Anda di halaman 1dari 13

KHUTBAH IDUL FITRI

MEWASPADAI KOLABORASI ULAMA DAN PENGUASA


ZALIM

ِ َّ ُ‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمة‬


ُ‫َّللا َو َب َر َكاتُه‬ َّ ‫ال‬
ُ ‫ َونَعُ ْوذُ ِباهللِ ِم ْن‬,ُ‫ ن َْح َم ُدهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُره‬,ِ‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هلل‬
‫ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن‬
‫ َوأ َ ْش َه ُد أ َ ْن‬,ُ‫ِي لَه‬ َ ‫ض ِل ْلهُ فَالَ هَاد‬ ْ ُ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن ي‬ ِ ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬,‫ت أ َ ْع َما ِلنَا‬ ِ ‫س ِيِّئَا‬
َ
ُ‫اب َو ْح َده‬ َ َ‫ع ْب َدهُ َوأ َ َع َّز ُج ْن َدهُ َوهَزَ َم اْأل َ ْحز‬ َ ‫ص َر‬ َ َ‫ص َدقَ َو ْع َدهُ َون‬ َ ُ‫الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َو ْح َده‬
‫ص َحا ِب ِه‬ ْ َ ‫س ِلِّ ْم َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ِه َوأ‬ َ ‫ص ِِّل َو‬َ ‫أَللَّ ُه َّم‬,ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫َوأ َ ْش َه ُد أ َ َّن ُم َح َّمدا ً َع ْب ُدهُ َو َر‬
‫ص ِل ْح‬ ْ ُ‫س ِد ْيدًا ي‬ َ ‫ َياأَيُّ َها الَّ ِذيْنَ أ َ َمنُ ْوا اتَّقُ ْوا‬:‫ قال تعالي‬. َ‫َوأ ُ َّم ِت ِه ْال ُم ِط ْي ِعيْن‬
َ ً‫هللا َوقُ ْولُوا قَ ْوال‬
ُ‫أ َ َّما َب ْع ُده‬.‫س ْولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَ ْوزا ً َع ِظ ْي ًما‬ َ ِ‫لَ ُك ْم أ َ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْرلَ ُك ْم ذُنُ ْو َب ُك ْم َو َم ْن يُ ِطع‬
ُ ‫هللا َو َر‬
‫يرا‬ً ِ‫ّلِل َكث‬ ِ َّ ِ ‫يرا َو ْال َح ْم ُد‬ َّ ... َ‫َّاي ِبت َ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَازَ ْال ُمتَّقُ ْون‬
ً ِ‫َّللاُ أ َ ْك َب ُر َكب‬ َ ‫ص ْي ُك ْم َو ِإي‬ ِ ‫ أ ُ ْو‬:
‫ لَهُ ْال ُم ْلكُ َولَهُ ْال َح ْم ُد‬, ُ‫يك لَه‬ َ ‫َّللاُ َو ْح َدهُ الَ ش َِر‬ َّ َّ‫ الَ ِإلَهَ ِإال‬, َ‫صيال‬ ِ َ ‫َّللا بُ ْك َرة ً َوأ‬
ِ َّ َ‫س ْب َحان‬ ُ ‫َو‬
‫ش ْيءٍ قَدِير‬ َ ‫َو ُه َو َعلَى ُك ِِّل‬

Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji


kebesaran Ilahy yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya,
sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah agama, shalat
Idul Fithri di tempat ini. Kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah
menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan bagi makhluk ciptaan-
Nya dalam mengarugi kehidupan dunia ini. Semoga Allah senantiasa
mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw,
keluarga, para shahabat, tabi’it-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin
yang setia mengikuti beliau hingga hari kiamat.
Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan Idul Fitri 1432 H ini,
perkenankan kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah
sekalian untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah Swt.
Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang
utama, agar kita menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi
manusia mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt sebagaimana firman-
Nya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Qs. Al-Hujurat,
49:13)
Dewasa ini, sedikit orang yang menjadikan taqwa sebagai agenda
hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari’at Allah.
Kebanyakan manusia, program hidupnya adalah hal-hal duniawiah:
bisnisnya lancarnya, anak-anaknya dapat sekolah tingi, deposito bank
terus bertambah, rumah dan kendaraan tercukupi dan semacamnya.
Tidak berupaya, bagaimana menjadikan hidupnya bermakna untuk
dunia-akhiratnya, dan menjadikan anak-anaknya hidup dewasa dalam
ketaatan pada Allah Swt. Maka marilah kita bersungguh-sungguh di
dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, semoga amalan kita di
bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, kelak menjadi saksi yang
menguntungkan dan meringankan beban kita di akhirat.

‫هللا اكبر هللا اكبر و هلل الحمد‬


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Sebagai Muslim, kita sangat merindukan kembalinya kejayaan
Islam, agar dapat menciptakan dunia yang penuh kedamaian,
kesejahteraan, kasih sayang, keadilan dan persatuan bagi segenap umat
manusia. Berjuta-juta umat Islam dewasa ini siap menerima apapun
yang sesuai dengan ajaran Islam, demi mendapatkan keridhaan Allah
Swt.
Akan tetapi keinginan ini cepat berubah manakala diseru supaya
melaksanakan syari’at Islam dalam urusan pribadi, keluarga, negara,
relasi-relasi bisnis, lembaga pendidikan, dan di segala aspek
kehidupan. Alasaannya: “Negara kita bukan Negara Islam, lebih baik
kita abaikan dulu untuk sementara waktu menunggu momentum yang
tepat agar kita tidak dicurigai.”
Kenyataannya, umat Islam masih suka menonton dirinya sendiri
melalui tayangan musuh-musuh Islam. Umat Islam terombang ambing
diantara penilaian orang lain. Bahkan, untuk menilai sesama saudara
Muslim, apakah termasuk golongan radikal, moderat, ataukah liberal,
kita menggunakan kacamata orang kafir. Padahal, selamanya orang-
orang kafir tidak pernah menyukai Islam, dan akan terus membuat
makar untuk mendiskreditkan dakwah Islam.
Baru-baru ini, orang-orang kafir kembali mendiskreditkan ajaran
Islam. Pada bulan Juli 2011, parlemen Belanda mengesahkan UU
larangan menyembelih hewan sesuai Syari’at Islam, dianggap
melanggar hak asasi kehewanan. Penindasan terhadap umat Islam terus
berlanjut. Di Prancis, Inggris, wanita muslimah dilarang mengenakan
jilbab di tempat umum, dan sebelumnya di Swis dilarang membangun
menara masjid. Sebelumnya, di California, AS, warganya dilarang
khitan/sunat. Siapa saja yang melakukan sunat akan di denda seribu
dollar. Sementara di Indonesia, kaum kesetaraan gender menuntut
supaya pemerintah mengesahkan UU yang melarang sunat bagi wanita
karena dianggap diskriminatif dan mengurangi kenikmatan seksual
wanita.
Atas nama demokrasi, orang-orang kafir menggunakan otoritas
negara untuk mendiskreditkan Islam dan memusuhi kaum Muslim.
Diskriminasi seperti ini justru digunakan untuk mengintimaidasi umat
Islam, agar tidak mengamalkan syari’at Islam. Mereka
menggambarkan, seolah-olah Islam adalah agama yang telah
kehilangan relevansinya untuk terus dipertahankan di era globalisasi
ini.
Anehnya, sikap orang-orang kafir terhadap Islam mempengaruhi
sikap umat Islam terhadap agamanya sendiri. Sehingga, tokoh-tokoh
Islam melakukan negosiasi kebenaran Islam, atas nama toleransi dan
hak asasi. Mereka menetapkan manakah di antara ajaran Islam yang
boleh dikerjakan dan mana yang harus dinegosiasi dengan orang-orang
kafir. Dalam urusan ibadah mereka tidak ikut campur. Tapi jangan
bicara jihad, karena itu sumber kekerasan. Jangan ngotot dengan
formalisasi syari’at Islam, yang penting substansinya, tidak perlu
negara Islam karena Rasulullah tidak pernah menentukan bentuk
negara, dllnya.
Wahai kaum Muslimin, dengarlah firman Allah ini:
“Aku diperintahkan untuk membacakan Al-Qur’an kepada semua
manusia: “Siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
hidupnya, berarti dia telah mengusahan kebaikan bagi dirinya sendiri.
Dan siapa saja yang menolak Al-Qur’an sebagai pedoman hidup,
maka katakanlah kepada mereka, “Aku diutus hanya untuk
menyampaikan peringatan Allah kepada kalian.” (Qs. An-Naml,
27:92).
Fenomena yang kini sangat dominan membelenggu kaum
Muslimin, bahwa menegakkan kehidupan berbasis Islam seakan
ancaman bagi keutuhan negara. Ada juga di kalangan umat Islam yang
salah paham terhadap ajaran Allah Rabbul Alamin. Bila Allah Swt
memerintahkan suatu perbuatan tertentu, mereka menganggap akan
merugikan dan menyusahkan hidupnya, sedang bila dilarang
mengerjakan tindakan tertentu, justru melanggar larangan dianggap
menguntungkan dirinya.
Mengapa keanehan semacam ini menimpa kaum Muslim?
Rasulullah Saw telah menubuwahkan akan datangnya suatu zaman
setelah beliau, yang menimpa umat manusia sebagaimana sabdanya:

ْ ‫ َو َما‬، ُ‫آن إِالَّ َر ْس ُمه‬


‫الم ْس ِج ُد‬ ُ ‫ َو َما القُ ْر‬، ُ‫اإل ْسالَ ُم إِالَّ اِ ْس ُمه‬
ِ ‫اس زَ َمان َما‬ ِ َّ‫يَأْتِ ْي َعلَى الن‬
‫اس [الطبراني‬ ُ َّ‫]إِالِّ بُ ْنيَانَهُ يَتَابَاهُ بِ ِه الن‬
“Akan datang suatu zaman pada manusia tiada tinggal dalam
Islam kecuali namanya, tiada tinggal dalam Alqur’an kecuali
tulisannya, dan masjid-masjidnya tinggal menjadi bangunan
megah.” (ath-Thabrani)
Nubuwah Rasulullah Saw berdimensi masa depan. Betapa banyak
orang yang mengaku Muslim, bahkan dunia internasional mengenal
Negara RI berpenduduk umat Islam terbesar di dunia. Tetapi jumlah
mayoritas, nampaknya tidak berpengaruh besar dalam membangun
masyarakat yang diridhai Allah, mengangkat harkat dan martabat
kemuliaan negeri ini di bawah naungan syari’at-Nya. Penduduk
mayoritas justru dijadikan obyek ajaran sesat, sistem hidup jahiliyah
serta misi imprilasme Negara-negara asing. Akibatnya, bangsa ini
bukan saja kehilangan rasa takutnya kepada Allah, tapi juga kehabisan
rasa malunya kepada Rasulullah Saw.
Dahulu, Rasulullah Saw berjihad di jalan Allah, untuk mengangkat
harkat dan martabat umatnya dengan Al-Qur’an. Tapi kini, memang
ada orang Islam yang memahami Al-Qur’an dan mengamalkan isinya.
Celakanya, terdapat orang Islam yang memahami Al-Qur’an tapi tidak
mengamalkan isinya. Lebih celaka lagi orang yang mengaku Islam, tapi
tidak memahami Al-Qur’an, dan tidak mengamalkan ajaran Al-Qur’an.
Kita menyaksikan, ada orang yang menyandang predikat Muslim,
tapi dia tidak shalat, tidak puasa, dan tidak mengerjakan ajaran yang
diperintahkan Islam. Bahkan tidak sedikit orang yang mengaku
beragama Islam, tapi dia tidak malu berbuat zina, tidak malu minum
khamer, berjudi, melakukan tindak korupsi serta pecandu narkoba. Para
wanita menolak berpakaian jilbab untuk menutup aurat, lalu
menggantinya dengan pakaian yoe can see, pakaian tanktop, tanpa rasa
malu. Bergaul bebas lelaki-perempuan meniru prilaku orang-orang
kafir. Pada diri orang semacam itu, Islam hanyalah tinggal nama,
menjadi Islam KTP saja.
Menyikapi kenyataan ini, supaya istiqamah pada kebenaran Islam,
ingatlah nasihat Khalifah Umar bin Khathab ra. Beliau pernah
mengatakan: “Kebenaranlah yang membuat kamu menjadi kuat, dan
bukan kekuatan kamu yang membuat jayanya kebenaran.” Sedangkan
Khalifah Utsman berpesan: “Kejayaan umat ini akan terpelihara selama
Al- Qur’an berdampingan dengan kekuatan. Bilamana kekuatan tanpa
Al-Qur’an akan menjadi anarkhis, dan bilamana Al-Qur’an tanpa
kekuatan tidak bermakna bagi kehidupan.”

Gaya Hidup Materialisme Sebagai Pujaan

‫هللا اكبر هللا اكبر و هلل الحمد‬


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Negara kita sudah lama dilanda penyakit, yang disebabkan
berbagai penyimpangan agama, moral, politik, ekonomi, dan budaya.
Patologi penyakitnya beragam, meliputi korupsi, narkoba, TKW
bermasalah, terorisme, tawuran antar warga, perebutan lahan,
pendidikan yang kian mahal, dekadensi moral yang parah, ongkos
kesehatan yang membumbung tinggi serta harga-harga kebutuhan
pokok yang menyengsarakan rakyat.
Kesalahan terbesar rakyat Indonesia, karena mewarisi penyakit
bawaan dari sejak orde baru, berupa sistem yang korup lengkap dengan
pejabat korup yang kini semakin berpengalaman. Negara yang sedang
sakit diurus oleh para pemimpin yang juga sakit. Ibarat kata,
mungkinkah membersihkan penyakit menggunakan sapu yang penuh
bakteri penyakit?
Di negeri ini, para pejabat yang makan harta haram hasil korupsi
sudah biasa. Contoh kasusnya banyak. Presiden korupsi, ada. Menteri
korupsi, banyak yang sudah diadili dan masuk bui. Gubernur korupsi,
banyak yang sudah terbukti dan yang masih antri menunggu giliran
ditangkap KPK. Menurut survey, 40% dari bupati/walikota
di Indonesia terindikasi korupsi. Begitu juga dengan para anggota
DPR/DPRD, penegak hukum (hakim, jaksa, polisi), dan birokrasi,
seolah berlomba ikut terlibat dalam jaringan korupsi; sehingga betapa
sulit mencari pejabat Indonesia yang bukan koruptor. Lebih sulit lagi,
mencari pejabat pemberantas korupsi yang steril dari korupsi, sehingga
sekadar menutupi kebobrokan mereka, Ketua DPR RI malah
mengusulkan pembubaran KPK.
Tragisnya, para koruptor di negeri ini tidak malu dan tidak takut
tampil terbuka, pamer gaya hidup berklas borjuis. Tidak terbayangkan
oleh kita, ada ketua parpol yang memiliki sederet kendaraan super
mewah berupa: Toyota Velfire, Range Rover, Land Cruiser, Toyota
Alpard, Hammer. Padahal secara kasat mata orang melihat, kekayaan
yang dimilikinya tidak sebanding dengan penghasilan resmi mereka.
Mengapa para pejabat negeri ini doyan korupsi, dan tidak malu hidup
foya-foya di atas kesengsaraan rakyatnya? Karena gaya hidup mereka
yang memberhalakan harta, sehingga mereka menganggap semakin
tinggi jabatan dan semakin banyak harta, mereka akan semakin
berwibawa dan terhormat.
Nabi Muhammad SAW telah memprediksi prilaku mungkar
pemimpin/pejabat negara:
‫اس َو ُد ْنيَا ُه ْم الد ََّرا ِه َم َوال َّدنَانِي َْر [رواه‬
ِ َّ‫ان َكانَ قِ َوا ُم ِدي ِْن الن‬ ِ َ‫ِإ َذا َكان‬
َّ ‫آخ ُر‬
ِ ‫الز َم‬
‫]الطبراني‬
“Kelak di akhir zaman agama dan keduniaan mereka dinilai
berdasarkan berapa uang dirham dan dinar yang mereka miliki.” (ath-
Thabrani).
Apabila parameter martabat seseorang ditentukan oleh harta yang
mereka miliki, menunjukkan tidak memiliki prestasi kebajikan yang
patut dibanggakan. Setiap orang akan berusaha mencari harta untuk
mendapatkan wibawa dan kehormatan, sekalipun harta diperoleh
dengan cara haram dan tidak bermoral. Apabila keshalihan seseorang
diukur dari harta, pantas saja banyak ulama, kyai, ustadz, sama seperti
politisi dan pejabat negara, berlomba-lomba mendapatkan harta dan
jabatan guna memperoleh kehormatan.
Nampaknya, bukan hanya pejabat dan politisi yang doyan duit.
Ulama dan tokoh agama, juga ikut berimprovisasi mencari duit dengan
menjual agama. Banyak sudah tokoh agama yang terlibat perebutan
kuasa dan jabatan yang menggiurkan, terutama dalam Pilkada. Malah
ada juga ulama yang menjadi broker kekuasaan dengan mendapatkan
imbalan harta. Ulama’ broker, tidak keberatan memperalat umat untuk
mendapatkan harta kekayaan, sekalipun dengan menjilat penguasa,
menjual jimat, bahkan menjadi pawang jin. Prilaku ini, kian
menjauhkan bangsa Indonesia dari rahmat Allah dan semakin dekat
dengan musibah.
Ketika menyaksikan segala kebobrokan partai politik dan
kerakusan kaum politisi di negaranya, Presiden Ke-3 AS, Thomas
Jefferson pernah berujar: “If I could not go to Heaven but with a party,
I would not go there at all." (Jika masuk surga harus melalui partai
politik, maka saya memilih tidak masuk surga saja).

Waspadai Ulama Jahat

‫هللا اكبر هللا اكبر و هلل الحمد‬


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Rasulullah Saw bersabda:


] ‫سقَةٌ [ أبو نعيم والحاكم‬
َ َ‫عبَّاد ٌ ُج َّها ٌل َوقُ َّرا ٌء ف‬
ُ ‫ان‬ ِ ‫يَ ُك ْو ُن فِي‬
َّ ‫آخ ِر‬
ِ ‫الز َم‬
“Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang tekun beribadah
adalah bodoh, sedang para ulama’ rusak moral dan pikirannya.” (Abu
Nu’aim dan Hakim).
Ketika masyarakat menyaksikan ulama tidak konsisten pada
kebenaran, menjalin hubungan dengan jamaah koruptor, dan menjalani
hidupnya dengan glamour; hal itu merupakan kontribusi besar bagi
kerusakan negeri ini. Jika ulama sudah tidak dipercaya, maka kalangan
awam akan menjauh dari agama, karena mereka tidak mempercayai
lagi omongan ulama. Hal ini, memberi peluang bagi penguasa untuk
menjauhkan agama dari praktek kehidupan masyarakat. Sebab, ulama’
yang rusak akhlaknya dapat diperalat penguasa untuk merusak
masyarakat menggunakan dalil-dalil agama.
Menjelang Ramadhan kita mendengar kaum ulama dan juga
pejabat negara, melarang supaya ormas Islam tidak melakukan
sweeping tempat maksiat. Mengapa bukan maksiatnya yang dilarang,
sehingga tidak perlu ada sweeping? Akibatnya, segolongan orang yang
masih komitmen pada agama, tetapi dengan bekal ilmu yang dangkal
menempuh cara-cara yang bertentangan dengan Islam untuk
melestarikan amar ma’ruf - nahi mungkar. Maraknya radikalisme dan
liberalisme di negeri kita sesungguhnya bermuara dari kolaborasi
ulama jahat dan penguasa zalim ini.
Kolaborasi ulama dengan penguasa yang melawan agama, dapat
dibuktikan dengan menelaah sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang salah
terjemah. Di dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan
Depag RI, sejak 1965, terdapat 3140 ayat dari jumlah 6326 ayat Al-
Qur’an yang salah terjemah. Akibat kesalahan ini, sangat dahsyat,
melahirkan aliran sesat, memicu terorisme dan merajalelanya
dekadensi moral.
Misalnya, terjemah harfiyah Al-Qur’an Depag terbukti memicu
kekerasan dan terorisme: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir
kamu (Mekah) ….” (Qs. Al-Baqarah, 2:191)
Kata bunuhlah dalam terjemah di atas berkonotasi perorangan,
bukan antar umat Islam dengan golongan kafir. Seolah-olah setiap
orang Islam boleh membunuh orang kafir yang memusuhi Islam di
mana saja dan kapan saja dijumpai, sekalipun di luar zona perang.
Pembunuhan terhadap musuh di luar zone perang sudah pasti
menciptakan anarkhisme dan teror; suatu keadaan yang tidak
dibenarkan oleh syari'at Islam. Apabila terjadi teror atau konflik
horizontal, bahkan pembunuhan disebabkan membaca teks terjemahan
di atas. Maka bukan hanya salah pembaca, tapi juga tanggungjawab
ulama dan penguasa negara, karena kalimat terjemahan memang salah,
dan menyimpang dari sababun nuzul (sebab turunnya) ayat tersebut.
Terjemah yang benar dari ayat ini: “Wahai kaum mukmin,
perangilah musuh-musuh kalian dimanapun kalian temui mereka di
medan perang dan dalam masa perang…”
Adapun contoh terjemah harfiyah Qur’an Depag, yang dapat
disalahpahami sebagai pembenaran atas perzinahan, Qs. Al-Ahzab, 51:
“Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu
kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula)
menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu
ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu
cerai, maka tidak ada dosa bagimu…”
Kalimat ‘Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya
kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa
bagimu,’ pada terjemah di atas sesat dan menyesatkan. Sebagai
pengamal Al-Qur’an paling sempurna, Nabi Saw. tidak pernah
menceraikan istrinya, maka mustahil beliau menggauli perempuan
yang telah dicerai, apalagi tanpa rujuk pula. Padahal ayat ini berkaitan
dengan kebebasan Nabi Muhammad Saw menukar giliran bermalam
diantara istri-istri beliau. Karena itu, terjemah di atas bertentangan
dengan fakta sejarah dan akhlak beliau yang sangat terpuji.
Terjemah harfiyah Qs. An-Nisa’ ayat 20 lebih menyesatkan lagi:
“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain…”
Kalimat mengganti istrimu dengan istri yang lain, jelas terjemah yang
salah dari ayat tersebut. Dalam bahasa Indonesia, istri adalah
perempuan yang bersuami. Kata menggati berarti menukar dengan
yang lain. Mustahil Islam membenarkan seorang suami menukar
istrinya dengan istri orang lain.
Terjemah ini menyesatkan, seolah Islam membenarkan para suami
saling bertukar istri. Maka terjemah yang benar adalah: “Wahai para
suami, jika kalian ingin menceraikan istri kalian, lalu menikah dengan
perempuan lain…” Terjemah tafsiriyah seperti ini tidak mungkin
mengundang salah paham terhadap Al-Qur’an.
Ada lagi tarjamah harfiah Depag yang salah, Qs. An-Nur, 24:60:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka….”
Dalam bahasa Indonesia, kata menanggalkan pakaian berarti
membuka atau melepaskan pakaian yang dipakainya alias telanjang.
Padahal maksud ayat ini, adalah melepas kerudung yang menutup
kepalanya. Mustahil Islam membenarkan seorang perempuan
menopause melakukan pornoaksi dengan telanjang di depan umum.

‫هللا اكبر هللا اكبر و هلل الحمد‬


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dan pedoman hidup kaum
muslimin. Apabila pemerintah tidak segera mengoreksi bahkan
menarik predaran Al-Qur’an Terjemah Depag ini, patut dicurigai
adanya msisi penodaan kitab suci umat Islam. Seperti yang dilakukan
pendeta Yahudi dan Nasrani terhadap Kitab Taurat dan Injil. Kita
menyaksikan, semakin banyak jumlah kaum Muslimin yang mengikuti
paham sesat dan menolak syari’at Islam di lembaga negara, mengikuti
provokasi pengikut agama lain yang memiliki doktrin, ‘agama urusan
pribadi, sedang urusan sosial, ekonomi, politik terserah pada nafsu
masing-masing’.
Apabila sikap beragama seperti ini terus dipertahankan, berarti
penguasa dengan sengaja menjerumuskan bangsa ini ke lembah
kebinasan. Melestarikan kejahatan, berarti memfasilitasi turunnya
hukuman dari Allah Swt. Allah Swt berfirman:
"Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri yang
penduduknya zhalim, maka Kami jadikan orang-orang yang suka
berbuat sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu pemimpin itu
berbuat durhaka di negerinya. Akibat perbuatan durhaka pemimpin
mereka, turunlah adzab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.“ (Qs. Al-Isra‘, 17:16).
Inilah hukum kausalitas, ada sebab pasti diikuti akibat, sehingga
berlangsunglah keputusan Allah. Tampilnya ahlul ma’siat, tokoh
masyarakat yang durhaka pada Allah sebagai figur pemimpin nasional
dan regional, merupakan hukuman bagi negara yang tidak tunduk pada
hukum Allah Swt.
Munajat:

‫هللا اكبر هللا اكبر و هلل الحمد‬


Wahai kaum Muslimin, di hari yang penuh barakah ini, kita
bersimpuh di haribaan Ilahy, untuk membuktikan bahwa umat Nabi
Muhammad Saw. masih hidup di negeri ini, dengan menegakkan
syari’at Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan
Negara. Kita beramal sesuai dengan petujuk Allah dan menjadikan Al-
Qur’an sebagai pedoman hidup, agar selamat di dunia dan akhirat
Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah, agar kita diberi
keselamatan dari segala keburukan, diberi kebaikan yang paling
sempurna, kehidupan yang sejahtera, waktu yang paling bahagia.
Semoga Allah Swt berkenan memperperbaiki amal-amal kita dan
membersihkannya dari kesyirikan serta kemunafikan:
‫طا َعتِ َك َمات ُ َب ِلِّغُنَا‬
َ ‫ َو ِم ْن‬، ‫اصي َْك‬ ِ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْق ِس ْم لَنَا ِم ْن َخ ْشيَتِ َك َما ت َ ُح ْو ُل ِب ِه َب ْينَنَا َو َبيْنَ َم َع‬
، ‫ اَللَّ ُه َّم َم ِت ِّ ْعنَا ِبأ َ ْس َما ِعنَا‬. ‫ب ال ُّد ْن َيا‬ َ ‫ َو ِمنَ ْال َي ِقي ِْن َمات ُ َه ِّ ِو ُن ِب ِه َعلَ ْينَا َم‬، ‫ِب ِه َجنَّت َ َك‬
َ ِ‫صائ‬
، ‫ظلَ َمنَا‬ َ ‫اج َع ْل ثَأ ْ َرنَا َعلَى َم ْن‬ ْ ‫ َو‬، ‫ث ِمنَّا‬ َ ‫اج َع ْلهُ ْال َو ِار‬
ْ ‫ َو‬، ‫ارنَا َوقُ َّواتِنَا َماأ َ ْحيَ ْيتَنَا‬ ِ ‫ص‬ َ ‫َوأ َ ْب‬
‫ َوالَ ت َ ْج َع ْل الدَُُّ ْنيَا أ َ ْكبَ َر‬، ‫ص ْيبَتَنَا فِي ِد ْينِنَا‬ ِ ‫ َوالَ ت َ ْج َع ْل ُم‬، ‫ص ْرنَا َعلَ ْى َم ْن َعا َدانَا‬ ُ ‫َوا ْن‬
‫ف بَيْنَ قُلُ ُوبْ ُِنَا‬ ْ ِّ‫ اَللَّ ُه َّم ا َ ِل‬. ‫ط َعلَ ْينَا َم ْن الَ يَ ْر َح ُمنَا‬ ْ ِّ‫س ِل‬
َ ُ ‫ َوالَ ت‬، ‫ َوالَ َم ْبلَ َغ ِع ْل ِمنَا‬، ‫َه ِ ِّمنَا‬
‫ت اِلَى النُّ ْو ِر َو َجنِ ْبنَا‬ ُّ َ‫سالَم َونَ ِ ِّجنَا ِمن‬
ِ ‫الظلُ َما‬ َّ ‫سبُ َل ال‬ ُ ‫ات بَ ْينِنَا َوا ْه ِدنَا‬ َ ‫ص ِل ْح َذ‬
ْ َ ‫َوا‬
‫ارنَا َوقُلُ ْوبِنَا‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ار ْك لَنَا فِي ا َ ْس َما ِعنَا َو ا َ ْب‬ ِ َ‫طنَ َوب‬ َ َ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو َما ب‬َ ‫ش َما‬ َ ‫اح‬ِ ‫ْالفَ َو‬
‫صلَّى هللاُ َعلَى نَبِيِِّنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫الر ِحيْم َو‬ َّ ‫اب‬ َ ‫اجنَا َوذُ ِ ِّريَتِنَا َوتُبْ َعلَ ْينَا اِنَّ َك ا َ ْن‬
ُ ‫ت الت َّ َّو‬ ِ ‫َوا َ ْز َو‬
‫ص ْحبِ ِه ا َ ْج َم ِعيْن َو ْال َح ْم ُد ِهللِ َربِّ ِ ْالعَالَ ِميْن‬َ ‫َو َعلَى ا َ ِل ِه َو‬

Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut


kepada-Mu apa yang kiranya dapat menghalang antara kami dan
maksiat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at
kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-
Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu; dan
demi suatu keyakinan yang dapat meringankan beban musibah dunia
kami.
Ya Allah, ya Tuhan kami! Senangkanlah pendengaran-
pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan kekuatan kami
pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia
sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul)
orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami untuk
menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya
Engkau menjadikan musibah kami ini mengenai agama kami, jangan
pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar,
juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah
Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang
kepada kami.

Anda mungkin juga menyukai