Anda di halaman 1dari 29

BAB I

KELOMPOK SOSIAL DI MASYARAKAT

A. Hakikat Kelompok Sosial


Pengertian Kelompok Sosial
Sejak dilahirkan manusia sudah mempunyai dua hasrat atau kepentingan pokok bagi
kehidupannya, yaitu :
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alamnya
Keterikatan dan ketergantungan antara manusia satu dengan yang lain mendorong manusia
untuk membentuk kelompok masyarakat yang disebut kelompok sosial atau sosial group.
Dari definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial adalah kumpulan individu
yang memiliki hubungan dan saling berinteraksi sehingga mengakibatkan tumbuhnya rasa
kebersamaan dan rasa memiliki.

Jadi pengertian kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama
akan keangggotaan dan saling berinteraksi, sehingga menumbuhkan persamaan bersama.
Kelomopok sosial merupakan sekumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan
keanggotaanya dimana dasar pembentukan kelompok sosial, antara lain adalah faktor
kepentingan yang sama, faktor darah dan keturunan, faktor geografis, dan faktor daerah asal
yang sama.

Syarat dan Ciri Kelompok Sosial


Robert K. Merton menyebutkan tiga kriteria suatu kelompok :
1. Memiliki pola interaksi
2. Pihak yang berinteraksi mendefinisikan dirinya sebagai anggota kelompok
3. Pihak yang berinteraksi didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok
Menurut Soerjono Soekanto, himpunan manusia baru dapat dikatakan sebagai kelompok
sosial apabila memiliki beberapa persyaratan berikut.
1. Adanya kesadaran sebagai bagian dari kelompok yang bersangkutan
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain dalam kelompok
itu.
3. Ada suatu faktor pengikat yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok,
sehingga hubungan di antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat berupa
kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain
4. Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku yang sama
5. Bersistem dan berproses
B. Faktor – Faktor Pembentuk atau Pendorong Kelompok Sosial
Pada proses pembentukan kelompok sosial pun demikian, ada faktor-faktor tertentu yang
mendorong manusia untuk membentuk dan bergabung dalam suatu kelompok sosial tertentu.
Adapun dorongan tersebut antara lain :
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup
Dengan manusia membentuk atau bergabung dengan kelompok sosial yang telah ada, maka
secara tidak langsung manusia tersebut telah berusaha mampertahankan hidupnya, karena
kebutuhan hidupnya tidak mungkin akan terpenuhi dengan hidup menyendiri. Selain itu
dengan adanya kelompok sosial, hubungan manusia semakin luas sehingga kemanapun ia
pergi akan senantiasa merasa aman.

2. Dorongan untuk meneruskan keturunan


Tidak dapat dipungkiri bahwa semua makhluk hidup mempunyai sifat alamiah yang sama,
yakni meneruskan keturunan. Dengan kelompok sosial itulah seseorang akan menemukan
pasangannya masing-masing, sehingga dengan demikian dorongan untuk meneruskan
keturunan ini dapat tercapai.

3. Dorongan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja


Di era modern seperti sekarang ini manusia dituntut untuk melakukan pekerjaan yang efektif
dan efisien dan memperoleh hasil kerja yang maksimal. Oleh sebab itu dengan adanya
kelompok sosial akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja. Misalnya pada
kelompok formal, dengan adanya pembagian tugas yang jelas maka pekerjaan yang
dihasilkan akan dapat maksimal.

C. Macam Kelompok Sosial


a. Kelompok Statis,
yaitu kelompok yang bukan organisasi, tidak memiliki hubungan sosial, dan kesadaran
jenis diantara keduanya.
b. Kelompok Kemasyarakatan,
yaitu kelompok yang memiliki persamaan tetapi tidak mempunyai organisasi dan
hubungan sosial diantara anggotanya.
c. Kelompok Sosial,
yaitu Kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan berhubungan satu
dengan yang lainnya, tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi.
d. Kelompok Asosiasi,
yaitu kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan persamaan kepentingan
pribadi msupun kepentingan bersama.
D. Kelompok Sosial yang Tidak Teratur
1. Kerumunan (crowd)
Kelompok-kelompok yang tidak teratur nampak dalam kerumunan masa. Kerumunan
merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara dan tidak terorganisasi.
Kerumunan dapat saja memiliki pemimpin, namun tidak mempunyai sistem pembagian
kerja maupun sistem pelapisan sosial. Interaksinya bersifat spontan dan tidak terduga.
Individu-individu yang merupakan kerumunan, berkumpul secara kebetulan di suatu
tempat, dan juga pada waktu yang bersamaan. Bentuk-bentuk kerumunan, yaitu sebagai
berikut :
a. Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur social
1. Formal audiences (pendengar yang formal)
Kerumunan-kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan,
tetapi sifatnya pasif. Contoh : penonton film, orang-orang yang menghadiri
khotbah keagamaan.
2. Planned expenssive group (kelompok ekspensif yang telah direncanakan)
Kerumunan yang pusat perhatiannya tak begitu penting, tetapi mempunyai
persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut serta
kepuasan yang dihasilkannya. Contoh : orang yang berpesta, berdansa, dan
sebagainya.
b. Kerumunan bersifat sementara
1. Inconvenient aggregations (kumpulan yang kurang menyenangkan)
Contoh : orang-orang yang antri karcis, orang-orang yang menunggu bis, dsb.
Dalam kerumunan itu kehadiran orang-orang lain merupakan halangan terhadap
tercapainya maksud seseorang.
2. Panic crowds (kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik)
Orang-orang yang bersama-sama berusaha menyelamatkan diri dari suatu
bahaya.
3. Spectator crowds (kerumunan penonton)Terjadi karena ingin melihat suatu
kejadian tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khalayak
penonton, tetapi bedanya adalah bahwa kerumunan penonton tidak direncanakan,
sedangkan kegiatan-kegiatan juga pada umumnya tak terkendalikan.
c. Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hokum (lawless crowds)
1. Acting mobs (kerumunan yang bertindak emosional)
Bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan
fisik yang brlawanan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Immoral crowds (kerumunan yang bersifat immoral)
Hampir sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah kerumunan yang
bersifat immoral bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Contoh : orang-
orang mabuk.
2. Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan
kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi seperti
misalnya pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, radio, televisi,
film, dsb. Setiap aksi publik diprakarsai oleh keinginan individual (ex : pemungutan
suara dalam pemilihan umum), dan ternyata individu-individu dalam suatu publik masih
mempunyai kesadaran akan kedudukan sosial yang sesungguhnya dan juga masih lebih
mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi daripada mereka yang tergabung dalam
kerumunan. Dengan demikian, tingkah laku pribadi kelakuakn publik didasarkan pada
tingkah laku atau perilaku individu.
BAB II
MASALAH SOSIAL DI MASYARAKAT

A. Definisi Masalah Sosial


Masalah Sosial adalah suatu yang ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau menghambat
terpenuhnya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga
menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Permasalahan sosial dibedakan menjadi dua
macam yaitu antara masalah masyarakat (scientific or societal problems ) dengan problema
sosial (amelioratavie or social problems ). Yang pertama tentang menyangkut analisis
tentang macam-macam gejala kehidupan masyarakat.

Masalah sosial menurut para ahli Sosiologi :


1. Menurut Soerjono Soekanto yaitu, suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan
atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.
2. Menurut Vincent Parillo Parillo dalam Soetomo (2013) : merupakan masalah yang
bertahan untuk suatu periode waktu tertentu. suatu kondisi dianggap sebagai masalah
sosial, namun hanya terjadi dalam waktu singkat dan menghilangkan bukan termasuk
masalah sosial.
3. Menurut Soetomo; Sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar
warga masyarakat.
4. Menurut Lesli yaitu, Suatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak
disukai dan karena perlunya untuk diatasi atau diperbaiki.

Secara garis besar masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan yang tidak
sesuai dengan unsur budaya serta membahayakan kehidupan kelompok sosial sehingga perlu
diatasi. Lalu pengertian Eksklusi Sosial merupakan marginalisasi sosial berupa tindakan
penyingkiran atau pengucilan ke pinggiran masyarakat. Eksklusi sosial mengacu pada cara
individu dapat terputus dari keterlibatan penuh dalam masyarakat yang lebih luas.

B. Faktor Penyebab Masalah Sosial


1. Faktor Ekonomi
Faktor Ekonomi merupakan faktor ketidakmampuan individu atau kelompok untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya secara layak khususnya secara materi. Masalah ekonomi
ini tidak hanya dipandang suatu kondisi kekurangan dalam mencukupi kebutuhan secara
ekonomi tetapi juga dalam pengaturan, distribusi dan produksi yang mempengaruhi
kondisi ekonomi bangsa yang berimbas pada kesejahteraan masyarakat yang adil dan
merata. Contoh masalah sosial faktor ekonomi; kemiskinan, kriminalitas, kesenjangan
sosial, dan pengangguran.
2. Faktor Budaya
Faktor budaya disebabkan karena adanya ketidaksesuaian pelaksanaan norma, nilai, dan
kepentingan sosial pada pola masyarakat yang heterogen atau multikultural. Contoh
masalah sosial faktor budaya: kenakalan remaja, konflik antarsuku, diskriminasi, gender,
pernikahan dini, perceraian, dan eksploitasi lingkungan. Budaya sangat berperan dari
faktor masalah sosial karena kebudayaan semakin berkembang dan menimbulkan peran
terhadap masalah sosial. Munculnya budaya yang salah seperti menerabas dan perilaku
tidak disiplin akhirnya memunculkan budaya yang tidak diharapkan.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan masalah yang timbul akibat adanya ketidaksesuain keadaan
lingkungan yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan kondisi biologis masyarakat.
Contoh faktor biologis ini biasanya seperti penyakit wabah yang menular, virus penyakit
baru yang disebut HIV-AIDS, COVID-19), serta makanan beracun.
4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan masalah pola pikir suatu masyarakat atau pribadi tertentu
bersinggungan dengan tatanan kehidupan sosial. Contoh faktor psikologis ini biasanya
pemahaman penyimpangan dari ajaran agama yang jika diamati secara detail yang tidak
masuk akal, serta munculnya raja-raja palsu dan gerakan separatis anti pemerintah.

C. Contoh Masalah Sosial Di Masyarakat


1. Kemiskinan Merupakan kondisi seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sesuai dengan taraf atau standar kehidupan pada umumnya.
Bentuk Kemiskinan:
 Kemiskinan Absolut merupakan tahap individu sulit atau bahkan tidak sanggup
memenuhi kenbutuhan pokoknya sekaligus mendasar agar dapat menyambung
hidup. Contohnya : saat seseorang mengalami disabilitas (lumpuh) maka ia tidak
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan dan minum.
 Kemiskinan Relative merupakan kemiskinan yang melandan seseorang namun
masih mampu untuk memenuhi kebutuhan mendasarnya. Misalnya; seseorang yang
menyadari temannya memiliki sepeda motor, tetapi ia menyadari temannya telah
memiliki, ketika ia sadar kurang mampu dibandingkan teman-temannya.
 Kemiskinan Kultural merupakan bentuk kemiskinan yang terjadi akibat adanya
sikap dan unsur budaya masyarakat yang cenderung santai dan tidak memiliki
motivasi untuk memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik.
2. Pengangguran merupakan sebuah golongan angkatan kerja yang belum melakukan suatu
kegiatan yang menghasilkan uang. Pengangguran tidak terbatas pada orang yang belum
bekerja.
3. Kriminalitas merupakan tindakan yang ada di masyarakat sangat beragam bentuknya
seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan lain sebagainya.
4. Kesenjangan sosial merupakan perbedaan jarak ekonomi antara kelompok satu dengan
kelompok yang lain.
5. Penyakit menular merupakan gangguan yang disebabkan oleh organisme seperti bakteri,
virus, jamur, atau parasit. Disebabkan oleh mikroorganisme pategonik (virus, bakteri,
dan fungsi) serta parasit.
6. Kenakalan remaja merupakan kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja. Pada masa
remaja dikenal dengan Strom dan Stres dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi
dengan pertumbuha fisik dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.
7. Aliran sesat merupakan pandangan atau doktrin dalam filsafat, politik, ilmu, dan seni.

D. Dampak Masalah Sosial Di Masyarakat


Adanya berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat dapat membawa dampak bagi
masyarakat itu sendiri. Adapun dampak dari adanya permasalahan sosial di masyarakat,
antara lain:
1. Meningkatnya kasus kriminalitas
2. Adanya kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin
3. Adanya perpecahan kelompok
4. Munculnya perilaku menyimpang
5. Meningkatnya pengangguran
6. Maraknya kasus perceraian
7. Kenakalan remaja, di antaranya karena masalah keluarga dan faktor ekonomi

E. Upaya Pemecahan Pemecahan Permasalahan Sosial


Permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat diatasi melalui upaya berikut.
1. Mensosialisasikan Nilai dan Norma Sosial
Permaslahan sosial dapat dicegah sebelum terjadi dengan upaya preventif. Upaya
preventif dapat dilakukan dengan mensosialisasikan nilai dan norma sosial secara
intensif.
2. Mempertegas Sanksi Sosial Bagi Para Pelanggar
Permasalahan sosial yang berkaitan dengan pelanggaran peraturan dapat diatasi dengan
upaya represif, yaitu dengan menerapkan sanksi sosial secara tegas kepada setiap orang
yang melanggar peraturan.
3. Meningkatkan Pemerataan Pembangunan dan Pendidikan 
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa disertai pemerataan pembangunan
hanya menciptakan perekonomian yang lemah. Pembangunan penting untuk
meningkatkan pendapatan ekonomi per kapita. Pemerataan pendidikan berkaitan dengan
sistem yang memberikan kesempatan yang seluas - luasnya kepada seluruh anggota
masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Upaya pemerataan pendidikan yang telah
dilakukan pemerintah antara lain melalui pembangunan sekolah, pengadaan dana BOS,
serta kejar paket A, B, dan C.
4. Menyediakan Modal Usaha
Bantuan modal usaha melalui sistem pemantauan dapat menyelesaikan masalah
kemiskinan dan pengangguran. Melalui bantuan modal usaha diharapkan dapat
membuka lapanagan usaha mandiri, bahkan dapat meningkatkan perekonomian rakyat.
BAB III
KESETARAAN DALAM PERBEDAAN SOSIAL
DI MASYARAKAT

A. Pengertian Kesetaraan Sosial


Pada dasarnya, kesetaraan sosial adalah sebuah padangan yang menyatakan bahwa
kedudukan semua manusia itu sama, baik dimata hukum dan juga keadilan lainnya tanpa
harus mendang status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.

Kata “kesetaraan” berasal dari kata “setara” yang jika diartikan secara bahasa memiliki
makna yang sederajat.

Sementara, jika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata  “setara” memiliki
makna yang sejajar, sama tingkatannya, sederajat.

Kesetaraan sosial juga dapat diartikan sebagai sebuah tatanan politik sosial yang ada pada
suatu kelompok masyarakat tertentu dan dianggap memiliki tatanan kehidupan yang sama
tanpa adanya pembeda-bedaan.

B. Prinsip - Prinsip Kesetaraan Sosial


Dalam Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945, dijelaskan bahwa prinsip kesetaraan, “segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,”
Berdasarkan penggalan ayat tersebut, prinsip kesetaraan sosial dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Setiap individu mendapatkan hak yang sama dalam segala aspe
Pada dasarnya sebuah kesetaraan tidak akan memandang apapun, semuanya akan sama
tanpa adanya pembeda-bedaan karena faktor tertentu.
2. Pemberian kewajiban yang sama pada setiap individu tanpa adanya perbedaan
Prinsip kesetaraan memiliki urgensi yang tinggi untuk diterapkan di wilayah dengan
masyarakat yang majemuk atau multicultural, sehingga tanpa adanya sebuah kesetaraan
sosial akan berdampak pada perpecahan atau disintegrasi sosial.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa, kesetaraan sosial memerankan sebuah peran yang
sangat penting dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang harmonis serta
integrasi yang kuat.
C. Kesetaraan Sebagai Warga Negara Indonesia

Pada Pasal 27 secara ekplisit menegaskan adanya prinsip kesetaraan. Setiap warga
negara Indonesia adalah setara atau sederajat. Artinya, setiap manusia memiliki
persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai Bangsa Indonesia. Pengakuan akan
prinsip kesetaran atau kesederajatan secara yuridis telah diakui dan dijamin oleh negara
melalui UUD 1945. Warga negara dengan keanekaragaman ras, suku bangsa, agama,
dan lainnya memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintah Indonesia.
Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 27 yang telah Anda pelajari sebelumnya.

Indonesia sebagai negara demokrasi telah mengakui dan menjamin pelaksanaannya


atas dasar kedudukan, baik dalam kehidupan bermasyarakat, maupun bernegara.
Persamaan kedudukan antarwarga dapat dilihat pada persamaan dalam bidang politik,
hukum, kesempatan, ekonomi, dan sosial. D alam bidang ekonomi s etiap
mas yarakat memil iki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak,berkesempatan yang sama untuk mencari pekerjaan, dan mendapatkan
kesejahteraan ekonomi. Bagi masyarakat yang jurang mampu, negara wajib
memberikan bantuan agar mereka dapat hidup sejahtera.

Persamaan dalam bidang sosial budaya dapat mencakup aspek pendidikan,


kesehatan, kebudayaan, seni, IPTEK, maupun agama. Dalam persamaan sosial, warga
negara juga tidak boleh membeda-bedakan kelas sosial, status sosial, ras, suku bangsa,
agama, dan lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara yuridis
maupun politis setiap warga negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam
bidang politik, hukum, pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh
membeda-bedakan kedudukan setiap warganya terutama dalam hal kesempatan.
D. Bentuk Kesetaraan Dalam Perbedaan Sosial Dimasyarakat
- Persamaan hak, persamaan di depan hukum.
- Kesetaraan politik, kesetaraan di bidang pembangunan.
- Kesetaraan sosial, tidak adanya dominasi oleh pihak tertentu.
- Kesetaraan ekonomi, distribusi sumber daya yang adil.
- Kesetaraan moral, memiliki nilai yang sama.
Dalam masyarakat terdapat perbedaan atau kesenjangan sosial. Ketimpangan sosial terdiri
dari ketimpangan sosial horizontal dan ketimpangan sosial vertikal. Dalam interaksi sosial
antar individu yang berbeda, prinsip kesetaraan harus diterapkan. Dengan prinsip ini,
keharmonisan sosial dapat tercipta. Kerukunan sosial adalah suatu keadaan di mana
individu-individu hidup dalam kerukunan dan setiap anggota masyarakat dapat hidup
dengan baik sesuai dengan sifat dan kedudukan sosialnya.

E. Permasalahan Kesetaraan dan Solusinya dalam Kehidupan


Indonesia yang terdiri dari beberapa daerah dapat memberikan keberagaman, baik dalam
kehidupan sosial maupun budaya. Adanya keberagaman ini juga dapat memicu munculnya
konflik. Oleh karena itu, kita harus selalu menghormati dan menghargai perbedaan yang ada
dalam masyarakat agar dapat mencegah munculnya konflik.
1. Masalah Keberagaman di Masyarakat
Keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari adanya perbedaan suku bangsa, bahasa,
status sosial; mata pencaharian dapat berpontensi negatif terhadap munculnya masalah.
Keberagaman yang ada di masyarakat dapat berpotensi menimbulkan, seperti:
a. Segmentasi kelompok.
b. Konsesus yang lemah.
c. Munculnya konflik.
d. Integrasi yang dipaksakan.
2. Solusi untuk Mengatasi Masalah Keberagaman di Masyarakat
Upaya untuk menghindari adanya perpecahan di masyarakat yang diakibatkan adanya
keberagaman yaitu melalui pembangunan yang merata di semua lapisan masyarakat.
Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah semata, namun juga dibutuhkan
adanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya. Pembangunan harus
diperuntukan bagi semua lapisan masyarakat, sehingga dapat mencapai kesejahteraan
bersama.
Mengembangkan Sikap Harmonis terhadap Keberagaman Sosial di Masyarakat
Perbedaan memang wajar dalam kehidupan sosial di masyarakat. Perbedaan tersebut
menjadikan karakteristik masyarakat menjadi beragam. Manusia dengan segala
perbedaan tersebut berfikir bahwa harus membentengi dan menghindarinya. Adanya
pebedaan tersebut harus kita sikapi dengan baik dan sudah seharusnya menjadikan hal
tersebut menjadi perubahan yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, kamu wajib
menjaga keharmonisan dalam lingkungan masyarakat.
Beberapa sikap yang dapat dilakukan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat,
antara lain:
1. Adanya kesadaran mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat.
2. Menghargai berbagai macam karakteristik masyarakat.
3. Bersikap ramah dengan orang lain
4. Selalu berfikir positif.

F. Harmoni sosial
Pembangunan yang merata dapat dijadikan salah satu upaya untuk menghindari adanya
perpecahan di masyarakat. Pembangunan yang dilakukan diharapkan juga menyangkut
aspek keselarasan, keserasian dan keseimbangan dengan kehidupan sesama masyarakatnya,
bukan hanya dalam aspek infrastruktur saja. Dalam mewujudkan harmonisasi dan
kesejahteraan bersama maka pembangunan juga harus dilaksanakan dan diperuntukkan bagi
semua lapisan masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat perbedaan pasti ada. Akan tetapi, perbedaan dan
keragaman sosial dalam kehidupan masyarakat bukanlah penghalang untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis. Salah satu jalan menciptakan keharmonisan yaitu dengan
penerapan prinsip-prinsip keseteraan. Hal ini terkait dengan hak setiap orang yang ingin
diperlakukan sama atau mendapatkan hak-haknya. Menjaga keharmonisan merupakan
kewajiban bagi setiap anggota masyarakat termasuk kita.
Beberapa sikap yang dapat dilakukan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat,
antara lain:
1. Adanya kesadaran mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat.
2. Menghargai berbagai macam karakteristik masyarakat.
3. Bersikap ramah dengan orang lain
4. Selalu berfikir positif.
BAB IV
KONFLIK MASALAH SOSIAL DI MASYARAKAT

A. Hakikat Konflik Sosial


Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata “konflik” memiliki banyak arti, antara
lain percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Sedangkan kata “sosial” memberikan arti
yang berkenaan dengan masyarakat.
Sementara itu, menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Sosiologi: Suatu
Pengantar (2006), konflik adalah suatu keadaan pertentangan antara dua pihak untuk
berusaha memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak lawan.
Nah, konflik ini pada umumnya terjadi di dalam suatu kelompok, maupun di luar kelompok.
Istilahnya, konflik in-group adalah konflik yang terjadi di dalam kelompok itu sendiri,
dan konflik out-group adalah konflik yang terjadi di luar kelompok. 
Atau, dapat disimpulkan bahwa pengertian hakikat konflik sosial adalah suatu keadaan yang
dapat berupa percekcokan, perselisihan, maupun pertentangan antara dua pihak atau lebih
yang terjadi di masyarakat dan mempengaruhi kehidupan sosial kita untuk memenuhi tujuan
tertentu.
Menurut Lewis A. Coser, ada 2 (dua) bentuk konflik. Sosiolog yang mengemukakan
mengenai fungsi sosial setelah menyatukan konsep fungsional struktural dengan teori
konflik pada bukunya “The Functions of Social Conflicts” ini memperkenalkan konflik
realistis dan non-realistis. 
 Konflik realistis, di mana adanya kontak dan juga ada emosi.
 Konflik non-realistis, tidak memiliki kontak, yang membuat hal tersebut tidak bisa
disebut sebuah konflik. 
Nah, setelah membaca mengenai pengertian hakikat konflik sosial kira-kira kalo elo diminta
jelaskan pengertian hakikat konflik sosial, jawabannya apa?
Jadi, pengertian hakikat konflik sosial adalah suatu keadaan yang dapat berupa percekcokan,
perselisihan, maupun pertentangan antara dua pihak atau lebih yang terjadi di masyarakat
dan mempengaruhi kehidupan sosial kita untuk memenuhi tujuan tertentu.
Konflik sosial juga ada dua jenis yaitu konflik realistis yang mencakup kontak dan emosi
serta konflik non realistis yaitu konflik hanya mencakup emosi saja.

B. Teori Konflik Sosial


1. Teori Konflik Karl Marx
Karl Marx sering kali menjadi tokoh utama dalam berbagai pembahasan terkait teori
konflik sosial. Karl Marx memandang teori konflik sebagai suatu bentuk pertentangan
kelas. Dari sudut pandang itu, ia memperkenalkan konsep struktur kelas di masyarakat.
Teori Marx melihat masyarakat sebagai arena ketimpangan (inequality) yang dapat
memicu konflik dan perubahan sosial. Marx menilai konflik di masyarakat berkaitan
dengan adanya kelompok yang berkuasa dan dikuasai. Di teori Marx, konflik kelas
dipicu oleh pertentangan kepentingan ekonomi.
Selain itu, setidaknya ada 4 konsep dasar dalam teori ini:
 struktur kelas di masyarakat;
 kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara kelas yang berbeda;
 Adanya pengaruh besar dilihat dari kelas ekonomi terhadap gaya hidup
seseorang; Adanya pengaruh dari konflik kelas terhadap perubahan struktur
sosial.
Mengutip penjelasan Novri Susan dalam buku Sosiologi Konflik: Teori-teori dan
Analisis (2009, hlm 22), pertentangan kelas menurut Marx dipicu oleh perbedaan akses
terhadap sumber kekuasaan, yakni modal. Dalam masyarakat kapitalis, hal itu
menciptakan dua kelas yang saling bertentangan, yakni borjuis dan proletariat.

2. Teori Konflik Lewis A. Coser


Lewis Coser menilai konflik memiliki fungsi positif jika bisa dikelola dan diekspresikan
sewajarnya. Sosiologi konflik Lewis Coser mempengaruhi sosiologi konflik pragmatis,
atau multidispliner, yang digunakan untuk mengelola konflik dalam perusahaan ataupun
organisasi modern lainnya (Novri Susan, 2009, hlm: 46). Teori konflik menurut Lewis
A. Coser memandang sistem sosial bersifat fungsional. Menurut Coser, konflik tidak
selalu memiliki sifat negatif. Konflik juga dapat mempererat hubungan antar-individu
dalam suatu kelompok.

Coser meyakini keberadaan konflik tidak harus bersifat disfungsional. Oleh karena itu,
keberadaan konflik dapat memicu suatu bentuk interaksi dan memicu konsekuensi yang
bersifat positif. Selain itu, dengan adanya konflik juga dapat menggerakkan anggota
kelompok yang terisolasi menjadi berperan aktif dalam aktivitas kelompoknya.

Selain itu, Coser mengelompokkan konflik sosial menjadi dua jenis, yaitu konflik
realistis dan non-realistis. Konflik Realistis adalah konflik yang berdasar dari
kekecewaan individu maupun kelompok atas berbagai bentuk permasalahan dalam
hubungan sosial. Sementara Konflik non-Realistis lahir karena ada kebutuhan
melepaskan ketegangan dari salah satu atau 2 pihak yang berkonflik.

3. Teori Konflik Ralf Dahrendorf


Menurut Ralf Dahrendorf, konflik hanya muncul melalui relasi-relasi sosial dalam
sistem. Maka itu, konflik tidak mungkin melibatkan individu ataupun kelompok yang
tidak terhubung dalam sistem. Dalam teori Dahrendorf, relasi-relasi di struktur sosial
ditentukan oleh kekuasaan (Novri Susan, 2009, hlm: 39). Adapun kekuasaan yang
dimaksud oleh Dahrendorf adalah kekuasaan atas kontrol dan sanksi yang
memungkinkan pemilik kekuasaan memberikan perintah dan meraih keuntungan dari
mereka yang tidak berkuasa.

Dalam pandangan Dahrendorf, konflik kepentingan menjadi sesuatu yang tidak


terhindarkan dari relasi antara pemilik kekuasaan dan mereka yang tidak berkuasa. Pada
awalnya, Dahrendorf merumuskan teori konflik sebagai teori parsial yang digunakan
untuk menganalisis fenomena sosial. Lantas, Dahrendorf melihat masyarakat memiliki
dua sisi berbeda, yaitu konflik dan kerja sama.

Berdasarkan pemikiran itu, Dahrendorf menganalisis konflik sosial dengan perspektif


dari sosiologi fungsionalisme struktural, untuk menyempurnakan teorinya. Dia pun
mengadopsi teori perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan
pertentangan kelas dalam masyarakat industri. Dehrendorf mengaitkan pemikiran
fungsional mengenai struktur dan fungsi masyarakat dengan teori konflik antarkelas
sosial. Selain itu, Dehrendorf tidak memandang masyarakat sebagai suatu hal yang statis,
melainkan bisa berubah oleh adanya konflik sosial.

C. Bentuk Konflik Sosial


Konflik sosial sendiri terdiri dari beberapa bentuk, berikut ini penjelasan lebih lanjut
mengenai bentuk-bentuk konflik sosial dan contohnya dalam masyarakat.
Bentuk Konflik Sosial Secara Umum
Secara umum, bentuk konflik sosial terdiri dari tujuh bentuk, yaitu :
1. Konflik Pribadi
Konflik ini terjadi dikarenakan ada dua individu yang mana sedang mengalami sebuah
masalah pribadi dan saling tidak ingin menyadari kesalahan masing-masing. Dalam
konflik pribadi, biasanya masing-masing individu akan berusaha untuk mengalahkan
lawannya. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah perselisihan paham, tawuran
pelajar, dan lainnya.
2. Konflik Antar Kelas
Konflik yang terjadi antar kelompok ataupun individu yang memiliki masalah dengan
individu lainnya yang berada di kelompok (kelas) lainnya. Yang dimaksud kelas disini
dapat diartikan sebagai kedudukan seseorang ataupun kelompok di dalam lingkungan
masyarakat secara vertikal (kelas atas atau kelas bawah). Contoh yang sering terjadi
misalnya saja ketika buruh mengadakan unjuk rasa kepada pimpinan perusahaan untuk
bisa menaikkan gaji. Yang mana buruh disini dapat diartikan kelas bawah sedangkan
pimpinan perusahaan merupakan kelas atas.
3. Konflik Politik
Konflik sosial yang terjadi pada dua kelompok atau individu yang satu sama lainnya
memiliki perbedaan serta pandangan berbeda mengenai prinsip dari masalah
ketatanegaraan yang akhirnya berdampak pada perselisihan pandangan. Konflik politik
ini bisa mengaitkan beberapa golongan-golongan tertentu dalam masyarakat hingga
negara. Contoh konflik politik misalnya terjadi perselisihan antara partai politik dengan
partai politik lainnya saat merumuskan undang-undang.
4. Konflik Rasial
Konflik rasial merupakan konflik yang terjadi diantara kelompok ras yang berbeda
dikarenakan adanya kepentingan serta kebudayaan yang bertabrakan satu sama lainnya..
Konflik ini biasanya terjadi karena salah satu ras yang merasa lebih unggul dibandingkan
dengan ras lainnya. Salah satu contoh yang cukup populer dari konflik rasial ini adalah
yang terjadi di Afrika Selatan, yaitu Politik Apartheid. Konflik ini terjadi pada ras kulit
putih yang merupakan penguasan dengan ras kulit hitam yang menjadi golongan
mayoritas yang ingin dikuasai.
5. Konflik Internasional
Konflik internasional merupakan konflik yang terjadi dengan melibatkan beberapa
kelompok negara dikarenakan adanya perbedaan kepentingan di dalamnya. Banyak sekali
kasus konflik internasional yang terjadi berawal dari konflik dua negara yang mana
dikarenakan adanya masalah ekonomi dan politik. Lambat laun, konflik yang terjadi
diantara kedua negara ini berkembang dan menjadi konflik internasional. Hal ini terjadi
karena masing-masing negara mencari kawan sekutu yang memiliki visi serta tujuan yang
sama mengenai masalah yang sedang terjadi. Contoh dari konflik internasional misalnya
saja pada Negara Indonesia dan Malaysia yang memperebutkan perbatasan wilayah
diantara kedua negara.
6. Konflik Antar Suku Bangsa
Konflik yang terjadi karena adanya perbedaan di dalam kehidupan masyarakat, antara
suku bangsa yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang dimaksud adalah mulai dari
abhasa daerah, adat istiadat, kesenian daerah, seni bangunan rumah, serta tata susunan
kekerabatan. Contohnya saja, adat pernikahan suku Jawa dengan Suku Minang yang
berbeda satu sama lainnya. Sehingga saat dua orang yang berasal dari suku yang berbeda
menikah, tentu saja terkadang terjadi perdebatan mengenai adat yang akan digunakan.
7. Konflik Antar Agama
Bentuk-bentuk konflik sosial antara agama ini merupakan konflik yang terjadi pada
pemeluk agama satu sama lainnya. Contohnya saja cara berpakaian, cara bersosialisasi,
corak kesenian, penerapan hukum warisan, dan lainnya.
Bentuk Konflik Sosial Berdasar Sifat
1. Konflik Konstruktif
Konflik yang memiliki sifat fungsional yang terjadi dikarenakan adanya perbedaan
pemahaman dari individu ataupun kelompok saat menghadapi sebuah permasalahan yang
terjadi. Konflik konstruktif ini nantinya dapat menimbulkan konsensus dari berbagai
pemahaman serta mencitakan sebuah perbaikan. Sehingga konflik ini nantinya akan
memberikan nilai positif pada pengembangan organisasi atau komunitas. Misalnya saja,
di dalam sebuah organisasi atau komunitas akan terjadi perbedaan pemahaman diantara
anggota satu sama lainnya.
2. Konflik Destruktif 
Konflik destruktif merupakan konflik yang terjadi karena adanya perasaan yang kurang
senang, benci, bahkan dendam dari indvidu atau kelompok kepada pihak-pihak lainnya.
Konflik destruktif menciptakan bentrokan-bentrokan fisik yang membuat hilangnya harta
benda hingga nyawa orang lain. Misalnya saja seperti bentrok yang terjadi di Sambas,
Ambon, Kupang, dan lainnya.

Bentuk Konflik Sosial Berdasar Posisi Pelaku Yang Terkait Konflik


Berdaasr dari posisi pelaku yang melakukan atau terkait dengan konflik, maka konflik sosial
dibagi menjadi 3 bentuk yaitu :
1. Konflik Vertikal
Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi diantara komponen masyarakat yang berada
di dalam sebuah pimpinan dengan karyawan yang ada di dalam kantor. Konflik ini terjadi
karena adanya jabatan yang berbeda. Contoh nya saja karyawan yang berdebat dengan
atasan/kepala mengenai sebuah permasalah di kantor.
2. Konflik Horizontal
Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi diantara individu ataupun kelompok
yang memiliki kedudukan yang hampir atau bahkan sama. Contoh konflik horizontal ini
biasanya konflik yang terjadi pada anggota-anggota di dalam sebuah organisasi.
3. Konflik Diagonal
Konflik diagonal merupakan konflik yang muncul karena adanya pengalokasian sumber
daya yang tidak adil pada semua organisasi yang akhirnya menyebabkan terjadinya
pertentangan yang cukup ekstrim. Contoh konflik diagonal misalnya saja konflik GAM
yang terjadi di Nangroe Aceh Darussalam.
Bentuk Konflik Sosial Berdasar Sifat Pelaku Yang Berkaitan Dengan Konflik
Bentuk konflik sosial yang berdasar pada sifat belaku yang ikut dan berkaitan dengan
konflik dibedakan menjadi dua bentuk yaitu :
1. Konflik Terbuka
Konflik terbuka merupakan konflik yang kejadiannya diketahui oleh banyak pihak
bahkan masyarakat umum. Contoh dari konflik terbuka ini adalah konflik yang sedang
terjadi pada Negara Israel dan Palestina.
2. Konflik Tertutup
Konflik tertutup merupakan konflik yang terjadi dan hanya diketahui oleh beberapa pihak
saja, yaitu individu atau kelompok yang terlibat dalam konflik tersebut. Contohnya saja
konflik yang terjadi di dalam keluarga, tentu saja pihak lain di luar keluarga tersebut
tidak mengetahui hal tersebut.

Bentuk Konflik Sosial Berdasar Dengan Bentuk


Berdasarkan dari bentuk, konflik sosial terdiri menjadi beberapa bentuk yaitu :
1. Konflik Realistis
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya rasa kekecewaan dari individu atau
kelompok tentang perkiraan keuntungan atau tuntutan yang ada dalam sebuah lingkungan
sosial. Contoh dari konflik realistis ini misalnya saja karyawan yang melakukan mogok
bersama karena adanya ketidaksetujuan dengan pihak perusahaan mengenai sebuah
kebijakan tertentu.
2. Konflik Nonrealistis
Merupakan konflik yang didasarkan pada sebuah kebutuhan yang digunakan untuk
meredakan ketegangan, setidaknya dari salah satu pihak yang berkaitan. Contoh dari
konflik non realistis ini adalah penggunaan jasa ilmu-ilmu gaib yang digunakan untuk
membalas dendam terhadap perilaku orang lain terhadap kita.

Bentuk Konflik Sosial Berdasar Pendapat Ralf Dahrendorf


Menurut pendapat Ralf Dahrendorf, konflik sosial terbagi menjadi 4 bentuk yaitu :
1. Konflik Peran, konflik yang terjadi di dalam sebuah peranan sosial. Konflik peran ini
merupakan kondisi dimana seseorang menghadapi berbagai harapan berbeda dengan
peranan yang dimilikinya.
2. Konflik antara kelompok sosial
3. Konflik antara kelompok yang sudah tergorganisis dengan kelompok yang tidak
terorganisi
4. Konflik antara satuan nasional, misalnya saja antara partai politik, antara negara, antar
organisasi internasional, dan lainnya.
D. Macam Macam Konflik Sosial Di Masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat, konflik juga dapat berupa proses instrumental yang mengarah
pada pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial serta dapat menetapkan dan
menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok.
Bahkan dengan konflik, kelompok dapat memperkuat kembali identitas dan solidaritas di
antara anggotanya.
Di sisi lain, ada banyak macam jenis konflik sosial di masyarakat. Macam-macam konflik
sosial itu terbagi dalam berbagai kategori. Perinciannya bisa dicermati dalam pemaparan
berikut ini.
1. Konflik sosial berdasarkan posisi pelaku 
Berdasarkan posisi pelaku, konflik sosial bisa dibedakan jadi 2 macam.
Keduanya: konflik vertikal dan konflik horizontal.
Konflik horizontal adalah konflik antarpihak yang derajat atau kedudukannya sama.
Contoh konflik sosial ini adalah pertikaian dengan kekerasan antarsuku, atau tawuran
antarwarga beda kampung.
Sementara konflik vertikal adalah konflik yang melibatkan pihak yang kedudukannya
tidak sejajar. Contoh konflik vertikal adalah bentrok polisi dan masyarakat yang
menolak digusur.
2. Konflik sosial berdasarkan sifat pelaku
Berdasarkan sifat pelaku, konflik sosial bisa dibedakan menjadi konflik terbuka dan
tertutup.
Kedua jenis ini berbeda dari segi penampakan konfliknya. Untuk yang pertama, yakni
konflik terbuka, adalah konflik sosial yang diketahui oleh semua orang. Jadi, konflik itu
tidak hanya diketahui oleh pihak yang terlibat, tapi juga khalayak umum yang tak terkait
dengannya.
Contoh konflik sosial terbuka ialah demonstrasi buruh, demonstrasi mahasiswa pada
1998, demo aktivis dan mahasiswa menolak Omnibus Law, dan sejenisnya.
Sementara konflik tertutup merupakan konflik yang diketahui oleh beberapa pihak saja,
misalnya oleh pihak yang terkait saja.
Contohnya, pemberian gaji pada karyawan WNI dengan karyawan WNA di suatu
perusahaan tidak sama, padahal peran keduanya dalam bekerja setara.
Namun, konflik sosial ini belum muncul ke permukaan sehingga tidak diketahui oleh
siapapun di luar perusahaan.
3. Konflik sosial berdasarkan waktu
Berdasarkan kategori waktu, konflik sosial dibedakan menjadi konflik sesaat (spontan)
dan konflik berkelanjutan.
Konflik sesaat dapat terjadi dalam waktu singkat atau sesaat saja karena adanya
kesalahpahaman antara pihak yang berkonflik.
Contohnya: bentrok antarwarga karena masalah salah paham. Sedangkan konflik
berkelanjutan terjadi dalam waktu yang lama dan sulit untuk diselesaikan. Hal ini bisa
dilihat contohnya pada konflik antarsuku yang berkepanjangan.
4. Konflik sosial berdasarkan tujuan organisasi
Jika dilihat berdarkan tujuan organisasi, macam-macam konflik sosial bisa dipilah
menjadi konflik fungsional dan disfungsional.
Konflik fungsional merupakan konflik yang mendukung tercapainya tujuan organisasi
dan bersifat konstruktif.
Contohnya, persaingan antara organisasi pramuka dan OSIS di sebuah sekolah yang
lantas mendorong masing-masing kelompok berlomba dalam meraih prestasi.
Adapun konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat tercapainya tujuan suatu
organisasi dan bersifat destruktif (merusak).
Contohnya adalah konflik perebutan posisi ketua satu organisasi yang berujung pada
perpecahan pengurus, bahkan mungkin sampai memicu bentrok kekerasan.
5. Konflik sosial berdasarkan pengendaliannya
Apabila ditelisik berdasarkan pengendaliannya, konflik sosial dapat dikategorikan
jenisnya menjadi 4, yakni konflik terkendali, konflik tidak terkendali, konflik sistematis,
dan konflik nonsistematis.
Pertama, konflik terkendali terjadi saat pihak-pihak yang terlibat dapat
mengendalikannya dengan baik, sehingga perselisihan tidak menyebar dan membesar
dengan cepat.
Contohnya, konflik antara karyawan dengan perusahaan mengenai nilai gaji. Kemudian
konflik itu ditengahi oleh Dinas Tenaga Kerja melalui proses mediasi, dan akhirnya
terjadi kesepakatan.
Kedua, konflik tidak terkendali merupakan konflik sosial yang menimbulkan akibat yang
tak dapat dikendalikan oleh pihak-pihak yang terkait, sehingga berujung pada aksi
kekerasan.
Contoh jenis ini adalah bentrok dengan kekerasan antara polisi dan massa demonstrasi.
Ketiga, konflik nonsistematis dapat terjadi walaupun tanpa perencanaan dan keinginan
menang yang kuat.
Pihak yang terlibat konflik tidak menganalisis bagaimana konflik bisa dikendalikan atau
memperoleh hasil yang memuaskan.
Contoh konflik nonsistematis adalah perkelahian antarkelompok pelajar yang tiba-tiba
saja terjadi, hanya karena kasus senggolan motor di jalan.
Keempat, konflik sistematis terjadi karena ada perencanaan yang disusun sebelumnya.
Tidak cuma agar tujuan tercapai, tapi juga dengan strategi tertentu supaya salah satu
pihak pemenang dapat menguasai pihak lain.
Untuk memenangkan konflik, pihak yang berkonflik merencanakan cara untuk dapat
menundukkan dan menguasai lawan.
Contoh konflik sistematis ini bisa terlihat pada pertikaian antarpartai politik, atau
antarkelompok organisasi kemasyarakatan (ormas).

E. Kekerasan dan Konflik


Kekerasan adalah bentuk lanjutan dari konflik sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik atau
barang orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, kekerasan identik dengan tindakan melukai orang lain dengan
sengaja, membunuh, atau memperkosa. Kekerasan seperti itu sering disebut sebagai
kekerasan langsung (direct violence). Kekerasan juga menyangkut tindakan-tindakan seperti
mengekang, mengurangi atau meniadakan hak seseorang, mengintimidasi, memfitnah, dan
menteror orang lain. Jenis kekerasan yang terakhir disebut kekerasan tidak langsung
(indirect violence)
 Teori-Teori tentang Kekerasan
1. Teori Faktor Individual
Agresivitas perilaku seseorang dapat menyebabkan timbulnya kekerasan. Faktor
penyebab perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi
meliputi kelainan jiwa, seperti psikopat, psikoneurosis, frustasi kronis, serta pengaruh
obat bius. Faktor yang bersifat sosial, antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya,
dan media massa.
2. Teori Faktor Kelompok
Terjadi karena benturan identitas kelompok yang berbeda. Contohnya konflik
antarsupoter bola
3. Teori Dinamika Kelompok
Kekerasan yang timbul karena adanya deprivasi relative (kehilangan rasa memiliki)
yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial
yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat dan tidak mampu ditanggapi
dengan seimbang oleh sistem sosial dan nilai masyarakatnya.

F. Dampak Konflik Sosial Di Masyarakat


Suatu konflik sosial sudah pasti menimbulkan dampak bagi kehidupan masyarakat
disekitarnya, baik dampak positif maupun negatif. Berikut penjelasannya :
1. Dampak Positif
Bertambahnya solidaritas dalam kelompok sendiri, munculnya pribadi-pribadi yang kuat
atau tahan uji menghadapi  berbagai situasi politik, serta munculnya kompromi baru jika
pihak yang berkonflik dalam kekuasaan seimbang.

2. Dampak Negatif
Retaknya persatuan kelompok, hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia,
berubahnya sikap dan kepribadian individu yang mengarah pada hal yang bersifat
negatif, serta munculnya dominasi kelompok yang menang terhadap kelompok yang
salah.

G. Resolusi Konflik Sosial


1. Menurut Ralf Dahrendorf ada 3 bentuk resolusi konflik. Pertama, Konsiliasi, yakni
pengendalian konflik dengan cara semua pihak yang terlibat berdiskusi guna mencapai
kesepakatan tanpa ada pihak ketiga yang memaksa atau memonopoli pembicaraan. Yang
kedua, Mediasi, yakni upaya pengendalian konflik yang menggunakan pihak ketiga
seperti ahli atau pakar, lembaga, tokoh sebagai mediator, yang memberi nasihat atau
saran, tetapi bukan pemberi keputusan. Yang ketiga, Arbitrasi, yakni resolusi konflik
dengan kedua belah pihak sepakat untuk mendapat keputusan akhir yang bersifat legal
dari arbiter sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan konflik.

2. Menurut William Ury, resolusi konflik bisa dilakukan dalam tiga bentuk langkah.
Ketiganya ialah sebagai berikut: Menyalurkan berbagai ketegangan yang bersifat laten
(tidak begitu nampak) agar tidak terjadi akumulasi ketegangan yang bisa membuat
konflik jadi makin besar dan sulit untuk diselesaikan. Segera menyelesaikan bentuk-
bentuk konflik di permukaan. Resolusi dilandasi asumsi proses penyelesaian konflik
secara dini, akan menutup kemungkinan proses menguatnya konflik. Mencegah potensi-
potensi konflik melalui kebijakan yang responsif dan komprehensif.

3. Menurut Johan Galtung, terdapat beberapa bentuk resolusi konflik yang digunakan
dalam proses penyelesaian konflik. Galtung menawarkan beberapa model resolusi
konflik, yakni peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding. Ketiga model resolusi
konflik yang ditawarkan Galtung itu memiliki dimensi dan target yang tidak sama. Akan
tetapi, rangkaian pelaksanaan ketiga model itu sama-sama memiliki tujuan akhir berupa
mewujudkan perdamaian jangka panjang. Peacemaking ialah sesegara mungkin
menciptakan suatu perdamaian pada tahap awal, atau sebelum konflik semakin besar.
Sementara peacekeeping adalah menerapkan perjanjian perdamaian untuk menjaga
perdamaian. Tahap selanjutnya, peacebuilding, yaitu membangun kembali landasan
perdamaian dan menyediakan berbagai perangkat untuk membangun sesuatu yang lebih
dari sekadar tidak adanya kekerasan. Peacebuilding merupakan proses yang berjalan
jangka panjang memperkuat elemen pemersatu semua pihak dalam formasi baru dan
bertahan lama.

H. Upaya Penyelesaian Konflik Sosial


1. Preventif
Upaya preventif adalah upaya pencegahan masalah berupa tindakan pengendalian sosial
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
di masa mendatang. Tindakan preventif atau pencegahan ini dilakukan baik secara
pribadi maupun berkelompok. Tindakan preventif dilakukan karena manusia menyadari
adanya potensi terjadi konflik apabila tidak diantisipasi.
Tujuan dari upaya mengatasi konflik secara preventif adalah mengondisikan keadaan
sedemikian rupa. Sehingga dapat mencegah timbulnya masalah antara kedua belah
pihak. Salah satu contohnya adalah Badan Narkotika Nasional atau BNN melakukan
sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba. Sosialisasi dilakukan
untuk mencegah semakin banyaknya korban akibat penggunaan obat-obatan terlarang.

2. Represif
Upaya represif adalah upaya penyelesaian masalah yang dilakukan setelah masalah
terjadi. Represif kerap dilakukan untuk menindak pelanggaran. Upaya represif biasanya
dilakukan oleh individu, kelompok, atau pemerintahan untuk mengontrol masyarakat.
Tujuannya adalah mengembalikan keserasian yang terganggu akibat penyimpangan yang
ada.
Tindakan represif dapat digolongkan ke dalam beberapa tindakan, yaitu:
 Tindakan Pribadi Represif: Pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu
yang menjadi panutan.
 Tindakan Institusional Represif: Pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu
institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tidak hanya mengawasi para anggota
lembaga saja, tetapi juga mengawasi kehidupan masyarakat di sekitar lembaga
tersebut.
 Tindakan Resmi: Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh
lembaga resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan dengan sanksi yang
mengikat.
 Tindakan Tidak Resmi: Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan
tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas.
3. Kuratif
Upaya mengatasi konflik secara kuratif adalah dengan menanggulangi dan mengatasi
dampak yang disebabkan oleh masalah atau konflik yang terjadi. Sehingga, upaya kuratif
merupakan tindak lanjut dalam masalah atau konflik yang sedang berlangsung.
Berikut langkah-langkah mengatasi konflik secara kuratif yang dapat dilakukan:
 Mencari penyebab terjadinya konflik.
 Mencari solusi yang bersifat win-win solution atau menguntungkan kedua belah
pihak.
 Melakukan mediasi dengan menghadirkan pihak ketiga sebagai mediator.
 Menempuh jalur hukum atau pengadilan sebagai upaya terakhir apabila konflik
tidak bisa diatasi secara damai.
BAB V
INTEGRASI SOSIAL SEBAGAI UPAYA PEMECAHAN MASALAH DI
MASYARAKAT

A. Definisi Integrasi Sosial


Karakter manusia yang berbeda-beda dapat diselaraskan melalui integrasi. Pengertian
integrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pembauran hingga menjadi
kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk
dalam bidang sosial. Integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda
dalam masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan
kedudukan sosial, ras, etnik, agama, bahasa, nilai dan norma. Definisi ini tercantum dalam
buku Sosiologi karya Kun Maryati.
Adapun beberapa definisi mengenai integrasi sosial menurut para ahli sebagai berikut:
Menurut
 Soerjono Soekanto, integrasi sosial adalah sebuah proses sosial individu atau kelompok
untuk berusaha memenuhi tujuan melawan lawan yang disertai dengan suatu ancaman
dan/atau kekerasan.
 Michael Banton menjelaskan bahwa integrasi sosial adalah suatu integrasi sebagai sebuah
pola hubungan yang mengakui adanya suatu perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak
memberikan suatu fungsi penting pada perbedaan dalam sebuah ras.
 Gilin menyatakan bahwa integrasi sosial adalah suatu bagian dari proses sosial yang terjadi
karena suatu perbedaan fisik, emosional, budaya, dan perilaku. Mengutip Sosiologi
Hukum: Suatu Pengantar, integrasi sosial dalam kehidupan dapat terwujud dengan adanya
keteraturan sosial. Untuk menciptakan integrasi sosial dalam rangka mewujudkan
keteraturan sosial diperlukan berbagai upaya yang optimal dan berkesinambungan.
Mengutip Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, integrasi sosial dalam kehidupan dapat
terwujud dengan adanya keteraturan sosial. Untuk menciptakan integrasi sosial dalam rangka
mewujudkan keteraturan sosial diperlukan berbagai upaya yang optimal dan
berkesinambungan.
Integrasi nasional dapat diartikan sebagai proses mempersatukan perbedaan yang ada pada
suatu negara sehingga tercipta keserasian dan keselarasan secara nasional.

B. Faktor – Faktor terbentuknya Intergrasi Sosial


Faktor-faktor pendorong integrasi sosial dijelaskan sebagai berikut.
 Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda.
Toleransi yang mendorong terjadinya komunikasi yang efektif antara kebudayaan yang
berbeda tersebut akan mendorong terciptanya integrasi di antara mereka.
 Kesempatan yang seimbang dalam ekonomi bagi berbagai golongan masyarakat dengan
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal ini dapat mempercepat proses integrasi sosial.
Dengan sistem ekonomi demikian, setiap individu mendapatkan kesempatan yang sama
untuk mencapai kedudukan tertentu atas kemampuan dan jasanya.
 Sikap saling menghargai orang lain dan kebudayaannya. Jika tiap pihak mengakui
kelemahan dan kelebihan kebudayaan masing-masing, tiap individu dapat saling mendukung
sehingga mudah bersatu.
 Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan jika
penguasa memberikan kesempatan yang sama kepada golongan minoritas agar mendapat
hak yang setara yang golongan mayoritas.
 Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan. Pengetahuan tentang persamaan unsur
kebudayaan dapat mendekatkan anggota masyarakat. Hal ini berpotensi untuk
menghilangkan prasangka yang semula ada di antara pendukung kebudayaan tersebut.
 Perkawinan campuran (amalgamasi). Faktor ini mampu mendorong dua kebudayaan yang
berbeda agar menjadi satu sehingga tercapai integrasi sosial. Dalam sistem sosial masyarakat
Indonesia yang berpandangan bahwa perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga,
integrasi sosial sangat mungkin terjadi melalui amalgamasi.
 Adanya musuh bersama dari luar. Ketika terdapat suatu ancaman eksternal, maka
masyarakat cenderung bersatu untuk menghadapinya. Sikap ini merupakan bentuk
nasionalisme di mana berbagai kelompok yang berbeda dalam masyarakat akan bersatu
demi keutuhan bangsa.
Penjelasan tersebut tercantum dalam buku Sosiologi oleh Kun Maryati.
C. Proses Integrasi Sosial
Proses integrasi sosial dilakukan melalui dua hal, yaitu sebagai berikut. 
1. Asimilasi 
Asimilasi adalah penyesuaian atau peleburan sifat asli yang dimiliki dengan sifat
lingkungan sekitar. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan
dan mewujudkan persatuan dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan
bersama. Contoh asimilasi yaitu budaya Halloween dari setiap negara berbeda karena
dipengaruhi oleh ciri khas masing-masing negara.
2. Akulturasi
Akulturasi budaya adalah percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan
saling memengaruhi. Akulturasi biasanya terjadi karena adanya hubungan antara dua atau
lebih negara. Akulturasi tidak menghilangkan budaya asli, namun mencampurkan
perbedaan kebudayaan. 
D. Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial
Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial Integrasi sosial dapat dibedakan menjadi tiga bentuk
sebagai berikut.
1. Integrasi Sosial Normatif
Integrasi normatif dapat diartikan sebagai sebuah bentuk integrasi yang terjadi
akibat adanya norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam hal ini, norma
merupakan hal yang mampu mempersatukan masyarakat. Misalnya, bangsa Indonesia
mengusung semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengandung makna “meskipun
berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Semboyan ini menunjukkan bahwa Indonesia terdiri
dari berbagai suku bangsa, golongan, agama, dan bahasa tetapi tetap mengakui satu
bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air, yaitu Indonesia.
2. Integrasi Sosial Fungsional
Integrasi fungsional terbentuk karena ada fungsi-fungsi tertentu dalam
masyarakat. Sebuah integrasi dapat terbentuk dengan mengedepankan fungsi dari
masing-masing pihak yang ada dalam sebuah masyarakat. Indonesia terdiri dari berbagai
suku yang mengintegrasikan diri dengan melihat fungsi dari suku masing-masing.
Contohnya, suku Bugis yang gemar melaut difungsikan sebagai penyedia hasil laut, suku
Minang yang pandai berdagang berfungsi sebagai penjual dari hasil laut tersebut. Dengan
demikian, tercipta sebuah integrasi fungsional dalam masyarakat.
3. Integrasi Sosial Koersif
Integrasi koersif terbentuk berdasarkan kekuasaan yang dimiliki penguasa.
Terciptanya integrasi ini berawal dari cara penguasa yang koersif (kekerasan) dalam
mengatur. Contoh integrasi koersif adalah demonstran yang berhenti ketika polisi
menembakkan gas air mata ke udara.

E. Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial


Dalam buku Social Change with Respect to Culture and Original Nature, William F.
Ogburn menjelaskan, syarat terjadinya integrasi sosial, yaitu:
 Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.
 Telah dicapai konsensus bersama mengenai nilai-nilai dasar yang dijadikan acuan utama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Nilai dan norma-norma dasar tersebut telah hidup dan berkembang cukup lama dan
konsisten, serta tidak berubah-ubah.
 Masing-masing individu dan kelompok sosial yang berbeda-beda mau dan mampu
mengendalikan diri, dan saling menyesuaikan diri satu sama lain.
 Selalu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan untuk keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
 Masing-masing pihak merasa perlu memajukan pergaulan yang komunikatif dan
akomodatif demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai