Anda di halaman 1dari 13

MASYARAKAT MADANI

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah


Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh:
Muhammad Khairul Febriyanto
Muhammad Dahlan
Sarmuji

JURUSAN MANAGEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
A. Pengertian Masyarakat Madani

Berdasarkan hemat penulis, merupakan fitrah manusia untuk selalu berorientasi


pada kehidupan yang lebih baik. Dengan membangun suatu peradaban, yang
menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan tanpa mengesampingkan suatu etnis
tertentu dan kepentingan individu. Tentunya menghasilkan produk pemikiran yang
inovatif dan kreatif, atas dasar kepentingan bersama, adil, etis dan tidak melanggar
norma serta etika yang telah disepakati dalam lingkungannya. Inilah yang disebut
masyarakat madani (Civil Society)

Aristoteles berpendapat, Masyarakat madani yakni suatu masyarakat yang


dipimpin dan tunduk pada hukum. Penguasa, rakyat dan siapapun harus taat dan
patuh pada hukum yang telah dibuat secara bersama-sama. Bagi Aristoteles,
siapapun bisa memimpin negara secara bergiliran dengan syarat ia bisa berbuat adil.
Dan keadilan baru bisa ditegakkan apabila setiap tindakan didasarkan pada hukum.
Jadi hukum merupakan ikatan moral yang bisa membimbing manusia agar
senantiasa berbuat adil.1

Lain hal dengan Aristoteles, Menurut Nurcholis Madjid, Masyarakat madani


adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun
Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat
berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran(kesederajatan), menghargai
prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah. Meninjau pada sejarah, Madinah
sebelumnya bernama Yatsrib, karena status kependudukan di Yasrib terdiri dari
orang Muhajirin dan Anshor, maka lahirlah sebuah rumusan untuk mengganti nama
Yasrib menjadi Madinah sebagai pemersatu, dan terciptanya keharmonisan antara
sesama masyarakat. Juga sebagai motivasi, karena bertempunya dua golongan yang

1
Mawardi, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Madani, (Jurnal Pengembangan Masyarakat
Islam, Volume 4, (Juni, 2008) Hal. 18.
berbeda latar belakang, akan melahirkan suatu pemikiran baru dalam memajukan
kota Madinah.

Antara individu dan golongan memeliki peranan penting dalam mewujudkan


masyarakat madani. Simbosis mutualisme akan terjadi ketika daintara kedua aspek
tersebut saling menyadari keterikatan dan tujuan yang universal dalam
mewujudkan masyarakat madanai. Dr.Anwar Ibrahim, ketika menyampaikan
ceramah dalam acara Festival Istiqlal II tahun 1995 di Jakarta, sebagai terjemahan
dari civil society dalam bahasa inggris,atau al-mujtama’al-madani dalam bahasa
arab, adalah Mastarakat yang bermoral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dan stabilitas masyarakat, dimana masyarakat memiliki daya
dorong usaha dan inisiatif individual. (Prasetyo,et al. 2002:157).

Kita akan menjumpai banyak peran yang sifatnya saling bertolakan dalam
masyarakat. Semua dari itu sudah jelas di kupas dalam Al quran, bahwa sanya Allah
telah menciptakan manusia dengan dua jenis yang berbeda, bernegara, bersuku-
suku, dan semua dari tiu bukanlah untuk menciptakan suatu ketimpangan sosial,
tapi untuk menciptakan persatuan dan kesataun. Lepas dari itu, dalam konsep
plurasisme, bukanlah perbedaan itu untuk suatu perpecahan, melainkan perbedaan
itu adalah suatu kesatuan untuk melahirkan kekuatan baru.

Menyinggung tentang perpecahan dalam suatu masyarakat, Values-less socciety


(Masyarakata tak bernilai) sering muncul karena adanya ke egoisan, merasa hanya
ia lah yang seyogyanya memiliki konsep dan pergaulan yang paling benar. Untuk
lebih jelasnya akan di bahas pada karetistik masyarakat madani

B. Karakteristik Masyarakat Madani

Dari penjabaran di atas tentu kita akan sampai pada karekteristik dalam
msyarakat madani. Karakter-karekter ini lahir karena adanya subtansial yang di
haturkan oleh masyarakat yang ada di dalamnya, serta merupakan prasyarat yang
tidak bisa dipisahkan dalam menciptakan masyarakat madani. Baik karena ada
dengan sendirinya, ataupun dengan perumusan-perumusan tertentu. Dalam
makalahnya Rudini Mulya, ia mengemukakan;

1. Semangat pluraslisme, keadaan masyarakat yang majemuk ( baik dalam


sistem sosial maupun politiknya, maupun budaya, dsb.). Tantangan teologis
paling besar dalam beragama sekarang ini, adalah: bagaimana seorang
beragama bisa mendefinisikan dirinya di tengah agama-agama lain. Asumsi
yang tersebar dalam pikiran adalah religion’s way of knowing (agama yang
paling sempurna di muka bumi ini). Hingga semua ini menjadi language
game (Permainan bahasa) yang sejatinya kita wariskan dari generasi ke
generasi. Karena hali ini orang-orang skeptis terhadap religion’s way of
knowing seperti D’Adamo seorang sarjana matematika yang mendalami
dunia mistik agama-agama selama 20 tahun lebih percaya kepada science’s
way of knowing yang di anggapnya lebih kritis. Lebih-lebih dari itu semua,
semangat pluralis harus ada dalam masyarakat madani, yang paling di
tonjolkan disini adalah the meaning and the purpose of life (Makna dan
tujuan hidup).2 Sehebat apapun gempuran yang menerpa pada agama, baik
dengan pikirian Values-less socciety (Masyarakata tak bernilai) atau dari
gempuran sains, agama tetaplah mempunyia cerita besar (grand narrative)
dengan caranya sendiri yang khas dalam menjamin keselamatan manusia,
kebahagiaan dan kesengsaraannya di dunia ini, dan setelah di dunia ini.
2. Sikap toleransi, sebagai sikap menghargai perbedaan yang ada dalam
lingkup masyarakat. Cakupan toleransi jika kita analisis cukup luas, dari
perspektif mana kita mengambil, maka disitulah pembahasan ini meruntun.
Namun dalam hal ini penulis lebih tertarik pada pembahasan ke agama an.
Ada sebuah sketsa yang di buat oleh Huston Smith dalam buku Frithjof
Schoun- di bawah ini.

2
Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis wacana kesetaraan kaum beriman ,(Jakarta:
Paramadina, 2004), Hal. xi.
Disini kita melihat agama dan tradisi bersatu. Agama saling berdampingan
dalam kehidupan manusia. Garis yang melintang di tengah merupkan
keterlibatan manusia di dalamnya. Andaikan seorang pemeluk agama dapat
menerima kehadiran agama lain di sampingnya, maka kerukunan dan sifat
kekeluargaan akan tercitpa. Hal ini bisa di lihat dari tujuh garis yang
mengarah ke atas dan terpusat pada satu titik, yaitu Tuhan. Pada titik itulah
tumpu manusia di tujukan, terlepas pemeluk agama yang benar di hadapan
Tuhannya, yang pasti semua manusia akan kembali pada Tuhan. Namun
secara ultim, para pemeluk ketika berada dan hidup di dunia ini saling
bersanding dan lebih mementingkan persatuan dan menghargai setiap
perbedaan terutama sikap toleransi.
3. Dan tegaknya prinisp demokrasi, lebih mengutamakan kesamaan hak dan
kewajiban dalam dan perlakuan yang sama terhadap warga negara.3
Memberikan penghargaan kepada atom-atom yang otonom dan punya
posisi yang setara. Formula yang di gunakan adalah one man one Vote.
Tukang becak misalnya, memiliki posisi dan hak yang sama dengan mentri.

Selain dari karakteristik yang penulis jumpai diatas, penulis juga mengutip
karakteristik masyarakat madani menurut Arendt dan Habermas, untuk
menambahkan pemahaman kita, antara lain:

3
Mulya, Masyarakat Madani, Pendidikan Kewarganegaraan, (Ciri Unversitas Unversitas Mercu
Buana- Jakarta), Hal 4.
1. Free Public Sphare, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam
posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan
praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah
prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat
madani dalam sebuah tatanan masyarakat, free publik sphere menjadi salah
satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya
ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, akan
memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam
menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh
penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian yang
proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang
mencakup seluruh aspek kehidupan.4 Salah satu yang termaktub dalam
UUD 1945 adalah pendidikan, “Ikut serta dalam mencedaskan kehidupan
bangsa, kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.” Namun, seringkali
terjadi ketimpangan. Setiap daerah dalam suatu negara mempunyai peranan
dalam meningkatkan perekonomian, pendidikan dan kesejahteraan,
kesehatan, Dsb. Tentu kita sadar antara kualitas pendidikan di kota dan di
desa berbeda, dilihat dari sarana. Pebagian BLT (Bantuan Langsung Tunai)
warga desa yang rumahnya jauh di pelosok kampung tidak terberi, baik
karena kemalasan pemerintah atau karena mereka tidak terdaptar sebagai
warga negara. Padahal berpuluh-puluh keturunan mereka telah menduduki
daerah itu yang statusnya dalam negara Indonesia. Maka disinilah keadilan
sosial harus di tegakan, supaya setiap dari warga negara mendapatkan hak
mereka.

4
Mawardi, Loc. Cit. 21
C. Pilar Penegak Masyarakat Madani

Layaknya sebuah bangunan yang berdiri tegap, tak mungkin berdiri tegap tanpa
ada kontruksi-kontruksi yang membangunnnya, tak mungkin jika tanpa pilar yang
menyanggah kokohnya. Dan dengan konstruk serta pilar itulah, terbenam kokohnya
suatu bangunan dengan nuansa sejuta sketsa. Maka, perlulah kita mengetahuai, apa
dan siapa saja yang menjadi pilar dalam penegakan, atau pembentukan masyarakat
madani. Hingga, mungkin saja kita menjadi bagian yang harus ikut andil di dalam
hal ini, baik atas nama individual atau dari institusi sebagai sosial kontrol.
Mengkritisi setiap kebijakan yang di haturkan oleh pemerintah yang deskriminatif,
serta ikut serta mensejahterakan kehidupan masyarakat dengan memperjuangkan
setiap dari aspirasi masyarakat.
Ada beberapa hal yang sangat penting, yang harus kita ketahui tentang pilar
penegak masyarakat madani, diantaranya;

1. Lembaga swadaya masyarakat


Institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyrakat, tugas esensinya
adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan
masyarakat yang tertindas. Lebih dari itu, LSM merupakan wadah bagi
masyarakat itu sendiri dalam mensejahterkan kehidupan mereka,
kemudian timbulah efek pada kesejahteraan suatu bangsa setelah
masyarakat di dalamnya hidup makmur.
2. Pers
Pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat
madani, karena kemungkinannya dapat mengkiritis dan menjadi bagian
dari sosial kontrol yang dapat menganalisa serta mempublikasikan
berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga
negaranya.
3. Supremasi hukum;
setiap warga Negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan
maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum.
4. Perguruan tinggi
yakni tempat dimana civitas akademikanya (dosen dan mahasiswa)
merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat madani yang
bergerak pada jalur moral Force untuk menyalurkan aspirasi masyrakat
dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan
catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut.
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan
dalam mewujudkan masyarakat madani.
1. pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang menjadi
dasar kehidupan politik yang demokratis
2. membangun, mengembangkan dan mempublikasikan informasi
secara objektif dan tidak manipulatif.
3. melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan
saling menghormati.
5. Partai politik
Merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan
asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka
partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.5

D. Masyarakat Madani Dan Indonesia.

Indonesia, dengan statusnya sebagai negara berkembang, pun pantas di sebut


jika masyarakat di dalamnya di sebut masyarakat madani. Walau disini penulis
menafikan sebagian kekurangan yang tak bisa di sebutkan. Namun, semua
kekurangan yang ada tidak membuat sebutan sebagai masyarakat madani hilang.
Menurut hemat penulis, seluruh penjabaran di atas sudah menjabarkan akan

5
M. Nur Afriyadi, Masyarakat Madani,”http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/masyarakat-
madani-6/, 3 (June 2011)
masyarakat madani Indonesia, karena Indonesia sendiri telah memenuhi apa yang
di butuhkan untuk di sebut sebagai masyarakat madani.

Perwujudan masyarakat madani indonesia adalah usaha holisitk yang mencakup;

a). Aspek suprastruktur, yaitu bangunan paradigma tauhid,

b). Aspek sosial budaya yaitu adanya budaya masyarakat yang terdidik dan mandiri.

c). Aspek struktur yaitu perbaiakan dan penguatan pada basis sistem kenegaraan.6

Sampai disini kita telah melihat perwujudan masyarakat madani melalui


usaha holistik. Namun, untuk memperinci dari denah diatas, alngkah baiknya kita
juga melihat bagan menurut Kuntowijoyo.

Tingkat Normatif: Kesadaran sebagai kekuatan

Struktur Budaya - Sistem Nilai

Struktur Sosial - Umat

Struktur Teknik - Kekuasaan, kepemimpinan

Tingkat Metodelogis

Struktur Budaya - Konseptualisasi

Struktur Sosial - Obyektivisasi, Subyektivisasi

Struktur Teknik - Demokratis, Sosial

Tingkat Ilmiah

Struktur Budaya - Teori Sosial

Struktur Sosial - Diferensiasi Fungsional

6
Habibi, masyarakat madani Indonesia, (Februaru 2009),
http://jendelahabibi.blogspot.com/2009/02/masyarakat-madani-indonesia.html
Struktur Teknik - Negara Societal, Ekonomi Etis, Masyarakat
Moral

Jelasnya, dari perincian di atas, subtansi dari setiap usaha yang di lakukan untuk
menciptakan masyarakat madani harus di pilah-pilah. Mengapa tidak, setiap dari
bagian tentu mempunyai konsep dan fungsional yang berbeda. Untuk memahami
itu semua kita perlu mengkaji historis, geografis, budaya, sosial di Indonesia
sendiri.

Dalam tingkat normatif, struktur sosial mengkaji sistem nilai, berinjak pada
tingkat metogelogis, struktur budaya mengarah pada konsptualisasi sedangkan pada
tingkat ilmiah, lebih mengacu pada teori sosial. Dengan pengkaijian seperti ini,
hasil dari analisis untuk membangun masyarakat madani akan lebih fungsional,
karena menggunakan rumus yang jelas.

Beberapa kasus di kalangan masyarkat, dalam ekonomi etis, yang melibatkan;


Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sebagai objek. Contohnya kasus obat
antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang
penggunaannya sejak tahun 2004. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat
sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan
maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu
terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di
pasaran.7 Dalam kasus ini, pemerintah dan pengusaha cenderung mengabaikan
keselamatan rakyat pada umumnya, terlebih ia tidak memerhatikan ekonomi etis
sebagai tingkat ilmiah yang memberikan dampak kerugian kesehatan yang besar
terhadap kehidupan masyarakat (Sosial).

Mengenai masyarakat socetal, tentunya kita bertajug pada asas demokrasi; dari
rakyati, oleh rakyat dan untuk rakyat. Walau pada kenyataannya sebagian dari

7
Darwin, Etika Dalam Ekonomi, (Selasa, 1 Maret 2011),
http://editfhotokeren.blogspot.com/2011/03/etika-dalam-ekonomi.html
pengaplikasiannya masih terkontaminasi dengan dunia hitam. Meski dunia hitam
mengaburkan pandangan, selalu ada ruang putih yang menjadi penengah dan
penerang, ialah mahasiswa. Mahasiswa yang berperan dalam kampus memunyai
tiga peran; moral force, moral agent, juga moral agent. Mahasiswa lahir untuk:

1. mengembangkan fungsi kritis melalui pengkajian etika dan nilai intelektual


serta ilmiah dalam setiap aktivitasnya.
2. Mampu menyuarakan persoalan etika, budaya sosial secara independen dan
dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab intelektual.
3. Meningkatkat fungsi kritis dan pemikiran ke depan melalui analisis yang
kontinu terhadap kecenderungan sosial ekonomi, budaya politik.
4. Meningkatkan kapasitas intelektual dan moral untuk memperhatikan dan
menyebarluaskan nilai universal termasuk kedamaian, penegakan hukum,
kebebasan, persamaan hak dan solidaritasi.

Mahasiswa Indonesia dalam beberapa hal yang dipaparkan di atas telah teruji
dalam sejarah. Seperti menumbangkan rezim orde lama pada 1968, hingga
menentang dominasi modal asing dalam peristiwa Malari 1974, dan pada tahun
1997 melengserkan Presiden Suharto yang cenderung otoriter. 8

Seberapa pun perubahan yang di lakukan, tidaklah melainkan untuk


menciptakan kesejahteraan rakyat yang di rangkul dalam sebuah wadah yang di
namakan negara. Negara Indonesia dengan berjuta kekayaan, mampu menciptakan
kearifan dengan jargon “Bhineka Tunggal Eka.” Seberapa banyak ragam yang tak
sempat kita hitung, tak membuat Indonesia terpecah belah, baik dari mulai ras,
agama, adat, bahasa, dll. Di butuhkan pengelolaan yang baik berdasarkan supermasi
yang di butuhkan, agar tidak terjadi bencana dan konflik karena keragaman
tersebut.

Kemajemukan adalah sebuah ragam dengan bandrol harga yang tak ternilai
jika keragamannya dapat diikat menjadi satu kesatuan. Dan Indonesia telah

8
Muhadjir Effendy, Masyarakat Equilibirium, (Jogjakarta: BINTANG BUDAYA, 2002), Hal. 188,
195, 197)
mempunyai semua itu, terlepas kadang- kadang ada pemberontak memaparkan
persepsi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Menurut penulis, itu suatu
niscaya yang tak akan pernah hilang. Karena, pada dasarnya manusia terus belajar
dan menciptakan perubahan. Baik ke arah perbaikan atau menuju pada jurang ke
hancuran.

Sudah saatnya untuk; berfikir objektif dan rasional, menciptakan suatu


dorongan rasa ingin tahu dan ingin mengatasi tantangan-tantangan yang
ditimbulkan dari lingkungan itu sendiri serta harus bisa menguasai lingkungan,
bersikap terbuka, mau menerima saran, masukan dan kritik, berfikir masa depan
yang lebih jauh, menghargai waktu dengan memanfaatkan sebaik mungkin, selalu
memahami gejala yang di hadapi dan bagaimana mengorganisasikannya sehingga
kehidupannya lebih baik, dsb.9 Maka semakin pentinglah bagi masyarakat
Indonesia untuk terus mempelajari konsepsi masyarakat madani, dan penerapannya
dalam kehidupan bermasyarakat.

E. Penutup

Penulis teringat tulisan Geger Riyanto yang berjudul, “Raden Saleh Bukan
Modernis?,” Modernitas diandaikan pembebasan, pelepasan, atau pemurnian. Hal
ini menegaskan perkataan seorang penyair Charless Baudelaire, yang di sebut-sebut
sebagai nabi modernis, modernitas adalah sisi yang berpindah-pindah, senantiasa
bergerak, dan tak terduga.10

9
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Perss), Hal. 352-353.
10
Geger Riyanto, Raden Saleh Bukan Modernitas, Jawa Pos, 25 November, 2012, Hal 10.
DAFTAR PUSTAKA

Mawardi, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Madani, (Jurnal Pengembangan


Masyarakat Islam, Volume 4, (Juni, 2008) Hal. 18
Kosasih, Konsep Masyarakat Madani, ”Abstrak,”.
Rachman Budhy, Islam Pluralis wacana kesetaraan kaum beriman ,(Jakarta:
Paramadina, 2004)
Mulya, Masyarakat Madani, Pendidikan Kewarganegaraan, (Ciri Unversitas
Unversitas Mercu Buana- Jakarta), Hal 4.
M. Nur Afriyadi, “Masyarakat Madani,”
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/masyarakat-madani-
6/, 3 (June 2011)
Poleteksni Telkom, Demokrasi Indonesi, 3-2
Reffie, “hubungan masyarakat madani dengan demokras”i (13 Maret 2012)
http://id.shvoong.com/social-sciences/2272232-hubungan-antara-
masyarakat-madani-dengan/#ixzz2BnxmjClo
Habibi, masyarakat madani Indonesia, (Februaru 2009),
http://jendelahabibi.blogspot.com/2009/02/masyarakat-madani-
indonesia.html
Darwin, Etika Dalam Ekonomi, (Selasa, 1 Maret 2011),
http://editfhotokeren.blogspot.com/2011/03/etika-dalam-
ekonomi.html
Muhadjir Effendy, Masyarakat Equilibirium, (Jogjakarta: BINTANG BUDAYA,
2002), Hal. 188, 195, 197)
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Perss).
“Raden Saleh Bukan Modernitas”, Jawa Pos, 25 November, 2012.

Anda mungkin juga menyukai