untuk membangun masyarakat baru yang lebih sejahtera.
Untuk itu semua suku dan golongan bersedia menyatukan persamaan-
persamaan dan melupakan perbedaan-perbedaar; (Suroyo, 2002 : 19).
Dengan kata lain faktor tunggal ika lebih dikedepankan daripada
faktor bhinneka. Ketika integrasi nasional tercapai dan bang 53 Indonesia
akan membangun masyarakat baru; terjadi persaingan antara kekuatan-
kekuatan persatuan (tunggal ika) yang berhadapari dengan kekuatan-kekuatan
perbedaan (bhinneka). Artinya, kepentingan bangsa sebagai keseluruhan, yang
diwakili pemerintah Pusat, berhadapan dengan kepentingan subbangsa
didaerah, dengan kekhususan dan identitas masing-masing.
Semuanya beraneka ragam, namun hakekatnya satu jua, sebab tidak ada jalan
kebaktian atau kebaikan yang mendua tujuan “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana
Dharma Mangroa”. Walaupun begitu, perbedaan relatif tidak mungkin
dihapuskan, dan perpaduan pola budaya pesisir dan pedalaman itu tetap
mempengaruhi bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Negara-bangsa adalah negara untuk seluruh umat, yang didirikan
berdasarkan kesepakatan bersama yang menghasilkan kontraktual dan
transaksional terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan tersebut.
Tujuan negara-bangsa adalah mewujudkan maslahat umum (dalam pandangan
negara disebut salaf padanan pengertian dari general welfare) suatu konsep

10
tentang kebaikan yang meliputi seluruh warga negara tanpa kecuali (Nurcholis
Madjid, 2004 : 42-43). Sedangkan menurut Benedict Anderson, bangsa adalah
merupakan suatu “komunitas terbayang”. Para anggota bangsa terkecil sekalipun
tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota yang lain, tidak akan
bertatap muka dengan mereka. Hal terpenting dalam tetap berdirinya sebuah
bangsa adalah adanya perasaan kebersamaan dan persaudaraan sebagai anggota
komunitas bangsa tersebut (Benedict Anderson, 2001 : 8).
Demikian juga bangsa Indonesia yang dibangun di atas perbedaan karena
para warga bangsanya mendiami berbagai pulau yang dipisahkan baik besar
maupun kecil. Hubungan antar pulau selalu tidak mudah sehingga masing-masing
pulau sedikit banyak terisolasi satu dengan yang lainnya, hal tersebut mendorong
tumbuhnya ciri-ciri kesukuan, kebahasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Bahkan dalam pulau besarpun pola kesukuan dan kebudayaan yang berbeda-beda
terdorong muncul dengan sifat khas masing-masing menurut lingkungannya.
Semuanya itu disebabkan oleh keadaan geografis dan topografisnya yang
menyebabkan terbentuknya wilayah yang terpisah satu dengan lainnya. Untuk itu
wawasan multikultural perlu untuk dipahami dan dimaknai bagi segenap bangsa
Indonesia.
Keanekaragaman budayadalam suatu bangsa itu dari satu sisi adalah
kekayaan, tetapi dari sisi lain adalah kerawanan. Sebagai kekayaan,
keanekaragaman budaya dapat dibandingkan dengan keanekaragaman nabati.
Keanekaragaman itu dapat menjadi sumber pengembangan budaya hibrida yang
kaya dan tangguh , melalui penyuburan silang budaya (cros-cultural fertilization).
Berbagai bentuk penyuburan silang budaya telah terjadi, tetapi pada umumnya
merupakan hal-hal ‘kebetulan” sebagai akibat sampingan interaksi perdagangan
regional yang ditunjang oleh kekuasaan politik. Peranan kekuasaan – kekuasaan
besar seperti Sriwijaya, Majapahit dan Aceh penting sekali dalam proses
penyuburan silang budaya di Nusantara. Pengaruh silang itu dapat dikenali pada
adanya unsur-unsur kosmopolit dan universal dalam banyak segi budaya umum
kawasan nusantara.
Sebagai kerawanan, keanekaragaman budaya melemahkan kohesi antar
suku dan pulau. Karena itu wilayah nusantara akan rentan terhadap penaklukan

11
dan penjajahan dari luar. Usaha penguatan kohesi beberapa bagian atau seluruh
Nusantara melalui penyatuan dalam kekuasaan politik tunggal pernah beberapa
kali terjadi seperti oleh kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Aceh. Tetapi
usaha–usaha itu menghasilkan suatu penyatuan wilayah yang tidak persis sama
dengan wilayah Indonesia modern sekarang. Di satu sisi hasil penyatuan itu lebih
kecil daripada Indonesia sekarang, karena tidak mencakup seluruh wilayah dari
Sabang sampai Merauke. Disisi lain, hasil penyatuan itu lebih besar daipada
wilayah Indonesia sekarang ini, karena mencakup pula wilayah-wilayah di luar
lingkungan Sabang-Merauke, seperti Semenanjung Melayu, Kalimantan Utara,
Mindanao, bahkan sampai ke pulau Formusa dan Madagaskar.
Sejumlah kecil orang India, Arab, dan Tionghoa telah datang dan
menghuni beberapa tempat di Nusantara sejak dahulu kala pada zaman kerajaan
kuno. Akan tetapi gelombang imigrasi semakin pesat pada masa kolonial.
(Wikipedia : website) Terbentuklah kelompok suku bangsa pendatang yang
terutama tinggal di perkotaan dan terbentuk pada masa kolonial Hindia Belanda,
yaitu digolongkan dalam kelompok Timur Asing; seperti keturunan Tionghoa,
Arab, dan India; serta golongan Orang Indo atau Eurasia yaitu percampuran
Indonesia dan Eropa. Warga keturunan Indo kolonial semakin berkurang di
Indonesia akibat Perang Dunia II dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Kebanyakan beremigrasi atau repatriasi ke luar negeri seperti ke Belanda atau
negara lain.
Negara kemudian cenderung memaksakan hegemoni tertentu yang diambil
dari etnik atau etnik-etnik tertentu sebagai sebuah nilai tunggal yang harus
dipatuhi oleh kelompok dan komunitas lain atas bangsa. Kelompok dan komunitas
lain mersakan diri sebagai minoritas atau kelompok yang tertindas. Sebagai
reaksi, kelompok atau komunitas ini menuntut kesetaraan politik, pembagian
keuntungan ekonomi dan hak yang lebih besar, atau bahkan negara yang terpisah
dan bangsa yang merdeka, akibatnya konflik identitas tidak dapat dihindari.
Pada masa Orde Baru ada kecenderungan seperti di atas, hal tersebut dapat
dilihat suatu keinginan kuat untuk menyeragamkan kehidupan nasional,
khususnya bidang politik dan pemerintahan. Sistem-sistem pemerintahan daerah
berangsur-angsur digiring untuk menerapkan sistem yang seragam dengan

12
mengikuti model etnik tertentu dalam hal ini yang ada di Jawa. Ditambah dengan
tipisnya kadar keadilan dalam pembagian kembali kekayaan nasional, khususnya
kekayaan yang datang dari daerah bersangkutan, pergolakan daerah mudah sekali
berkembang menjadi perlawanan untuk memisahkan diri (sparatisme) dan itu
sangat mengganggu integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sentralisasi
kekuasaan yang didukung oleh militer demi stabilitas yang berlebihan telah
menumbuhkan bibit-bibit disintegrasi bangsa dan erosi kesadaran nasional
sehingga muncul kasus-kasus pergolakan daerah seperti di Aceh, Maluku, Papua
dan Riau. Gejala itu merupakan ancaman pada kedaulatan dan memicu maraknya
krisis nasional yang multidimensional.
Berkenaan dengan hal di atas, tindakan yang terbaik ialah kembali
memahami dan konsisten terhadap semangat motto negara kita, Bhineka Tunggal
Ika. Karena itu kita harus menghargai pola-pola budaya daerah dan mengakui hak
masing-masing untuk mengembangkan budaya mereka. Kita harus menerima
kebhinekaan sebagai kekayaan, dan serentak dengan itu kita memelihara keekaan
berdasarkan kepentingan bersama secara nasional. Kita harus memandang budaya
daerah sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan sebagai perwujudan kearifan lokal
yang harus dijaga keutuhan dan kelestariannya. Dalam hal ini, tidak satupun
budaya daerah yang terkecualikan. Semuanya itu merupakan inti dari semangat
sebenarnya ungkapan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangroa, budaya-
budaya daerah harus ditempatkan dengan penuh penghargaan begitu rupa
sehingga tetap memperoleh pengakuan yang sah sebagai bentuk–bentuk kearifan
lokal yang memperkaya budaya dan kearifan nasional. Hal tersebut sesuai dengan
paham Multikulturalisme yaitu sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian
atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan tentang budaya orang atau
etnis lain.
Dalam perspektif sejarah, bangsa Indonesia dibangun atas kebersamaan
dan kesadaran diantara bagian-bagian yang berbeda atau terpisah-pisah ke dalam
suatu kesatuan , dari loyalitas regional, etnis, bahasa, budaya, dan religius.
Keanekaragaman tersebut pada masa lalu telah diungkapkan dengan sesanti
“Bhineka Tunggal Ika” hal tersebut dimaksudkan sebagai pengakuan positif
kepada keanekaragaman yang ada. Kesuksesan Indonesia sebagai “bangsa” dalam

13
pengertian keberhasilannya muncul diantara bangsa-bangsa di dunia didahului
dengan perjuangan yang sangat panjang dan membutuhkan pengorbanan.
Perjuangan panjang tersebut mencapai puncaknya ketika bangsa Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun
perjuangan tersebut tidak berhenti sampai disitu. Tantangan dan ancaman terus
ada didepan kita, mulai dari krisis ekonomi, konflik, sparatisme yang semuanya
itu mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia dibangun di atas berbagai keanekaragaman, dalam keaneka
ragaman budaya dari satu sisi merupakan sebuah kekayaan manakala bisa saling
memahami dan saling menghargai sebagaimana paham multikulturalisme yaitu
sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya orang lain. Sebagai
sebuah kerawanan, keanekaragaman budaya melemahkan kohesi antar suku dan
pulau. Kecenderungan kuat untuk melakukan penyeragaman dengan implikasi
pemaksaan dari atas justru menimbulkan perasaan tidak puas dari daerah terhadap
pusat, hal tersebut bisa menimbulkan berbagai konflik , kerusuhan maupun
sparatisme.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian–uraian dari bab–bab sebelumnya maka penulis
mengambil kesimpulan yaitu bahwa suku bangsa dilahirkan dari berbagai macam
zaman nabiSedangkan untuk bangsa Indonesia ada dua teori yang terpadu. Teori
pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina). Teori kedua, Indonesia berasal
langsung dari Maguwg (Mongolia). Kedua teori ini terpadu karena Shin adalah
putra Maguwg dan Maguwg putra Yafidz bin Nuh. Jadi Indonesia ada pertemuan
antara Eropa, Mongolia dan Cina pada Yafidz bin Nuh. Alhasil Indonesia berbeda
dengan Arab dari Sam bin Nuh dan Afrika dari Ham bin Nuh, namun tetap
berpusat dari Nabi Nuh.

15
DAFTAR PUSTAKA

PRAM, 2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta : CIF.

Tim elex kids, 2007. Buku Aktivitas Disney : Suku Bangsa. Jakarta :Elex
Media Komputindo.

Madjid, Nurcholis. 2004. Indonesia Kita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

http://sekolahsosiologi.blogspot.com/2012/01/proses-terjadinya-keragaman-suku-
bangsa.html. 1 Desember 2013

16

Anda mungkin juga menyukai