Paper ini akan membahas tentang apa saja faktor eskternal yang mendukung kemajuan
negara-negara Afrika dan tantangan-tantangan apa saja yang akan dihadapi.
Kemunculan cara yang lebih efektif dalam meningkatkan perdamaian dan keamanan di
Afrika.
Kesimpulan: inkonsistensi dan dilema - peluang dan risiko dari agenda perdamaian dan keamanan
Afrika
Afrika secara keseluruhan dan khususnya sub-sahara African mendapatkan relevansi yang lebih
besar dalam hal yang menyagkut masalah politik dari pihak2 luar. Meningkatnya signifikansi dari
benua ini sejajar dengan kepentingan afrika dan kepentingan jerman, EU dan komunitas
internasional. Sub-saharan afrika terus menerus dilihat sebagai “issue” tiadak hanya dalam kebijakan
perkembangan tapi juga dalam bidang lainnya.
Ketertarikan terhadap afrika juga sesunguhnya instrumentalist, ini terkait, dalam berbagai hal, bukan
dengan kedamaian dan keamanan tapi dengan ancaman dari pohak ketiga (terutama amerika dan
eu) serta ketertarikan konkret mereka (sumber daya, supply, migrasi dll) . Pendekatan militer seperti
UN battle group tidak seharusnya dilihat sebagai respon untuk keamanan yang mengutamakan
afrika, memang afrika sudah menjadi area operasional yang potensial untuk tugas2 baru yang telah
diidentifikasi untuk kebijakan keamanan militer, terutama karena penarikan negara-negara barat
yang mayo dari operasi perdamaian UN di afrika.
Dilema dari intervensi dan non-intervensi militer eksternal, sebuah warisan dari masa lalu, akan
menjadi semakin bermasalah di masa depan, terutama jika intervensi2 tersebut terus menerus
ditunggangi oleh kecenderungan colonial dan agenda2. Intervensi militer mana yang dibenarkan?
Intervensi mana yang seharusnya dilihat sebagai pembenaran oleh bencana kemanusiaan yang
urgent oleh komunitas internasional? Hanya ada sedikit alasan untuk mengharapkan perkembangan
ASF akan komplit sesuai target pada tahun 2010 dan pasukan ini dapat memobilisasi kemampuan
militer yang diharapkan dari mereka. Meski begitu, intervensi dari pihak eksternal ini harus
berkoordinasi dengan AU dan RECs, dan seharusnya melengkapi bukan menggantikan usaha
intervensi regional dari sistem AU melalui instrument ASF.
Kerelaan dari intervensi luar untuk mengintervensi secara militer (diatas segalanya, dengan misi
tempur) dalam situasu ekstrim (yang tidak akan mempengaruhi mereka) kemungkinan juga akan
tetap sedikit di masa depan. Hal ini relevan terutama dalam situasi konflik bersenjata non-klasik
yang melibatkan aktor2 yang rentan kekerasan yang bertambah semisal konfrontasi dengan prajurit
anak2, scenario yang ditakutkan oleh banyak pihak. Sebagai contoh, kantor urusan asing jerman
beragumen “jika konflik melibatkan konfrontasi dengan pihak2 yang tidak beroperasi sesuai dengan
international law of welfare, namun, hal ini akan membawa kerelaan yang berkurang untuk
menyediakan pasukan untuk menjaga perdamaian di afrika ”
Observer seperti John prendegast, dengan tepat, menunjukkan risiko yang mengikuti minat baru
terhapa afrika. Dengan peraturan militer afrika yang dibuat oleh presiden AS, bush, prendegest
melihat bahaya pada peranh strategis baru benua ini, dengan zona peripheral mengamnil posisi
dalam strategic thinking yang dapat dibandingkan dengan situasi seperti Perang dingin. Hal ini
menggarisbawahi kebutuhan dari kapasitas orang afrika setempat, yang jika dibutuhkan, untuk
menciptakan kondisi untuk penyebaran operasi perdamaian UN.
Tindakan2 yang dibutuhkan untuk membantu menambah kapasitas afrika untuk ikut serta dalam
misi perdamaian yang dapat dihubungkan secara erat dengan keengganan tertentu dari aktor
eksternal untuk pengiriman misi damai mereka sendiri atau sebaagai bagian dari misi damai UN.
Berman menegaskan, “terlepas dari professed partnership dengan afrika oleh Washington, the initial
US capacity- program menjaga perdamaian untuk mengembangkan kapabilitas pejagaan perdamain
afrika, sesungguhnya adalah produk dari kebijkaan pelepasan itu sendiri dan cukup terbatas.
Melihat kepada debat mengenai arsitektur perdamaian dan keamnaan afrika yang baru dan
hubungan langsung dengan diskusi central internasinal,adalah hal yang wajar untuk mengidentifikasi
standar support dari faktor luar. Kebijakna perkembangan, diatas segalanya, dihadapkan pada
bnayak pertanyaan baru dan hanya ada sedikit pengalaman untuk kembali. Poin2 berikut adalah
dapat memberikan beberapa orientasi dari standar pembangunan:
Efek pencegahan konflik sipil harus memiliki prioritas yang jelas. Sebagai
contoh,sanksi dan diplomasi continental early warning system (cews).
Pengembangan kemampuan militer baru (baik internal maupun eksternal) tidak
boleh berkontribusi pada automatism yang lebih menyukai opsi militer. Hal
ini, meski begitu, menjaid naïf dan tdk realistis untuk meneruskan dengan
asumsi pada situasi yang membutuhkan militer, tapi opsi ini seharusnya selalu
dilihat sebagai “opsi terakhir”
Bahwa angkatan dapat digunakan secara legal tidak selalu berarti bahwa
berhubungan dengan kesadaran dan akal sehat yang baik, hal itu harus
digunakan
Harus jelas bahwa prioritas disesuaikan kepada opsi sipil dan ada komitmen
yang sejajar dalam membangun kapasitas sipil (sebagai contoh kapan struktur
afrika harus digunakan untuk menstabilisasi situasi post-konflik)
Misi damai bertujuan untuk fokus pada pendekatan komprehensif melibatkan
komponen sipil yang cukup (developmental peacekeeping) dengan dana dan
modal unutk pembangunan perdamaian post-konflik yang cukup
Intervensi militer harus selalu konsisten dengan legitimasi oleh hukum
internasional, yang mengimplikasikan bahwa tindakan tersebut harus mengejar
objektif yang dikenal secara jelas yang sesuai dengan praktik2 normatif
internasional. Pertimbangan sentralnya adalah bahwa tindakan ini seharusnya
meningkatkan keamanan dari populasi lokal. Ini menjadi sangat penting untuk
menciptakan “kultut penjagaan” atau “tanggung jawab untuk menjaga” dimana
pencegahan gagal menyebabkan pemerintah tidak dapat atau tidak mau
melindungi rakyatnya, seperti Darfur.
Kepemilikan dan kepemimpinan politik dari sipil eksternal dan intervensi
militer harus sejajar dengan institusi afrika, yaitu AU dan RECs, yang secara
adil menyatakan peran ini untuk mereka sendiri, sesuai dengan kedekatan dan
impact mereka kepada konflik regional.
Tekanan yang ada dari arsitekrtur perdamaian dan keamanna afrika yang baru
sangatlah besar. Akan gegabah jika menganggap AU dan mekanisme keamanan
regional afrika menghasilkan respon yang efektif dalam seluruh krisis dan
situasi konflik. Hal ini karena polarisasin regional pada beberapa kasus, yang
lainnya dapat disebabkan karena minat dan pengaruh eksternal yang berlebihan.
Support untuk kapabilitas milter mengandaikan perkembangan yang dapat
dipastikan dalam pemerintahan yang bertanggung jawab dari pihak afrika.
Pengemablian kebijakan ppada 1970an dan 1980an untuk menstabilisasi rezim
(bukannya melihat profil pemerintahan mereka) tidak akan konstruktif
Au dan NEPAD saat ini menikmati berbagai tindakan yang didasari niat baik,
meski begitu, beberapa dilemma dan kebijakan yang tidak jelas dari aktor2
afrika tetap ada. Contohnya: bagaimana agresi militer Rwanda melawan DRC
terefleksi dalam the African peer review mechanism (APRM)? Atau bagiaman
afrika secara proaktif berurusan dengan sisa2 otokrasi militer di beberapa
negara, untuk menghindari perang sipil, seperti yang hampir terjadi di Togo
pada 2005?