Anda di halaman 1dari 11

Makalah Proses Perubahan Sosial

Kelompok 1 :
 M. Haidar Fahlebi
 Bharata Barrir Ibrahim
 M. Wildan Azmi
 M. Ilham Abiyasa
 A. Saefudin Zuhri
 Okgi Ikhwanudin

SMA A. WAHID HASYIM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dan dalam setiap kurun. Dampak
perubahan tersebut bisa bernilai positif, tetapi tidak pula tertutup kemungkinan negative.
Menurut Noeng Muhadjir dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya, perubahan sosial
pada kurun waktu sebelumnya, perubahan sosial pada kurun waktu ini berlangsung demikian
pesat dan luas. Pada tingkat perkembangan tertentu proses perubahan ini berjalaan progesif.
Munculnya inovasi baru dengan kualitas tinggi akan mendorong proses perubahan terjadi
dengan cepat dan sebaliknya.
William F. Ogburn dalam Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian
tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan
baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan
pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia
dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan
sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan
keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis,
ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk
mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak
akan berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,
filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial
masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan
sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan
tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat
tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah
sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel.
Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena
interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan
bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut
Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta
kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala
perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa
perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya
bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam
cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang
melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu
perubahan masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi
memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat
dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor penyebab yang
berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah
penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau
revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar,
peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang
ditimbulkan dalam dalam masyarakat akibat perubahan social tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga


sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu
selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari
kelompok-kelompok sosial.
Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun
mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang
kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat
terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap
perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi yang lambat
laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat
formal.
Perubahan itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai
nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan, struktur organisasi, lembaga-
lembaga, lapisan-lapisan masyarakat, relasi-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu
sendiri. Juga perihal kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, kemajuan teknologi dan
seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons
ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan
Kalau ada perubahan daripada salah satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua
diantaranya, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yang
dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial.
Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau masyarakat tidak begitu
kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan yang menentukan, kalaupun ada
maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian masyarakat jauh lebih cepat berubahnya
daripada perubahan alam. Praktis tak ada hubungan langsung antara kedua perubahan
tersebut. Tetapi kalau faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat
nyata. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah dan
memerlukan pola relasi ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat
modern, faktor teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun relasi sosial. Apalagi
teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat menentukan dalam
perubahan sosial itu.
Sedang pola-pola dalam perubahan sosial meliputi pola linear, pola unilinier, pola
siklus dan pola gabungan.
a. Pola Linear
Perkembangan masyarakat mengikuti suatu pola yang pasti. Pemikiran mengenai pola
perkembangan linear kita temukan dalam karya Comte. Menurut Comte kemajuan progresif
peradaban manusia mengikuti suatu jalan yang alami, pasti, sama, dan tak tcrelakkan. Dalam
teorinya yang dikenal dengan nama "Hukum Tiga Tahap". Pada tahap pertama yang
diberinya nama tahap Teologis dan Militer, Comte melihat bahwa semua hubungan sosial
bersifat militer; masyarakat senantiasa bertujuan menundukkan masyarakat lain. Tahap
kedua, tahap Metafisik dan Yuridis, merupakan tahap antara yang menjembatani masyarakat
militer dengan masyarakat industri. Pengamatan masih dikuasai imajinasi tetapi lambat laun
semakin merubahnya dan menjadi dasar bagi penelitian. Pada tahap ketiga, tahap Ilmu
Pengetahuan dan Industri, industri mendominasi hubungan sosial dan produksi menjadi
tujuan utama masyarakat Imajinasi telah digeser oleh pengamatan dan konsepsi-konsepsi
teoritik telah bersifat positif.
b. Pola Unilinier
Spencer mengemukakan bahwa struktur sosial berkembang secara evolusioner dari
struktur yang homogen menjadi heterogen. Perubahan struktur berlangsung dengan diikuti
perubahan fungsi. Suku yang sederhana bergerak maju secara evolusioner ke arah ukuran
lebih besar, keterpaduan, kemajemukan, dan kepastian sehingga terjelma suatu bangsa yang
beradab.
Comte dan Spencer berbicara mengenai perubahan yang senantiasa menuju ke arah
kemajuan. Namun ada pula pandangan unilinear yang cenderung mengagung-agungkan masa
lampau dan melihat bahwa masyarakat berkembang ke arah kemunduran suatu pandangan
yang oleh Wilbert E. Moore dinamakan "primitivisme."
c. Pola Siklus
Menurut pola siklus, masyarakat berkembang laksana suatu roda: kadang kala naik ke
atas, kadangkala turun ke bawah. Dalam bukunya The Decline of the West , Oswald Spengler
mengemukakan sebagai berikut: the great cultures accomplish their majestic wave cycles.
"They appear suddenly, swell in splendid lines, flatten again, and vanish ... dan Every culture
passes through the age phases of the individual man. Each has its childhood, youth, manhood,
and old age. Kutipan-kutipan ini mencerminkan pandangannya bahwa kebudayaan tumbuh,
berkembang dan pudar laksana perjalanan gelombang, yang muncul mendadak, bcrkembang
dan kemudian lenyap ataupun laksana tahap perkembangan seorang manusia--melcwati masa
muda, masa dewasa, masa tua, dan akhirnya punah.
d. Gabungan Beberapa Pola
Sejumlah teori menampilkan penggabungan antara pola-pola tersebut di atas.
Pengelompokkan teori perubahan sosial telah dilakukan oleh Strasser dan Randall. Perubahan
sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori kemunculan diktator dan demokrasi, teori
perilaku kolektif, teori inkonsistensi status dan analisis organisasi sebagai subsistem sosial.

Perspektif Penjelasan Tentang Perubahan


Barrington Moore, teori Teori ini didasarkan pada pengamatan panjang tentang sejarah
kemunculan diktator dan pada beberapa negara yang telah mengalami transformasi dari
demokrasi basis ekonomi agraria menuju basis ekonomi industri.
Teori perilaku kolektif Teori dilandasi pemikiran Moore namun lebih menekankan
pada proses perubahan daripada sumber perubahan sosial.
Teori inkonsistensi status Teori ini merupakan representasi dari teori psikologi sosial.
Pada teori ini, individu dipandang sebagai suatu bentuk
ketidakkonsistenan antara status individu dan grop dengan
aktivitas atau sikap yang didasarkan pada perubahan.
Analisisorganisasi sebagai Alasan kemunculan teori ini adalah anggapan bahwa organisasi
subsistem sosial terutama birokrasi dan organisasi tingkat lanjut yang kompleks
dipandang sebagai hasil transformasi sosial yang muncul pada
masyarakat modern. Pada sisi lain, organisasi meningkatkan
hambatan antara sistem sosial dan sistem interaksi.
A. Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses di
mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi ialah proses di mans ide-ide baru
itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekuensi yakni perubahan-perubahan
yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.
Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu
perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam
urutan proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi
sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk
hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang
menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika
inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah konsekwensi,
adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga
terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor
pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat
yang terbuka, penduduk yang heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan.
Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest, prasangka
terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan
lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan.
Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang sedang
mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi
unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi
dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.

B. Penyebab Perubahan Sosial


1. Dari Dalam Masyarakat
 Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk ini meliputi bukan hanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau
sebaiiknya, tetapi juga bertambah dan berkurangnya penduduk
 Penemuan-penemuan baru (inovasi)
Adanya penemuan teknologi baru, misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun
pisang dan biting (lidi) dapat diperdagangkan secara besar-besaran maka sekarang tidak lagi.
Suatu proses sosial perubahan yang terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama sering disebut dengan inovasi atau innovation. Penemuan-penemuan
baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-
pengertian Discovery dan Invention
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa alat ataupun gagasan yang
diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu.
Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui dan menerapkan
penemuan baru itu.
 Pertentangan masyarakat
Pertentangan dapat terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan
kelompok.
 Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru.
Munculah perubahan yang sangat besar pada Negara dimana sistem pemerintahan yang
militerisme berubah menjadi demokrasi pada jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara
birokrat dan rakyat menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan pemimpin berubah
sebagai abdi masyarakat).
2. Dari Luar Masyarakat
 Peperangan
Negara yang menang dalam peperangan pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial dan
kebudayaannya.
 Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, dll yang mengakibatkan penduduk di
wilayah tersebut harus pindah ke wilayah lain. Jika wilayah baru keadaan alamnya tidak sama
dengan wilayah asal mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan di
wilayah yang baru guna kelangsungan kehidupannya.
 Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia menyebabkan
terjadinya perubahan.
C. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
1. Faktor-faktor Pendorong
 Intensitas hubungan/kontak dengan kebudayaan lain
 Tingkat Pendidikan yang maju
 Sikap terbuka dari masyarakat
 Sikap ingin berkembang dan maju dari masyarakat
2. Faktor-faktor Penghambat
 Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar
 Perkembangan pendidikan yang lambat
 Sikap yang kuat dari masyarakat terhadap tradisi yang dimiliki
 Rasa takut dari masyarakat jika terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
 Cenderung menolak terhadap hal-hal baru

D. Dampak Akibat Perubahan Sosial


Arah perubahan meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi
pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti
ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang
memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur,
atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau
bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang
kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek namun
demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk
berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau
nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang
memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai
berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu
menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja
itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari
bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong
perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang
salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk
yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3)
mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan
kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam
bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan
pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan
terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau
menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal,
rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi.
Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang diartikan sebagai
nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas
atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan
dengan konsep modern adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang
atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma yang keberlakuannya tergantung pada ruang,
waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat
universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus,
seyogianya manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai
(value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun,
pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang
disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat
ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung
beraneka ragam.
Spesifikasi norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah
sebagai berikut, (1) ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan
sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau
tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan,
atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada pula
yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya
dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi
atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang tergolong
modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep
modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh
aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang
bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu
perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada
aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu
masyarakat, atau satuan sosial tertentu.
Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu
pengertian yang berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat
yang sadar dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global
pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau
masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan
kehidupan manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia) tidaklah
sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata, tetapi diharapkan mampu
merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi eksistensi bagi
dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi sikap mental seseorang
atau kelompok yang kondusif untuk mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi
adalah, (1) nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan
dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental
yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya
alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek
bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun dalam penerapannya
memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit daripada mengembangkan iptek baru, (3)
nilai budaya atau sikap mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi
status sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi
pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan pada konsep
seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu
achievement-oriented, (4) nilai budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha
fihak lain yang mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai