Anda di halaman 1dari 5

1.

Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar antropologi


ANTROPOLOGI SECARA UMUM
a. Definisi
Istilah “antropologi” berasal dari bahasa Yunani asal kata “anthropos” berarti
“manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan demikian secara harfiah “antropologi”
berarti ilmu tentang manusia. Suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang
makhluk manusia dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta
kebudayaannya (Suyono, 1985), ilmu yang mempelajari manusia dari sudut cara berfikir
dan pola perilaku (Wiranata,2002).
b. Ruang Lingkup Antropologi
Secara khusus ilmu antropologi tersebut terbagi ke dalam lima sub-ilmu :
1. Masalah asal dan perkembangan manusia atau evolusinya secara biologis.
2. Masalah terjadinya aneka ragam ciri fisik manusia.
3. Masalah terjadinya perkembangan dan persebaran aneka ragam kebudayaan
manusia.
4. Masalah asal perkembangan dan persebaran aneka ragam bahasa yang diucapkan di
seluruh dunia.

5. Masalah mengenai asas-asas dari masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka
ragam suku bangsa yang tersebar diseluruh dunia masa kini.
c. Konsep–Konsep Antropologi
1. Kebudayaan
Konsep paling esensial dalam antropologi adalah konsep kebudayaan. Keesing
mengidentifikasi empat pendekatan terakhir terhadap masalah kebudayaan.
Pendekatan pertama: memandang kebudayaan sebagai sistem adaptif dari keyakinan
perilaku yang fungsi primernya adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan
sosialnya.
Pendekatan kedua: memandang kebudayaan sebagai sistem kognitif yang tersusun dari
apapun yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu, yang dapat diterima bagi
warga kekebudayaannya.
Pendekatan ketiga: memandang kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-
simbol yang dimiliki bersama yang memiliki analogi dengan struktur pemikiran
manusia.
Pendekatan keempat : memandang kebudayaan sebagai sistem simbol yang terdiri atas
simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi, dan
bersifat publik.
2. Evolusi
Secara sederhana, konsep ”evolusi” mengacu pada sebuah transformasi yang
berlangsung secara bertahap, bentuk-bentuk kehidupan berkembang dari suatu bentuk
ke bentuk lain melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang tak pernah putus.
3. Culture Area (Daerah Budaya)
Suatu culture area (daerah budaya) adalah suatu daerah geografis yang memiliki
sejumlah ciri-ciri budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya, tumbuh yang
menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsur-unsur lama ke
arah pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhan tersebut.
4. Enkulturasi
Adalah proses dimana individu belajar untuk berperan serta dalam kebudayaan
masyarakatnya sendiri (Soekanto, 1993 : 167). Dengan demikian pada hakikatnya setiap
orang sejak kecil sampai tua, melakukan proses enkulturasi, mengingat manusia sebagai
mahluk yang dianugerahi kemampuan untuk berpikir dan bernalar agar meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif, psikomotornya.
5. Difusi
“Difusi” adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas, sehingga
melewati batas tempat dimana kebudayaan itu timbul (Soekanto, 1993). Bisanya dalam
proses difusi ini erat kaitannya dengan konsep ‘inovasi’ (pembaharuan).
6. Akulturasi
Akulturasi adalah pertukaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi selama dua
kebudayaan yang berbeda saling kontak secara terus–menerus dalam waktu yang
panjang tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri (Koentjaraningrat, 1990). Perubahan
budaya inti biasanya lebih lambat dibanding dengan budaya lahiriah.
7. Etnosentrisme
Adalah sikap suatu kelompok masyarakat yang cenderung beranggapan bahwa
kebudayaan sendiri lebih unggul daripada semua kebudayaan yang lain.
8. Tradisi
“Tradisi” adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian
dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat-istiadat dan
kepercayaan yang secara turun-temurun (Soekanto, 1993 : 520).
9. Ras dan Etnik
Suatu “ras” adalah sekelompok orang yang memiliki sejumlah ciri biologi (fisik)
tertentu atau "suatu populasi yang memiliki suatu kesamaan dalam sejumlah unsur
biologis/fisik yang khas yang disebabkan oleh faktor hereditas atau keturunan
Sedangkan ‘etnik’ lebih menekankan sebagai kelompok sosial bagian dari ras yang
memiliki ciri-ciri budaya yang unik sifatnya
10. Stereotip
Lipman (1922) mengemukakan bahwa stereotip merupakan fungsi penting dari
penyederhanaan kognitif yang berguna untuk mengelola realitas ekonomi, dimana tanpa
penyederhanaan maka realitas tersebut menjadi sangat kompleks.
11. Kekerabatan (Kinship)
Istilah “kekerabatan” atau kinship, menurut antropolog Robin Fox dalam
karyanya Kinship and Marriage (1967) merupakan konsep inti dalam antropologi.
Konsep “kekerabatan” tersebut merujuk kepada tipologi klasifikasi kerabat (kin)
menurut penduduk tertentu berdasarkan aturan-aturan keturunan (descent) dan aturan-
aturan perkawinan.
12. Magis.
Konsep ”magis” menurut seorang pendiri antropologi di Inggris E.B. Taylor dalam
Primitive Culture (1871) merupakan ilmu-pseudo dan salah satu khayalan yang paling
merusak yang pernah menggerogoti umat manusia.
13. Tabu
Istilah ”tabu” berasal dari bahasa Polinesia yang berarti ”terlarang”. Secara
spesifik, apa yang dikatakan terlarang adalah persentuhan antara hal-hal duniawi dan hal
yang keramat, termasuk yang suci dan yang cemar
14. Pekawinan
Konsep ”perkawinan” tersebut mengacu kepada proses formal pemaduan
hubungan dua individu yang berbeda jenis
d. Sejarah Perkembangan Ilmu Antropologi.
Sejarah perkembangan Antropologi menurut Koentjaraningrat (1996) terdiri dari empat
fase, yaitu:
Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika,
Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selama kurang lebih
4 abad. Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut,
pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan
buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari
bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat istiadat, susunan
masyarakat, bahasa, atau ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai
"etnografi" (dari kata etnos berarti bahasa).
Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beberapa
karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai
tingkat evolusi. Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut menyangkut masyarakat
yang dianggap "primitif" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat
yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah
terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai
kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan
kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era kolonial tersebut, ilmu
Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme. Pada fase ini
dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin
penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa
Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu
akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.
Fase Keempat
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik.
Pengembangannya meliputi ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode
ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin
berkurangnya bangsa-bangsa primitif (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh
pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelah Perang Dunia II menyebabkan
antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan
objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku
bangsa primitif non Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah
pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini
ditandai dengan symposium internasional pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan
dan ruang lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.

Anda mungkin juga menyukai