Anda di halaman 1dari 13

Agustinus dari Hippo

Augustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai putra
seorang ibu yang saleh yaitu Momika.[3] Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil
dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya.
Augustinus dididik dan dibesarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang berlaku
pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi. [4]
Augustinus memperoleh pendidikan dasar di Tagaste dan secara khusus mempelajari bahasa
latin dan ilmu hitung. Ketika berusia sekitar sebelas tahun, Augustinus dikirim ayahnya ke
Maduna untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya dan berhasil memperoleh pengetahuan yang
cukup mengagumkan dalam tata bahasa dan sastra latin. Pada tahun 370 M, Augustinus dikirim
ke Chartago untuk melanjutkan studinya dalam ilmu hukum sebagaimana yang didambakan
ayahnya. Akan tetapi ia lebih tertarik mempelajari ilmu pidato (retorika) oleh karena pada masa
itu kefasihan lidah akan mempermudah seseorang untuk meraih jabatan yang tinggi. Andries
(2006) menyatakan bahwa pada masa mudanya Augustinus hidup dengan gaya hedonistik untuk
sementara waktu. Di Kartilago ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan muda yang
selama lebih dari sepuluh tahun dijadikannya sebagai istri gelapnya. Dari hubungan suami istri
tanpa nikah itu Augustinus memperoleh anak bernama Adeodatus.[5] Pada saat Augustinus
berusia 19 tahun (373 M), setelah membaca buku Hartensius karya Cicero yang berisi pujian dan
pujaan terhadap filsafat, Augustinus mulai tertarik pada filsafat khususnya ajaran Manicheisine.
Dari sinilah Augustinus kemudian menjadi pengikut Manicheisme yang setia .[6] Setelah kurang
lebih 4 tahun menjadi pengikut Manicheisme Augustinus mulai merasakan bahwa sebenarnya
karakter filsafat Manicheisme bersifat destruktif, karena menurutnya sanggup merusak dan
memusnahkan segala sesuatu tetapi tidak sanggup membangun sesuatu apapun. Selain itu juga
moralitas para pengikut Manicheisme yang ternyata lebih buruk dari dugaannya. Oleh seba itu ia
mulai meninggalkan ajaran Manicheisme, untuk selama beberapa tahun ia menjadi orang yang
skeptis.
Pada tahun 383 M, Augustinus meninggalkan Chartago menuju Roma, kemudian pindah ke
Milam dan diangkat menjadi guru besar ilmu retorika. DI tempat ini ia berkenalan dengan ajaran
filsafat Plato dan Ne Plantonis sebelum masuk agama Kristen. Dalam hidupnya ia banyak
dipengaruhi oleh Ambrosius, seorang jagoan retorila seperti Augustinus sendiri, namun lebih tua
dan lebih berpengalaman (Andreas, 2006). Akibat uskup Ambrosius, Augustinus bertobat
menjadi Kristen (386 M), mencari kesepian, mendirikan biara dan pada tahun 396 M dipilih
menjadi uskup kota Hippo sebagai uskup, ia rajin memimpin keuskupannya, berkhotbah,
mengajar dan berdebat dengan penganut-penganut bidah (Manikeisme, Donatisme,
Pelagianisme). Bagi kaum bidah, Augustinus merupakan momok, ia menjadi pujangga dan
Bapak Gereja Latin yang terbesar.[7]

Fransiskus dari Assisi


Santo Fransiskus dari Assisi atau Asisi (lahir di Assisi, Italia, 5 Juli 1182; meninggal di sana pada 3
Oktober 1226) mendirikan Ordo Fransiskan atau "Friars Minor". Dia adalah santo pelindung hewan,
pedagang, dan lingkungan.
Bukan sebuah kehidupan mengemis yang dijalani oleh saudara-saudara tersebut ketika mereka
mulai pada 1210 dengan persetujuan Paus, tetapi sebuah usaha yang tekun. Kerja mereka termasuk
pelayanan tempat tinggal bagi orang sakit dan miskin, pidato yang tulus oleh para pastur dan orang
awam, dan misi dalam lingkaran yang meluas, yang akhirnya termasuk orang kafir dan muslim.
Mereka berkumpul bersama setiap tahun pada hari Pentakosta di gereja kecil di Portiuncula di Asisi,
untuk melaporkan pengalaman merekan dan memperkuat mereka untuk usaha baru.
Ada ketidak pastian dalam catatan kronologi dan sejarah mendetail dari akhir 15 tahun hidup pendirinya.
Namun tahun-tahun ini mencakup kisah tentang asal-usul rumah-rumah pertama di Perugia, Cortona,
Pisa, Florence, dan di tempat-tempat lainnya (1211-1213); upaya-upaya awal untuk melaksanakan misi
kepada orang-orang Islam, pengutusan lima saudara yang tak lama kemudian menjadi martir ke Maroko,
serta perjalanan yang dilakukan oleh Fransiskus sendiri ke Spanyol. Karena menderita sakit, ia terpaksa
kembali tanpa mencapai tujuannya. Pemukiman-pemukiman pertama di jazirah Spanyol dan di Perancis,
dan upaya-upaya untuk memperoleh tempat berpijak di Jerman, yang mulanya gagal. Perjumpaan
Fransiskus dengan St. Dominikus di Roma pada Konsili Lateran Keempat (1215) hanyalah legenda.
Bahkan argumen Sabatier untuk membuktikan bahwa pertemuan itu sungguh-sungguh terjadi pada 1218
sangat dipertanyakan.
Yang diakui historis adalah laporan yang berkaitan dengan perjalanan Fransiskus ke Mesir dan
Palestina, pada Perang Salib Kelima. Pada kesempatan itu ia berusaha mengkristenkan Sultan Al-Kamil
dan memberikan bukti-bukti bahwa ia bersedia mati demi imannya. Juga pertikaian intern yang muncul di
dalam ordonya ketika ia kembali ke Italia pada 1220; asal-usul kepemimpinannya yang kedua dan
diperluas, yang digantikan dua tahun kemudian oleh bentuk finalnya yang disusun oleh Kardinal Ugolino;
dan penyerahan Indulgensia Portiuncula oleh Paus Honorius III pada tahun 1223). Dokumen ini mula-
mula ditolak oleh Sabatier, namun belakangan diakui otentisitasnya.

MARTIN LUTHER
Martin Luther (lahir di Eisleben, Kekaisaran Romawi Suci, 10 November 1483 – meninggal di Eisleben,
Kekaisaran Romawi Suci, 18 Februari 1546 pada umur 62 tahun) adalah seorang pastur Jerman dan ahli
teologi Kristen dan pendiri Gereja Lutheran, gereja Protestan, pecahan dari Katolik Roma. Dia
merupakan tokoh terkemuka bagi Reformasi. Ajaran-ajarannya tidak hanya mengilhami gerakan
Reformasi, namun juga memengaruhi doktrin, dan budaya Lutheran serta tradisi Protestan. Seruan
Luther kepada Gereja agar kembali kepada ajaran-ajaran Alkitab telah melahirkan tradisi baru dalam
agama Kristen. Gerakan pembaruannya mengakibatkan perubahan radikal juga di lingkungan Gereja
Katolik Roma dalam bentuk Reformasi Katolik. Sumbangan-sumbangan Luther terhadap peradaban
Barat jauh melampaui kehidupan Gereja Kristen. Terjemahan Alkitabnya telah ikut mengembangkan versi
standar bahasa Jerman dan menambahkan sejumlah prinsip dalam seni penerjemahan. Nyanyian rohani
yang diciptakannya mengilhami perkembangan nyanyian jemaat dalam Gereja Kristen. Pernikahannya
pada 13 Juni 1525 dengan Katharina von Bora menimbulkan gerakan pernikahan pendeta di kalangan
banyak tradisi Kristen.Pada tahun 1522 Luther menerbitkan terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa
Jerman, dan pada 1534 ia dan rekan-rekannya menyelesaikan terjemahan Perjanjian Lama yang
kemudian secara keseluruhan Alkitab diterbitkan. Dia terus bekerja memperbaiki terjemahan sampai
akhir hidupnya.Terjemahan Luther menggunakan varian dari bahasa Jerman sehari-hari, yang dimengerti
baik di Jerman Utara maupun Selatan.Tujuannya adalah supaya Alkitab dengan mudah diakses di
Jerman, "kita menghilangkan hambatan dan kesulitan sehingga orang lain dapat membacanya tanpa
hambatan."Alkitab terjemahan Luther menjadi Alkitab berbahasa Jerman pertama yang diterbitkan.
Dalam dua bulan sejak diterbitkan, Alkitab ini telah terjual hingga 5000 kopi.

JOHN CALVIN
Yohanes Calvin (bahasa Inggris: John Calvin; bahasa Perancis: Jean Calvin, nama lahir: Jehan Cauvin
(Jean Chauvin); lahir di Noyon, Picardie, Kerajaan Perancis, 10 Juli 1509 – meninggal di Jenewa, Swiss,
27 Mei 1564 pada umur 54 tahun) adalah teolog Kristen terkemuka pada masa Reformasi Protestan yang
berasal dari Perancis. Namanya kini dikenal dalam kaitan dengan sistem teologi Kristen yang disebut
Calvinisme (Kalvinisme). Ia dilahirkan dengan nama Jean Chauvin (atau Cauvin) di Noyon, Picardie,
Perancis, dari Gérard Cauvin dan Jeanne Lefranc. Bahasa Perancis adalah bahasa ibunya. Calvin
berasal dari versi Latin namanya, Calvinus.
Sebagaimana praktik Calvin di Jenewa, terbitan-terbitannya menyebarkan gagasan-gagasannya tentang
bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak bagian Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi
dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan
berpengaruh di Perancis, Hongaria (khususnya di Transilvania dan Polandia.
Kebanyakan kolonis di daerah Atlantik Tengah dan New England di Amerika adalah Calvinis, termasuk
kaum Puritan dan para kolonis di New Amsterdam (New York). Para kolonis Calvinis Belanda juga
merupakan kolonis Eropa pertama yang berhasil di Afrika Selatan pada awal abad ke-17, dan menjadi
apa yang dikenal sebagai orang Boer atau Afrikaner.
Sebagian besar wilayah Sierra Leone dihuni oleh para kolonis Calvinis dari Nova Scotia, yang pada
umumnya adalah kaum loyalis kulit hitam, yaitu orang-orang kulit hitam yang berperang untuk Britania
Raya pada masa Perang Kemerdekaan Amerika.
Sebagian dari gereja-gereja Calvinis yang paling besar dimulai oleh para misionaris abad ke-19 dan abad
ke-20, khususnya di Indonesia, Korea dan Nigeria.
Sebuah aliran pemikiran telah lama menganggap Calvinisme merupakan revolusi terhadap sikap
bermusuhan Abad Pertengahan terhadap riba, dan, secara tidak langsung, keuntungan. Hal ini ikut
mempersiapkan berkembangnya kapitalisme di Eropa utara. Hubungan ini dikemukakan dalam karya-
karya berpengaruh dari R.H. Tawney dan Max Weber.
Calvin mengungkapkan pikirannya tentang riba dalam sebuah suratnya kepada seorang teman,
Oecolampadius. Dalam surat ini, ia mengecam penggunaan ayat-ayat Alkitab tertentu oleh orang-orang
yang menentang pemberlakuan bunga uang. Calvin menafsirkan kembali ayat-ayat tersebut dan
mengatakan bahwa ayat-ayat yang lainnya sudah tidak relevan lagi mengingat kondisi-kondisi yang telah
berubah.
Calvin juga menolak argumen (yang didasarkan pada tulisan-tulisan Aristoteles) bahwa mengambil bunga
uang adalah keliru, karena uang sendiri itu mandul. Ia mengatakan bahwa dinding dan atap rumah pun
mandul, tetapi orang diizinkan meminta bayaran dari seseorang yang menggunakannya. Dalam cara
yang sama, uang pun dapat dimanfaatkan.Namun demikian, Calvin juga berkata bahwa uang harus
dipinjamkan kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya, tanpa harus mengharapkan bunga.
JOHN WESLEY

John Wesley (lahir di Epworth, 28 Juni 1703 – meninggal 2 Maret 1791 pada umur 87 tahun)
adalah seorang teolog Inggris. John merupakan anak seorang pendeta dari gereja Anglikan. Ayahnya
bernama Samuel Wesley dan ibunya adalah Susanna Annesley. John juga memiliki seorang adik yang
dilahirkan pada tahun 1707 (Charles Wesley). Ia dikenal sebagai pendiri Gereja Metodis.
John Wesley hidup di tengah-tengah masyarakat Inggris yang sedang terbagi dalam kelas-kelas sosial,
yaitu kelas bangsawan, kelas menengah dan kelas bawah. Pada saat itu juga, terjadi kesenjangan sosial
antara kelas bawah dan kelas mengengah ke atas. Kesenjangan sosial ini dipengaruhi oleh sistem
ekonomi industri hasil dari Revolusi Industri. Wesley melihat ketimpangan antara si kaya dan si miskin.
Sekelompok orang yang berkuasa terus memperkaya diri mereka, sementara itu sebagian besar rakyat
kelas bawah menderita kelaparan dan terjangkit penyakit.
Pada tahun 1714 John masuk ke sekolah Chartehouse di London. Ia belajar di sekolah tersebut
hingga tahun 1720 kemudian pindah ke universitas Oxford. Pada tahun 1724, ia mendapat gelar sarjana
muda dan menerima jabatan diaken pada tahun 1725.Selanjutnya pada tahun 1726, dia menjadi asisten
dosen di Lincoln College, Oxford sambil menyelesaikan gelar sarjananya.Pada tahun 1727, dia berhasil
mendapat gelar sarjana kemudian diangkat menjadi imam pembantu ayahnya di Epworth.Pada tahun
1735, Wesley pergi untuk menginjili ke daerah Georgia. Namun, ia tidak berhasil melakukan penginjilan di
Georgia.
Pada waktu John Wesley kembali ke Inggris pada tahun 1738, ia semakin menyadari kebutuhan
spiritualnya. Ia mulai menyadari bahwa ia dipanggil untuk memberitakan Injil kepada seluruh bangsa
Inggris. Dalam perjalanannya di sekeliling Inggris, ia berhasil memikat banyak orang, khususnya kaum
buruh, untuk percaya kepada Injil.
Wesley berbicara dengan sangat keras untuk menentang perbudakan. Dalam tulisan-tulisannya, ia
mengutuk perdagangan budak sebagai tindakan orang yang menjual budak dan yang membeli budak
sebagai bukan manusia, melainkan serigala.Ia juga mengatakan bahwa tugas seorang Kristen adalah
mewartakan pembebasan dari Allah dan menentang perbudakan.Selain itu, Wesley juga menentang
hukum yang melegalkan perbudakan dengan mengatakan: “apakah hukum, hukum manusia, dapat
mengubah hakikat alami seseorang?” Sebelum meninggal Wesley berhasil melahirkan tokoh William
Wilberforce sebagai tokoh pembebasan budah pertama di dunia.

GEORGE WHITEFIELD
Sang "Pengembara Injil" (Gospel Rover), seperti itulah Whitefield yang
lahir di Gloucester, Inggris tahun 1714, menyebut dirinya. Ayahnya
meninggal saat dia muda sehingga dia berhenti sekolah untuk
membantu keluarganya. Sang ibu mendorongnya untuk kembali
bersekolah dan akhirnya dia masuk Oxford pada tahun 1732.

Dia bertemu Wesley bersaudara di Oxford dan bergabung dengan


kelompok mereka, Holy Club, sebuah kelompok yang berusaha
mendapat keselamatan dengan melakukan hal yang baik dan
menghindari dosa. Selama tiga tahun dia dengan yakin berjuang dan
berusaha menyukakan Tuhan.

Akhirnya, dia sadar bahwa hanya Yesuslah yang dapat memberi


keselamatan. "Setiap kali aku pergi ke Oxford," tulisnya sebelum
meninggal, "Aku selalu berlari ke tempat di mana Yesus Kristus
menyatakan diri-Nya kepadaku dan membuatku lahir baru." Setelah
lulus, George Withefield mulai berkhotbah di gerejanya.
Khotbahnya yang menyala-nyala tidak lantas membuatnya diterima di
gereja yang sudah berkembang. Dia terpaksa berkhotbah di daerah di
mana orang mau datang untuk mendengarnya. Pendengarnya yang
semula 200 meningkat menjadi lebih dari 10.000 orang seiring dengan
namanya yang semakin tenar. Menurut beberapa perkiraan, Whitefield
pernah berkhotbah kepada sampai 50.000 orang sekaligus.

Bersama dengan Wesley bersaudara, dia berjasa dalam


pendirian Gereja Metodist, meskipun akhirnya dia mengakhiri
hubungan pertemanan dengan mereka karena kepercayaan Armenian
yang mereka anut.
Negara-negara di wilayah Atlantis sangat ingin mendengar
khotbahnya, jadi dia harus melintasi samudra tiga belas kali antara
Inggris dan Amerika.

KKR Whitefield di New England tahun 1740 mengguncang Amerika.


Mungkin sebanyak sepuluh persen dari total populasi penduduk
menerima Tuhan selama masa urapan Roh Allah yang luar biasa itu.

Para sejarawan yang jujur mencatat kebangunan rohani itu sebagai


peristiwa yang memicu terjadinya Revolusi Amerika di tahun 1776.

Karena kesehatannya menurun, George Whitefield kembali ke Amerika


untuk terakhir kalinya tahun 1770, berkhotbah di ibadah luar ruangan
di Massachusetts. "Jika aku belum mati, biarkan aku pergi dan
berbicara untuk Allah sekali lagi di tempat itu," doanya sebelum
khotbahnya yang terakhir. Setelah berkhotbah selama dua jam, dia
kembali ke rumah Rev. Jonathan Parsons. Di sanalah dia meninggal
keesokan harinya.

JOHN SUNG
John Song Shang Jie (Hanzi sederhana: 宋 尚 节 ; Hanzi tradisional: 宋 尚 節 ; pinyin: Sòng Shàng-Jíe;
Wade-Giles: Sung4 Shang4-Chieh2) atau Sung Siong Geh atau lebih dikenal sebagai John Sung (29
September 1901 – 18 Agustus 1944) adalah seorang penginjil yang terkenal dari RRC pada abad ke-20.
Ia menjadi terkenal setelah mengadakan serangkaian perjalanan ke beberapa daerah di RRC, Taiwan,
dan Asia Tenggara dan melakukan pekabaran Injil dan kebaktian-kebaktian kebangunan rohani kepada
orang-orang Tionghoa perantauan yang membawa ribuan orang kepada iman Kristen. Sung mendapat
gelar "Obor Allah di Asia".
John Sung dilahirkan di desa Hong Chek, wilayah kota Putian (Hing-hwa), provinsi Fukien (Fujian), RRC,
pada tanggal 27 September 1901. Ia mulai berkhotbah sejak usia remaja. Kemudian ia mendapat
beasiswa dari Gereja Metodis untuk belajar di Amerika Serikat. Tahun 1926 John Sung memutuskan
untuk menjadi seorang pekabar Injil. Upayanya dimulai dengan berkeliling RRC dari tahun 1927 hingga
1934.
Mulai tahun 1935, Sung memulai perjalanan penginjilan di Asia. Perjalanan meliputi Filipina, Singapura,
Thailand, dan juga Indonesia. Di Indonesia, Sung berkeliling ke beberapa kota, seperti Madiun, Solo,
Jakarta, Bogor, Cirebon, Semarang, Magelang, dan Yogyakarta. Pengaruh kedatangan Sung amat besar
terhadap berdirinya gereja-gereja Tionghoa di Jawa.

John Sung dilahirkan di desa Hong Chek, wilayah kota Putian (Hing-hwa),


provinsi Fukien (Fujian), RRT, pada tanggal 27 September 1901. Ia mulai berkhotbah sejak usia
remaja. Kemudian ia mendapat beasiswa dari Gereja Metodis untuk belajar di Amerika Serikat. Ia
berangkat pada tahun 1920 untuk kuliah di Ohio Wesleyan University dan Ohio State University.
Berkat kecerdasannya, ia meraih gelar doktor dalam bidang kimia dalam waktu lima tahun. Tulisan
dan hasil riset kimianya dapat dilihat pada perpustakaan universitas sampai sekarang.
Tahun 1926 John Sung memutuskan untuk menjadi seorang pekabar Injil. Upayanya dimulai
dengan berkeliling RRT dari tahun 1927 hingga 1934.
Mulai tahun 1935, Sung memulai perjalanan penginjilan di Asia. Perjalanan
meliputi Filipina, Singapura, Thailand, dan juga Indonesia.
Sung berkhotbah dalam pertemuan-pertemuan kebangunan rohani di Thailand selama tahun 1938
dan 1939. Ia berbicara di gereja-gereja berbahasa Tionghoa (terutama di Bangkok), dan gereja-
gereja berbahasa Thai di seluruh negeri, dari provinsi Trang di selatan sampai provinsi Prae di
utara. Para pemimpin gereja Thai, Suk Phongnoi dan Boon Mark Gittisarn menjadi penerjemah bagi
Sung pada berbagai kesempatan dalam kunjungannya ke Thailand. Berkat khotbah Sung di
Thailand banyak orang Kristen kembali percaya dan orang-orang bukan Kristen menjadi percaya. Di
Indonesia, Sung berkeliling ke beberapa
kota,seperti Madiun, Solo, Jakarta, Bogor, Cirebon, Semarang, Magelang, dan Yogyakarta.
Pengaruh kedatangan Sung amat besar terhadap berdirinya gereja-gereja Tionghoa di Jawa.
Menjelang akhir hayatnya, Sung menderita penyakit tuberkulosis usus yang bertahun-tahun
ditanggungnya dan sangat mempengaruhi pekerjaannya. Tak jarang ia pingsan di tengah-tengah
khotbahnya, dan harus dirawat beberapa saat. Namun, segera setelah ia siuman, ia meneruskan
khotbahnya sampai selesai, dan selama itupun jemaat dengan setia menunggu sambil berdoa
untuknya. Seringkali ia harus berbicara sambil bersandar untuk mengurangi rasa sakitnya. Sung
meninggal karena penyakitnya ini pada tanggal 18 Agustus 1944 dalam usia 42 tahun.

Bunda Theresa

Agnes Gonxha Bojaxhiu yang kemudian dikenal dengan nama “Bunda Teresa” lahir di Uskup
Skopje, Kerajaan Ottoman, Yugoslavia, pada tanggal 26 Agustus 1910. Ia adalah anak bungsu
dari pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu, kaum minoritas Albania.
Saat berusia 7 tahun, ia sudah harus kehilangan sosok ayah, karena revolusi telah merenggut
nyawa ayahnya. Kepergian ayahnya ini membuatnya harus pindah ke Skopje. Ia kemudian
bergabung dengan solidarity, sebuah kelompok pemuda jemaat.
Dalam usianya yang ke-17 tahun, tepatnya tahun 1928 ia masuk ke Biara Loreto di Irlandia dan
menjadi biarawati di sana. Kisah perjalanannya pada cerita kehidupan para misionaris dan
pelayanan mereka di Benggala.

Ia memutuskan menjadi biarawati ketika keyakinannya semakin kuat yang diperolehnya saat
berdoa di Kuil Madonna Hitam, di Letnice.
Pada tanggal 28 November 1928 ia kemudian bergabung dengan Institute of The Virgin Mary,
atau yang dikenal dengan Sister of Loretto, sebuah komunitas yang terkenal dengan
pelayanannya di India.
Dari perkumpulan ini namanya lalu diubah menjadi Teresa, yang diambil dari nama orang suci
dalam agama Katolik, Saint Teresa of Lisieux. Akhirnya, pada tahun 1929 ia dikirim ke Bengali
dan dilatih di Dublin, serta di Darjeeling untuk menjalani pendidikan sebagai biarawati.
Pada tahun 1931, Teresa mengajar di sebuah sekolah khususnya anak-anak perempuan, St.
Mary’s High School, di Kalkuta, India. Kebanyakan siswa di sekolah ini adalah anak perempuan
Bengali yang beragama Hindu. Sekolah ini berpusat di Irlandia dan dikelola oleh Kesusteran
Loretto. Di sekolah inilah, ia sempat menjabat sebagai kepala sekolah, tepatnya pada tahun 1944.
Teresa begitu menikmati aktivitasnya sebagai pengajar. Namun, kegiatannya mengajar di St.
Mary tersebut terganggu ketika ia melihat kondisi sekitarnya dalam keadaan miskin dan
terlantar. Kelaparan yang melanda Benggala pada tahun 1942 telah membawa penderitaan dan
kematian bagi warga kota serta kekerasan terhadap umat Hindu. Hal ini membuat kota Benggala
semakin mencekam.
Tahun 1946 adalah momen penuh inspirasi bagi Teresa. Ia dengan mata telanjang melihat
kemiskinan dan penderitaan masyarakat Kalkuta. Hatinya pun tergerak dan merasa simpati
melihat penderitaan orang-orang Kalkuta. Ia kemudian mengambil sebuah pilihan yang kelak
akan mengubah perjalanan takdir kehidupannya.
Teresa seolah tidak ingin terpencil, yang hanya berdoa, pergi ke sekolah, dan tinggal di Ordo
yang menjalankan kehidupan enak. Ia tidak ingin hidup enak, sementara orang lain di sekitarnya
lapar, sakit, dan mati tanpa ada yang mengurusnya.
Ia ingin hidup bersama mereka yang menderita. akhirnya ia menulis surat ke Roma. Dan Paulus
Pius XII pun mengabulkan permintaannya serta menjadikannya sebagai biarawati “bebas” dan
tidak terikat pada ordo tertentu.
Selanjutnya dengan digerakkan oleh hati nuraninya, Teresa akhirnya mengundurkan diri
dari Sister of Loretto dan mulai masuk ke perkampungan kecil dan kumuh di Kalkuta,
India.

BILLY GRAHAM

William Franklin Graham adalah tokoh kebangunan rohani di Amerika pada abad ke-20. Ia dikenal
dengan nama Billy Graham. Ia memiliki semangat penginjilan yang kuat. Perhatiannya terutama ditujukan
kepada kaum muda yang acuh tak acuh terhadap gereja dan kekristenan. Ia pun mendirikan sebuah
lembaga penginjilan yang bertujuan untuk mengadakan penginjilan kepada kaum muda, khususnya
kepada siswa-siswa sekolah menengah yang bernama Youth fo Christ (Pemuda bagi Kristus).
William Franklin Graham atau Billy Graham dilahirkan dalam sebuah keluarga Baptis yang saleh di
Charlotte, Amerika Serikat, pada tahun 1918. Sejak kecil ia telah bercita-cita untuk melayani pekerjaan
Tuhan.Sejak kecil ia telah bercita-cita untuk melayani pekerjaan Tuhan. Ia tidak mempunyai latar
belakang pendidikan teologi akademik. Ia hanya mengikuti kurusus teologi di Florida Bible Institute,
sebuah kursus teologi fundamentalis. Setelah menyelesaikan kursus teologinya, Billy menjadi pendeta
Baptis di selatan (Southern Baptist Convention). Tahun 1943 ia menamatkan studi sarjana mudanya
pada Wheaton College dalam bidang antropologi. Wheaton College mempunyai latar belakang
fundamentalisme yang kuat sehingga mempengaruh Billy Graham.

William Franklin Graham (lahir di Charlotte, NC, AS, 7 November 1918 – meninggal


di Montreat, NC, AS , 21 Februari 2018 pada umur 99 tahun) adalah tokoh kebangunan rohani di
Amerika Serikat pada abad ke-20. [1] Ia dikenal dengan nama Billy Graham.[1] Ia memiliki semangat
penginjilan yang kuat. Perhatiannya terutama ditujukan kepada kaum muda yang acuh tak acuh
terhadap gereja dan kekristenan.[1] Ia pun mendirikan sebuah lembaga penginjilan yang bertujuan
untuk mengadakan penginjilan kepada kaum muda, khususnya kepada siswa-siswa sekolah
menengah yang bernama Youth fo Christ (Pemuda bagi Kristus).[1]

William Franklin Graham atau Billy Graham dilahirkan dalam sebuah keluarga Baptis yang saleh di
Charlotte, Amerika Serikat, pada tahun 1918.[1] Sejak kecil ia telah bercita-cita untuk melayani
pekerjaan Tuhan.[1] Sejak kecil ia telah bercita-cita untuk melayani pekerjaan Tuhan.[1] Ia tidak
mempunyai latar belakang pendidikan teologi akademik. Ia hanya mengikuti
kurusus teologi di Florida Bible Institute, sebuah kursus teologi fundamentalis.[1] Setelah
menyelesaikan kursus teologinya, Billy menjadi pendeta Baptis Selatan (Southern Baptist
Convention).[2] Tahun 1943 ia menamatkan studi sarjana mudanya pada Wheaton College dalam
bidang antropologi.[3] Wheaton College mempunyai latar belakang fundamentalisme yang kuat
sehingga mempengaruhi Billy Graham. [1]

STEPHEN TONG
Stephen Tong (bahasa Tionghoa: 唐崇荣; pinyin: Tang Chongrong) adalah seorang pendeta Kristen yang
dilahirkan di Xiamen, provinsi Fujian, Republik Rakyat Cina pada 1940. Ia kemudian menjadi
warganegara Indonesia dan saat ini tinggal di Jakarta dan sejak usia 17 tahun telah dipanggil untuk
menjadi penginjil. Ia adalah salah satu tokoh teologi Reformed terkemuka, mengadakan seminar-seminar
di seluruh dunia secara teratur setiap tahun. Ia juga mendirikan Stephen Tong Evangelistic Ministries
International (STEMI) dan anggota International Consultants of the Lausanne Committee of World
Evangelization. Selain seorang pendeta, ia juga seorang komposer, konduktor, artis, dan arsitek.
Pdt. Stephen Tong selama 25 tahun mengajar teologi dan filosofi di Seminari Alkitab Asia Tenggara di
Malang dan saat ini mengajar di Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) di Jakarta
yang ia dirikan. Ia telah menulis lebih dari 75 buku. Pada tahun 1990 ia mendirikan Gereja Reformed Injili
Indonesia (GRII), termasuk sebuah seminari, Institut Reformed, Jakarta Oratorio Society, departemen
literatur, dan pusat penerjemahan teologi, serta pusat aktivitas-aktivitas evangelistik, seminar, dan
konseling. Pada tahun 1996 Pdt. Tong mendirikan Reformed Institute for Christianity and 21st Century di
Washington D.C., Amerika Serikat.
Ia dikenal sebagai pengritik keras gerakan Karismatik, New Age Movement, Postmodernisme, Seni
Kontemporer, psikologi, budaya Barat, budaya Timur, filosofi, dan Teologi Kemakmuran. Sebagai
pendeta, ia memiliki pengetahuan luas di bidang seni, musik, filsafat, sejarah, dan arsitektur. Ia telah
menulis banyak lagu gereja, menulis banyak buku rohani dan merancang beberapa bangunan gereja.
Seminar-seminarnya diadakan di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya; dan di
kota-kota mancanegara seperti di Cambridge (Massachusetts Institute of Technology), Hong Kong (China
Graduate School of Theology), Taiwan (China Evangelical Seminary), Singapura (Trinity Theological
College), Westminster Theological Seminary, Regent College, Columbia University, University of
California at Berkeley, Stanford University, University of Maryland, dan Cornell University. Ia
menyampaikan kotbah dalam bahasa Indonesia, Mandarin, dialek Fujian, dan Inggris

Anda mungkin juga menyukai