Tujuan Pembelajaran
1. Peserta didik diharapkan mampu membedakan permasalahan sosial umum dengan
permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial.
2. Peserta didik diharapkan mampu menjelaskan macam-macam permasalahan sosial.
3. Peserta didik diharapkan mampu merancang pemecahan permasalahan sosial akibat
pengelompokan sosial.
4. Peserta didik diharapkan mampu menghimpun informasi macam-macam permasalahan akibat
pengelompokan sosial.
5. Peserta didik mampu mengomunikasikan pemecahan permasalahan akibat pengelompokan
sosial.
A. Permasalahan Sosial
1. Pengertian Masalah Sosial
Istilah masalah sosial mengandung dua kata, yakni masalah dan sosial. Kata sosial
membedakan masalah ini dengan masalah ekonomi, politik, biologi, fisika, kimia, dan masalah
lainnya meskipun bidang-bidang tersebut masih berkaitan dengan masalah sosial. Kata sosial
mengacu pada masyarakat, hubungan sosial, struktur sosial, dan organisasi sosial. Sementara itu,
kata masalah mengacu pada kondisi, situasi atau perilaku yang tidak diinginkan, aneh,
bertentangan, tidak benar, dan sulit.
Ada berbagai pandangan para tokoh sosiologi tentang masalah sosial. Pandangan itu antara
lain sebagai berikut.
a. Arnold Marshall Rose mengatakan bahwa masalah sosial dapat didefinisikan sebagai suatu
situasi yang telah memengaruhi sebagian besar masyarakat sehingga mereka percaya
bahwa situasi itu adalah sebab dari kesulitan mereka. Situasi itu dapat diubah.
b. Earl Raab dan Gertrude Jaeger Selznick berpandangan bahwa masalah sosial adalah
masalah hubungan sosial yang menantang masyarakat itu sendiri atau menciptakan
hambatan atas kepuasan banyak orang.
c. Richard dan Richard berpendapat bahwa masalah sosial adalah pola perilaku dan kondisi
yang tidak diinginkan dan tidak dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
d. Soerjono Soekanto (2015) mengatakan bahwa masalah. sosial adalah suatu ketidaksesuaian
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial.
Ada dua elemen penting mengenai definisi masalah sosial. Elemen yang pertama adalah
elemen objektif. Elemen objektif berkaitan dengan keberadaan suatu kondisi sosial. Kondisi
sosial disadari melalui pengalaman hidup manusia, media, dan pendidikan. Misalnya, saat kita
bertemu dengan pengemis atau pemulung di jalan atau saat kita melihat berita tentang
kemiskinan, peperangan, dan perdagangan manusia atau saat kita membaca di berbagai media
cetak tentang banyak orang kehilangan pekerjaannya.
Kondisi sosial ini secara objektif berbahaya bagi masyarakat. Kondisi ini benar-benar
realistis dan pernah dialami oleh masyarakat. Pengalaman yang berbahaya ini bersifat universal
dan dapat dijumpai di seluruh dunia.
Sementara itu, elemen subjektif masalah sosial berkaitan yang lain, dengan keyakinan
bahwa kondisi sosial tertentu berbahaya bagi masyarakat dan harus diatasi. Kondisi sosial
seperti itu antara lain kejahatan, penyalahgunaan obat terlarang, dan polusi. Kondisi sosial ini
tidak dianggap sebagai masalah sosial oleh masyarakat tertentu. Namun bagi masyarakat y
kondisi itu dianggap sebagai kondisi yang mengurangi kualitas hidup manusia.
Berdasarkan kedua elemen ini, masalah sosial dapat didefinisikan sebagai kondisi sosial yang
dipandang oleh suatu masyarakat berbahaya bagi anggota masyarakat dan harus diatasi. Dari
definisi ini, ada empat hal yang perlu diperhatikan
a. Penggunaan istilah masalah sosial menunjukkan bah ada sesuatu yang salah. Kondisi itu
membahayakan manusia sehingga hal tersebut merujuk pada kondisi yang perlu dievaluasi
sebagai sesuatu yang salah.
b. Masalah sosial adalah kondisi sulit yang memengaruhi tidak hanya satu orang, tetapi
sebagian besar masyarakat.
c. Definisi masalah sosial mengandung optimisme untuk dapat diubah. Masalah sosial
merupakan istilah yang diberikan kepada kondisi yang kita anggap dapat diubah oleh
manusia. Kematian bukanlah masalah sosial, tetapi peristiwa sekitar kematian dapat
menjadi masalah sosial karena peristiwa-peristiwa itu dapat diubah.
d. Masalah sosial adalah kondisi yang harus diubah. Untuk itu, sesuatu perlu dilakukan.
Bagi masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain hal-hal yang menjadi masalah sosial
dapat berbeda-beda Perbedaan ini dipengaruhi antara lain oleh perbedaan nilai keyakinan
pengalaman hidup, dan periode sejarah. Misalnya kegiatan minum teh di Inggris pada abad ke-
17 hingga abad ke-18 dianggap membahayakan kesehatan dan memiskinkan bangsa. Namun
pada masa sekarang, Inggris dikenal dengan tradisi minum teh pada sore hari.
a) Teori Fungsionalisme
Menurut teori fungsionalisme, semua bagian masyarakat, seperti keluarga, ekonomi,
dan sekolah, memiliki fungsinya masing-masing dalam masyarakat. Keluarga membesarkan
anak, sekolah mengajarkan pengetahuan, dan lembaga ekonomi menyediakan pekerjaan.
Untuk membangun tatanan sosial yang stabil, semua bagian masyarakat ini saling bekerja
sama. Jika salah satu bagian dari masyarakat ini tidak menjalankan fungsinya dengan baik,
maka terjadilah ketidakteraturan sosial dalam bentuk masalah sosial.
Berdasarkan teori fungsionalisme, ada dua pandangan tentang masalah sosial. Kedua
pandangan tersebut berasal dari patologi sosial dan disorganisasi sosial. Menurut patologi
sosial, masalah sosial diibaratkan sebagai suatu penyakit dalam tubuh manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh salah satu sistem, organ, atau sel tubuh tidak bekerja dengan baik. Penyakit
sosial seperti kejahatan, kekerasan, dan kenakalan remaja, tumbuh dalam masyarakat
karena peran institusi seperti keluarga, ekonomi, dan politik sudah tidak memadai lagi.
Dalam hal ini, proses sosialisasi atas norma dan nilai tidak berjalan dengan baik. Orang harus
menerima sosialisasi dan pendidikan moral yang memadai untuk mencegah dan mengatasi
masalah sosial ini. Hal ini dapat dilakukan antara lain di dalam keluarga, sekolah, dan
agama.
Sementara itu, menurut pandangan disorganisasi sosial, masalah sosial bersumber dari
proses perubahan sosial yang cepat, seperti revolusi kebudayaan di Tiongkok (1966-1976).
Norma dalam masyarakat dapat terganggu karena perubahan sosial yang cepat. Masalah
sosial seperti pencurian, kekerasan, dan penyalahgunaan obat-obatan serta kegiatan negatif
lainnya merajalela ketika norma melemah dalam masyarakat. Masalah ini dapat diatasi
dengan memperlambat gerakan. perubahan sosial dan memperkuat norma sosial.
b) Teori Konflik
Menurut teori konflik, masalah sosial timbul dari berbaga macam konflik sosial. Konflik
kelas, konflik ras atau etnis, dan konflik gender merupakan hal yang paling penting dan
umum, Ketimpangan antara yang kuat dan lemah merupakan sumber dari munculnya
konflik.
Konflik antarkelas sosial adalah konflik yang umumnya terjadi karena perbedaan
kepentingan antara kelas borjuis dan proletar (buruh). Adapun, konflik ras atau etnis
biasanya muncul dalam bentuk prasangka dan diskriminasi yang dimiliki dan dipraktikkan
oleh kelompok dominan terhadap minoritas
Konflik gender juga bisa menjadi sumber masalah sosial Konflik gender umumnya
muncul dalam bentuk prasangka dan diskriminasi oleh laki-laki terhadap perempuan.
Ketidaksetaraan ini terjadi bersamaan dengan keyakinan bahwa perempuan lebih rendah
daripada laki-laki. Konsekuensinya, perempuan ditindas, dikendalikan, atau dilecehkan
oleh laki- laki yang mendominasi masyarakat.
Dalam perspektif teori konflik, ada dua pandangan tentang masalah sosial. Kedua
pandangan itu adalah teori Marxisme dan teori Non-Marxisme.
1) Teori Marxisme melihat ketidaksetaraan ekonomi dapat menjadi penyebab konflik
sosial. Adanya ketidaksetaraan kelas dalam sistem kapitalisme menyebabkan
munculnya masalah sosial. Dalam sistem ini, ada kelas borjuis dan ada kelas proletar.
Kelompok yang termasuk kelas borjuis adalah para pemilik faktor produksi, seperti
pabrik dan mesin. Sementara itu, yang termasuk kelas proletar adalah kaum buruh. Dua
kelas ini pasti terkunci dalam konflik. Kelas borjuis yang memiliki modal berhasil
memaksimalkan keuntungan dengan membayar pekerja mereka dengan upah serendah
mungkin, sedangkan buruh gagal mendapatkan upah setinggi yang mereka harapkan.
Banyaknya masalah sosial, seperti kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan
kejahatan perusahaan disebabkan oleh sifat eksploitatif kapitalisme. Dengan teori
konflik yang fokus pada alienasi, ketidakberdayaan, dan ketidakbermaknaan hidup
manusia, teori Marxisme berpendapat bahwa masalah sosial dapat diatasi dengan
masyarakat tanpa kelas karena dalam masyarakat seperti ini, ketidaksetaraan dapat
diatasi.
2) Pandangan teori Non-Marxisme menaruh perhatian pada konflik yang timbul karena
kelompok-kelompok mempunyai kepentingan dan nilai yang berbeda. Perbedaan ini
menimbulkan interpretasi yang berbeda atas masalah sosial. Masalah sosial dapat diatasi
jika tiap kelompok dapat memahami pandangannya masing- masing.
Dengan demikian, kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari permasalahan sosial
karena terwujudnya masalah sosial berasal dari hubungan antarmanusia dan kebudayaan
manusia itu sendiri.
Konsep Sosiologi
• Partikularisme adalah sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan
umum, atau aliran politik, ekonomi, kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok
khusus; sukuisme. Eksklusivisme adalah paham yang mempunyai kecenderungan untuk
memisahkan diri dari masyarakat.
• Eksklusi sosial merupakan akibat dari serangkaian pembatasan yang menghalangi seseorang
atau sekelompok orang untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik di
masyarakat tempat mereka berada (Giddens, 2009).
Konsep Sosiologi
Sumber: KBBI
Adapun kesenjangan ekonomi selalu menjadi salah satu isu utama dari setiap sistem
sosial. Sejak dahulu, para filsuf telah memperdebatkan etika koeksistensi kekayaan besar
dan kemiskinan, sementara analis politik telah menekankan hubungan antara kemakmuran
ekonomi dan pengaruh politik. Pertanyaan utama dari ilmu sosiologi modern adalah analisis
kesenjangan sosial terstruktur, yang sebagian besar berasal dari perbedaan wewenang atas
sumber daya ekonomi. Sementara itu, ekonom selalu mengklaim bahwa kriteria untuk
kebijakan ekonomi adalah efisiensi dan pemerataan.
Kesenjangan sosial-ekonomi harus segera diatasi. Hal ini perlu dilakukan karena
struktur ekonomi dapat membantu atau justru menghambat solidaritas antarmanusia.
Solidaritas antarmanusia dapat terancam oleh kesenjangan sosial- ekonomi yang terlampau
tajam. Kesenjangan yang tajam dapat menimbulkan kecenderungan masyarakat lapisan atas
untuk menjadi sombong dan sewenang-wenang. Sementara itu, masyarakat lapisan bawah
cenderung akan kehilangan kepercayaan dan harga diri. Kondisi ini disertai dengan
ketegangan sebagai akibat kecemburuan sosial.
Kunci utama bagi upaya mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi adalah memberi akses
kepada setiap anggota masyarakat untuk menikmati dan memanfaatkan berbagai fasilitas
sosial serta memberi kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
perekonomiannya.
Sikap perilaku individu dan kelompok masyarakat yang sesuai dengan upaya itu adalah
sebagai berikut.
Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah sosial yangtimbul dari kesenjangan sosial-
ekonomi antara lain melakukan kebijakan berikut.
a. Pemberian subsidi terhadap pemenuhan kebutuhan yang esensial bagi masyarakat yang
kurang mampu, seperti subsidi bahan bakar minyak dan gas serta pembagian kartu
jaminan kesehatan nasional.
b. Menggalakkan program Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) melalui modal bergulir
tanpa agunan.
c. Pelatihan kewirausahaan untuk menimbulkan jiwa kewirausahaan di kalangan
masyarakat.
Konsep Sosiologi
• Secara etimologis, kesenjangan berarti tidak seimbang, tidak simetris, atau berbeda.
Kesenjangan setidaknya membawa dampak pada kesenjangan sosio- ekonomi, yang
mencakup kemiskinan dan kesejahteraan. Adapun kesenjangan pada stratifikasi
sosial mencakup kesenjangan politik dan budaya, yang berkaitan dengan isu- isu
kewarganegaraan, pemerintahan, dan keadilan sosial.
• Kesenjangan atau ketidaksetaraan gender dijelaskan oleh Anthony Giddens sebagai
perbedaan status, kekuasaan, dan prestise antara perempuan dan laki-laki di dalam
kelompok, kolektiva, dan masyarakat.
• Kesenjangan ekonomi global menurut Anthony Giddens terutama mengacu pada
perbedaan sistematis kemakmuran, pendapatan, dan kondisi kerja yang ada
antarnegara. Di negara-negara termakmur saat ini, jumlah penduduk miskin makin
bertambah. Sementara itu, negara-negara dunia ketiga menghasilkan banyak orang
yang superkaya di dunia. Kondisi ini menjadi tantangan bagi para sosiolog.
Tantangan sosiologi tidak hanya untuk mengidentifikasi perbedaan itu, tetapi
menjelaskan mengapa hal itu terjadi dan bagaimana mengatasinya (Giddens, 2009).
a. Kemiskinan natural, yaitu keadaan miskin dari awal sudah miskin. Menurut Baswir,
kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alarniah,
seperti cacat, sakit, usia lanjut, atau akibat bencana alam.
b. Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan
hidup, dan budaya ketika masyarakat merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa
kekurangan. Menurut Baswir, seorang miskin karena faktor budaya, seperti malas,
boros, dan tidak disiplin.
c. Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan
manusia, seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi produksi yang tidak
merata, dan korupsi yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.
a. Faktor pribadi meliputi antara lain penyakit fisik, penyakit mental, buta huruf atau
aksara, kemalasan, pemborosan, serta demoralisasi atau penurunan karakter dan moral.
b. Faktor geografis meliputi antara lain iklim dan cuaca yang kurang baik, sumber daya
alam kurang memadai, dan bencana alam.
c. Faktor ekonomi meliputi antara lain distribusi kekayaan yang tidak merata, depresi
ekonomi, dan pengangguran.
d. Faktor sosial meliputi antara lain sistem pendidikan yang kurang baik dan kesalahan
pengelolaan keuangan pribadi atau keluarga.
Kemiskinan yang dihadapi suatu bangsa akan berdampak sangat luas bagi kehidupan
manusia. Dampak dari kemiskinan antara lain meningkatnya angka putus sekolah dan
menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu upaya dan partisipasi
aktif dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk menanggulangi
masalah kemiskinan ini.
Pola-pola korupsi yang umumnya terjadi antara lain sebagai berikut (Erlangga,
2014).
Sebenarnya, korupsi tidak hanya berkaitan dengan uang. Pergi ke kantin saat jam
pelajaran berlangsung merupakan contoh lain dari korupsi, yaitu korupsi waktu.
Pendidikan antikorupsi perlu diperkenalkan sejak dini agar seseorang dapat
mengendalikan diri dari perbuatan yang merugikan orang lain.
b. Kolusi
Kolusi adalah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji atau persekongkolan
(KBBI, 2016). Dalam UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, kolusi dijelaskan sebagai
permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-Penyelenggara Negara atau
antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat,
dan atau negara.
Kerja sama tersebut umumnya menyimpang dari prosedur yang berlaku dan
dilakukan dengan tujuan untuk meraup keuntungan serta merugikan orang lain. Kolusi
juga sering kali berkaitan dengan gratifikasi (pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma- cuma, dan fasilitas lainnya). Contohnya, suatu perusahaan
memberikan uang kepada oknum pegawai pemerintahan agar dapat memenangkan
tender proyek tertentu. Contoh lain kolusi adalah seorang karyawan di bagian
pengadaan melakukan pembelian berbagai inventaris kebutuhan kantor melalui
perantara yang merupakan kerabat atau kenalannya. Umumnya, perantara ini akan
mendapatkan keuntungan berupa margin dari harga beli ke produsen atau
mendapatkan komisi dari produsen terkait.
Kolusi yang terjadi secara berkelanjutan akan menimbulkan dampak negatif bagi
banyak pihak. Dampak-dampak tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Munculnya kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam masyarakat.
2) Menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi serta pengentasan kemiskinan.
3) Terjadi pemborosan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya
ekonomi.
4) Terjadinya pelanggaran hak-hak warga negara sehingga mengganggu proses
demokrasi.
5) Masyarakat menjadi tidak percaya terhadap aparat negara.
6) Terjadi ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai
prosedur dan hukum) dengan praktiknya.
c. Nepotisme
Kamus Sosiologi Antropologi (Al-Barry, 2001) menjelaskan nepotisme sebagai
berikut.
1) Tindakan memilih atau mengutamakan kerabat atau sanak saudara sendiri untuk
diberi jabatan.
2) Kecenderungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara sendiri
untuk diberi kedudukan di lingkungan pemerintahan, diberi kemudahan fasilitas
usaha, dan sebagainya.
UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menyebutkan bahwa nepotisme adalah setiap
perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa,
dan negara.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
adalah penyakit sosial yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Dampak yang
dapat ditimbulkan KKN antara lain pemborosan sumber daya, gangguan terhadap
penanaman modal, terbuangnya keahlian, ketidakstabilan, revolusi sosial,
menimbulkan ketimpangan sosial dan budaya, serta merusak sendi-sendi kebersamaan
yang telah dibangun dari zaman dulu.
Merumuskan Masalah
Menyusun Rancangan
Penelitian Sosial
Mengumpulkan Data
Konsep Sosiologi
Publik adalah orang banyak atau umat. Adapun kepentingan publik adalah suatu bentuk
kepentingan yang menyangkut orang banyak atau masyarakat, tidak bertentangan
dengan norma, dan kepentingan tersebut bersumber pada kebutuhan hajat hidup orang
banyak atau masyarakat tersebut.
Maraknya kasus intoleransi di lingkungan sekolah sehingga perlu ada upaya untuk
membangun lingkungan belajar yang kondusif di sekolah.
Peneliti juga perlu menentukan tujuan dan manfaat pelaksanaan penelitian. Tujuan
penelitian merupakan jawaban yang ingin dicari dari masalah penelitian. Tujuan sangat
berkaitan dengan kesimpulan yang merupakan jawaban yang diperoleh dari penelitian.
Adapun manfaat penelitian merupakan kegunaan nyata dari hasil yang akan dicapai melalui
sebuah penelitian.
Mengacu pada contoh kasus yang dipilih, tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:
Contoh:
1. Apakah Anda pernah melihat tindakan intoleransi di sekolah Anda?
Pernah
Tidak Pernah
2. Apakah Anda pernah mengalami tindakan intoleransi di sekolah Anda?
Pernah
Tidak Pernah
3. Faktor sosial yang memengaruhi kejadian intoleransi tersebut?
Suku Bangsa
Ras
Agama
Golongan
Adapun wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang hanya memuat garis-
garis besar pertanyaan. Dalam jenis wawancara ini, kreativitas pewawancara sangat
diperlukan karena hasil wawancara lebih banyak tergantung dari pewawancara sendiri. Jenis
wawancara ini cocok untuk penelitian kasus.
Contoh:
1. Apakah Anda pernah melihat atau mengalami tindakan intoleransi di sekolah Anda?
2. Bagaimana sikap Anda saat melihat atau mengalami tindakan intoleransi?
7. Menganalisis Data
Data yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya masih dalam bentuk data mentah
sehingga perlu diolah dan dianalisis agar dapat digunakan dalam proses penelitian. Proses
tersebut bertujuan menyederhanakan data lapangan yang kompleks ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca. Teknik analisis data dibagi atas dua macam, yakni kuantitatif dan
kualitatif. Teknik analisis data secara kuantitatif menggunakan rumus-rumus statistik dalam
mengolah data. Teknik analisis data secara kualitatif menggunakan analisis fenomena yang
terjadi di lapangan dikaitkan dengan teori yang ada.
Mengacu pada contoh kasus yang dipilih, teknik analisis data yang digunakan adalah
teknik kualitatif. Pada penelitian kualitatif, pengolahan data sudah mulai dilakukan sejak
awal peneliti terjun ke lapangan hingga akhir penelitian. Data kualitatif dapat diolah dan
dianalisis sesuai dengan tema, konteks, dan interpretasi.
Langkah terakhir dalam kegiatan penelitian adalah menarik kesimpulan. Kesimpulan
merupakan pernyataan singkat, jelas, dan sistematis dari keseluruhan hasil analisis,
pembahasan, dan pengujian hipotesis dalam sebuah penelitian. Pada tahap ini, peneliti
mencocokkan hasil pengolahan dan analisis data dengan hipotesis yang telah disusun
sebelumnya untuk menjawab pertanyaan masalah penelitian. Jika hasil penelitian tidak
sesuai dengan hipotesis, bukan berarti bahwa penelitian yang dilakukan salah atau gagal,
melainkan hipotesis tersebut mungkin tidak berlaku dalam penelitian yang telah dijalankan.
Sebuah penelitian yang baik pada hakikatnya tidak berhenti pada kesimpulan apakah
sebuah hipotesis diterima atau ditolak, melainkan dilengkapi dengan sebuah evaluasi
tentang penelitian itu sendiri.
Hasil penelitian tersebut menjadi dasar bagi peneliti untuk menyusun rekomendasi
pemecahan masalah sosial. Mengacu pada contoh kasus yang dipilih, rekomendasi
pemecahan masalah intoleransi di lingkungan sekolah yang dapat diajukan antara lain
sebagai berikut.
“BILA ADA KESEMPATAN, SEGERA KERJAKAN, TIDAK MENUNGGU NANTI ATAU ESOK”