ABSTRAK
Pembaharuan Islam di era modern merupakan suatu hal yang begitu mendasar untuk kemajuan sebuah negara
yang berlandaskan Islam, dengan berbagai persoalan yang muncul menjadikan itu sebagai tantangan tersendiri
bagi umat Islam sehingga mendorong munculnya tokoh pembaharuan yang mampu mengembalikan nilai-nilai
Islam dan kembali kepada Alquran dan Alsunnah, dengan gerakan tajdid dalam purifikasi dan modernisasi
diharapkan mampu menjadikan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Jurnal ini menjelaskan tentang
seorang tokoh reformis yaitu Ahamd Syurkati. Tujuan penulisan ini adalah menjelaskan secara singkat tentang
jejak langkah Ahmad Syurkati dan mengetahui lebih jauh tentang gerakan Al-Irsyad. Metode yang dilakukan
untuk penelitian ini adalah studi pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah Sejarah Hidup Syekh Ahmad Syurkati,
Perselisihan Antara Sayyid dan Non-Sayyid, Sejarah Berdirinya Al – Irsyad, Prinsip-Prinsip Al-Irsyad, Mabadi’
Al-Irsyad, Penyebaran Gerakan Al-Irsyad, Pemikiran Syekh Ahmad Syurkati Dalam Bidang Pendidikan, dan
karya-karya Syekh Ahmad Syurkati. Jurnal ini dibuat bertujuan tidak hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah
Gerakan Pemikiran Islam saja, tetapi juga untuk menambah wawasan baik bagi penulis maupun bagi
pembacanya mengenai Ahmad Syurkati dan gerakan Al-Irsyad
Kata kunci : Ahmad Syurkati, Sayyid, Jami’at Khair, Al-Irsyad
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20 Munculah pembaharu dalam gerakan
Modernisme Islam di Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai variabel penting yang
melatar belakanginya. Menurut Steenbrink, setidaknya terdapat empat faktor penting
yang mendorong “perubahan dan pembaharuan Islam di Indonesia” pada saat itu.
Pertama, adanya tekanan kuat untuk kembali kepada ajaran Al-quran dan Hadist, yang
keduanya dijadikan sebagai landasan berfikir untuk menilai pola keagamaan dan tradisi
yang berkembang di masyarakat. Tema sentral dari kecendrungan ini adalah menolak
setiap pengaruh budaya lokal yang dianggap mengontaminasi kemurnian ajaran Islam.
Sehingga upaya kembali pada ajaran Al-Qur`an dan Hadist dipilih sebagai jawaban
solutif atas problem keberagaman yang meluas di masyarakat.
Kedua, kuatnya semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Gerakan
perlawanan ini banyak direalisasikan oleh kelompok nasionalis yang terus berusaha
menentang kebijakan penjajah belanda, tetapi mereka juga enggan menerima gerakan
Pan-Islamisme. Ketiga, kuatnya motivasi dari komunitas muslim untuk mendirikan
organisasi dibidang sosial–ekonomi yang diharapkan bermanfaat demi kepentingan
mereka sendiri, maupun kepentingan publik. Keempat, gencarnya upaya memperbaiki
pendidikan Islam.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas oleh penulis pada bagian pembahasan adalah
bagaimana sejarah Syekh Ahmad Syurkati dari kecil sampai dia menyebarkan pembaruan
Islam di Indonesia ini hingga berkembang Al-Irsyad, bagaimana Pemikiran Ahmad
Syurkati di bidang pendidikan, dan apa saja karya-karya Ahmad Syurkati.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memaparkan lebih jauh tentang sejarah Syekh
Ahmad Syurkati dari kecil sampai dia menyebarkan pembaruan Islam di Indonesia.
Sekaligus mengetahui pemikirin Ahmad Syurkati dalam bidang pendidikan. Dan
mengetahui karya-karya yang dibuatnya.
1.4 Metodologi
Penulisan ini menggunakan metode studi pustaka dengan mencari berbagai buku,
karangan ilmiah serta laporan penelitian sebagai referensi penulisan. Referensi yang
dipakai berjumlah lebih dari satu agar dapat dibandingkan satu dengan lainnya. Beberapa
proses yang dilalui yaitu mencari buku referensi, menandai bagian yang penting,
membandingkan dan melengkapi informasi dari berbagai buku, pembuatan kerangka
ilmiah dan penyempurnaan tulisan (termasuk edit, mengurangi dan menambah bahan).
II. Pembahasan
2.1. Sejarah Hidup Syekh Ahmad Syurkati
2.1.1. Di Sudan
Ahmad Syurkati lahir di Desa Udfu, Jazirah Arqu, daerah Dongula, Sudan pada
1292 H/1875 M. Ayahnya bernama Muhammad dan masih mempunyai hubungan
keturunan dari Jabir bin Abdullah al-Ansari. Karena masih keturunan Jabir bin
Abdullah al-Ansari, maka Syurkati memeliki nama lengkap Ahmad Muhammad
Syurkati al-Ansari. Sedang nama Syurkati sendiri berarti banyak kitab (dalam bahasa
setempat Sur artinya kitab, dan Katti artinya banyak ).1
1
Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) : Pembaharu dan pemurni Islam di Indonesia,
( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1999 ), hlm. 4
Ahmad Syurkati berasal dari keluarga terpelajar dalam ilmu agama Islam.
Menurut penuturan saudara kandungnya, Syurkati sejak kanak-kanak telah ditandai
kelebihan berupa kejernihan pikiran dan kecerdasan, Hal ini cenderung membuat
ayahnya memperlakukan dia lebih istimewa dari saudara-saudara kandung lainnya.
Sejak kecil ayahnya sudah membiasakan Ahmad Syurkati menghadiri pengajian-
pengajian atau majelis-majelis ilmiah yang dihadiri oleh para guru agama. Dengan
begitu Ahmad Syurkati ikut mendengarkan diskusi-diskusi tentang agama. Ahmad
Syurkati memiliki kecerdasan yang luar biasa, dalam menghafalkan Alqurandia tidak
menemui kesulitan dalam menghafal Alquran seperti teman-temanya. Kebiasaan ini
berlanjut hingga usia tua.
Setelah sekian lama dicari ternyata Syurkati dalam keadaan tidur nyenyak di
suatu bilik. Pimpinan masjid langsung menghukum dia dengan berdiri di depan
teman-temanya dan mendengarkan teman-teman yang menghafal Alquran. Dan
setelah temen-temannya selesai giliran Syurkati yang menghafal ayat yang dihafal
teman-temannya dan ternyata dia sudah hafal dengan benar. Sekilas tentang masa
kecil Syurkati.2
2
Ibid., hlm.5-6
pemerintah Mahdi yang pimpinannya dikenal dengan nama Abdullah al-Ta’ayishi
pada waktu itu melarang siapa saja orang Sudan pergi ke Mesir.3
Hal tersebut tidak membuat putus asa bagi seorang Syurkati untuk tetap
menuntut ilmu. Sehingga pada tahun 1314 H/1896 M dia menuju Mekkah dan
Madinah untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi.
2.1.2. Di Madinah
Kota ini adalah salah satu kota pusat perkembangan ilmu agama Islam pada
waktu itu. Sampai sekarang kota ini diyakini sebagai kota suci kedua setelah kota
Mekkah. Di kota ini terdapat masjid Nabawi yang di dalamnya terdapat makam nabi
Muhammad SAW, yang setiap saat dikunjungi para peziarah atau jama’ah haji. Dapat
dikatakan di kota inilah Syurkati menimba ilmu agama Islam. Syurkati bermukim di
Madinah kurang lebih selama empat tahun untuk memperdalam ilmu agama Islam
dan bahasa Arab.
Diantara guru-guru dia di Madinah adalah Syekh Salih dan Syekh Umar
Hamdan (dua ulama’ besar ahli hadits asal Maroko). Dia juga belajar Alquran pada
ulama’ ahli qira’at yaitu Syekh Muhammad al-Khuyari al-Maghribi; belajar fikih pada
Syekh Ahmad bin al-Haji Ali al-Mahjub dan Syekh Mubarak al-Nismat; dan berguru
bahasa arab dari ahli bahasa yang bernama Syekh Muhammad al-Barzanji.4
2.1.3. Di Mekkah
3
Ibid., hlm.7
4
Ibid., hlm. 8
memelihara penghargaan yang diberikan pada ulama yang terdaftar dalam
pemerintahan Usmaniyah dan berlaku bagi seluruh ulama yang berada di Mekkah.5
Seperti halnya di Madinah, di Mekkah pun Ahmad Syurkati juga berguru sesuai
dengan keahlian masing-masing. Diantara guru-guru dia adalah Syekh As’ad dan
Syekh Abd al-Rahman yaitu putra Syekh al-Kabir Ahmad al-Duhan. Selain itu adalah
al-Allamah Syekh Muhammad bin Yusuf al-Kayyath dan Syekh Shu’aib bin Musa al-
Maghribi.6
2.1.4. Di Indonesia
Kedatangnya disambut gembira dan penuh hormat oleh pengurus dan warga
Jam’iat Khair. Bahkan salah seorang pemukanya, Syekh Muhammad bin Abd al-
Rahman Shihab menyerukan pada masyarakat Arab untuk menghormati Ahmad
Syurkati. Penghormatan itu bukan saja karena Syurkati mempunyai ilmu yang
mendalam, tapi kesabaran, ketekunan, dan keikhlasannya mengajar murid-muridnya,
dan dalam usaha mengembangkan perguruan Jam’iat Khair. 8
5
Ibid
6
Ibid., hlm. 9.
7
Ibid., hlm. 10.
8
Ibid
Hadramaut. Faktor keturunan yang menjadi alasan bahwa seseorang yang bergelar
sayyid secara otomatis memperoleh kedudukan yang paling mulia di tengah
masyarakatnya. 9
Golongan sayyid meminta perlakuan khusus dari golongan non-sayyid seperti
seorang non-sayyid wajib mencium tangan orang sayyid saat bertemu dan seorang
sayyid tidak bisa menikahkan anak perempuannya (Sharifah) dengan laki-laki non-
sayyid.
Jam’iat Khair mendatangkan guru dari luar termasuk Ahmad Syurkati. Ahmad
Syurkati sangat dipercaya dan dihormati pada golongan sayyid. Hingga dia dipercaya
untuk menjadi pengawas seluruh madrasah Jami’at Khair di Jakarta. Ahmad Syurkati
mengajar di Jami’at Khair dengan menekankan pengajaran bahasa Arab untuk
memahami teks dasar Islam. Penekanan ini sejalan dengan metode yang diajarkan
oleh Muhammad Abduh. Muhammad Abduh menyatakan bahwa bahasa Arab adalah
tujuan pokoknya. Membangkitkan kembali pengetahuan dasar bahasa Arab yang
merupakan cara untuk mereformasikan agama.
Ahmad Syurkati mencoba membimbing siswannya untuk berpikir rasional.
Ahmad Syurkati mendorong masyarakat untuk membuang kebiasaan mencium
tangan orang-orang sayyid (taqbil). Ahmad Syurkati mendorong masyarakatnya
untuk menyetarakam golongan sayyid dengan penduduk lain. Namun ternyata ajaran
Ahmad Syurkati bertolak belakang dengan ajaran golongan sayyid. Ajaran bahwa
semua manusia sejajar dirasakan akan mengancam posisi golongan sayyid yang
diistimewakan di Indonesia
Perselisihan antara golongan sayyid dan non-sayyid meletup ketika Ahmad
Syurkati mengunjungi temannya yang menjadi Ketua Masyarakat Arab di Solo,
Syekh Awad Sungkar dan tokoh-tokoh lain. Di sana Ahmad Syurkati membuat fatwa
yang dikenal sebagai “Fatwa Solo”10
9
Ibid, hlm. 235
10
Ibid, Hlm. 236
pernikahan tersebut. Lalu Umar bin Salim bin Attas menulis surat ditujukan kepada
Syekh Rashid Ridha agar Syekh Rashid Ridha mendukung fatwanya. Berikut fatwa
yang ditulis oleh Umar bin Salim bin Attas dengan judul “Pernikahan orang sharifah
dan non-sharif dan posisi istimewa Ahl al-Bayt (keturunan Ali), tertanggal
Muharram, 1323 H (Maret 1905 M) :
1. Non-Arab tidak sejajar dengan keturunan Arab
2. Non-Quraish tidak sejajar dengan keturunan suku Quraish
3. Keturunan suku Quraish tidak sejajar dengan Bani Hasyim
4. Bani Hasyim tidaklah sejajar dengan keturunan Fatimah melalui Hasan dan
Husain
Berdasarkan kriteria itulah Umar bin Salim bin Attas menyimpulkan bahwa
tidak diperbolehkan untuk menikahkan wanita sharifah dengan non-sayyid,
walaupun ia menyetujuinnya dan mengesampingkan hak kesejajarannya bahkan
dengan persetujuan wali. Hak kesejajaran didasari harga diri
Syekh Rashid Ridha menolak pendapat Umar bin Salim bin Attas. Dia
menegaskan bahwa pernikahan antara sharifah dengan golongan non-sayyid
tersebut halal. Dia pun berpendapat bahwa pernikahan didasari oleh kepentingan
bersama. Semua kelompok mempunyai pendapat tersendiri mengenai hal-hal yang
dianggap penting. Hukum Islam tidak menghalangi orang untuk memilih mana yang
baik untuk mereka sendiri tetapi akan melarang tindakan-tindakan yang merugikan
mereka. Rashid Ridha mengajarkan kesetaraan antara manusia tanpa melihat garis
keturunan dan sukunya. 11
Golongan sayyid tetap tidak bisa menerima penghalalan pernikahan tersebut
karena dianggap melanggar hak-hak istimewa mereka. Kemudian kembali meletup
di tahun 1912 ketika Ahmad Syurkati mengunjungi sahabatnya yaitu Syekh Awad
Sungkar di Solo. Pada pertemuan tersebut terdapat tokoh-tokoh lain seperti saudara
Syekh Awad Sungkar yang bernama Syekh Umar Sa’id bin Sungkar. Syekh Umar
Sa’id bin Sungkar mempertanyakan kasus pernikahan semacam yang terjadi antara
Muslim India dan wanita golongan sayyid atau syarifah. Ahmad Syurkati menjawab
singkat dan tegas: “Boleh menurut hukum syara’ yang adil.” Ahmad Syurkati
11
Ibid, hlm. 207
memperbolehkan pernikahan antara orang non-sayyid dan anak perempuan
keturunan sayyid12
Ahmad Syurkati pun mengeluarkan fatwa kembali untuk menekankan bahwa
Islam memperjuangkan kesetaraan Muslim dan tidak mengakui pengistimewaan
kelompok berdasarkan keturunan, kekayaan atau status.13 Ahmad Syurkati
memperkuat argumentasinya dengan menyebutkan pernikahan yang terjadi pada
masa Nabi seperti pernikahan :
1. Zaynab binti Jahsh (Bani Hasyim) dan Zayd bin Harithah (keturunan budak
belian)
2. Ummu Kulthum binti ‘Uqbah (Quraysh) dan Zayd bin Harithah
3. Fatimah binti Qays (Quraysh) dan Usamah Ibn Zayd (keturunan budak belian)
4. Ummu Kulthum binti Muhammad SAW (Hasyim) dan Uthman (bukan
Hasyim)
5. Ruqayah binti Muhammad SAW (Hasyim) dan Uthman (bukan Hasyim)
Contoh-contoh yang dikemukakan oleh Ahmad Syurkati mematahkan
argumentasi golongan sayyid. Tidak dapat dipungkiri fatwa di atas menimbulkan
permusuhan yang sangat hebat antara golongan sayyid dan Ahmad Syurkati. Mereka
menganggap bahwa fatwa tersebut dianggap sebagai penghinaan. Golongan sayyid
bahkan mengeluarkan pernyataan bahwa Ahmad Syurkati telah membuat kesalahan
besar yang tidak akan pernah mereka maafkan.
Golongan sayyid menuntut pada pengurus Jami’at Khair agar Ahmad Syurkati
mencabut fatwanya. Ahmad Syurkati keberatan menarik fatwanya dikarenakan
pernyataan yang dikemukakannya berdasarkan Alquran dan Hadits senada dengan
pendapat Rashid Ridha.
Mengetahui bahwa Ahmad Syurkati enggan mencabut dan tetap
mempertahankan fatwa itu, maka para pengurus Jami’at Khair menjauhkan diri dari
Ahmad Syurkati. Semenjak peristiwa itu pula Ahmad Syurkati tak pernah diundang
lagi dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan pengurus Jami’at Khair. Ahmad
Syurkati merasa dikucilkan dan dimusuhi. Setelah mengabdi kurang lebih dua tahun,
akhirnya dia mengundurkan diri dari jabatannya pada 6 September 1914 M atau
bertepatan dengan 15 Syawal 1332 H. 14
12
H. Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Jakarta: Presto Prima Utama. 1996. hlm. 29
13
Ibid, hlm. 28
14
Ibid, hlm. 31
Setelah mengundurkan diri dari Jami’at Khair, Syekh Ahmad Syurkati
mendirikan kursus sore yang dihadiri oleh para pemuda Arab. Kursus ini bertujuan
untuk melihat adanya kemungkinan memperbaiki pemahaman Muslim di Indonesia
Dengan kursus ini, Syekh Ahmad Syurkati mencari teman untuk diajak
bekerjasama. Lalu Syekh Ahmad Syurkati bertemu dengan para pemuka masyarakat
Arab Jakarta dari golongan non-sayyid, yaitu Syekh Umar Mangqush serta dua
sahabatnya, Syekh Saleh Ubaid Abdat (seorang pedagang kaya) dan Syekh Said
Salim Masy’abi (tokoh terkemuka non-sayyid). mereka meminta Syekh Ahmad
Syurkati untuk tidak kembali ke Mekkah. Syekh Umar Mangqush mengajak Ahmad
Syurkati pindah dari Pekojan ke Jati Petamburan Jakarta dan mempercayakan
padanya untuk memimpin madrasah yang akan mereka dirikan. Syekh Ahmad
Syurkati menerima ajakan dan permintaan tersebut. Disusul oleh guru-guru asing
dan anak golongan non-sayyid mereka pun pindah dari Jami’at Khair ke madrasah
baru tersebut.
15
Ibid, hlm. 32
memajukan pengetahuan agama Islam yang murni di kalangan masyarakat Arab di
Indonesia
16
Opcit. hlm. 213
17
H. Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Jakarta: Presto Prima Utama. 1996. hlm. 213
2. Beriman dengan akidah Il;amiyah berdasarkan kitab Alquran dan hadits yang
sahih, terutama bertauhid kepada Allah yang bersih dari syirik, takhayul dan
khurafat
3. Beribadah menurut tuntunan Alquran dan Hadits, bersih dari bid’ah
4. Berakhlak baik
5. Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan duniawi
dan akhirat
Setelah tiga tahun berdiri, Al-Irsyad mulai membuka sekolah dan cabang-cabang
organisasi di berbagai kota di Pulau Jawa. Pada 1917 Al-Irsyad membuka cabang yang
pertama di Tegal diketuai Ahmad Ali Baisa didampingi oleh Muhammad bin Muhammad
Ganis sebagai sekretaris dan Said bin Salim Ba’asyir sebagai bendahara sedangkan
madrasahnya dipimpin oleh Abdulla Salim Alattas murid Syekh Ahmad Syurkati lulusan
angkatan pertama.18
Pada tanggal 1 September 1918 dibuka sekolah di Krukut dan tanggal 14 oktober
1918 dibuka pula cabang yang ketiga di Bumiayu diketuai Husein bin Muhammad
Alyazidi dibantu Ahmad bin Ali bin Nagib sebagai sekretaris dan Ali bin Muhsin Albakri
sebagai bendahara sedangkan madrasahnya dipimpin oleh Ustadz Hasan Hamid
Alanshary bekas guru Jam’iat Khair di Krukut. Dan bersamaan Al-Irsyad membuka
cabang yang keempat di Cirebon diketuai Awad Baharmus didampingi Ahamd Bashandid
sebagai sekretaris dan Ahmad Maqad sebagai bendahara serta Salim Baisa sebagai
penasehat. Sedangkan madrasahnya dipimpin oleh Awad Albarqy bekas guru madrasah
AlIrsyad di Molenvliet West Jakarta.20
18
H. Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Jakarta: Presto Prima Utama. 1996. hlm. 77
19
Ibid. hlm. 77
20
Ibid. hlm. 78
Pada 21 januari 1919 Al-Irsyad membuka cabang yang kelima di Surabaya
diketuai Muhammad bin Rayis bin Thalib. Sampai pada 1970 Al-Irsyad telah tersebar
cabangnya sampai ke seluruh Provinsi Sulawesi Utara
Sampai pada 1985, Al-Irsyad tinggal memiliki 14 cabang yang seluruhnya berada di
wilayah Jawa. Namun Al-Irsyad bangun dari keterpurukan dan kembali berkembang
sejak 1986 puluhan cabang baru berdiri dan kini tercatat sekitar 130 cabang dari Sumatera
hingga Papua
21
Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) : Pembaharu dan pemurni Islam di
Indonesia, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1999 ), hlm. 117
1. The purificatiom of Islam from Corrupting Influence and practice
(pemurnian Islam dari pengaruh dan kebiasaan yang merusak)
2. The reformation of Muslim higher education (penyusunan kembali
pendidikan tinggi bagi umat Islam)
3. The reformulation of Muslim higher education (reformulasi pendidikan
tinggi bagi umat Islam)
4. The defence of Islam againt Eurephean influence and Christian attacks
(mempertahankan Islam dari pengaruh Eropa dan serangan Nasrani).
a. Konsep Pendidikan
Pendidikan Menurut Syekh Ahmad Syurkati kebodohan harus di
berantas. Dia berpendapat bahwa perbuatan mendidik dan mengajar adalah
pekerjaan yang termulia di sisi Allah SWT. Keyakinan ini dikuatkan dengan
penjelasan Rasulullah bahwa sebaik-baik di antara manusia adalah yang
melakukan perbuatan mengajar.
b. Lembaga Pendidikan
Aspek yang sering terlupakan dalam sistem pendidikan secara
umum adalah aspek kelembagaan. Suatu kemajuan pada waktu itu Syekh
Ahmad Syurkati sudah memperhatikan aspek kelembagaan. Hal ini terbukti
22
Ibid, hlm. 122.
dengan terbentuknya organisasi Al-Irsyad sesuai dengan tujuan-tujuan
pembentukan, diantaranya didirikannya sekolah-sekolah yang peserta
didiknya terbuka untuk umum asalkan beragama Islam, yang tidak
membedakan suku, ras dan kedudukan.
Secara kelembagaan program pendidikan Al-Irsyad pada 1913 dengan
jenjang sebagi berikut :
a. Madrasah Awwaliyah berjenjang tiga tahun
c. Kurikulum
Secara umum kurikulum merupakan program yang dibuat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan sangat
bergantung pada kurikulum yang dibuat.
23
Ibid, hlm. 214-215.
c. Madrasah Tajhiziyyah berjenjang dua tahun, yang diajarkan adalah
fikih, tauhid, tafsir dan hadits, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
d. Madrasah Mu’allimin berjenjang empat tahun diajarkan bahasa Arab,
tafsir, hadits dan ilmu hadits, pedagogi, bahasa Inggris, dan bahasa
Indonesia
e. Tahassus yang berjenjang dua tahun diajarkan sepenuhnya religius
yaitu adab al-lughah al-arabiyah (litrratur Arab), mantik (logika),
balaghah (retorika), fiqh wa ushul al-fiqh, tafsir, hadits, ilmu hadits dan
filsafat.
24
Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), Cet. IV, hlm. 161
b. Pendekatan psikologis dan konseling dalam melihat minat dan bakat
serta tingkat kemampuan intelegensi para siswa yang diajar.
c. Demokratis dalam suasana belajar mengajar dan menggunakan
pendekatan akliyah yang mengembangkan tingkat kemampuan berpikir
siswa
d. Metode Diskusi juga sering diterapkan.
Metode ini sangat populer. Dalam metode ini terjadi tukar menukar
informasi, pendapat dan unsur-unsur pengalaman secara teratur.
Tujuannya adalah memperoleh pengertian bersama yang lebih jelas dan
lebih teliti tentang sesuatu dan juga mempersiapkan dan merampungkan
keputusan bersama. Dalam metode ini mengandung nilai-nilai
demokratis. Anak didik berpacu dalam mengeluarkan pendapat, tentunya
dengan aturan main yang ditetapkan oleh kelompok tersebut.
Dengan metode diskusi, peserta didik lebih bebas untuk mengeksplorasi
pemikiran tanpa harus merasa minder. Dengan sedirinya akan muncul karakter
diri anak didik tanpa ada pemaksaan, dan yang muncul adalah keunikan-
keunikan pribadi yang harus dihormati menurut nilai-nilai kemanusiaan.
e. Media Pendidikan
Media pendidikan merupakan alat-alat fisik yang menjelaskan isi
pengajaran seperti film, video kaset, gambar dan lain-lain, yang berfungsi
sebagai alat bantu yang memperlancar dan mempertinggi proses belajar
mengajar.
Ahmad Syurkati dalam proses belajar mengajar sudah menggunakan
media pendidikan walaupun masih sangat sederhana dengan menggunakan
buku-buku bergambar, terutama gambar manusia yang oleh sebagian
kelompok dianggap haram, untuk menjelaskan maksud dari materi yang
disampaikan.25
2.8. Karya-karya Syekh Ahmad Syurkati
Disamping sebagai guru, pendidik, ulama, dan tokoh pergerakan Islam, dia juga
seorang penulis yang produktif. Dia mampu menulis berbagai cabang ilmu
diantaranya akidah, ibadah, kandungan Alquran dan al-Hadits. Sebagian karya-
25
Ibid
karyanya dibuat dalam rangka menyanggah paham keagamaan yang dia anggap
menyimpang dari Alquran dan sunnah. Diantara karya-karya tersebut ada yang
berbentuk risalah maupun berbentuk artikel di majalah maupun surat kabar.
Karena menurut dia masih banyak perbuatan-perbuatan beragama yang
menyimpang, yang seharusnya ditujukan kepada Allah tapi ditujukan kepada yang
lainnya. Diantanya adalah sebagai berikut :
1. Shalat, puasa, haji, dan sedekah yang dikerjakan bukan karena Allah
2. Penyembelihan yang bertujuan untuk mengagungkan, dalam
pandangan kerohanian, atau untuk menolak keburukan, misalnya
dihadiahkan kepada jin atau yang lainnya menurut Ahmad Syurkati
adalah syirik.
3. Bernadzar karena selain Allah.
4. Istighatsah (mohon bantuan pertolongan) kepada selain Allah
5. Bersumpah kepada selain Allah
6. Berdo’a kepada selain Allah
7. Takut kepada selain Allah.
8. Mengharamkan yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang
diharamkan Allah.
9. Memakai jimat atau benda bermantera yang diyakini berkekuatan
ghaib untuk kepentingan tertentu.
Di antara karya Ahmad Syurkati baik dalam bahasa Arab maupun yang
suda diterjemahkan dakam bahasa Indonesia, baik yang sudah diterbitlan maupum
yamg disimpan murid-muridnya adalah sebagai berikut :
26
Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) : Pembaharu dan pemurni Islam di Indonesia, ( Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 1999 ), hlm. 40
27
Ibid
melakukan gerakan yang berorientasikan pendidikan dalam arti yang
luas.
28
Ibid, hlm. 41
memahami pandangan Syurkati, sehingga tidak perlu lagi mengadakan
forum yang telah direncanakan.29
29
Ibid, hlm. 42
30
Ibid
31
Ibid
Dan arahkan tujuanmu ke arah Bangil, kepada seorang cerdik pandai dan
mereka berada dalam satu organisasi.
Di antara daerah atau kota yang terkenang dalam sajak dia dan
pernah dikunjunginya adalah Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cirebon,
Purwakarta, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Bogor, Brebes, Tegal,
Pemalang, Comal, Indramayu, Pekalongan, Surabaya, Bangil,
Pasuruan, dan Bondowoso.
2) Pendekatan Ma’thur
32
Ibid, hlm. 43-44
Alquran berdasarkan atas keterangan dari Alquran sendiri dan dari
Hadits.
3) Pendekatan Tauhid
III. Kesimpulan
Syekh Ahmad Syurkati merupakan pembaharu dan pemurni ajaran Islam yang
pemikirannya ditujukan pada kalangan masyarakat Arab Indonesia asal Hadramaut.
Syekh Ahmad Syurkati menularkan ide-ide dan ajarannya kepada masyarakat Arab
Indonesia dengan pemikiran-pemikirannya sangat berpengaruh terhadap pembaharu dan
pemurnian Islam di Indonesia didukung oleh kepribadian yang penuh kesungguhan dalam
mengetengahkan pandangan keagamaan secara benar.
Ide-ide dan ajaran Syekh Ahmad Syurkati berdasarkan pada Alquran dan Hadits yang
bergulir ke arah diskusi panjang antara golongan sayyid dan non-sayyid. Peran Syekh
33
Ibid, hlm. 47-48
Ahmad Syurkati bersama dengan Al-Irsyad menjadi salah satu penyumbang besar ide-ide
reformasi dan pemurnian Islam di negera ini. Ide-ide reformasi kini dilanjutkan oleh
Organisasi Al-Irsyad dan organisasi lain seperti Muhammadiyah
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, bisri. 1999, Syekh Ahmad syurkati (1874-1943) pembaharu dan pemurni islam di
Indonesia. Jakarta: pustaka al-kautsar
Khurzman, Charles. 2002. Modernist Islam, 1840—1940; A Sourcebook. Oxford University
Press
Ali, mukti. Alam pikiran islam modern di timur tengah. Jakarta : penerbit djambatan
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES Anggota
IKAPI
Badjerei, H. Hussein. 1996, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa. Jakarta: Presto Prima Utama.