Dalam penulisan buku ini, Tim Penulis menghadapi kesulitan yang luar biasa. Ini
terkait dengan lemahnya tradisi tulis di kalangan masyarakat Natuna, sehingga tidak
mengherankan dalam pelacakan data untuk penulisan buku ini, Tim Penulis hampir tidak
menemukan dokumen tertulis. Akhirnya, Tim Penulis lebih banyak menyandarkan pada
sejarah lisan (oral hirtory). Yakni dengan mengumpulkan tradisi sejarah tutur dari orang-
orang yang diyakini memiliki pengetahuan tentang subjek yang sedang dipelajari.
Secara garis besar penulisan buku ini terbagi pada tiga bagian. Bagian pertama
dipaparkan tentang kondisi Natuna Pra Islam. Pada bagian ini coba diuraikan tentang kondisi
Natuna dikaitkan dengan keberadaan kerajaan-kerajaan yang ada di sekelilingnya, seperti
Kerajaan Sriwijaya.
Pada bagian kedua, uraian ditekankan pada waktu masuknya Islam ke Natuna dan
cara serta jalur Islam masuk ke Natuna. Untuk menjelaskan hal ini, Tim Penulis lebih banyak
bersandar pada literatur-literatur tentang masuknya Islam ke Indonesia. Karena memang
belum ada literatur yang mengkhususkan pada masuknya Islam ke Natuna. Lantaran Natuna
merupakan bagian integral dari Indonesia, maka Tim Penulis berasumsi bahwa waktu dan
cara masuknya Islam ke Natuna tidak akan jauh berbeda dengan waktu dan masuknya Islam
ke Indonesia. Pada bagian ini dijelaskan pula berbagai teori mengenai masuknya Islam ke
Indonesia.
Pada bagian ketiga, coba diuraikan tentang tokoh-tokoh yang berperan dalam
mendakwahkan Islam di Natuna, baik yang datang dari luar Natuna maupun yang berasal dari
Natuna sendiri. Pada bagian ini juga diuraikan tentang tradisi-tradisi yang bernafaskan Islam
yang berkembang di Natuna. Kemudian tulisan tentang masuknya Islam ke Natuna dan
perkembangannya ini diakhiri dengan dinamika dan proyeksi perkembangan Islam di Natuna
ke depan.
Karya sederhana ini memang masih jauh dari sempurna. Tapi, ia merupakan tapakan
yang sangat berarti bagi kemajuan Natuna di bidang literatur sejarah, untuk Natuna pada
umumnya, khususnya untuk STAI Natuna.Untuk itu, harapan kami, karya kecil ini bisa
menjadi batu api untuk rekan-rekan warga dunia akademis untuk menghasilkan karya serupa
yang lebih lengkap dan lebih sempurna. Amin.
Selamat Menikmati
Tim Penulis.
PENUTUP
Sebagaimana sejarah masuknya Islam ke Indonesia, masuknya Islam ke Natuna bisa
dilihat dengan berbagai teori.
Ketiga, Teori Madzhab. Teori madzhab melihat bahwa masuk Islam ke Natuna
langsung dari Arab dengan demikian masuk Islam sejalan dengan kehadiran Islam di Mekah.
Ketiga, Teori Bahasa. Teori Bahasa melihat kesamaan bahasa antara masyarakat
Natuna dengan masyarakat Melayu lainnya seperti Melayu Trengganu, Johor dan bahkan
Fatani, Thailand. Dengan menggunakan pendekatan bahasa, diperkirakan Islam yang masuk
Natuna berasal dari daerah yang mempunyai kesamaan bahasa seperti Semanjung Melaka,
terutama daerah Trengganu
Dalam penyebaran dan dakwah Islam di Natuna banyak tokoh yang sangat
berjasaantara lain Wan Abu Bakar, Datuk Kaya Wan Husein, Wan Abdurrahman Bin Wan
Abu Bakar, H. Muhammad Janek, H.Abdurrahman Ambon, Sayyid Qosim Al-Yahya, H.
Muhammad Sambas, Datuk Kaya Wan Muhammad Benteng, H.Abdullah Yusuf, Imam
Usman, dan lain-lain.
REKOMENDASI
Terkait dengan penulisan buku tentang masuknya Islam di Natuna dan perkembangannya ini,
ada beberapa rekomendasi yang bisa diberikan:
2. Karena masih sederhana dan tidak sempurnanya karya ini, maka perlu ada
penelitian yang lebih luas dan mendalam mengenai subjek ini, sehingga dapat
dihasilkan karya yang lebih sempurna dan lengkap.
3. Perlu ada kerjasama dari berbagai bidang keahlian agar menghasilkan karya
yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Imam Saeh dilahirkan sekitar tahun 1882 M di Desa Ceruk, dan wafat pada tahun
1973 M di Desa Kelanga, terlahirkan dari pasangan H. Tara dengan Bu Tianin. H. Tara
sendiri merupakan haji pertama di Pulau Bunguran, paling tidak di Desa Ceruk. Menurut
riwayat, Beliau naik haji dari menjual sapi. Saeh muda kemudian menikah dengan Kebun,
anak dari Bapak Syamsuddin, sesepuh pendiri Desa Kelanga. Karena Pak Syamsuddin ini
membuka kebun pertama di Kelanga ini, maka anak perempuannya diberi nama Kebun.
Dalam ilmu agama, Imam Saeh berguru dengan KH. Muhammad Saleh dan H. Wan
Abu Bakar. Imam Saeh merupakan orang pertama yang mengajarkan Islam yang lebih
lengkap kepada penduduk Kelanga. Sebelumnya penduduk Kelanga hanya mengenal agama
Islam secara samar-samar. Tidak mengherankan pernah terjadi sebuah peristiwa di Kelanga.
Suatu ketika sekelompok orang kampung Kelanga mencuri sesekor sapi. Sapi itu kemudian
mereka sembelih, lalu dagingnya dibagi-bagikan kepada seluruh masyarakat kampung
Kelanga. Dan semua mereka memakan daging sapi curian itu, kecuali Imam Saeh.
Cara Imam Saeh mengajarkan agama Islam kepada masyarakat dilakukan dengan
pengajian bergiliran dari rumah ke rumah. Waktunya biasanya di malam Jum’at. Banyak juga
yang datang ke rumah beliau. Ini biasanya dilakukan tiap malam sehabis shalat Isya’. Di
antara murid beliau yang cukup menonjol, antara lain Bulat, yang kemudian menjadi Kepala
Desa Kelanga yang kemudian dilanjutkan oleh anak beliau, yaitu Muhammad Bulat, yang
menjadi Kepala Desa Kelanga selama 30 tahun. Murid Imam Saeh yang lain adalah Bujang
Jamroh.
Selain mengajari masyarakat tentang Islam dan memimpin ibadat di Masjid Kelanga,
beliau juga dipercaya sebagai Juru Nikah untuk Desa Kelanga, sebagai Wakil Imam Jusoh
yang tinggal di Kelarik.