A. Masalah Sosial
Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas
kehidupan bermasyarakat. Dalam mengidentifikasi permasalahan sosial yang ada di masyarakat
berbeda-beda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Pada dasarnya, permasalahan sosial
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Menurut (Soekanto, 1990:358), masalah sosial adalah suatu ketidaksesuain antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial, atau menghambat
terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut. Menyebabkan kepincangan
ikatan sosial.
Dalam keadaan normal terdapat integrasi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat. Masalah sosial tersebut dapat berupa kemiskinan,
pengangguran, pendidikan, kriminalitas, dan kesenjangan sosial ekonomi. Sementara itu, karya sastra
hadir sebagai manifestasi atau refleksi kehidupan sosial yang ada dan berkembang di masyarakat.
KESIMPULAN
Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas
kehidupan bermasyarakat. Dalam mengidentifikasi permasalahan sosial yang ada di masyarakat
berbeda-beda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Pada dasarnya, permasalahan sosial
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Masalah sosial tersebut dapat
berupa kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kriminalitas, dan kesenjangan sosial ekonomi.
Sementara itu, karya sastra hadir sebagai manifestasi atau refleksi kehidupan sosial yang ada dan
berkembang di masyarakat.
Di lihat dari masalah sosial sebagai suatu proses, dapt di pahami apabila studi yang dilakukan
tidak terbatas sebagai upaya identifikasi permasalahan, akan tetapi juga meliputi usaha memahami dan
mempelajari latar belakang , faktor penyebab dan faktor faktor yang terkait dengan permasalahannya.
Bahkan akan lebih fungsional apabila studi masalah sosial juga meliputi usaha untuk mencari jalan
pemecahannya.
Dilihat dari kenyataan bahwa masalah sosial merupakan gejala multi aspek dan multi dimensi,
dapat di pahami apabila di jumpai studi masalah sosisal bervareasi dari sudut aspek yang menjadi fokus
perhatiannya. Oleh karena setiap aspek dapat menjadi obyek kajian suatu di siplin ilmu tertentu, dan
setiap disiplin ilmu tidak jarang melahirkan berbagai prespektif sebagai derivasi dari teori teori yang
dimilikinya, maka tidak mengherankan pula bahwa dalam studi masalah sosial akan di temukan variasi
yang semakin banyak, di lihat dari perspektif yang digunakan.
PARADIGMA SOSIOLOGI
A. Paradigma Sosial
Istilah paradigma awal mulanya diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dalam karyanya ‘The
Structure of Scientific Revolution’. Konsep paradigma dipopulerkan dalam sosiologi oleh Robert
Friedrichs (1970) melalui karyanya ‘Sociology of Sociology’. George Ritzer (1992) menulis secara
spesifik paradigma-paradigma yang ada dalam sosiologi. Dalam bukunya ‘Sociology: A Multiple
Paradigm Science’, Ritzer memaparkan tiga paradigma sosiologi sebagai ilmu sosial, yakni paradigma
fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. Paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang
apa yang menjadi subyect matter (pokok persoalan) yang dipelajari suatu disiplin ilmu. Didalam
sosiologi terdapat tiga paradigma yaitu paradigma fakta sosial, paradigma devinisi sosial, dan
paradigma perilaku sosial.
1. Paradigma Fakta Sosial
Fakta sosial. Paradigma fakta sosial ialah cara pandang yang meletakkan fakta sosial sebagai
sesuatu yang nyata ada di luar individu, di luar self, di luar subjek. Penekanannya ialah fakta sosial
memiliki realitasnya sendiri. Garis besar paradigma ini terbagi menjadi dua, yaitu struktur sosial
dan institusi sosial.Struktur sosial dapat dicontohkan seperti kelas, kasta dan strata sosial. Institusi
sosial misalnya, nilai, norma, peran dan posisi sosial. Teori struktural-fungsional dan teori konflik
dikategorikan oleh Ritzer ke dalam paradigma ini. Menurut George Ritzer, teori yang terkenal
dalam kaitannya dengan paradigma fakta sosial, yaitu (1) teori fungsionalisme struktural, yang
memberi penekanan pada keteraturan dan tidak mengindahkan adanya konflik dan perubahan dalam
masyarakat. Konsep utamanya, yaitu fungsi, disfungsi, fungsi latent, fungsi manifest, dan
keseimbangan. Selain itu, teori tersebut juga menyatakan bahwa semua peristiwa dan struktur
adalah fungsional dalam masyarakat, dan apabila dirasa ada ketidakserasian, hal itu merupakan
kewajiban bagi penganutnya untuk menormalisasikannya. Adapun tokoh dari fungsionalisme
struktural ini adalah Robert K. Merton. (2) teori konflik yang mendasarkan pada wewenang dan
posisi yang merupakan fakta sosial. Dalam hal ini, adanya ketidakadilan dalam pembagian
kekuasaan dan wewenang merupakan penentu konflik dalam masyarakat, dan hal tersebutlah yang
senantiasa harus menjadi sasaran studi para sosiolog. Konflik itu terjadi karena adanya perbedaan
keinginan dari penguasa untuk mempertahankan diri dan di lain pihak adanya keinginan dari yang
dikuasai untuk mengadakan perombakan. Tokoh dari teori konflik ini adalah Dahrendorf.Sosiolog
yang mewakilinya, antara lain Durkheim dan Marx. Suatu upaya memadukan kedua teori yang
bertentangan tersebut telah dilakukan oleh Pierre van den Berghe yang menyatakan bahwa
keduanya sebenarnya saling melengkapi di samping mempunyai hubungan yang bersifat kausal.
Menurut pendapatnya konflik mempunyai fungsi, yaitu (1) untuk menjamin solidaritas; (2)
mendorong timbulnya ikatan persekutuan dengan kelompok yang lain; (3) mendinamisasikan
manusia; dan (4) sebagai sarana hubungan antarpersekutuan yang satu dengan yang lain.Adapun
metode dalam rangka penelitian terhadap pokok permasalahan sosiologi, penganut paradigma fakta
sosial mempunyai suatu kebiasaan penggunaan kuesioner dan wawancara. Tampaknya mereka
kurang begitu senang menggunakan metode pengamatan (observasi) karena dirasa tidak tepat untuk
menjaring data dalam penelitian fakta sosial.
2. Paradigma Definisi Sosial
Definisi sosial. Paradigma definisi sosial ialah cara pandang yang menekankan bahwa realitas
sosial bersifat subjektif. Eksistensi realitas sosial tidak terlepas dari individu sebagai aktor yang
melakukan suatu tindakan. Struktur sosial dan institusi sosial dengan demikian dibentuk oleh
interaksi individu. Melalui paradigma ini, tindakan sosial berusaha untuk dipahami dan
diinterpretasikan secara subjektif. Teori tindakan Weber, teori interaksionisme simbolik,
dramaturgi dan fenomenologi masuk dalam kategori paradigma ini. Paradigma ini berbicara
mengenai perilaku seorang individu aktif yang mampu menciptakan sebuah realitas sosial
tersendiri. Contoh dari definisi sosial ini adalah ketika seseorang melakukan sesuatu aktivitas, maka
aktivitasnya tersebut terdapat sebuah tujuan, dimana tujuan ini mampu menciptakan membentuk
sebuah realitas sosial tersendiri.
Terdapat tiga teori utama dalam paradigm definisi sosial, yaitu teori aksi sosial, teori
interaksionisme simbolik dan teori fenomenologi, dan juga dramaturgi. Adapun teori yang
terkandung dalam paradigma definisi sosial, yaitu (1) teori aksi; (2) teori interaksi simbol; dan (3)
teori fenomenologi. Ketiga teori tersebut di samping memiliki perbedaan, juga mempunyai
persamaan. Perbedaannya, yaitu yang menyangkut hal-hal yang terkait dengan faktor yang
menentukan tujuan penelitian dan gambaran tentang pokok permasalahan sosiologi. Ketiga teori itu
juga memiliki persamaan pandangan dasar yang menganggap bahwa manusia merupakan pelaku
yang kreatif dari realitas (kenyataan) sosialnya. Selain itu, ketiga teori tersebut mempunyai
perhatian serta sasaran terhadap segala sesuatu yang terkandung di dalam pemikiran manusia
meskipun teori tersebut tidak mungkin menyelidikinya secara langsung. Hal itu dikarenakan
pemikiran manusia merupakan perwujudan dari kreativitas manusia sekalipun ketiga teori itu
memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengadakan penyelidikan terhadap proses kreativitas
pemikiran manusia. Uraian singkat mengenai teori-teori tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut.
a) Teori Aksi, yang mempunyai kecenderungan kesejajaran dengan Weber, dan mempunyai arti yang
sangat penting dalam rangka pengembangan teori interaksi simbol dan teori fenomenologi. Teori
Aksi mengalami perkembangan yang pesat di Amerika lewat karya Florian Znaniecki (The Method
of Sociology, Social Actions), Robert M. Mac Iver (Society: Its Structure and Changes), Talcott
Parsons (The Structure of Social Action). Menurut Hinkle, tokoh-tokoh tersebut merupakan
sosiolog yang mempunyai kecenderungan berpikir yang dilatarbelakangi pemikiran Eropa yang
pemikirannya sangat dipengaruhi oleh teori aksi Pareto, Durkheim, dan Weber. Selanjutnya,
bertolak dari karya sosiolog yang mempunyai latar belakang pemikiran Eropa tersebut Hinkle
mengemukakan anggapan dasar teori aksi, yaitu
1) Tindakan manusia didorong oleh kesadaran diri sendiri dan pengaruh dari luar dirinya,
2) Tindakan manusia itu bertujuan,
3) Tindakan manusia itu menggunakan cara, prosedur, teknik dan alat,
4) Tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak diubah dengan sendirinya,
5) Tindakan manusia berdimensi tiga, yaitu yang menyangkut masa lalu, sekarang, dan
masa yang akan datang,
6) Tindakan manusia dalam pengambilan keputusan dibimbing oleh norma-norma
moral,serta
7) Penelitian tentang antarhubungan sosial menggunakan verstehen (pemahaman) dan
imajinasi.
b) Teori Interaksi Simbol, dalam proses pendekatannya sejalan dan cenderung mengikuti cara yang
dilakukan Weber dalam teori aksi. Dua orang tokoh yang terkenal dari teori interaksi simbol adalah
John Dewey dan Charles Horton Cooley. Adapun pandangan dasar dari teori tersebut ialah menolak
behaviorisme yang dipelopori oleh J.B. Watson. Teori tersebut, dalam mengadakan pendekatan
sosial menggunakan introspeksi untuk mengetahui latar belakang tindakan pelakunya. Suatu hal
yang penting dalam teori interaksi simbol ini adalah kemampuannya untuk memberikan interpretasi
terhadap stimulus (rangsangan) yang ada dalam interaksi simbol.
c) Teori Fenomenologi, beranggapan bahwa perilaku manusia menjadi satu hubungan sosial, apabila
manusia memberikan makna tertentu terhadap tindakannya sebagai sesuatu yang berarti karena hal
tersebut adalah merupakan sesuatu yang menentukan terhadap kelestarian interaksi sosial.Metode
yang digunakan dalam paradigma definisi sosial ialah observasi dalam rangka mengamati untuk
memahami agar dapat menyimpulkan makna tentang akibat yang timbul dari perilaku sosial
antarhubungan sosial.
3. Paradigma Perilaku Sosial
Paradigma perilaku sosial ialah cara pandang yang memusatkan perhatiannya pada hubungan
antara individu dengan lingkungannya. Realitas sosial merupakan realitas objektif yang dibentuk
melalui perilaku-perilaku individu yang nyata dan empiris. Tingkah laku individu yang berinteraksi
dengan lingkungannya merupakan bentuk dari realitas sosial itu sendiri. Teori perilaku atau
behavioral dan teori pertukaran sosial Homans dan Blau dapat dikategorikan ke dalam paradigma
ini. Fokus utama paradigma ini pada hadiah atau penguatan (rewards) yang menimbulkan perilaku
yang diinginkan dan hukuman (punishment) yang mencegah perilaku yang tak diinginkan. Jika
tidak mendapat ganjaran atau hukuman yang tidak diharapkan, ia akan marah dan semakin besar
kemungkinan orang tsb akan melakukan perlawanan dan hasil tingkah lakunya makin berharga bagi
dirinya. Jika dapat ganjaran atau lebih, maka akan menunjukan tingkah laku persetujuan. Dan hasil
tingkah lakunya semakin berharga baginya.
Paradigma ini dikemukakan oleh B.F. Skinner dengan maksud ingin menjelaskan asas-asas
yang terdalam dalam psikologi aliran behaviorisme ke dalam sosiologi. Menurut pendapatnya yang
menjadi objek penelaahan sosiologi adalah perilaku manusia yang nyata dan konkret serta
kemungkinan pengulangannya. Dengan demikian, perilaku manusia yang menjadi objek sasaran
sosiologi, yaitu tindakan yang dapat diserap secara indrawi dan kemungkinan keajekannya. Di
samping itu, menurut paradigma perilaku sosial dinyatakan bahwa tingkah laku individu yang
langsung berkaitan dengan lingkungan dan menimbulkan konsekuensi berupa akibat akan adanya
perubahan pada lingkungan, dapat menyebabkan adanya perubahan tingkah laku individu yang
bersangkutan. Adapun yang dimaksud lingkungan dalam hal ini, yaitu segala macam objek sosial
dan objek yang bukan sosial.Perlu diketahui bahwa dalam paradigma perilaku sosial ini peranan
proses interaksi antara individu dengan objek sosial dan objek nonsosial sangat penting artinya,
bahkan dapat dikatakan merupakan sesuatu yang menjadi pusat perhatian telaah sosiologi menurut
paradigma ini.Paradigma perilaku sosial sebagaimana yang dicetuskan oleh B.F. Skinner tidak
sependapat dengan apa yang dinyatakan oleh paradigma fakta sosial dan paradigma definisi sosial.
Hal tersebut karena paradigma fakta sosial dan paradigma definisi sosial dianggap mengandung
ide-ide dan nilai nilai, yang oleh paradigma perilaku sosial dianggap tidak tepat karena sebenarnya
ide-ide dan nilai-nilai itu tidak dapat diamati secara nyata dan konkret dalam menelaah tentang
masyarakat. Selanjutnya dinyatakan bahwa sebenarnya kebudayaan masyarakat itu terbentuk dari
tingkah laku manusia yang terpola. Sementara studi tentang tingkah laku yang terpola itu dapat
dilaksanakan tanpa memerlukan ide-ide dan nilai-nilai yang dianggap tidak nyata dan konkret.
Menurut George Ritzer (1975:145-184) dinyatakan bahwa teori-teori yang termasuk dalam
paradigma perilaku sosial, yaitu teori (1) Behavioral Sociology, yang menggunakan dasar psikologi
perilaku dalam sosiologi. Teori tersebut menitikberatkan adanya hubungan tingkah laku lingkungan
dengan tingkah laku individu, untuk mengetahui akibat dari adanya hubungan tingkah laku. Dalam
hal ini, ada hubungan kesejarahan antara akibat dengan hubungan tingkah laku yang terjadi. Berarti
bahwa hubungan tingkah laku antara individu dan lingkungan diikuti oleh akibatnya. Di samping
itu, dalam teori ini juga akan diketahui adanya pengulangan tingkah laku manusia, dalam arti
apakah tingkah laku yang pernah terjadi juga akan terjadi lagi di masa yang akan datang. Dengan
demikian, dapat diprediksi mengenai tingkah laku manusia yang pernah dilakukan akan terjadi lagi
di masa sekarang. (2) Exchange Theory, yang dikemukakan oleh George Homan yang mengakui
selama terjadinya interaksi sosial muncul gejala yang baru. Yang menjadi pertanyaan adalah
mengenai bagaimana cara menjelaskan gejala yang muncul sebagai akibat interaksi itu. Dalam hal
ini, George Homan mengakui bahwa suatu fakta sosial, dapat menyebabkan fakta sosial yang lain,
sekalipun hal itu belum dapat dikatakan sebagai pemberian penjelasan. Menurutnya hal itu harus
dijelaskan lewat pendekatan psikologi, yaitu dengan pendekatan perilaku. Adapun mengenai
metode yang digunakan oleh paradigma perilaku sosial, yaitu dengan kuesioner, wawancara dan
observasi sekalipun dalam paradigma ini banyak menggunakan eksperimen.
KARAKTERISTIK MASALAH SOSIAL
Pada dasarnya, permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat terjadi karena adanya hubungan
timbal balik yang terjadi karena adanya proses interaksi sosial. Seperti yang telah kita ketahui, interaksi
sosial terbagi menjadi dua, yaitu interaksi sosial asosiatif dan disosiatif. Interaksi sosial yang bersifat
asosiatif dapat menimbulkan gejala-gejala sosial yang normal sehingga hasilny akan menjadi
keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Sedangkan interaksi sosial bersifat disosiatif dapat
memberikan gejala sosial yang tidak normal (patologis) sehingga menimbulkan ketidakteraturan
(disintegrasi) sosial.
Di dalam ilmu sosiologi, gejala-gejala sosial inilah yang disebut dengan masalah sosial.
Masalah sosial terjadi karena adanya unsur-unsur di dalam suatu kelompk masyarakat yang tidak
berfungsi normal, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada
akhirnya, masalah sosial berarti sesuatu yang terjadi dalam kehidupan nyata (das sein) tidak berjalan
sesuai dengan harapan (das soillen) di dalam kehidupan sosial.
Secara ringkas, terdapat beberapa definisi masalah sosial dalam pandangan ahli-ahli sosiologi,
meliputi :
Soetomo
Masalah sosial ialah sebuah kondisi kehidupan yang tidak diinginkan oleh sebagian besar warga
masyarakat.
Soejono Soekamto
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,
sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial
Martin S.Weinberg
Menurut Martin, masalah sosial berarti sesuatu yang bertentangan dengan nilai sosial yang
berkembang dalam masyarakat yang cukup berarti (signifikan), sehingga masyarakat sepakat untuk
membuat suatu tindakan untuk mengubah situasi tersebut
Lesli
Lesli berpendapat bahwasanya masalah sosial merupakan suatu kondisi yang mempunyai pengaruh
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang tidak diinginkan, sehingga membutuhkan tindakan
untuk mengatasinya.
Arnold Rose
Berpendapat bahwa masalah sosial ialah situasi yang telah berpengaruh terhadap sebagian besar
warga masyarakat sehingga mereka yakin bahwa situasi itulah yang membawa kesulitan bagi
mereka, dan situasi tersebut dapat diubah
Masalah merupakan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih
situasi yang membingungkan. Umumnya masalah disadari “ada” saat merasakan bahwa keadaan yang
ia hadapi tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sosial merupakan segala
sesuatu perilaku manusia yang menggambarkan hubungan non individualis. Istilah tersebut sering
dibandingkan dengan cabang-cabang kehidupan manusia dan masyarakat dimanapun. Pengertian sosial
ini merujuk pada hubungan-hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan diri.
1. Karakteristik Masalah Sosial
Terdapat 4 karakteristik yang harus dipenuhi oleh permasalahan sosial dalam kehidupan sehingga
bisa dikatakan sebagai masalah sosial, yaitu :
Dirasakan Oleh Banyak Orang
Suatu masalah dapat dikatakan sebagai masalah sosial apabila masalah itu dirasakan efeknya oleh
banyak orang. Namun, tidak ada batasn pasti mengenai jumlah orang yang harus dipenuhi, oleh
karena itu, apabila efek maslaah itu dirasakan oleh dua orang atau lebih (tidak oleh satu orang saja),
maka hal itu juga bisa dikatakan masalah sosial
Kondisi Tidak Menyenangkan
Penilaian masyarakat terhadap suatu permasalahan snagat menentukan apakan masalah itu
merupakan masalah sosial atau tidak. Yang pasti, masalah sosial merupakan suatu kondisi yang
tidak diinginkan terjadi oleh sebgaian besar masyarakat
Kondisi yang Perlu Pemecahan
Suatu kondisi yang tidak menyenangkan selalu harus membutuhkan pemecahan oleh masyarakat
itu sendiri. Pada awalnya, masyarakat akan memecahkan suatu masalah jika masalah tersebut dirasa
perlu untuk diselesaikan. Contoh kondisi kemiskinan yang dahulu dianggap sebagai hal yang wajar,
sehingga tidak memerlukan pemecahan. Namun, sekarang kemiskinan merupakan salah satu
maslaah sosial sehingga perlu dipecahkan atau ditanggulangi.
Pemecahan Masalah Harus Secara Kolektif (keseluruhan)
Suatu masalah yang membutuhkan pemecahan secara menyeluruh dan melibatkan banyak orang,
maka masalah tersebut dapat dikatakan sebagai masalah sosial. Pemecahan itu dapat berupa aksi
sosial, perencanaan sosial, dan kebijakan sosial.
2. Cara Mengenali Masalah Sosial
Masalah merupakan suatu kejadian atau gejala yang tidak akan pernah terpisahkan dari kehidupan
manusia karena kehidupan manusia merupakan proses perjuangan mengatasi masalah. Pada
dasarnya keberhasilan mencapai sukses dalam hidup adalah keberhasilan mengatasi masalah, dan
sebaliknya kegagalan hidup adalah kegagalan mengendalikan masalah yang dihadapi. Untuk dapat
menjalani hidup dengan berhasil maka manusia membutuhkan kemampuan mengendalikan
masalah (problem management). Kita lihat contoh sederhana berikut ini. Pada awalnya manusia
menghitung segala sesuatu secara manual. Dua ditambah dua sama dengan empat. Mudah bagi kita
untuk menghitungnya. Tapi coba Anda hitung tujuh puluh lima ditambah seperempat dari seratus
tiga puluh lima, kemudian dikalikan dengan lima ratus empat puluh satu lalu dibagi sembilan puluh.
Sulit bukan menghitungnya tanpa bantuan alat apa pun? Ini menjadi masalah bagi manusia.
Masalah ini menjadi tantangan bagi manusia. Masalah ini pada akhirnya memberikan kesempatan
kepada manusia untuk bisa berkembang. Terciptalah sebuah alat yang kita kenal dengan kalkulator.
Ternyata kalkulator tidak begitu banyak membantu manusia sehingga manusia masih memiliki
masalah. Sekali lagi masalah yang dihadapi manusia pada akhirnya membawa kemajuan bagi
manusia dengan diciptakannya alat yang kita kenal dengan komputer. Dengan demikian, “masalah”
bagi manusia tidak akan pernah berakhir, namun dengan adanya “masalah” tersebut maka manusia
juga akan selalu berkembang.
Semakin bertambah dewasa seseorang maka akan semakin bertambah besar pula
kebutuhannya, yang berarti semakin besar pula hambatan yang harus diatasi. Hal serupa terjadi
karena masyarakat juga selalu mengalami perkembangan. Semakin maju suatu masyarakat maka
semakin tinggi tingkat kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, dan konsekuensinya semakin besar
pula keperluan yang dibutuhkan untuk memenuhinya. Namun, inilah yang membuat manusia itu
unik dan berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia, tidak seperti makhluk lain yang hanya
dilengkapi dengan naluri atau instinct yaitu pola-pola naluriah yang dibawa sejak lahir untuk
menanggapi dan menyelesaikan hambatan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
manusia justru sebaliknya pola-pola itu akan berkembang dari pengalamannya dalam menanggapi
dan menyelesaikan hambatan yang dihadapi di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
manusia disebut makhluk belajar.
Ada dimensi yang menjadi ciri khas masalah sosial, dan yang membedakannya dengan masalah
personal. Paling tidak ada 3 dimensi yang dapat dilihat dari penjelasan itu, yang memberi ciri sosial
kepada suatu masalah sehingga memenuhi kriteria untuk disebut sebagai masalah sosial. Tanpa 3
dimensi itu suatu masalah tidak dapat memenuhi kriteria sosial.
Pertama, keresahan itu mencerminkan bahwa masalah itu terkait dengan kesadaran moral
anggota-anggota masyarakat.
Kedua, keresahan umum juga berarti bahwa dalam masyarakat itu telah mulai terbentuk
persamaan persepsi terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh adanya masalah. Ancaman
terhadap kestabilan dan keadaan normal, serta terhadap nilai-nilai moral masyarakat.
Masalah sosial selalu terkait dengan kestabilan dan keadaan normal masyarakat itu.
Masalah sosial juga selalu terkait dengan nilai-nilai dan harapan-harapan luhur bersama
dari masyarakat.
Dan ketiga adalah mulai berkembangnya kesadaran bahwa masalah ini tidak dapat diatasi
sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan dengan menggalang kerja sama di antara anggota-
anggota masyarakat yang mengalaminya.
Ketiga dimensi itu terlihat dari definisi masalah sosial yang dirumuskan oleh oleh Rubington dan
Weinberg (1989), yang menyatakan sebagai berikut.
Masalah-masalah sosial itu memiliki beberapa butir penting di dalamnya, antara lain berikut ini
a) Suatu Kondisi yang Dinyatakan
b) Tidak Sesuai dengan Nilai-nilai
c) Sebagian Berarti Warga
d) Suatu Kegiatan Bersama Dibutuhkan untuk Mengubah Situasi
Dalam menyelesaikan suatu masalah yang pertama dilakukan adalah pengenalan masalah karna
pengenalan masalah adalah langkah yang paling sulit dan paling penting di dalam proses pemecahan
masalah. Akibat-akibat dari kegagalan di dalam pengenalan masalah ini bisa berat, untuk itu dibutuhkan
bantuan professional untuk menyikapi suatu permasalahan, yaitu dengan layanan bimbingan dan
konseling. Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan yang diberikan oleh pembimbing
(konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara
keduanya, supaya konseli mempunyai kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan
masalahnya serta mempunya kemampuan memecahkan masalahnya sendiri. (Tohirin,2013:25)
Maka dari itu diperlukannya sebuah strategi atau cara pemecahan masalah itu sendiri dengan
prosedur-prosedur dalam Bimbingan dan Konseling.
1. Prespektif indvidu
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklarifikasikan masalah individu sebagai berikut:
Pertama, masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya, ialah kegagalan individu
melakukan hubungan secara vertikal dengan Tuhannya.seperti sulit menghadirkan rasa takut,
memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang telah dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa
bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perilakunya sehingga individu tidak melaksanakan ibadah dan
sulit meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan.
Kedua, masalah individu berhubungan dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersikap
disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan membimbing
kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu,
berprasangka buruk, rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
Ketiga, masalah individu berhubungan dengan lingkungan keluarga misalnya kesulitan atau
ketidakmampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga seperti antara
anak dengan ayah ibu, adik dengan kakak dan saudara-saudara lainnya. Hal ini menyebabkan anak
merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya keteladanan dari kedua orangtua.
Keempat, masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja misalnya kegagalan
individu memilih pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya. Kegagalan dalam
meningkatkan prestasi kerja, ketidak mampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, dan
kegagalan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Kelima, maslah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya misalnya
ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri baik dengan lingkungan tetangga, sekolah, dan
masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat dan
perilaku
Cara memacahkan masalah individu
Mengenal Masalah
Dalam langkah ini bertujuan megenal masalah-masalah yang harus dipecahkan atau kebutuhan-
kebutuhan yang harus dipenuhi. Dalam langkah ini perlu dikumpulkan informasi-informasi
tambahan, sehingga segala faktor yang relevan dapat dianalisis, guna menemukan masalah
yang sebenarnya harus dipecahkan.(Hunsaker, 1995: 17) Kita mencari akar-akar dan sebab-
sebab terdalam dari situasi yang ada. Sebab, sebenarnya, sebaiknya jangan diandalkan. Kita
harus macam sebab yang mungkin terlebih dulu, sebelum kita mencoba memastikan sebab
yang paling mungkin. Sebaiknya kita juga menghindarkan diri agar tidak menyamakan gejala
dengan sumber masalah.
Kita sebaiknya jangan mudah merasa tidak perlu merumuskan sebab dari situasi yang
sebenarnya dengan tepat, hanya karena masalah itu kita anggap sudah dipecahkan. Meskipun
kita merasa cakap untuk memecahkan masalah yang kita rumuskan itu, jika yang kita sebut
masalah itu hanya gejala gejala saja, kita akan berakhir pada kekacauan yang mungkin lebih
parah dari sebelumnya. Jadi mengenal maslah secara tepat lebih mudah diandaikan daripada
dibuat. Oleh karena itu pengenalan masalah langkah yang paling sulit dan paling penting di
dalam proses pemecahan masalah. Akibatakibat dari kegagalan di dalam pengenalan masalah
ini bisa berat.
Menggunakan Keterampilan Konseling
Menerapkan konseling tidak berarti menjadi konselor. Perlu di ketahui perbedaan antara
menerapkan beberapa dasar ketrampilan konseling dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan
konseling. Keduanya tidak sama, meskipun berada dalam sebuah kontinum yang sama.
Konseling dilakukan sesuai dengan seperangkat aturan dan pedoman yang telah di gariskan
oleh lembaga-lembaga konseling profesional yang mensyaratkan standar akreditasi dan tingkat
kompetisi minimum. Konselor terikat dengan kode etik, yang menekankan pada sikap
menghargai nilai, pengalaman, pandangan, perasaan, dan kemampuan klien untuk menentukan
diri sendiri. (Geldard, 2003) Hubungan dalam konseling itu bersifat membantu (helping).
Hubungan membantu itu berbeda dengan member (giving) atau mengambil alih pekerjaan
orang lain. Membentu tetap memberi kepercayaan kepada konseli untuk bertanggungjawab dan
menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. (Latipun, 2008:7)
2. Prespektif sistem
Prespektif Sistem Dalam Memecahkan Masalah Dan Membuat Keputusan Manajer terlibat
dalam pemecahan masalah untuk pengambilan keputusan yang efektif dan efisien. Sistem
Konseptual adalah suatu sistem pemecahan masalah yang terdiri dari manajer, informasi dan
standar. 2 elemen lain masuk dalam proses perubahan masalah menjadi solusi (solusi alternatif dan
kendala)
Dalam perspektif sistem pemecahan masalah dapat dilakukan dengan empat tahapan utama yaitu :
Memahami dan mendefinisikan masalah
Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting karena menjadi awal dari seluruh proses
pemecahan masalah. Tujuan pada bagian ini adalah memahami masalah dengan baik dan
menghilangkan bagian-bagian yang dirasa kurang penting.
Membuat rencana untuk pemecahan masalahPada bagian ini ada dua kegiatan penting yaitu
o Mencari berbagai cara penyelesaian yang mungkin diterapkan
o Membuat rencana pemecahan masalah
Penyelesaian suatu masalah biasanya tidak hanya satu tapi mungkin bisa beberapa macam.
Sebagai ilustrasi, apabila kita berada di kota Surabaya dan ingin pergi ke Jakarta, maka banyak cara
yang mungkin bisa dilakukan, misalnya kita bisa menempuh dengan angkutan darat, laut atau udara.
Dengan angkutan darat kita bisa menggunakan kereta api, bus atau angkutan yang lain. Jalurnya
pun kita bisa lewat jalur utara, tengah atau selatan. Jadi banyak sekali cara penyelesaian yang bisa
kita kembangkan. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Dari sekian banyak
penyelesaian ini kita harus memilih satu yang berdasarkan persyaratan tertentu merupakan cara
yang paling baik untuk menyelesaikan permasalahan. Setelah terpilih, maka kita dapat membuat
rencana kasar (outline) penyelesaian masalah dan membagi masalah dalam bagian-bagian yang
lebih kecil. Rencana kasar (outline) penyelesaian masalah hanya berisi tahapan-tahapan utama
penyelesaian masalah.
Merancang dan menerapkan rencana untuk memperoleh cara penyelesaian. Pada bagian ini
rencana kasar penyelesaian masalah diperbaiki dan diperjelas dengan pembagian dan urutan
rinci yang harus ditempuh dalam penyelesaian masalah.
Memeriksa dan menyampaikan hasil dari pemecahan masalah Bagian ini bertujuan untuk
memeriksa apakah akurasi (ketepatan) hasil dari cara yang dipilih telah memenuhi tujuan yang
diinginkan. Selain itu juga untuk melihat bagaimana daya guna dari cara yang dipilih yang
dipilih.
3. Perspektif Struktur
Terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan perilaku sosial seseorang.
Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif,
(2) karena kebiasaan, dan (3) bersumber dari proses mental.
Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara
masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan
kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan
kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat - atau strutur sosial .
Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara
yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu
generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita
mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak
struktur sosial atas ”diri” (self) - perasaan kita terhadap diri kita sendiri.
Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat
mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu- individu ke
dalam berbagai macam peran (roles).
Beberapa teori yang melandasi persektif struktural adalah :
Teori Peran (Role Theory)
Teori Pernyataan - Harapan (Expectation-States Theory), dan
Teori Posmodernisme (Postmodernism)
Teori Peran (Role Theory)
Intinya, teori peran, pernyataan-harapan, dan posmodernisme memberikan ilustrasi perspektif
struktural dalam hal bagaimana harapan-harapan masyarakat mempengaruhi perilaku sosial
individu. Sesuai dengan perspektif ini, struktur sosial - pola interaksi yang sedang terjadi dalam
masyarakat - sebagian besarnya pembentuk dan sekaligus juga penghambat perilaku indi- vidual.
Dalam pandangan ini, individu mempunyai peran yang pasif dalam menentukan perilakunya.
Individu bertindak karena ada kekuatan struktur sosial yang menekannya.
Sumber