1406537924
Program Studi Sastra Arab
Mata Kuliah Manusia dan Masyarakat Indonesia
Masalah sosial dapat diartikan sebagai suatu kehidupan masyarakat yang sebelumnya
normal menjadi terganggu, sebagai akibat dari perubahan pada unsur-unsur dan kepentingan
manusia dalam masyarakat. Ada beberapa ahli brpendapat bahwa masalah sosial pertama kali
muncul oleh karena adanya pandangan yang bersifat normatif dan finalist.
Menurut Daldjuni (1985), masalah sosial adalah suatu kesulitan atau ketimpangan
yang bersumber dari dalam masyarakat sendiri dan membutuhkan pemecahan dengan segera,
dan sementara itu orang masih percaya akan masih dapatnya masalah itu dipecahkan.
Untuk menentukan apakah suatu gejala-gejala sosial merupakan masalah sosial bagi
masyarakat, secara sosiologis pertama, dapat dilihat dari kondisi yang nyata dari kehidupan
masyarakat tersebut. Kedua, masalah sosial juga dapat diukur dari latar belakang timbulnya
masalah-masalah sosial tersebut. Ketiga, gejala sosial yang tergolong sebagai masalah sosial,
apabila kepincangan sosial yang terjadi sukar diatasi sendiri, karena menyangkut
kebijaksanaan penguasa atau pemimpin tertentu lalu timbul gerakan masyarakat yang
menyimpang norma-norma hukum yang berlaku. Keempat, suatu peristiwa yang relatif
banyak mengundang perhatian masyarakat, atau suatu kejadian yang dapat mengakibatkan
masyarakat, menjadi prihatin, dapat pula dimasukkan ke dalam ukuran masalah sosial.
1
C. Beberapa Masalah Sosial Utama
Masalah sosial dapat bertalian dengan masalah alami maupun masalah pribadi. Ada
beberapa sumber penyebab timbulnya masalah sosial yaitu:
1. Faktor alam (ekologis-geografis), ini menyangkut gejala menipisnya sumber daya
alam. Penyebabnya dapat berupa tindakan eksploitasi berlebihan oleh manusia dengan
teknologi yang semakin maju.
2. Faktor biologis (dalam arti kependudukan), ini menyangkut bertambahnya jumlah
penduduk dengan pesat yang dirasakan secara nasional, regional maupun lokal.
3. Faktor budayawi, pendorongnya adalah perkembangan teknologi (komunikasi dan
transportasi) dan implikasinya dalam kehidupan ekonomi hukum, pendidikan,
keagamaan serta pemakaian waktu senggang.
4. Faktor sosial, dalam arti berbagai kebijaksanaan ekonomi dan politik yang
dikendalikan untuk masyarakat.
Adapun beberapa masalah sosial utama yang sering terjadi dalam kehidupan
masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Masalah Kriminalitas
Timbulnya kriminalitas oleh karena adanya perubahan masyarakat dan kebudayaan
yang dinamis dan cepat. Kriminalitas tidak berarti disebabkan oleh disorganisasi sosial
dan hubungan antara variasi keburukan mental dengan variasi organisasi sosial. Tindakan
kriminalitas biasanya terjadi pada masyarakat yang sedang tergolong berubah terutama
masyarakat kota yang banyak tekanan.
2. Masalah Kependudukan
Masalah sosial sebagai akibat perubahan penduduk dirasakan oleh masyarakat secara
menyeluruh. Di Indonesia, telah dilakukan berbagai upaya dalam rangka pengaturan
jumlah penduduk melalui program keluarga berencana juga transmigrasi.
3. Masalah Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Faktor
penyebab kemiskinan yaitu laju pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan rendah, dan
kurangnya perhatian dari pemerintah, dll.
2
manusia berupa organisma hidup), lingkungan sosial (terdiri dari orang-orang baik
individual maupun kelompok)
A. Pengertian Individu
Menurut Coolye, sebagaimana dikutip oleh Wila Huki (1982), terdapat 3 fase dalam
memunculkan konsep tentang diri sendiri:
1. Fase persepsi, yaitu apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang kepribadian dan
tingkah laku;
2. Fase penafsiran, yaitu bagaimana orang-orang lain menilai apa yang mereka lihat di
dalam diriku;
3. Individu dengan dasar jawabannya sendiri terhadap pertanyaan-pertanyaan itu
menimbulkan sejumlah perasaan tentang diri sendiri dan mengembangkan sejumlah
sikap tentang dirinya sendiri, seperti sikap bangga, sombong, rendah hati, dsb.
Sementara itu, menurut Soerjono Soekanto (2003), dalam masyarakat yang sudah
kompleks, individu biasanya menjadi anggota dari kelompok-kelompok sosial tertentu
sekaligus, misalnya atas dasar seks, ras, agama dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam hal
lain, seperti di bidang pekerjaan, rekreasi dan sebagainya, keanggotaannya bersifat sukarela.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat derajat dan arti tertentu bagi individu-
individu tadi, sehubungan dengan keanggotaan kelompok sosial yang tertentu, sehingga bagi
individu terdapat dorongan-dorongan tertentu pula sebagai anggota suatu kelompok sosial.
B. Pengertian Masyarakat
Menurut Abdul Syani (1987), secara etimologi, masyarakat berasal dari kosa kata
Arab, Syraka-Yusyriku-Musyrakah, yang berarti bersama-sama, kemudian berubah
menjadi masyarakat yang berarti berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling
berhubungan dan saling mempengaruhi.
3
2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama.
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;
4. Merupakan suatu sistem hidup bersama.
Sementara itu, syarat-syarat adanya masyarakat menurut Abu Ahmadi (1995), adalah
sebagai berikut:
1. Harus ada pengumpulan manusia yang banyak serta bukan pengumpulan binatang;
2. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu;
3. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju
kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Berdasarkan ciri-ciri dan syarat masyarakat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
masyarakat bukan hanya sekedar sekumpulan manusia belaka, tetapi harus juga ditandai
dengan adanya hubungan atau pertalian satu dengan yang lainnya.
Menurut Hassan Shadily (1983), terdapat beberapa faktor yang membuat manusia
tertarik untuk hidup bersama dalam masyarakat, yaitu:
1. Hasrat yang berdasarkan naluri (kehendak biologis yang di luar penguasaan akal)
untuk mencari teman hidup.
2. Kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama yang
didapatkan melalui bekerjasama dengan orang lainnya.
3. Status manusia, menurut Aristoteles, adalah sebagai zoon peliticon, yaitu makhluk
sosial yang hanya menyukai hidup bergolongan, atau paling tidak mencari teman
untuk hidup bersama, lebih suka bersama-sama daripada hidup sendiri;
4. Manusia hidup bersama bukan karena persamaan, sebagaimana menurut Bergson,
melainkan karena perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan lain
sebagainya.
5. Toleransi Sosial.
4
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu dan masyarakat merupakan
perangkat yang senantiasa ada dalam setiap pergaulan hidup; individu tidak mungkin dapat
hidup dengan sempurna tanpa masyarakat.
BAB 4 - Kebudayaan
A. Definisi Kebudayaan
Tiga hal yang terkandung dalam kebudayaan yakni: kebudayaan hanya dimiliki oleh
masyarakat manusia, kebudayaan itu diturunkan melalui proses belajar dari tiap individu,
kebudayaan merupakan pernyataan perasaan dan pikiran manusia.
B. Nilai-Nilai Sosial
Menurut D.A Wila Huky, nilai sosial mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
a. Nilai sosial merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi diantara
para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial.
b. Nilai sosial di tularkan. Nilai yang menyusun sistem nilai diteruskan dan ditularkan
dari satu group ke group yang lain dalam suatu masyarakat melalui berbagai macam
proses sosial dari suatu masyarakat serta kebudayaan ke lainya melalui akulturasi,
difusi dan lain sebagainya.
c. Nilai di pelajari, nilai di capai dan bukan bawaan dari lahir. Proses belajar dan
pencapaian nilai-nilai itu di mulai sejak masa kanak-kanak dalam keluarga melalui
sosialisasi.
d. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan sosial. Nilai yang telah disetujui dan telah di terima secara
sosial itu menjadi dasar bagi tindakan dan tingkah laku baik secara pribadi atau secara
group dan masyarakat secara keseluruhan.
5
e. Nilai merupakan asumsi abstrak dimana terdapat konsensus sosial tentang harga
relative dari objek dalam masyarakat. Nilai-nilai sosial secara konseptual merupakan
abstraksi dari unsur-unsur nilai dan bermacam-macam objek di dalam masyarakat.
f. Nilai cenderung berkaitan satu dengan yang lainya secara komunal untuk membentuk
pola-pola dari sistem nilai dalam masyarakat, bila tidak terdapat keharmonisan yang
integral dari nilai-nilai sosial maka akan timbul problem sosial.
g. Sistem nilai beragam bentuknya antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan
yang lain, sesuai dengan penilaian yang di perlihatkan oleh setiap kebudayaan
terhadap bentuk-bentuk kegitan tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan.
h. Nilai sosial selalu memberikan pilihan dari sistem-sistem nilai yang ada sesuai dengan
tingkatan kepentingan.
i. Nilai sosial dapat melibatkan emosi atau perasaan.
j. Nilai sosial dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat baik
secara positif maupun negatif.
C. Norma-Norma Sosial
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat untuk mengukur apakah
tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima atau tindakan
yang menyimpang.Norma dibangun atas nilai sosial dan norma sosial diciptakan untuk
mempertahankan nilai sosial.
Secara sosiologis dikenal jenis atau bagian norma-norma sosial, yaitu:
1. Tata Cara/ Usage, merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan
sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya.
2. Kebiasaan/Folkways, merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakan dan
dilakukan berulang-ulang,mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari
penyimpangannya:membuang sembarangan dan mendapat teguran bahkan
digunjingkan masyarakat.
3. Tata Kelakuan/Moes, merupakan norma yang bersumber kepada filsafat,ajaran agama
dan ideolagi yang dianut masyarakat.Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu
perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan sehingga secara langsung ia
merupakan alat pengendalian sosial agar anggota masyarakat menyesuaikan tindakan-
tindakan itu.
4. Adat/ Customs, merupakan norma yang tidak tertulis namu kuat mengika sehingga
anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras yang
6
kadang secara tidak langsung seperti pengucilan,dikeluarkan dari masyarakat,atau harus
memenuhi persyaratan tertentu.
5. Hukum/laws, hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan
tertulis.sangsi terhadap pelanggar sifatnya paling tegas apabila di bandingkan dengan
norma-norma sosial lainya.hukkum adalah suatu rangkaian aturan yang di tujukan
kepada anggota masyarakat yang berisis ketentuan-ketentuan, kewajiban, atupun
larangan agar dalam masyarakat tercpta suatu ketertiban dan keadilan
.
D. Sosialisasi
E. Pengawasan Sosial
Menurut Abu Ahmadi (1985), pengawasan sosial adalah suatu proses baik yang
direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau
bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang
berlaku. Ahmadi kemudian memperinci cakupan pengendalian sosial sebagai berikut:
a. Pengawasan dari individu terhadap individu lain,
b. Pengawasan dari individu terhadap kelompok,
c. Pengawasan dari kelompok terhadap kelompok, dan
d. Pengawasan dari kelompok terhadap individu.
7
B. Ciri-Ciri Struktur Sosial
Dapat disimpulkan bahwa struktur sosial adalah suatu tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat yang merupakan jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok. Menurut
Soerjono Soekanto, unsur-unsur sosial yang pokok itu adalah; kelompok sosial, kebudayaan,
lembaga sosial, stratifikasi sosial, serta kekuasaan dan wewenang.
Beberapa fungsi struktur sosial dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Sebagai dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial yang berkaitan dengan aturan-
aturan yang berasal dari suatu kelompok sosial, diharapkan setiap anggota kelompok
tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan harapan-harapan kelompoknya.
2. Sebagai pengawas sosial. Fungsi struktur sosial disini adalah sebagai pembatas agar
setiap masyarakat berprilaku sesuai dengan norma dan nilai yang dianut.
3. Struktur sosial merupakan karakterisrik yang khas yang dimiliki suatu masyarakat
sehingga dapat memberikan warna yang berbeda dari masyarakat yang lain.
Menurut R.M. Mac Iver dan CH. Page bahwa lembaga merupakan bentuk-bentuk atau
kondisi-kondisi prosedur yang mapan, yang menjadi karakteristik bagi aktivitas kelompok.
Sedangkan Menurut Mayor Polak JBAF (1979) menyatakan bahwa lembaga atau social
intitution, adalah suatu kompleks atau sistem peraturan dan adat istiadat yang
memepertahankan nilai-nilai yang penting.
8
Menurut W. Hamilton, bahwa lembaga merupakan tata cara kehidupan kelompok,
yang apabila dilanggar akan dijatuhi pelbagai derajat sanksi. Kemudian Menurut Soerjono
Soekanto (1982) menyimpulkan menurut sudut pandang sosiologis dengan meletakkan
institusi sebagai lembaga kemasyarakatan, yaitu sebagai suatu jaringan daripada proses-
proses hubungan antar manusia antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara
hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan
manusia dan kelompoknya.
Terjadinya lembaga sosial bermula dari tumbuhnya suatu kekuatan ikatan hubungan
antarmanusia dalam suatu masyarakat. Ikatan hubungan antarmanusia tersebut sangat erat
kaitannya dengan keberlakuan suatu norma sebagai patokan dalam usaha memenuhi
kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan akan rasa keindahan, keadilan, pendidikan,
ketentraman keluarga, dsb. Menurut Soerjono Soekanto (1982), bahwa tumbuhnya lembaga
sosial oleh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan, maka dirumuskan
norma-norma dalam masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak
sengajar.
Menurut Hassan Shadily (1984), menjelaskan bahwa adat yang oleh anggota
golongan, terutama dalam masyarakat sederhana, sangat keras dipertahankan, dan
pelanggarannya dihukum mati, yaitu antara lain: tabu, larangan keras untuk menginjak suatu
daerah yang dikatakan suci, atau berbuat salah sesuatu perbuatan yang dilarang.
Menurut H.M. Johnson (1960), bahwa suatu norma lembaga (institutionalized) dalam
suatu sistem sosial tertentu, apabila dipenuhi paling sedikit tiga syarat, yakni :
a. Bagian terbesar dari warga suatu sistem sosial menerima norma tersebut.
b. Norma tersebut telah menjiwai bagian terbesar warga-warga sistem sosial tersebut.
c. Norma tersebut bersanksi.
Menurut Gillin dan Gillin, perubahan sosial adalah variasi dari cara-cara hidup yang
telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan
baru dalam masyarakat.
9
Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial merupakan segala perubahan-perubahan
pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dlm suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat.
Ada tiga faktor penyebab utama dalam perubahan sosial, yaitu: penimbunan
(akumulasi) kebudayaan, pertambahan penduduk dan penemuan-penemuan baru.
1. Timbunan Kebudayaan dan penemuan baru
Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang
penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan,
yaitu suatu kebudayaan semakin lama semakin beragam dan bertambah secara
akumulatif. Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan dari anggota
masyarakat pada umumnya.
Menurut Koentjaraningrat, faktor-faktor yang mendorong individu untuk
mencari penemuan baru adalah sebagai berikut:
a. kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaannya.
b. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.
c. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.
10
Perubahan ini terjadi melalui tahapan-tahapan dari yang sederhana menjadi maju.
Misalnya kehidupan masyarakat suku Kubu di Sumatra. Mereka mengalami
perubahan secara lambat, terutama dalam tempat tinggal dan mata pencaharian hidup.
Sampai saat ini suku Kubu masih menjalankan aktivitas lamanya, yaitu berburu dan
meramu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
11
Misalnya rusaknya berbagai fasilitas umum, serta banyak orang yang kehilangan
rumah, keluarga, dan sanak saudara. Pada umumnya sangat sulit untuk meramalkan
tentang terjadinya perubahan yang tidak dikehendaki ini.
BAB 14 Modernisasi
1. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya
taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup
dalam masyarakat.
1. Cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking) yang melembaga dalam kelas penguasa
maupun masyarakat.
2. Sistem administrasi negara yang baik, benar benar mewujudkan pelaksanaan birokrasi
yang tertib dan teratur.
3. Terdapatnya sistem pengumpulan data yang terpusat pada suatu lembaga atau badan
tertentu yang dijalankan dengan baik dan teratur. Dengan adanya hal tersebut,
modernisasi dalam hal ini berpikir modern seperti meninggalkan tradisi penyerahan
diri terhadap nasib ke pola pola yang didasarkan atas data data yang akurat yang
bersumber dari penelitian yang akurat dan ilmiah.
4. Penciptaan iklim yang sesuai atau favorable dengan kehendak masyarakat terhadap
modernisasi terutama dengan jalan media komunikasi massa seperti media massa,
pers.
5. Tingkat organisasi yang tinggi. Semakin kompleks suatu organisasi, akan
membutuhkan anggota anggota yang lebih maju juga. Anggota anggota yang memiliki
dedikasi dan kedisiplinan diri yang tinggi. Dengan alasan tersebut, masyarakat
modern merupakan cara untuk mencapai anggota anggota yang berdedikasi tinggi dan
disiplin tinggi.
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning). Hal
ini sangat dibutuhkan agar terjadinya tepat sasaran dan hasil yang diinginkan sesuai.
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan kearah yang
lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan kata
lain modernisasi adalah suatu proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara
baru yang lebih maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
12
Westernisasi adalah suatu proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara
tentang kebudayaan dari negara-negara barat yang dianggap lebih baik daripada
kebudayaan negara sendiri.
2. Persamaan
Modernisasi, westernisasi dan sekularisasi sama-sama mempunyai
kepentingan soal duniawi.
Sama-sama memiliki unsur-unsur dari dunia Barat.
Sama-sama merupakan hasil perbandingan dari berbagai aspek kehidupan
manusia yang dirasionalkan.
Sama-sama merupakan suatu proses perubahan dari suatu yang dianggap
kurang menjadi sesuatu yang dianggap lebih bagi penganutnya.
3. Perbedaan
Modernisasi
a. Modernisasi mutlak ada dan diperlukan oleh setiap negara.
b. Proses perkembangannya bersifat lebih umum.
c. Tidak mengesampingkan nilai-nilai keagamaan.
Westernisasi
a. Mutlak pembaratan.
b. Munculnya westernisasi karena perkembangan masyarakat modern itu
terjadi di dalam kebudayaan barat yang disajikan dalam bentuk barat.
Sedangkan bentuk barat itu sering kali dipandang sebagai satu-satunya
kemungkinan yang ada.
c. Tidak mempersoalkan atau tidak mempertentangkan kebudayaan barat
dengan kebudayaan negara sendiri.
Sekularisasi
a. Berorientasi semata-mata kepada kepentingan duniawi.
b. Tidak terikat pada nilai-nilai keagamaan.
13
Elite dan Masyarakat
T. B. Bottomore
Teori elit yang dikemukan oleh Pareto maupun Mosca pada dasar formulasi konsep
teori politik sebagai antitesa atau kritik terhadap teori Marx. Konsep masyarakat
komunismenya (melalui analisa mendalam terhadap historisitas manusia atau kritik atas
sistem kapitalisme) bagaimanapun juga merupakan kajian ilmu yang komprehensif dan
sangat berpengaruh. Bottomore memformulasikan inti dari pemikiran Marx sebagai berikut:
1. Antagonism kelas yang inherent dalam sejarah umat manusia yakni kelas yang
berkuasa dengan yang dikuasai
2. Kelas berkuasa identik dengan penguasaan terhadap sarana-saran produksi ekonomi
3. Kontinuitis konflik antar kelas antagonistic dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
produksi
4. System kapitalisme secara jelas memamaparkan dikotomi kelas tersebut akibat
polarisasi kelas tanpa muatan nilai-nilai tradisional seperti ikatan keluarga, dsb.
5. Perjuangan kelas pada masyarakat kelas kapitalis (sebagai sistem yang paling maju
dalam perspekti materialism historis) akan bermuara pada kemenangan kelas pekerja
dan pada akhirnya diikuti masyarakat tanpa kelas.
Kritik terhadap pemikiran Marx oleh penentangnya termasuk Pareto ataupun Mosca
menurut Bottomore berkutat pada deterministik ekonomi dalam menentukan sejarah. Sejarah
merupakan kompleksitas yang memungkinkan berbagai faktor sebagai basis geraknya atau
perubahan. Merujuk pada pemikiran Mosca dan Pareto, menurut Bottomore secara tidak
beralasan memperluas cakupan teori Marx. Marx tidak menyatakan bahwa semua perubahan
sosial dan cultural dapat diterangkan oleh faktor-faktor ekonomi. Disamping itu suatu kritik
yang lebih merusak terhadap teori Marx, dengan arah yang sama adalah kritik yang
menimbulkan keraguan pada penafsiran ekonomi terhadap asal-usul kapitalisme modern.
Nilai konsep Marx pada kelas yang berkuasa bergantung pada teori sosial umumnya.
Konsolidasi kelas yang memerintah memerlukan pemusatan berbagai tipe kekuatan ekonomi,
politik dan militer, dan bahwa pada kenyatakaan, kebanyakan masyarakat pembentukan kelas
ini telah dimulai dengan diperolehnya kekuatan ekonomi. Kesesuaian pemikiran Marx terkait
dengan kemunculan kelas borjuasi yang sangat fital pada ranah masyarakat modern dalam
perspektif ekonomi, kemunculan kelas ini disertai pula kepemilikan posisi lain terkait dengan
kekuasaan dan prestise seperti politik, militer dan pendidikan. Kebaradaran atau munculnya
kekuasaan kelas borjuis memungkin tatanan masyarakat lebih terbuka dan member peluang
bagi mereka dalam memperoleh akses pada setiap aspek sosial (pendidikan, hak politik dan
sebagainya) sehingga dengan kata lain konstruksi ideologi juga memungkinkan eksistensi
dari kelas borjuis ini Masyarakat kapitalis adalah lebih terbuka dan mobil dari pada
masyrakat feudal dan khususnya dalam ideologis, dengan berkembangnya pekerja-pekerja
intelektual sekuler, doktrin-doktrin yang berlawanan mungkin muncul.
14
Kelas borjuis menurut Bottomore memiliki kohesifitas yang rapuh dibandingkan kelas
aristokrasi (kebangsawaan feudal), disamping itu pula tingkat korelasi antara domain politik
dengan ekonomi pada masyarakat kapitalis semakin kompleks dibandingkan dengan sistem
feudal yang begitu tegas.
Terkait dengan konsep elit dan kelas tersebut, pentingnya kajian mengenai kelas dan
elit yang saling terkait, asumsi ideal dia bahwa tersebut dia menekankan bahwa kelas yang
berkuasa yang memiliki instrument utama dalam produksi ekonomi cenderung memiliki
kohesivitas yang tingga karena diakibatkan oleh kepenting yang sama, dan konflik yang sama
dengan kelas lainnya. Dengan demikian kelas ini memungkinkan penguasaan sarana politik
dalam upaya mempertahankan kekayaaan dan statutusnya.
Ada posisi potensial anatara kepemilikan kekayaan dan sumber daya produktif oleh
segilintir kelas atas kepemilikan kekuatan politik, lewat perwakilan oleh massa penduduk.
Dengan demikian elit penguasa sebagai instrument dalam upaya memperluas kekuasaan kelas
ini sehingga apa yang dikatakan oleh Strachey bahwa kapitalisme memiliki kecenderungan
hakiki pada ketidaksetaraan yang ekstrem dan berkembang terus atau apa yang tanpaknya
telah berlangsung dinegara-negara demokratis hingga sekarang bukanya pengurangan
kekuasaan kelas atas melainkan lebih merupakan turunnya radikalisme kelaspekerja.
Disamping itu pula terkait dengan relasi kelas yang berkuasa dengan kelas yang
dikuasai, terdapat lapisan diluar konsep kelasnya Marx seperti intelektual dan birokrat
dikatakan memiliki dan menggunakan kekuasaan yang tertinggi. Sistem politik negara-negara
komunis tampak mendekati tipe murni dari elit penguasa, yakni suatu kelompok yang,
setelah memperoleh kekuasaan dengan dukungan atau persetujuan kelas-kelas tertentu dalam
masyarakat, mempertahankan kekuasaannya terutama dengan keunggulan sebagai sutu
minritas atau mayoritas.
Dengan demikian, pertentangan antara konsep-konsep kelas yang berkuasa dan elit
politik ini menunjukan bahwa sementara pada satu tingkatan keduanya mungkin berlawanan
total, sebagai unsur-unsur dalam teori-teori bercakupan luas yang dengan cara-cara berbeda
menafsirkan kehidupan politik. Pada tingkatan lain keduanya bisa dilihat sebgai konsep-
konsep yang saling melengkapi yang merujuk pada tipe-tipe sistem politik yang berbeda atau
pada aspek-aspek yang berbeda dari sistem politik yang sama.
15