Anda di halaman 1dari 12

Tugas PKN

O
L
E
H
Nama kelompok :
1. Amrina Intan Syuhada
2. Avira Novirastin
3. Fitra Adinda Pratiwi
4. Nanda Rayhan
5. Reyhan Aldhika
6. Sabay Agustiya
Kelompok : 3
Kelas : XI MIPA 5
SMAN 2 PADANG PANJANG
A. Tragedi Trisakti
Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998,
terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari
jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di
Jakarta,Indonesia serta puluhan lainnya luka.Mereka yang tewas adalah Elang
MuliaLesmana (19781998), HeriHertanto (1977 - 1998), HafidinRoyan (1976 - 199
8), dan Hendriawan Sie (1975 - 1998). Mereka tewas tertembak di dalam
kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan,
dan dada. Peristiwa penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti ini juga
digambarkan dengan detail dan akurat oleh seorang penulis sastra dan jurnalis,
Anggie D. Widowati dalam karyanya berjudul Langit Merah Jakarta.

 Latar Belakang Kejadian


Ekonomi Indomesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh
oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan
aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, termasuk
mahasiswa Universitas Trisakti Mereka melakukan aksi damai dari kampus
Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul 12.30. Namun aksi mereka
dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian. Beberapa
mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.Akhirnya, pada pukul
17.15, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat
keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah
mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar
berlindung di Universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan
penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber
Waras.Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu
adalah Brimob, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri
Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru
Hara Kodam serta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan
tameng, gas air mata, Steyr, dan SS-1.Pada pukul 20.00 dipastikan empat
orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam keadaan kritis.
Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru
tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil
sementara diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam
untuk tembakan peringatan.

Peristiwa lengsernya presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, dan


dimulainya pemerintahan era reformasi. Dampak dari peristiwa ini masih
berlangsung, sehingga perlu diadakan evaluasi secara cermat, dapatkah
peristiwa lengsernya presiden Soeharto dikategorikan sebagai tonggak sejarah
bangsa Indonesia. Di depan telah kita kemukakan bahwa tonggak sejarah adalah
peristiwa penting yang memberikan dampak kemajuan bagi ummat manusia
atau bangsa, sehingga masih perlu dievaluasi apakah peristiwa tersebut
berdampak kemajuan atau kemerosotan. Mei 1998, penuh dengan kejadian -
kejadian yang dapat dikatakan menjadi tonggak reformasi Indonesia, penuh
dengan kerusuhan - kerusuhan yang sebenarnya merupakan ungkapan
kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan Orba saat itu. Mei 1998 akan
selamanya dikenang oleh Bangsa ini sebagai bulan dimana seluruh masyarakat
Indonesia bersatu untuk meruntuhkan Rezim Orba yang sudah terlalu lama
berkuasa. Mei 1998 akan terus dikenang oleh beberapa orang sebagai bulan
dimana orang - orang yang mereka cintai satu persatu hilang ditelan bumi.
 Proses Kejadian Tragedi Trisakti

Aksi yang sedianya akan mendengar orasi dari Jenderal Besar AH


Nasution tapi tidak jadi datang itu kemudian diisi dengan berbagai orasi
dari para guru besar, dosen, dan mahasiswa dalam berbagai bentuk.Pada
pukul 13.00 WIB, peserta aksi keluar dari kampus menuju Jalan S Parman,
Grogol, dan hendak menuju gedung MPR/DPR Senayan. Mahasiswi
membagikan mawar kepada aparat kepolisian yang berjaga.Karena
banyaknya mahasiswa, petugas yang sejak pagi telah berjaga-jaga di
depan kampus tampaknya tidak bisa membendung dan mundur perlahan-
lahan.Namun, terjadi kesepakatan untuk tak mengadakan long
march sampai di depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Atas kesepakatan
tersebut, mahasiswa kemudian menggelar mimbar bebas yang pada
intinya menuntut pemerintah untuk secepatnya melaksanakan reformasi
politik, ekonomi, dan hukum, serta menuntut dilaksanakannya Sidang
Umum Istimewa MPR.Ketika mahasiswa mulai kembali ke dalam kampus,
terdengar suara letusan dari belakang. Ternyata aparat menembaki
mahasiswa. Puluhan lainnya kaget dan berusaha menyelamatkan
diri.Petugas keamanan menggunakan berbagai senjata seperti senapan
karet dan gas air mata untuk menghalangi serangan balik dari
mahasiswa.Namun, korban tak terelakkan. Mahasiswa meluapkan
kemarahannya kepada aparat yang berbuntut kericuhan. Aparat
keamanan pun membalas dengan melepaskan tembakan dengan senjata
tajam yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti dan
sejumlah masyarakat sipil.

 Dampak Tragedi Trisakti


Trragedi Trisaksi pada 12 Maret 1998 ini merupakan pemicu aksi yang
lebih besar. Setelah korban mendapatkan perawatan, pihak Universitas
Trisaksi menuntut aparat keamanan terkait peristiwa ini. Mereka
menuntut aparat bertanggung jawab.Dikutip dari harian Kompas yang
terbit pada 14 Mei 1998, ribuan mahasiswa Trisakti yang sedang
mengadakan aksi berkabung atas gugurnya rekan-rekan mereka.Dengan
disiplin dan tegas, pihak Universitas Trisakti melarang mahasiswa keluar
kampus atau mendekati pagar kampus demi menghindari insiden yang
tak diinginkan.Akan tetapi, banyaknya massa tak bisa dikontrol secara
penuh dan kerusuhan pun terjadi pada 13 Mei 1998. Kerusuhan bermula
dari kawasan di sekitar Kampus Trisakti yaitu Jalan Daan Mogot, Jalan
Kyai Tapa, Jalan S Parman.Menjelang sore, aksi perusakan dan
pembakaran meluas ke kawasan Bendungan Hilir, Kedoya, Jembatan
Besi, Bandengan Selatan, Tubagus Angke, Semanan, Kosambi.Terjadi
pembakaran sebuah truk sampah di perempatan jalan layang. Massa
kemudian melempari barisan aparat yang memblokade jalan di depan
Mal Ciputra dengan batu, botol dan benda lainnya.Mereka juga
mencabuti dan merusak rambu-rambu lalu lintas maupun pagar
pembatas jalan. Aparat kemudian mengeluarkan rentetan tembakan
peringatan dan gas air mata, yang membuat massa lari. Pada pukul
20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu
orang dalam keadaan kritis. Hasil sementara diprediksi peluru tersebut
hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.
Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian
disebabkan peluru tajam

 Rentang Waktu

 10.30 -10.45
o Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di
pelataran parkir depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan
pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen,
pejabat fakultas dan universitas serta karyawan. Berjumlah sekitar 6000
orang di depan mimbar.
 10.45-11.00
o Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera
setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan
bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan
cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat
Indonesia sekarang ini.
 11.00-12.25
o Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari
dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan
dengan baik dan lancar.
 12.25-12.30
o Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat
keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut
untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya
ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl.
Jend. S. Parman.
 12.30-12.40
o Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu
gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan
himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.
 12.40-12.50
o Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan
menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.
 12.50-13.00
o Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Wali
Kota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan
pentungan yang terdiri dua lapis barisan.
 13.00-13.20
o Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil
mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi
dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A
Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara negoisasi berlangsung,
massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus
tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari
jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di
samping long march.
 13.20-13.30
o Tim negosiasi kembali dan menjelaskan hasil negosiasi di mana long
march tidak diperbolehkan dengan alasan kemungkinan terjadinya
kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa
kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai.
Massa terus mendesak untuk maju. Di lain pihak pada saat yang hampir
bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas)
sejumlah 4 truk.
 13.30-14.00
o Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai
mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi
tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan
mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu
pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
 14.00-16.45
o Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres)
dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara
mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun
nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang
terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit
massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
o Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis
tersebut.
 16.45-16.55
o Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan
adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa
menolak tetapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH
Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur.
 16.55-17.00
o Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar
kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan
tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri berjajar mundur
terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan
mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah
tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan
tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
o Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun
tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku
sebagai alumni(sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan
kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk
bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang
menyamar.
 17.00-17.05
o Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga
massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan
antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT
serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk
mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala
Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres
agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-
sama mundur.
 17.05-18.30
o Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara
barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan
kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa
kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan
bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas
mahasiswa Usakti.
o Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa
mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa
mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan
tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta,
pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan
pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan
seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di
antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet
dipinggang sebelah kanan.
o Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi
yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus
dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang
lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan
menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu
saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan
aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke
depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan
layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di
dalam kampus.
o Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu
gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan
berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus.
Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban
baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam
kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang
dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan
ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di
rumah sakit.
o Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke
dalam kampus.
 18.30-19.00
o Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai
membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat
yang berbeda-beda menuju RS.
 19.00-19.30
o Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat
berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu)
di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam
ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa
aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk
sembunyi.
 19.30-20.00
o Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar
adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian
pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara
Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa
dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi
sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.
 20.00-23.25
o Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang
jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
o Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh
pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi.
 01.30

Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNISjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro


Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin,
Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton
Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli
B.Penculikan Aktivis

Penculikan Aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara


paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi
menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang
Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.Peristiwa
penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap:Menjelang pemilu Mei
1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, dan dalam
periode tepat menjelang pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei. Pada bulan
Mei 1998, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua
dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka
berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari
mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.[1]

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan


Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat
negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9
orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari
ini.Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa,
Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar
Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.

Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima
Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi
Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin,
dan Abdun Nasser. Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai
Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.[2]. Kasus ini
diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000
Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada
2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara
paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang


terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara
paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

 Tim Mawar

Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup
IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi
penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada
bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto
memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf
Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya
sebagai anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS)
Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten
Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan
penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.[4]

Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan
sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf
Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4
bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya
dikenai hukuman penjara 1 tahun.[4]. Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar,
Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan
aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi
sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa
dikonfirmasi.[5]

Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira


pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan
rekomendasi kepada Pimpinan ABRI. Atas dasar rekomendasi itu Pangab
menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn)
Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (Pensiun). Pejabat Danjen
Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan berupa
pembebasan tugas dari jabatannya karena ketidak mampuannya mengetahui segala
kegiatan bawahannya.[6]

Hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI
saat itu adalah bahwa dari hasil pemeriksaan atas mantan Danjen Kopassus Letjen
(Purn.) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R. serta Komandan Grup IV
Kopassus Kol. Chairawan, telah tegas-tegas dinyatakan bahwa penculikan tersebut
dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan
semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya. Mantan Komandan Puspom ABRI,
Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD
dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak
pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer. Pemerintah
Habibie mengeluarkan pernyataan senada setelah mempelajari temuan Tim
Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Dalam temuan TGPF itu, disebutkan bahwa jika
dalam persidangan anggota Kopassus tersebut terbukti Prabowo terlibat, bekas
Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke
mahkamah militer.[7]
[sunting] Keadaan tahun 2007

Keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan


belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI
dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:

1. Bambang Kristiono: dipecat


2. Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan
pangkat Letnan Kolonel.[8]
3. Nugroho Sulistyo Budi:
4. Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan
Kolonel.[9]
5. Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan
pangkat Letnan Kolonel.[10]
6. Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan
Lauser [11]
7. Sauka Nur Chalid:
8. Sunaryo:
9. Sigit Sugianto:
10. Sukardi:

Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011


Lilawangsa [1]. Kabar terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya dalam
sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai
keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut.[12] Muchdi PR adalah
mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.[13]

Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu
dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf)
Bambang Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman
pemecatan, dan hukuman penjaranyapun dikurangi.

Panitia Khusus Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus Orang Hilang)

Mendekati Pemilihan Umum 2009, Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat


tentang Penculikan Aktivis 1997/1998 hidup lagi. Pansus juga berencana memanggil
Wiranto, Prabowo Subianto, Sutiyoso, dan Susilo Bambang Yudhoyono yang diduga
terlibat dalam kasus itu.

Saat kasus ini terjadi, Jenderal TNI (Purn) Wiranto menjabat Panglima ABRI/TNI,
Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Letjen
TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Panglima Kodam Jaya, dan Jenderal TNI Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai Assospol Kassospol ABRI.[14]

28 September 2009, Panitia Khusus Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus


Orang Hilang) merekomendasikan pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan Agung,
segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili aktor-aktor di balik
penculikan aktivis pro demokrasi di tahun 1998-1999.[15

Kerugian
Fasilitas Korban
Bangunan Kendaraan Sumber
Umum Jiwa

1966 794 9 47 TGPF

PEMDA
5723 1948 516 288
DKI

3811 2693 51 463 KODAM

Tabloid
8123 2054 43 495
Adil

Anda mungkin juga menyukai