Anda di halaman 1dari 4

Memahami Tentang Aliran Ibadiyah dan Pemikirannya

Muhammad Khairul Febriyanto, 2016310454

febrigest26@gmail.com

Pendahuluan

Islam adalah agama yang memiliki jumlah pemeluk terbesar kedua di dunia setelah
Kristen dengan total perkiraan pemeluknya sekitar 1,6 Milyar jiwa. Konsekuensi dari jumlah
penganut yang banyak adalah terdapat banyak aliran-aliran. Seperti halnya dalam Kekristenan
dengan berbagai aliran seperti Mormonisme, Protestan, Katolik, Evangelis, Ortodoks, dan lain
sebagainya. Sedangkan dalam Islam sendiri dikenal dengan dua aliran besar yaitu Sunni dan
Syiah. Namun sebenarnya aliran dalam Islam tidak hanya terbatas terhadap dua aliran tersebut,
melainkan ada sebuah mahzab yang umurnya sama dengan dua mahzab besar diatas. Mahzab
tersebut adalah Ibadi.

Di dalam Hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW mengatakan,
“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, orang-orang Nasrani terpecah menjadi
72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.”. (An-Najjar, 1986: 14-15)
Tulisan artikel ini membahas tentang salah satu aliran Islam, yaitu aliran Ibadiyah. Aliran ini
tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Ibadiyah sebenarnya merupakan salah
satu cabang dalam aliran Khawarij, suatu aliran di dalam Islam yang dikenal keras dan radikal.
Penganut Ibadiyah sebagian besar tersebar di wilayah Oman, dan dalam jumlah yang kecil
terdapat di wilayah Tanzania, Libya, Tunisia, dan Aljazair (Al-Nami, 2001:32).

Khawarij dipandang sebagai aliran (sekte) yang kaku dan mudah mengkafirkan muslim
lain, yang tidak satu pandangan dengan penganut Khawarij, padahal tidak semua Khawarij
seperti pandangan itu.

Ibadhiyah adalah salah satu firqah Khawarij yang dinisbatkan kepada pendirinya yaitu
Abdullah bin Ibadh At-Tamimi, akan tetapi para pengikut ibadhiyah tidak mengakui bahwa
mereka adalah khawarij, dan mereka menafikan penisbatan ini kepada mereka. Dan memang
mereka pada hakikatnya bukan termasuk ‘ghulatul khawarij’ (khawarij ekstrim) seperti
‘Azariqah’, akan tetapi mereka dalam banyak hal sama pemikirannya dengan khawarij,
diantaranya: bahwa pendirinya (Abdullah bin Ibadh) menganggap dirinya kepanjangan tangan
dari Al-Mahkamah Al-Ula dari Khawarij, mereka juga meniadakan sifat bagi Allah,
mengatakan Al-Qur’an adalah Makhluk, dan bolehnya khuruj (memberontak) terhadap
kepemimpinan yang zhalim.

Ajaran dan Pemikiran Aliran Ibadiyah

 Terlihat jelas dari kitab-kitab mereka, bahwa mereka meniadakan sifat bagi Allah,
mereka tidak jauh beda dengan Mu’tazilah dalam mena’wilkan sifat-sifat Allah. Akan
tetapi mereka mengklaim bahwa yang demikian itu karena berangkat dari sisi
keyakinan, yang mana mereka berpendapat untuk menta’wilkan sifat secara majazi
(makna yang bukan sebenarnya) agar memiliki makna yang tidak menimbulkan
tasyabbuh (penyerupaan) dengan makhluk.
 Akan tetapi telah jelas bahwa kebenaran dalam hal ini tetap bersama ahlus sunnah wal
jama’ah yang senantiasa mengikuti dalil, dalam penetapan nama-nama dan sifat-sifat
bagi Allah Ta’ala sebagaimana yang telah Allah tetapkan begi diriNya tanpa ta’thil
(meniadakan makna), takyif (menanyakan kaifiyah), tahrif (merubah), dan tanpa tamtsil
(menyerupakan).
 Mereka mengingkari bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah di akhirat.
Padahal telah jelas ditetapkan dalam Al-Qur’an, “Wajah-wajah (orang-orang mukmin)
pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah :
22-23)
 Menta’wilkan perkara-perkara yang ada di alam akhirat dengan ta’wil majazi (dengan
makna yang bukan sebenarnya) seperti mizan, dan sirath.
 Bahwa perbuatan manusia adalah diciptakan oleh Allah dan hasil usaha manusia, dalam
hal ini mereka tengah-tengah antara Qadariyah dan Jabariyah.
 Sifat-sifat Allah bukanlah tambahan atas Dzat Allah, akan tetapi sifat-sifat tersebut Dzat
itu sendiri.
 Al-Qur’an bagi mereka adalah makhluk, dalam hal ini mereka sepakat dengan khawarij.
 Pelaku dosa besar menurut mereka adalah ‘kafir kufur nikmat atau kufur nifaq’.
 Manusia menurut pandangan mereka ada tiga kelompok:
 Orang-orang mukmin yang melaksanakan keimanannya.
 Orang-orang musyrik yang jelas kesyirikannya.
 Dan orang-orang yang mengumumkan kalimat tauhid dan meyakini Islam akan tetapi
mereka tidak iltizam terhadapnya baik akhlaq atapun ibadahnya. Mereka bukanlah
orang-orang musyrik karena mereka mengikrarkan tauhid, mereka bukan juga orang-
orang mukmin, karena tidak iltizam terhadap konsekwensi keimanan. Jadi mereka
bersama orang-orang mukmin dalam hukum dunia karena ikrar mereka terhadap tauhid,
dan mereka bersama orang-orang musyrik dalam hukum akhirat karena mereka tidak
melaksanakan konsekwensi keimanan dan penyimpangan mereka terhadap kandungan
tauhid berupa amalan (yang menyimpang) ataupun meninggalkan yang diperintahkan.
 Ahli qiblat yang menyelisihi mereka disebut kuffar yang bukan musyrik, boleh
menikahi mereka, halal mewarisi harta meraka, harta ghanimah yang berupa peralatan
perang seperti senjata, kuda dan yang semisalnya adalah halal dan harta selain itu adalah
haram.
 Pelaku dosa besar adalah kafir, dan tidak mungkin dalam kondisinya bermaksiat dan
terus-menerus diatas maksiatnya tersebut ia akan masuk surga apabila tidak bertaubat
darinya. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan mengampuni pelaku dosa-dosa besar
kecuali apabila ia bertaubat darinya sebelum meninggal.
 Orang yang melakukan dosa besar maka ia disebut kafir (secara lafadz) yang
maksudnya menurut mereka adalah kufur nikmat atau kufur nifaq bukan kufur dari
agama. Dan bagi yang meninggal diatas dosa besar maka ia akan kekal dineraka
jahannam, dalam hal ini mereka sama dengan khawarij dan mu’tazilah. Sedangkan yang
benar adalah sebagaimana yang aqidah ahlus sunnah orang tersebut disebut ahli maksiat
atau fasiq, dan ketika meninggal dalam keadaan beluum bertaubat dari maksiatnya
maka ia ‘tahta masyi’atillah’ (dibawah kehendak Allah) apbila Allah berkehendak maka
ia akan diampuni dengan kemuliaanNya dan apabila Allah berkehendak maka ia akan
di adzab dengan keadilanNya sampai ia disucikan dari perbuatan dosa-dosanya
kemudian dipindahkan ke surga.
 Mereka mengingkari syafa’at bagi ahli maksiat dari orang-orang yang bertauhid, karena
ahli maksiat menurut mereka adalah kekal di neraka. Maka tidak ada syafa’at bagi
mereka hinga mereka keluar dari neraka.
 Mereka meniadakan persyaratan ‘Dari keturunan Quraisy’ dalam masalah imam
(kepemimpinan), karena setiap muslim layak untuk menduduki jabatan itu jika
memenuhi syarat-syarat keimaman. Dan imam yang menyimpang harus dilengser dan
di ganti yang lainnya.
 Sebagian mereka mengadakan penyerangan terhadap Amirul Mukminin Utsman bin
Affan, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Amr bin Al-‘Ash radhiallahu ‘anhum.
 Imamah dengan cara washiat adalah bathil (menurut mereka), dan tidaklah pemilihan
imam itu kecuali dengan cara bai’at.
 Tidak wajib khuruj (memberontak) kepada imam yang zhalim, tidak pula melarangnya
akan tetapi membolehkannya. Dan apabila kondisi mendukung dan mudharatnya ringan
maka hukum memberontak menjadi wajib, dan apabila kondisi tidak memungkinkan
bahaya akan lebih besar, hasil tidak mungkin tercapai maka hukumnya menjadi
dilarang. Bersamaan dengan itu bahwa memberontak tidaklah dilarang dalam kondisi
apapun. Dan pemikiran-pemikiran menyimpang lainya.

Penutup

Aliran Ibadiyah merupakan salah satu aliran Islam yang masih berkembang hingga saat
ini. Aliran ini, muncul sebagai satu bentuk kontraproduksi dari ekstrimitas dan radikalisme
yang ditunjukkan oleh kelompok Khawarij. Kemunculan aliran-aliran Islam memang tidak
dapat dilepaskan dari konteks politik pada zaman itu. Demikian juga kemunculan kelompok
yang tidak setuju dengan kebijakan arbitrase Ali bin Abi Thalib telah melahirkan kelompok
Khawarij.

Namun, ternyata juga karakter Khawarij tidaklah tunggal, melainkan beragam.


Kemunculan Ibadiyah dari kelompok Khawarij ini dan penunjukan karakter Ibadiyah yang
toleran, damai, dan koopertif dengan pemerintahan setempat, telah membangun image lain dari
gambaran kelompok khawarij yang pada umumnya dianggap ekstrem dan radikal. Memahami,
adanya aliran Ibadiyah, telah juga membangun pemahaman untuk tidak mengeneralisir suatu
aliran atau kelompok keagamaan. Memahaminya dengan mendalam, dan mengenal
karakteristik kelompok-kelompok, akan membangun komunikasi lintas budaya dan
menciptakan harmonisasi. Aliran Ibadiyah ini telah menjadi contoh model aliran keagamaan
yang damai dan moderat, meskipun aliran/sekte ini lahir dari suatu aliran Khawarij yang
terkenal ekstrem dan radikal.

Referensi

http://www.islamawareness.net/Deviant/Ibadis/ibadiyya.html, diakses pada 22 November


2017 Pukul 11:55 WIB

http://www.alsofwa.com/5862/283-firqah-al-ibadhiyah.html, diakses pada 21 November 2017


pukul 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai