Anda di halaman 1dari 4

Asal-usul Bangsa di Dunia

Semua manusia berasal dari Nabi Adam, meski ada juga sebagian orang yang
mempertanyakan Adakah Manusia Sebelum Adam? Seperti yang kita ketahui
manusia di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal suku bangsa, bahasa dan warna
kulit ada yang bule, kuning, hitam dan sebagainya.

Hal ini berdasarkan dalil dalam QS. Al Hujurat ayat 13, “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal” Juga ada yang mengatakan karena proses evolusi
atau adaptasi manusia itu sendiri terhadap daerah atau tempat dimana mereka
tinggal.

Namun tahukah anda? Bahwa Allah SWT menciptakan manusia menjadi


berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, menurut teori ilmu tarikh yaitu berawal dari
Nabi Nuh.
Bangsa Eropa dan Rusia dilahirkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Yafidz
Bangsa Mongolia merupakan keturanan dari Maguwg. Maguwg sendiri merupakan
putra dari Yafidz bin Nuh
Bangsa Cina dilahirkan dari Al-Shin (Al-Shiniyyun). Al-Shin adalah putra Maguwg
bin Yafidz bin Nuh
Bangsa Afrika dari Ham bin Nuh
Bangsa Arab dari Jurhum bin Yaqthan bin Abir bin Syalikh bin Irfahsyad bin Sam
bin Nuh
Bangsa Parsi dari putra Fars bin Lawud bin Sam bin Nuh
Sedangkan untuk bangsa Indonesia ada dua teori yang terpadu.

Teori pertama, Indonesia berasal dari Shin (Cina).


Teori kedua, Indonesia berasal langsung dari Maguwg (Mongolia).

Kedua teori ini terpadu karena Shin adalah putra Maguwg dan Maguwg putra
Yafidz bin Nuh. Jadi Indonesia ada pertemuan antara Eropa, Mongolia dan Cina
pada Yafidz bin Nuh. Alhasil Indonesia berbeda dengan Arab dari Sam bin Nuh dan
Afrika dari Ham bin Nuh, namun tetap berpusat dari Nabi Nuh.

C. Konsep Terbentuknya Asal Mula Suku Bangsa

Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai
komunitas desa, kota, sebagai kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa
menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar warga
masyarakat bersangkutan.

Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari ke hari di dalam
lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya,
terhadap kebudayaannya biasanya tidak terlihat corak khasnya, terutama mengenai
unsur-unsur yang berbeda mencolok dengan kebudayaan sendiri.

1
Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan fisik dengan
bentuk khusus, atau karena di antara pranata-pranatanya ada fisik dengan bentuk
khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus.
Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsur-
unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khusus tadi, suatu kebudayaan dapat
dibedakan dari kebudayaan.

Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia
yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan
kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan
bahasa juga.

Jadi, “kesatuan kebudayaan” bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar
(misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, dengan
metode analisis ilmiah), melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri.

Dengan demikian, kebudayaan Sunda merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada
peneliti-peneliti yang secara etnografi telah menetukan bahwa kebudayaan Sunda
itu suatu kebudayaan tersendiri yang berada dari kebudayaan Jawa, Banten, atau
Bali, melainkan karena orang Sunda sendiri sadar bahwa kebudayaan Sunda
mempunyai kepribadian dan identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan-
kebudayaan tetangganya itu. Apalagi adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan
bahasa Jawa atau Bali lebih mempertinggi kesadaran akan kepribadian khusus tadi.

Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa “ lebih kompleks daripada yang terurai di
atas. Ini disebabkan karena dalam kenyataan, batas dari kebudayaan itu dapat
meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan. Misalnya, penduduk Pulau
Flores di Nusa Tenggara tersendiri dari beberapa suku bangsa yang khusus, dan
menurut kesadaran orang flores itu sendiri, yaitu orang Manggarai, Ngada, Sikka,
Riung, Nage-Keo, Ende, dan Laratuka. Kepribadian khas dari tiap suku bangsa
tersebut dikuatkan pula oleh bahasa-bahasa khusus yaitu bahasa Manggarai, bahasa
Ngada, bahasa Sikka, bahasa Ende dan sebagainya, yang jelas berbeda dan tidak
dimengerti yang lain.

Walaupun demikian, kalau orang flores dari berbagai suku bangsa itu tadi berada di
jakarta misalnya, dimana mereka harus hidup berkonfrontasi dengan golongan atau
kelompok lain lebih besar dalam kekejaman perjuangan hidup di suatu kota besar,
mereka akan merasa bersatu sebagai Putra Flores, dan tidak sebagai orang Sikka,
orang Ngada, atau orang Laratuka.

Demikian pula penduduk Irian Jaya yang di Irian Jaya yang di irian jaya sendiri
sebenarnya merasakan diri orang Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang
Kapauku, orang Moni dan sebagainya, akan merasa diri mereka sebagai Putra Irian
Jaya apabila mereka ke luar dari Irian Jaya.

Dalam penggolongan politik atau administratif di tingkat nasional tentu lebih

2
praktis memakai penggolongan suku bangsa secara terakhir tadi, yang sifatnya lebih
luas dan lebih kasar, tetapi dalam analisis ilmiah secara antropologi kita sebaiknya
memakai konsep suku bangsa dalam arti sempit.Mengenai pemaikaian suku bangsa
sebaiknya selalu memakainya secara lengkap, dan agar tidak hanya
mempergunakan istilah singkata “suku” saja.

Deskripsi mengenai kebudayaan suatu bangsa biasanya merupakan idi dari sebuah
karangan etnografi. Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali, terdiri dari
berjuta-juta penduduk (seperti suku bangsa Sunda), maka ahli antropologi yang
membuat sebuah karangan etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan
dari suku bangsa besar itu dalam deskripsinya.

Umumnya ia hanya melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu.


Etnografi tentang kebudayaan Sunda misalnya hanya akan terbatas pada
kebudayaan Sunda dalam suatu daerah logat Sunda yang tertentu, kebudayaan
sunda dalam suatu kebupaten tertentu, kebudayaan sunda di pegunungan atau
kebudayaan Sunda di pantai, atau kebudayaan Sunda dalam suatu lapisan sosial
tertentu dan sebagainya.

3
Daftar pustaka

Prof. Dr. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka


Cipta

PRAM, 2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta : CIF

Tim elex kids, 2007. Buku Aktivitas Disney : Suku Bangsa. Jakarta :Elex Media
Komputindo.

Madjid, Nurcholis. 2004. Indonesia Kita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai