Anda di halaman 1dari 13

Permasalahan Dalam Konteks Social

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas pada Mata


Kuliah Psikologi Komunitas

Dosen Pengampu : Lisa Devi Dian Arifia, M.Psi.

Disusun oleh :

Dewi Yunita Rizqy (2041116097)


Hanum Salsabilla S (2041116100)

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PEKALONGAN

2019

1
BAB I
PEMBUKAAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di namakan masalah social?
2. Apa yang menjadi penyebab masalah soaial apa saja macamnya?
3. Bagaimana mengatasi permasalahan dalam konteks social?

2
4.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Masalah Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari kata masalah
adalah persoalan, sesuatu yang harus diselesaikan. Sedangkan kata sosial adalah
berkenaan dengan khalayak, dengan masyarakat, dengan umum.
Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada, dapat
menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan
kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara
nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber
masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah
sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah
masyarakat, dan lain sebagainya1.
Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh
suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat
sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu
diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat
merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti
televisi, internet, radio dan surat kabar2.
Senada dengan hal pendapat tersebut, Rubington dan Winberg
mendefinisikan masalah sosial sebagai berikut: “Social problems as an alleged
situation that is incompaible with the values of significant number of people who

1 Soekanto, Soerjono.2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Hlm ..hlm:76-79

2 Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm: 42

3
agree that action is needed to alter the situation”. Definisi tersebut menyebutkan
bahwa masalah sosial yang diduga dan dianggap oleh banyak orang bertentangan
dengan nilai, sehingga mereka setuju adanya tindakan untuk mengatasi atau
menghilangkan situasi tersebut.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka terdapat berbagai unsur dari
pengertian masalah sosial, yaitu:
a. Situasi
Masalah sosial merupakan suatu situasi yang diduga atau dianggap
mengganggu atau tidak menyenangkan orang lain. Situasi bermasalah juga
dapat menggambarkan adanya ketimpangan atau kesenjangan antara situasi
yang diharapkan dengan situasi nyata.
b. Orang
Dalam masalah sosial paling tidak terdapat tiga pihak yang terlibat. Pihak
pertama adalah orang yang memahami masalah sosial atau melakukan
pelanggaran (client). Pihak kedua adalah orang yang menjadi korban masalah
tersebut (victim). Pihak ketiga adalah orang yang berkaitan dengan
permasalahan dan menilai situasi tersebut sebagai situasi yang bermasalah.
c. Norma dan nilai
Dalam masalah sosial terdapat norma dan nilai yang dilanggar, padahal norma
dan nilai seharusnya dijunjung tinggi dan dijadikan landasan dalam
berperilaku. Jadi, kalau ada individu yang melanggar norma dan nilai, maka
individu lain akan beraksi terhadap pelanggaran tersebut.
d. Tindakan
Jika ada masalah sosial, maka orang mengharapkan ada tindakan untuk
menghadapi dan memecahkan masalah sosial tersebut. Tindakan tersebut dapat
dilakukan oleh mereka sendiri atau pihak lain.3
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau
bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas.
Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan
membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi .
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975)
membagi masalah sosial menjadi 3 macam, yaitu:

3 Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Keluarga. Hlm: 54

4
a. Konflik dan kesenjangan
Seperti kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual
dan masalah lingkungan.
b. Perilaku menyimpang
Seperti kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan
remaja dan kekerasan pergaulan.
c. Perkembangan manusia
Seperti masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan
kesehatan.4

2. Sebab-Sebab Masalah Sosial


Masalah-masalah sosial dapat disebabkan oleh :
a. Adanya pengurangan atau pembatasan sumber-sumber alam dan polusi;
b. Adanya persoalan-persoalan penduduk, seperti bertambah atau
berkurangnya penduduk, pembatasan kelahiran, dan migrasi;
c. Persoalan seperti urbanisasi dan pengangguran;
d. Persoalan hubungan minoritas dengan mayoritas, pendidikan, politik,
pelaksanaan hukum, agama, pengisian waktu luang, dan kesehatan
masyarakat.5

3. Mengatasi Permasalahan Dalam Konteks Social


a. Sumber Daya Sosial
Sumber daya sosial mampu menggerakkan dan mengarahkan perubahan pada
suatu masyarakat, khususnya pada kelompok-kelompok masyarakat
(komunitas) dengan beranekaragam karakteristik. Sumber daya sosial terdiri
dari 2 (dua) golongan utama, yaitu :
1.) Dukungan Sosial (social support)
Dalam psikologi komunitas, segala bantuan atau pertolongan yang didapat
sepanjang kehidupan seseorang disebut “dukungan sosial”. Dukungan
sosial bertujuan untuk membantu seseorang mencapai kebahagiaan. Kahn
dan Antonucci (1980) membuat diagram dari barisan orang-orang yang
berperan memberi dukungan sosial sepanjang kehidupan subyek/pelaku.
Terdapat 3 lapis barisan :

4 Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Keluarga. Hlm: 56

5 Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Keluarga.hlm: 57

5
 Lapisan pertama terdiri dari orang-orang yang membentuk barisan
dukungan sosial dengan mantap/stabil, hubungan subyek sangat dekat
dengan mereka, dukungan yang diberikan setiap saat secara pribadi
kepada subyek. Contoh : hubungan suami istri, keluarga dekat,
sahabat/teman dekat.
 Lapisan kedua terdiri dari sejumlah orang yang ada hubungan
dengan subyek namun sifat hubungan terbatas pada hubungan kerja
atau hubungan kekerabatan. Suatu hubungan yang mudah berubah
sewaktu-waktu.
 Lapisan ketiga terdiri dari orang-orang yang berhubungan dengan
subyek melalui jalur profesi, bertetangga atau sekampung, keluarga
jauh, teman sekerja dan hubungan dengan atasan di kantor. Sifat
hubungan kurang akrab dan sangat mudah berubah dari waktu ke waktu
2.) Kekuasaan (power)
Menurut Cartwright (1959), power adalah suatu daya yang dimiliki
seseorang untuk dapat mempengaruhi dan membuat perubahan pada orang
lain. Menurut Wrong (1979) kekuasaan dapat diklasifikasikan dalam 4
golongan, yaitu :
 Force
Kekuasaan berdasarkan kekuatan, dimana pihak-pihak yg kuat
menekan yang lemah. Contoh : bullying, penindasan, pelecehan
atau pemerkosaan.
 Persuasion
Cara-cara membujuk agar orang lain mau mengikuti kehendaknya
Contoh : penyuluhan pertanian, kampanya KB, demo masak.
 Manipulation
Perilaku mempengaruhi orang lain dengan maksud tertentu, dengan
sengaja dikemas sedemikian rupa sehingga orang-orang lain
seringkali tidak menyadari maksud tersebut, bahkan tidak
mengetahui siapa orang yg bermaksud mempengaruhi mereka.
Contoh : propaganda partai politik, reklame dll
 Authority
Suatu kekuasaan yg diakui melekat pada diri seseorang, yg
memungkinkan ia untuk mempengaruhi orang-orang lain.

6
b. Coping
Respon individual dalam menanggulangi perubahan hidup dikenal dengan
perilaku coping (coping behavior), yaitu mekanisme yg digunakan individu dalam
menghadapi dan mengatasi masalah. Dua macam coping dapat digunakan dalam
mengatasi masalah :
1.) Problem-focused coping
Cara mengatasi masalah yg memfokuskan pada masalah itu sendiri (active
coping). Ada 2 bentuk Problem-focused coping, yaitu : (1) kognitif (problem
focused cognitive) : individu menganalisis informasi kemudian membuat
keputusan berdasarkan masalah yg ada. (2) perilaku (problem focused
behavior) : mencari informasi serta mencari jalan untuk mencapai tujuan,
dengan mencari bantuan dan secara asertif mendiskusikannya dg orang lain
yg berkepentingan.
2.) Emotion-focused coping
Menekankan pada emosi atau perasaan orang tersebut. Beberapa hal yg dapat
dilakukan menggunakan strategi ini adalah meditasi, refleksi, berdoa,
“curhat” mencari dukungan emosional. Strategi ini lebih berfungsi jika
stresornya merupakan hal yg di luar kendali kita atau tidak dapat dikontrol,
seperti kehilangan seseorang yg dicintai karena kematian.
a) Mekanisme Coping
Dalton (2001) mengemukakan 3 sumber kekuatan dari coping, yaitu :
 Dukungan Sosial
Sebagai makhluk sosial manusia tidak hidup sendiri, maka manusia
membentuk komunitas. Di dalam komunitas ini manusia mendapatkan
dukungan sosial (social support). Ada 3 bentuk dukungan sosial yg
mengarah pada problem-focused coping ;
 Dorongan atau pemberian semangat (encouragement), yg
diperoleh dari keluarga atau teman dekat
 Pemberian informasi, petunjuk atau pengetahuan
(informational), lewat nasehat atau bimbingan
 Dukungan nyata (tangible) seperti uang atau barang yg
dibutuhkan
 Kompetensi Psikososial
Terdiri dari 2 bagian, yaitu kemampuan personal dan kemampuan
sosial. Kemampuan personal terdiri dari :

7
 Self and emotional regulation (pengaturan emosi atau
perasaan dlm diri individu)
 Self and emotional awareness (kepekaan diri terhadap
emosi dan intuisi yg dimiliki seseorang)
 Problem solving (mengidentifikasi masalah, membentuk
tujuan, membuat strategi alternatif, mempertimbangkan konsekuensi
dan membuat keputusan.
Sedangkan kemampuan sosial adalah empati dan analisis
 Empati : kemampuan seseorang untuk dapat memahami
perasaan orang lain
 Analisis : kemampuan yg dimiliki seseorang utk memahami
kelompok, mengenali bakat dan kemampuan dari anggota kelompok,
mengetahui dinamika dan aspek emosional dari kelompok
 Agama dan spiritualitas
Religi dan spiritual merupakan metode yg dapat dijadikan prediktor yg
signifikan dari keberhasilan coping. Tiga dampak positifnya :
 Subyek menerima menerima hal-hal spiritual sebagai
sesuatu yg dapat dipercaya dag baik dan mencintai Tuhan
 Menjadikan orang rajin berdoa dan beribadah
 Meningkatkan kesadaran yg tumbuh baik dari pengalaman
stress, maupun dari dukungan teman-teman anggota kelompok
religius tersebut.
c. Prevensi dan Promosi
Prevensi merupakan sebuah konsep yang berasal dari bahasa latin yang
artinya : “mengantisipasi sesuatu sebelum hal tersebut terjadi” (mencegah
timbulnya masalah). Kita menyadari beratnya kerusakan, penderitaan psikologis,
serta biaya perbaikan yg mahal disertai dengan kesulitan untuk menyesuaikan diri
dengan masyarakat luas. Psikologi komunitas lebih menekankan pada tindakan
proaktif mencegah daripada tindakan reaktif.
Promosi adalah pengembangan kompetensi sosial. Kompetensi adalah
kemauan mendasar untuk merasa mampu mengerjakan sesuatu.
Psikologi komunitas memberikan penekanan untuk mengembangkan
kompetensi sosial, meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekuatan positif yg
dimiliki bersama.
Terdapat Dua pendekatan yaitu: : (1) Pendekatan pencegahan terhadap
gangguan (proponent of disorder prevention) Mencegah gangguan seperti depresi,

8
schizophrenia, bunuh diri dsb merupakan hal penting untuk dipelajari. Penelitian
yg dilakuan harus ditujukan untuk menghambat dan mengurangi faktor-faktor
risiko yg muncul dari adanya kelainan tersebut. (2) Pendekatan promosi untuk
meningkatan kesejahteraan dan kompetensi social (promotion of wellness and
social competence). Perlu menolong orang dari sekedar menolong dan
mengeluarkan mereka dari penderitaan, melainkan menolong agar dapat membuat
mereka merasa bahagia-sejahtera. Penelitian dilakuan untuk mengidentifikasi dan
memahami faktor-faktor yang berpotensi meningkatkan kesehatan, kesejahteraan
dan ketahanan mental untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Model prevensi dalam psikologi komunitas dikemukakan oleh Bower
(1972). Dalam kehidupan ada 3 macam upaya pencegahan, yaitu :
1.) KISS (Key Integrated Social System)
Setting formal maupun informal di mulai sejak dalam kandungan ibu sampai
pada masa kanak-kanak. Sistem pertama : perawatan kesehatan anak dimulai
dari masa pranatal, proses kelahiran, dan perawatan pasca kelahiran
Sistem kedua : keluarga membentuk nilai dan harapan hidup serta
memberikan kesempatan bagi perkembangan kognitif, afektif, kemampuan
interpersonal dan keterampilan akademik. Sistem ketiga : sekolah sebagai
tempat mengenal dan pembentukan nilai-nilai dalam masyarakat pada anak.
2.) AID (Ailing-In-Difficulty)
Orang-orang yg kurang memiliki kesempatan untuk memfungsikan dirinya
berinteraksi secara langsung dan intens dapat mengambil alternatif prevensi
dalam AID. Contoh : Pelayanan dan konseling sekolah, Fasilitas perawatan
kesehatan mental bagi pasien yg tidak dirawat di RS. Pelayanan perawatan
bagi pasien dalam ruangan gawat darurat RS.
3.) ICE (Illness Correctional Endeavor)
Usaha-usaha untuk memperbaiki keadaan orang sakit atau yg membutuhkan
dukungan mental. Biasanya terdapat di rumah sakit (psikiater, ustad), penjara
(pekerja sosial) dll.

Caplan membedakan prevensi ke dalam 3 jenis, yaitu :


1.) Prevensi primer (Primary intervention). Diberikan untuk semua populasi,
tidak hanya pada populasi yg diketahui membutuhkan pertolongan, tetapi

9
juga yg berada dalam kondisi sukar (distress). Contoh : pemberian vaksinasi,
pelatihan keterampilan memecahkan masalah.
2.) Prevensi sekunder (Secondary prevention). Intervensi diberikan pada
mereka yg sudah memperlihatkan gejala awal munculnya gangguan atau
penyakit
Contoh : program yg ditargetkan untuk anak yg pemalu dan suka menarik
diri.
3.) Prevensi tersier (Tertiary prevention). Diberikan pada anggota masyarakat
yg telah mengalami gangguan (disfungsi), dengan maksud untuk membatasi
perkembangan gangguan tersebut. Contoh : menurukan intensitas dan durasi
gangguan serta mencegah timbul kembali gejala atau komplikasi tambahan di
masa yg akan dating.
4. Aplikasi, Prevensi dan Promosi
Dapat dilakukan pada :
a. Microsystem
 Keluarga : kemampuan merawat anak (parenting skill)
 Sekolah (institusi pendidikan) : pengajaran pendidikan dan kompetensi
sosial-emosional
 Kantor (tempat kerja) : kemampuan coping dan kompetensi sosial-
emosional
b. Macrosystem
Dengan adanya aturan dan larangan pemerintah. Contoh : tiap hari minggu di
sepanjang jalan Thamrin dan Sudirman kendaraan bermotor dilarang melintas.
Prevensi : mengurangi polusi udara dari gas buang kendaraan
Promosi : komunitas olahraga pejalan kaki dan penggemar sepeda merasa
nyaman melewati jalan tersebut.
Prevensi dan promosi dapat berhasil dilakukan apabila tidak bertentangan
dengan konteks budaya yg dianut masyarakat. Oleh karena itu harus disesuaikan
dengan keadaan, tempat dan tujuan prevensi dan promosi yg dilakukan.
Untuk menguji keefektifan prevensi dan promosi :
- meta analysis : metode kuantitatif untuk meninjau dampak intervensi prevensi
dan promosi melalui berbagai penelitian
- best practices : metode kualitatif, yaitu mengidentifikasikan unsur-unsur dari
program yg sudah efektif dan menjadikan acuan kriteria keberhasilan atau
evaluasi bagi program prevensi dan promosi yg telah dilakukan.

10
Pengujian pada program evaluasi skala-besar dengan meninjau apakah
program prevensi dan promosi yg telah dilakukan memberikan banyak
pembelajaran (insight) dan peningkatan kesadaran (consciousness raising) secara
praktis dalam kehidupan sehari-hari. Contoh program prevensi dan promosi :
- promosi kebersihan lingkungan
- berperilaku sehat
- mencegah bullying
- mencegah HIV/AIDS.

11
BAB III
PENUTUP

12
Daftar pustaka

Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta


Soekanto, Soerjono.2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

13

Anda mungkin juga menyukai