Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDUHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah sosial yang biasa juga disebut sebagai disintegrasi sosial


atau disorganisasi sosial adalah salah satu diskursus polemik lama yang
senantiasa muncul di tengah- tengah kehidupan sosial yang disebabkan dari
produk kemajuan teknologi, indus- trialisasi, globalisasi, dan urbanisasi.
Polemik tersebut berkembang dan membawa dampak tersendiri sepanjang
masa. Masalah sosial yang dimaksud adalah gejala- gejala yang normal
dalam masyarakat, seperti norma-norma, kelompok sosial,
lapisan masyarakat (stratifikasi sosial), pranata sosial,proses
sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta realitasnya. Tentunya secara
alamiah tidak semua gejala tersebut berlangsung secara normal dan disebut
sebagai gejala abnormal atau gejala patologis. Hal itu disebabkan
komponen-komponen masyarakat yang tidak dapat berfungsi (disfungsi)
sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan kekecewaan yang besar
bahkan penderitaan. Gejala-gejala tersebut disebut masalah sosial.

Masalah sosial ini merupakan salah satu masalah yang


mengganggu ke- harmonisan serta keutuhan di berbagai nilai dan
kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam realitasnya, masalah sosial
sekarang ini sudah merusak nilai- nilai moral (etik), susila, dan luhur
religius, serta beberapa aspek dasar yang terkandung di dalamnya; juga
norma-norma hukum yang hidup dan tumbuh di dalamnya, baik hukum
tertulis maupun tidak tertulis. Di samping nilai-nilai dasar kehidupan
sosial, kebutuhan dasar kehidupan sosial juga tidak luput dari gangguan
masalah sosial. Dari segi materiil, baik individual, kolektif, maupun negara
acap kali terpaksa harus menerima beban kerugian. Begitu juga dari segi
immateriil, baik individual, kolektif, maupun negara dengan tidak adanya
rasa aman, ketenteraman hidup, dan kedamaian.

Atas masalah-masalah sosial tersebut, kelompok interaksionis


dengan teori interaksionalnya menjelaskan bahwa ketiga faktor (politik,
religius, sosial budaya, dan ekonomi) saling berkaitan antara satu dengan
yang lainnya, sehingga terjadi interplay1 yang dinamis dan bisa
Interplay merupakan kata benda yang berarti pengaruh-memengaruhi atau saling
1

memengaruhi.
2

memengaruhi tingkah laku manusia. Kemudian, terjadilah perubahan


tingkah laku dan evolusi sosial. Sekaligus juga timbul perkembangan yang
tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau ketidakselarasan,
ketidakmampuan beradaptasi, konflik-konflik, dan kesulitan dalam
mencapai konsensus antarwarga.

Dalam teori cultural lag dijelaskan2 bahwa disorganisasi sosial


atau penyim- pangan sosial disebabkan adanya perkembangan yang tidak
seimbang dari aneka bagian kebudayaan sehingga banyak muncul
kesenjangan sosial dan juga kelambatan kultural (kebudayaan). Para alim
ulama tidak ketinggalan ikut ambil bagian secara aktif di dalam
pembahasan masalah sosial ini. Dalam kaitan masalah sosial dapat disoroti
secara Islami, khususnya dari sisi tuntunan tingkah laku yang mulia
(akhlakul karimah). Nilai-nilai akhlakul karimah adalah suatu standar nilai
untuk mengukur adanya pelanggaran etis atau tidak.

Salah satu pemicu masalah sosial seperti yang telah dipaparkan


sebelumnya adalah perubahan sosial. Perubahan sosial merupakan gejala
yang melekat di setiap masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur
sosial yang ada di dalam masyarakat sehingga menghasilkan suatu pola
kehidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang
bersangkutan.

Wilbert E. Moore3 memandang perubahan sosial sebagai


perubahan struktur sosial, pola perilaku, dan interaksi sosial. Setiap
perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam
organisasi sosial disebut perubahan sosial. Perubahan sosial berbeda
dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mengarah pada
unsur-unsur kebudayaan yang ada. Contoh perubahan sosial, misalnya
perubahan peranan seorang istri dalam keluarga modern. Contoh
perubahan kebudayaan, misalnya penemuan baru se- perti radio, televisi,
komputer, dan telepon genggam yang dapat memengaruhi lembaga-
lembaga sosial.

2
William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, Sociology, Boston: A. Pfeffer and Simons
International University Edition, Toughton Mifflin Company, 1964, hlm. 728.
3
Wilbert E. Moore, “Sociale Verandering”, dalam Social Change, Ultrecht: Prisma
Boeken 1965, hlm. 10.
3

Menurut Soerjono, bentuk-bentuk perubahan sosial dapat terjadi


dengan beberapa cara berikut.4

1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat.

a. Perubahan secara lambat disebut evolusi. Pada evolusi, perubahan


terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana atau suatu kehendak
tertentu. Perubahan terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk
menyesuai- kan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi-kondisi
baru yang timbul karena pertumbuhan masyarakat.

b. Perubahan secara cepat disebut revolusi. Dalam revolusi, perubahan


yang terjadi dapat direncanakan lebih dahulu ataupun tanpa rencana.

2. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan besar.

a. Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan pada unsur


struktur sosial yang tidak bisa membawa pengaruh langsung atau
pengaruh yang berarti dalam masyarakat.

b. Perubahan yang pengaruhnya besar seperti proses industrialisasi


padamasyarakat agraris.

3. Perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.

a. Perubahan yang dikehendaki terjadi bila seseorang mendapat


keper- cayaan sebagai pemimpin.

b. Perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahan


yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung dari jangkauan
peng- awasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat yang tidak diinginkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu patologi dan masalah sosial?
2. Apa saja macam-macam masalah sosial?
3. Bagaimana solusi dalam mengatasi masalah sosial?
C. Tujuan
1. Untuk memahami patologi dan masalah sosial
2. Untuk mengetahui serta memahami berbagai macam masalah sosial
3. Untuk memahami serta dapat menerapkan solusi untuk menyelesaikan
masalah sosial.

4
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat, hlm. 269–272
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Patologi dan Masalah Sosial


Patologi berasal dari kata pathos, yaitu penderitaan atau

penyakit5, sedang- kan logos berarti ilmu. Jadi, patologi berarti ilmu
tentang penyakit. Sementara itu, sosial adalah tempat atau wadah
pergaulan hidup antarmanusia yang perwujudannya berupa kelompok
manusia atau organisasi, yakni individu atau manusia yang berinteraksi
atau berhubungan secara timbal balik, bukan manusia
dalam arti fisik. Oleh karena itu, pengertian patologi sosial adalah
ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”, disebabkan oleh
faktor sosial atau ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang
berhubungan dengan hakikat adanya manusia dalam hidup masyarakat.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Kartini Kartono bahwa
patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan
norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik,
solidaritas keluarga, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan
hukum formal.6
Dalam ilmu sosial, perubahan yang terjadi dalam masyarakat inilah
yang disebut dengan perubahan sosial. Perubahan sosial dapat berupa
perubahan sosial ke arah positif dan negatif. Kedua bentuk perubahan ini
sangat rentan terjadi di masyarakat. Perubahan sosial yang cenderung ke
positif adalah suatu hal yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat, namun
perubahan sosial yang mengarah ke negatif seperti penyakit masyarakat
adalah suatu masalah yang harus dihindari. Dalam hal ini, Simuh
mengatakan bahwa perubahan sosial yang bersifat negatif ini timbul dari
kenyataan akan adanya unsur-unsur yang saling bertentangan di dalam
kehidupan bermasyarakat.7
Adapun istilah atau konsep lain untuk patologi sosial adalah
masalah sosial, disorganisasi sosial/social disorganization/disintegrasi sosial,
social maladjustment, sociopathic, abnormal, atau sociatry/sosiatri. Dari
5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002, hlm. 837.
6
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1992, hlm. 1.
7
Simuh, Islam dan Hegemoni Sosial: Islam Tradisional dan Perubahan Sosial,
Jakarta:Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Depag RI, 2002, hlm. 6.
5

uraian ini dapat disimpulkan bahwa patologi adalah semua tingkah laku
sosial (masyarakat) yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas
lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup
rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.8
Hassan Shadily mengatakan bahwa gangguan masyarakat ini
merupakan kejahatan. Kenakalan remaja, kemiskinan, dan lain sebagainya
merupakan hal yang harus dicarikan solusinya.9 Gillin dan Gillin
sebagaimana yang diung- kapkan oleh Salmadanis, memberikan batasan
tentang patologi sosial, yaitu pertama, patologi sosial adalah salah satu
kajian tentang disorganisasi sosial atau maladjustment yang dibahas dalam
arti luas, sebab, hasil, dan usaha perbaikan atau faktor-faktor yang dapat
mengganggu atau mengurangi penyesuaian sosial, seperti kemiskinan,
pengangguran, lanjut usia, penyakit rakyat, lemah ingatan atau pikiran,
kegilaan, kejahatan, perceraian, pelacuran, ketegangan-ketegangan dalam
keluarga, dan lain sebagainya. Kedua, patologi sosial berarti penyakit-
penyakit masyarakat atau keadaan abnormal pada suatu masyarakat.10
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit di dalam
masya- rakat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menyatakan
bahwa gangguan mental cukup besar kontribusinya terhadap waktu
produktif dan ekonomi.11 Menurut Vebrianto, patologi sosial mempunyai
dua arti. Pertama, patologi sosial berarti suatu penyelidikan disiplin ilmu
pengetahuan tentang disorganisasi sosial dan social maladjustment, yang di
dalamnya membahas tentang arti, eksistensi, sebab, hasil, maupun tindakan
perbaikan (treatment) terhadap faktor-faktor yang mengganggu atau
mengurangi penyesuaian sosial (social adjustment). Kedua, patologi sosial
berarti keadaan sosial yang sakit atau abnormal pada suatu masyarakat.12

B. Macam-Macam Patologi dan Masalah Sosial


8
Kesimpulan ini dapat dilihat juga dalam buku Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I,
Edisi Baru, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 1.
9
Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1984,
hlm. 363.
10
Salmadanis, Patologi Sosial dalam Perspektif Dakwah Islam Studi Kasus di KODI
DKI, tt, hlm. 17
11
Ascobat Gani, http: www.kompas.co.id.
12
St. Vebrianto, Patologi Sosial, Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Pratama, 1984, hlm. 1
6

Berikut akan dipaparkan macam-macam dari patologi sosial:13


a. Kriminalitas
Berdasarkan sudut pandang sosilogi keriminalitas diartikan sebagai
semua bentuk baik ucapan maupun tingkah laku yang melanggar
norma sosial dan undang- undang pidana, bertentangan dengan moral
kemanusian, serta merugikan bahkan mengancam keselamatan
masyarkat baik dalam segi ekonomi, politis serta sosial-psikologis.
b. Perjudian
Kartini Kartono mendefiniskan perjudian sebagai pertaruhan dengan
sengaja sesuatu yang dianggap bernilai dengan resiko dan harapan
tertentu.
c. Korupsi
Korupsi merupakan tingkah laku dari individu yang menyalahgunakan
wewenang yang ia milikiguna untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan merugikan negara.
d. Narkoba
Narkoba merupakan kepanjangan dari Narkotika, Psikotropika, dan
zat adiktif semua itu merupakan istilah kedokteran yang didalamnya
terdapat zat adiktif atau zat yang bisa membuat ketergantungan.
e. Prostitusi
Merupakan penyediaan pelayanan seksual baik yang dilakukan
perempuan maupun laki-laki dengan imbalan uang ataupun untuk
kepuasan.
f. Pornografi
Pornografi biasanya dikaitkan dengan tulisan, gambar ataupun video
yang berkaitan dengan seksual serta dapat membangkitkan hasrat
seksual.
g. Geng Motor
Geng motor bagian dari budaya masyarakat, yang biasanya terbentuk
dari umumnya remaja putra dengan latar belakang daerah ataupun
sekolah yang sama.
h. Konflik sosial dan premanisme
Konflik sosial ialah suatu proses yang berlangsung dengan
melibatkan individu ataupun kelompok yang saling menentang dengan
13
Paisol Burlian, Patologi Sosial (Jakarta: PT bumi Aksara, 2016), hlm 128.
7

ancaman kekerasan. Sedangkan premanisme merupakan sebuah istilah


yang menunjukan ada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan
penghasilan utama dari pemerasan terhadap orang lain.
Semua itu termasuk kedalam patologi sosial karena bertentangan
dengan norma-norma dan itu diangggap menyimpang serta dianggap
tingkah laku yang tidak normal (patologi).

C. Solusi Menghadapi Patologi dan Masalah Sosial


Kita tentunya menginginkan suatu kehidupan yang harmonis,
selaras, dan sesuai dengan tatanan sosial yang berlaku. Akan tetapi, di
kehidupan masyarakat yang majemuk seperti sekarang ini, hal tersebut
sangatlah sulit dijumpai. Bahkan dapat dikatakan bahwa kondisi
masyarakat yang harmonis dan selaras tersebut hanyalah sebatas angan-
angan belaka karena tindakan penyimpangan sosial pasti selalu ada,
meskipun bentuk penyimpangan yang terjadi tersebut sangat kecil atau
ringan. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat
orang yang tidak tertib dalam berlalu lintas, berbagai tindak kejahatan,
dan lain sebagainya. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah
perilaku penyimpangan sosial dalam masyarakat.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah perilaku
penyimpangan sosial dalam masyarakat. Upaya-upaya tersebut dapat
dilakukan dari berbagai lingkungan, baik itu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat:
1. Lingkungan keluarga
Upaya pencegahan perilaku penyimpangan sosial di lingkungan
keluarga me- merlukan dukungan dari semua anggota keluarga, baik
keluarga inti maupun keluarga luas. Di dalam hal ini, masing-masing
anggota keluarga harus mampu mengembangkan sikap kepedulian,
kompak, serta saling memahami peran dan kedudukannya masing-masing
di keluarga. Meskipun keterlibatan seluruh anggota keluarga sangat
dibutuhkan, orang tua memegang peran utama dalam membentuk
perwatakan dan membina sikap anak-anaknya. Hal ini dikarenakan orang
tua merupakan figur utama anak yang dijadikan panutan dan tuntunan,
sudah sepantasnya jika orang tua harus mampu memberi teladan bagi
anak- anaknya.
2. Lingkungan sekolah
8

Sekolah merupakan lingkungan pergaulan anak yang cukup


kompleks. Di dalam hal ini, kedudukan pendidik di lingkungan sekolah
memegang peran utama dalam mengarahkan anak untuk tidak melakukan
berbagai penyimpangan sosial. Berbagai hal yang dapat dilakukan guru
selaku pendidik dalam upaya mencegah perilaku penyimpangan sosial
anak didiknya, antara lain:
a) mengembangkan hubungan yang erat dengan setiap anak didiknya agar
dapat tercipta komunikasi timbal balik yang seimbang;
b) menanamkan nilai-nilai disiplin, budi pekerti, moral, dan spiritual
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
c) selalu mengembangkan sikap keterbukaan, jujur, dan saling percaya;
d) memberi kebebasan dan mendukung siswa untuk mengembangkan potensi diri,
sejauh potensi tersebut bersifat positif;
e) bersedia mendengar keluhan siswa serta mampu bertindak sebagai konseling
untuk membantu siswa mengatasi berbagai permasalahan, baik yang diha-
dapinya di sekolah atau yang dihadapinya di rumah.
3. Lingkungan masyarakat
Lingkungan pergaulan dalam masyarakat sangat mampu
memengaruhi pola pikir seseorang. Dalam hal ini, perlu tercipta
lingkungan pergaulan yang sehat dan nyaman sehingga dapat dijadikan
tempat ideal untuk membentuk karakter anak yang baik. Adapun hal-hal
yang dapat dikembangkan dalam masyarakat agar upaya pencegahan
perilaku penyimpangan sosial dapat tercapai, antara lain sebagai berikut.
a) Mengembangkan kerukunan antarwarga masyarakat. Sikap ini akan
mampu meningkatkan rasa kepedulian, gotong royong, dan
kekompakan antar- sesama warga masyarakat. Jika dalam suatu
masyarakat tercipta kekompakan, perilaku penyimpangan dapat
diminimalisasi.
b) Membudayakan perilaku disiplin bagi warga masyarakat, misalnya
disiplin dalam menghormati keputusan-keputusan bersama, seperti
tamu bermalam harap lapor RT, penetapan jam belajar anak, menjaga
kebersihan lingkungan, dan sebagainya.
c) Mengembangkan berbagai kegiatan warga yang bersifat positif, seperti
perkumpulan PKK, karang taruna, pengajian, atau berbagai kegiatan
lain yang mengarah kepada peningkatan kemampuan masyarakat yang
lebih maju dan dinamis. Jika beberapa upaya tersebut dapat diterapkan
9

dalam suatu lingkungan masyarakat, kelompok pelaku penyimpangan


sosial akan merasa risih dan jengah sehingga mereka akan malu jika
melakukan tindakan penyimpangan sosial di lingkungan tempat
tinggalnya.14

14
Dr. Paisol Burlian, S.Ag., M.Hum. Patologi Sosial, hlm 47-49.

Anda mungkin juga menyukai