Masalah yang berdampak pada masyarakat luas itu dalam ilmu sosiologi disebut
sebagai masalah sosial. Jadi, kalau ada suatu kondisi yang oleh masyarakat luas
dianggap sulit dan kondisi tersebut menimbulkan hambatan atau membahayakan
sebagian besar anggota masyarakat tersebut, kondisi itu disebut sebagai masalah
sosial.
Hmmm… Kira-kira apa aja, ya, masalah yang bisa disebut sebagai masalah sosial?
Terus apakah ada cara untuk menentukan suatu masalah adalah masalah sosial atau
bukan? Bagaimana pendapat para ahli sosiologi mengenai masalah sosial? Penasaran,
kan? Kalau gitu mending kita langsung bahas satu-persatu aja, yuk!
Tadi, kan, udah disebutin kalau suatu masalah dapat disebut masalah sosial kalau
masalah tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat luas. Tapi apa ada kriteria
lain yang bisa membantu kita menentukan kalau suatu masalah dapat disebut sebagai
masalah sosial? Tentu ada, dong. Dalam ilmu sosiologi, suatu masalah bisa
dikategorikan sebagai masalah sosial dengan melihat beberapa hal, yaitu:
Jadi, kalau ada perbedaan antara kenyataan dengan nilai-nilai yang dianut suatu
masyarakat yang menimbulkan suatu kondisi yang gak menyenangkan bagi
masyarakat tersebut, maka masalah tersebut dapat dianggap sebagai masalah sosial.
Contohnya, saat kita menyapa orang yang lebih tua, masyarakat Indonesia akan
menggunakan sapaan seperti “Kak”, “Bu”, atau “Pak”. Nah, kalau kita memanggil orang
yang lebih tua dari kita dengan hanya menyebutkan namanya, kita akan dicap gak
sopan atau gak baik oleh masyarakat kita. Tapi beda halnya kalau kita melakukannya di
negara-negara Barat. Ini terjadi karena nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
Indonesia dan negara-negara Barat berbeda, Pahamifren.
Sumber masalah ini bisa terjadi karena adanya suatu kondisi sosial tertentu atau
karena adanya suatu bencana yang berdampak pada masyarakat luas. Contohnya,
saat pandemi COVID-19 berlangsung, banyak orang yang kehilangan pekerjaan,
hingga akhirnya pemasukan orang-orang tersebut berkurang dan menimbulkan
kemiskinan. Dalam kejadian tersebut, yang dianggap masalah sosial bukan pandemi
COVID-19, ya, Pahamifren. Melainkan kemiskinan yang muncul karena pandemi
tersebut.
Jadi suatu kondisi bisa dikatakan sebagai masalah sosial kalau sudah ada pihak
berwenang yang menentukan kalau suatu kondisi adalah sebuah masalah sosial. Pihak
yang berwenang ini misalnya pemerintah, tokoh masyarakat, atau organisasi yang
berpengaruh besar seperti WHO.
4. Perhatian masyarakat
Kalau kondisi suatu masalah sudah menjadi perhatian sebagian besar masyarakat,
maka masalah tersebut dapat dikatakan sebagai masalah sosial. Contohnya, saat ada
aliran keagamaan yang dianggap sesat dan menjadi perhatian masyarakat, maka
masalah ini bisa dianggap sebagai masalah sosial.
Dalam ilmu sosiologi, ada tiga teori mengenai masalah sosial, yaitu teori
fungsionalisme, teori konflik, dan teori interaksi simbolik. Teori fungsionalisme
dicetuskan oleh Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, yang dipengaruhi pemikiran
Auguste Comte dan Herbert Spencer. Durkheim mengibaratkan masalah sosial seperti
tubuh manusia; kalau ada satu bagian tubuh yang sakit atau rusak, maka penyakit
tersebut akan memengaruhi bagian-bagian tubuh lainnya. Jadi, kalau ada satu unsur di
masyarakat yang gak berjalan baik, hal tersebut akan berdampak ke kehidupan
masyarakat lainnya dan dampak tersebut dapat menyebar luas hingga menimbulkan
masalah sosial.
Lalu ada teori konflik yang dicetuskan oleh Karl Marx, filsuf asal Jerman. Marx
menganggap permasalah sosial muncul karena adanya perbedaan kelas sosial. Oleh
karena itu, dalam teori Marx ada istilah borjuis (pemilik modal atau orang kaya) dan
proletar (kaum buruh). Marx berpandangan kalau kelas sosial yang berada di atas
(borjuis) mengeksploitasi sumber daya yang ada, sehingga kelas yang berada di bawah
(proletar) hanya kebagian jatah sumber daya yang sedikit atau bahkan gak cukup. Dari
sanalah, menurut Marx, muncul konflik yang berujung pada masalah sosial.
Terakhir ada teori interaksi simbolik. Salah satu tokoh teori ini adalah Erving Goffman,
sosiolog asal Kanada. Goffman mengatakan kalau permasalahan sosial terjadi karena
memang kondisi tersebut sudah dicap bermasalah oleh masyarakat. Masyarakatlah
yang memberikan label atau karakter yang buruk pada kondisi individu atau sebuah
kelompok. Contohnya, seorang residivis akan senantiasa dicap sebagai kriminal oleh
masyarakat.
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketika individu atau sebuah kelompok gak
sanggup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sulit mengakses pelayanan
yang dibutuhkan. Bentuk sekaligus faktor penyebab kemiskinan itu ada tiga, yaitu:
1. Natural. Kemiskinan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang alami. Misalnya,
karena individu tersebut cacat atau sakit, sehingga ia kesulitan memenuhi
kebutuhannya dan termasuk kategori miskin.
2. Kultural. Jenis kemiskinan ini berbahaya, nih, Pahamifren. Kemiskinan kultural ini
disebabkan karena individu tersebut sudah merasa cukup sama hidupnya. Jadi
dia males-malesan dan gak disiplin, gak ada usaha untuk membuat hidupnya
jadi lebih baik. Dari sinilah seseorang bisa mengalami kemiskinan.
3. Struktural. Individu atau suatu kelompok bisa jadi miskin karena sesuatu yang
dibuat oleh manusia. Misalnya, kebijakan yang gak adil, distribusi barang
ataupun makanan yang gak merata, dan korupsi
Kriminalitas
Jenis masalah sosial uang kedua adalah kriminalitas. Kamu masih inget gak kalau
kriminalitas merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan sosial? Soalnya para
pelaku kriminal ini berperilaku gak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut
masyarakat dan melanggar hukum yang berlaku. Kriminalitas biasanya identik dengan
pencopetan, pembunuhan, atau penggunaan narkoba yang dilakukan oleh masyarakat
menengah ke bawah. Tapi jangan salah, ya, kriminalitas juga dilakukan oleh
masyarakat menengah ke atas, loh. Contohnya adalah korupsi, koruptor
menyalahgunakan kekuasaan dan uang rakyat untuk kepentingan pribadi atau
kelompok mereka sendiri, sehingga membuat kelompok lain jadi kesulitan. Inilah yang
dikenal sebagai white collar crime.
Kesenjangan sosial merupakan salah satu akibat dari adanya stratifikasi sosial, yang
membeda-bedakan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat kelas atas biasanya lebih
mudah mendapatkan segala sesuatu, sedangkan kelas bawah kesulitan mendapatkan
akses pelayanan ataupun memenuhi kebutuhan hidupnya. Nah, terakhir ada
ketidakadilan. Ketidakadilan adalah suatu kondisi saat suatu kelompok atau individu
diperlakukan berbeda dan dipinggirkan di masyarakat. Salah satu contoh ketidakadilan
adalah isu yang sempat ramai di Amerika, “Black Lives Matter”. Padahal semestinya
semua orang diperlakukan dengan cara yang sama, ya, Pahamifren.
Nah, sekarang kamu sudah paham mengenai materi pelajaran masalah sosial, kan?
Kalau kamu masih ingin mendalami materi ini lebih dalam, kamu bisa mempelajarinya
lebih lanjut di aplikasi Pahamify. Apalagi Pahamify masih ada promo diskon
berlangganan paket belajar selama tiga dan enam bulan hingga 80%! Dengan
berlangganan paket belajar Pahamify ini, kamu bisa mengakses berbagai fitur, seperti
video pembelajaran, rangkuman, flashcard, quiz, kisi-kisi materi ulangan, video tips
belajar, hingga info kampus. Dijamin belajar kamu jadi semakin seru dan
mengasyikkan! Jadi, tunggu apalagi? Buruan unduh aplikasi Pahamify sekarang juga!
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam
masyarakat dengan realita yang ada. Yang menjadi sumber masalah sosial yaitu
seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat
ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat,
pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Permasalahan sosial sendiri dapat terjadi karena adanya interaksi sosial di tengah-
tengah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu antar individu, antar
kelompok, atau antara individu dengan kelompok.
Menurut Soetomo, masalah sosial merupakan sebuah kondisi yang tidak diinginkan
oleh sebagian besar warga masyarakat. Martin S. Weinberg menambahkan bahwa
masyarakat yang tidak menginginkan permasalahan sosial tersebut sepakat bahwa
dibutuhkan suatu tindakan untuk dapat mengubahnya.
Apa Bedanya dengan Konflik Sosial?
Konflik atau pertentangan ialah suatu bentuk interaksi yang ditandai dengan keadaan
saling mengancam, menghancurkan, melukai, dan melenyapkan di antara pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya.
Lebih lanjut lagi, Robbins berpendapat bahwa dalam konflik sosial, ada salah satu pihak
yang merasa dirugikan sehingga memberikan dampak negatif kepada pihak yang
satunya lagi. Misalnya, pandangan Karl Marx yang menggambarkan pertentangan di
antara kelas borjuis yang memegang kekuasaan mengatur masyarakat melawan kelas
proletar sebagai kelompok yang diatur oleh kelas borjuis.
Sementara itu, konflik sosial pun didasari oleh sejumlah faktor, di antaranya:
Kenakalan remaja
Kemiskinan
Pengangguran
Kesehatan
Aliran sesat
Berita hoax
Konflik rasial
Konflik politik
Konflik agama
Konflik internasional
Sama seperti permasalahan sosial, konflik sosial pun dapat membawa dampak,
contohnya adalah timbulnya:
Setiap jenis masalah yang ada memiliki solusi yang berbeda-beda dalam
penanganannya. Contohnya, angka kenakalan remaja dapat ditekan dengan
memberikan ruang aktivitas positif seperti pelatihan-pelatihan bagi remaja di lingkungan
sekolah dan tempat tinggalnya.
Sementara itu, berkaitan dengan konflik sosial, ada beberapa jalan yang dapat
ditempuh untuk menyelesaikannya. Contohnya:
Kompromi
Konversi
Mediasi
Konsiliasi
Segregasi
Gencatan senjata
Nah, ternyata begitulah sisi-sisi berbeda yang dimiliki permasalahan sosial dan konflik
sosial. Meskipun mirip, ternyata perbedaannya cukup signifikan, ya!
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah resmi mengubah istilah social distancing
menjadi physical distancing. Hal ini dimaksudkan agar interaksi antar masyarakat tetap
berlangsung walaupun berjauhan fisik. Tentu hal ini lebih baik, mengingat dalam
konsep social distancing telah membatasi interaksi sosial masyarakat. Dalam
penerapan physical distancing masyarakat diminta agar tetap terhubung menjalin
interaksi sosial dengan cara yang lain.
Ada empat pertimbangan suatu masalah dapat dikatakan sebagai masalah sosial.
Pertama, bahwa masalah itu berpotensi memantik api kerusakan di berbagai sektor,
baik fisik maupun psikis individu atau pun kelompok masyarakat. Kedua, masalah itu
melanggar satu atau lebih nilai/standar yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat.
Ketiga, masalah itu terjadi dalam keadaan yang terus menerus. Keempat, masalah
tersebut membutuhkan suatu solusi berdasarkan evaluasi dari berbagai pihak (Parillo,
2002).
Dalam menganalisis suatu permasalahan sosial ada beberapa perspektif yang dapat
dijadikan sebagai pisau analisa, seperti patologi sosial, disorganisasi sosial dan konflik
nilai. Ketiganya dapat kita gunakan dalam menganalisis permasalahan sosial yang
timbul oleh penyebaran virus Covid-19 ini. Patologi sosial memposisikan masyarakat
layaknya organisme hidup, sehingga bila salah satu bagian dari organisme hidup
tersebut sakit maka kemungkinan besar akan terjadi pula penyakit pada organ lainnya.
Berangkat dari perspektif tersebut, dengan adanya penyebaran virus Covid-19 telah
mengakibatkan banyak struktur-struktur sosial yang berkurang bahkan hilang fungsinya.
Misalnya kegiatan di sekolah, perguruan tinggi dan tempat ibadah ditiadakan karena
dinilai mengumpulkan orang dan berpotensi menyebarkan virus. Di Sumatera Barat
sendiri semua aktivitas belajar mengajar telah dihentikan sementara dan diganti dengan
pembelajaran jarak jauh.
Pemerintah baik pusat maupun provinsi telah membuat peraturan agar masyarakat
menerapkan physical distancing demi mencegah penularan, tetapi ironisnya, masih
banyak masyarakat yang tidak mematuhi larangan tersebut. Masyarakat masih banyak
yang berkeliaran untuk hal yang tidak penting dan mendesak. Hal ini adalah suatu
pelanggaran yang kemudian dapat menjadi patologi dalam masyarakat.
Kemudian kita dapat menggunakan perspektif disorganisasi sosial untuk melihat tidak
berfungsinya aturan social di dalam masyarakat. Disorganisasi social telah
mengakibatkan berkurangnya kekuatan mengikat baik bagi koordinasi antar bagian
maupun dalam melakukan kontrol terhadap perilaku individu (Soetomo, 2008).
Pemahaman ini digunakan dalam konteks perubahan system. Fenomena banyaknya
perantau yang bekerja di daerah zona merah yang kemudian pulang kampung ke
wilayah Sumatera Barat berpotensi mengakibatkan terjadinya disorganisasi sosial.
Tercatat para perantau yang sudah pulang kampung telah mencapai angka 19.000 dan
terbanyak melalui jalur darat (ANTARA Sumbar).
Pemerintah Sumatera Barat sendiri sudah mengeluarkan edaran agar perantau tidak
melakukan kegiatan mudik awal ini. Namun, edaran ini dianggap seperti angin lalu saja.
Sampai kemudian ditemukan pasien positif korona meninggal yang ditengarai pulang
dari Jakarta, yang merupakan zona merah penyebaran virus ini. Sejalan dengan edaran
tersebut, pemerintah daerah juga telah membuat regulasi agar setiap Orang Dalam
Pemantauan (ODP) melakukan isolasi diri. Isolasi diri tersebut tidak hanya secara
mandiri tetapi juga pemerintah daerah menyiapkan sejumlah tempat sebagai isolasi.
Namun faktanya di lapangan, telah terjadi disorganisasi sosial di Pasaman Barat
dimana masyarakat menolak daerahnya dijadikan sebagai tempat isolasi. Berdasarkan
pandangan ini, konflik sosial muncul di dalam hubungan kelompok sosial itu sendiri.
Pandangan yang terakhir menggunakan perspektif konflik nilai yang terjadi jika dua atau
lebih kelompok masyarakat saling bertemu dan berkompetisi (Julian, 1986). Dalam hal
ini, konflik nilai terjadi antara ODP, PDP dan bahkan orang yang positif dengan
masyarakat yang sehat pada umumnya. Bibitnya sudah mulai tampak dengan adanya
saling mencurigai antar anggota masyarakat. Pada tingkatan tertentu tanpa kita sadari
telah mengakibatkan polarisasi di dalam masyarakat. Hal ini tentunya akan
membahayakan bagi persatuan bangsa dalam menghadapi masa pandemi ini. Pada
saat ini, semboyan “bersatu kita teguh” tidak lagi tepat digunakan, namun “bercerai
justru kita akan teguh”. Marilah kita bersama menaati himbauan pemerintah untuk
bersabar dan melakukan physical distancing agar terhindar dari penyakit ini sehingga
tidak menimbulkan lebih banyak lagi masalah sosial. (*)