PENDAHULUAN
karena apa yang dilakukan oleh manusia adalah bagian dari kebudayaan itu
yaitu isi, bentuk dan fungsi. Isi dalam budaya adalah sesuatu yang berhubungan
dengan objek material budaya, bentuk adalah pola yang mengatur isi tersebut,
dan fungsi adalah kegunaan dari isi dan bentuk dalam hidup manusia yang akan
61). Sehingga ―sesuatu‖ disebut sebagai budaya adalah ―sesuatu‖ yang memiliki
makna, struktur dan diteruskan dari generasi satu ke generasi yang lain.
Tahun 1999 ketika konflik Ambon terjadi, banyak media yang memberi
informasi tentang agama sebagai pertentangan dasar konflik Ambon. Seketika itu
fungsi agama sebagai bagian dari budaya yang memiliki sisi damai tidak lagi
pemikiran, menjadi objek kajian faktual dalam konflik Ambon 1999. Struktur –
struktur tua adat kembali digaungkan dalam rangka rekonsiliasi dan perdamaian,
Pela-Gandong adalah salah satu bentuk adat yang dinilai memiliki fungsi sebagai
1
salah satu elemen budaya untuk mendamaikan atau sebagai alat perdamaian di
Maluku. Beranjak dari fenomena tersebut, pertanyaang yang muncul adalah : apa
lain ; Adat adalah pemberian nenek moyang atau leluhur dan harus di patuhi, adat
juga merupakan representasi dari perintah leluhur sebagai pendiri komunitas. Adat
komunitas (1962: 2-4). Kedua dimensi ini saling berhubungan satu dengan yang
pendiri dari komunitas, mendirikan desa (baca: negri) dan menetapkan adat
sebagai sebuah sistem yang mengatur hidup mereka dimasa kini maupun
mereka yang menjalankan adat mendapatkan berkat dari leluhur (baca: Tete Nene
Kekuatan pemahaman ini masih ada sampai sekarang sehingga adat tetap
2
masyarakat pulau Ambon rata – rata memiliki identitas yang pada umumnya
beragama Kristen dan Islam. Praktek – praktek percampuran antara adat dan
agama terasa sangat nyata, sehingga terkadang praktek – praktek yang dilakukan
oleh orang Ambon terasa sangat kental dengan agama, tetapi itu hanya menjadi
sebuah bungkusan luar, isi dari semangat tersebut berasal dari spiritualisme
manusia adat Maluku atau Ambon pada khususnya untuk melaksanakan adat.1
pada khususnya adat selalu berhubungan dengan konsep orang Maluku Tengah
persekutuan lima. Persekutuan lima dan sembilan, yang biasa di sebut Patasiwa
dan Patalima, merupakan kelompok persekutuan yang diakui berasal dari Pulau
pulau Ambon menurut pengakuan pada umumnya, dan dilihat dari persamaan
budaya yang dimiliki. Kehadiran kelompok Patasiwa dan Patalima ini, menurut
1
Hasil wawancara dengan salah seorang pendeta sekaligus seorang pengajar disebuah universitas
swasta di Yogyakarta yang berasal dari pulau Ambon.
2
Penyebutan kelompok lima dan sembilam ini biasa disebut dengan Patasiwa dan Patalima,
sedangkan di pulau-pulau Lease atau pulau Saparua di kenal dengan sebutan Uli Siwa dan Uli
Lima, didaerah Maluku Tenggara kelompok ini biasa disebut Ur Siwa dan Ur Lima. Bandingkan
dengan apa yang ditulis oleh Ziwar Effendi dalam Hukum Adat Ambon Lease tentang istilah
hanya terdapat di Pulau Lease atau Ulieser (Pulau Saparua, pulau Haruku dan pulau Nusa Laut)
(1987 : 35).
3
menjadi kelompok-kelompok kecil yang menempati wilayah Maluku Tengah
sampai wilayah Maluku Tenggara, dan dalam setiap kelompok ini memiliki
diambil dari Holleman, yaitu sebuah kelompok suku bangsa yang mengakui
berasal dari satu keturunan berdasarkan garis turunan laki-laki atau ayah
terdapat di desa-desa Muslim, di daerah bagian Utara pulau Ambon, Leihitu, yang
pada jaman kedatangan bangsa Eropa desa-desa ini masuk dalam daerah
seperti jumlah mas kawin3 maupun denda yang selalu berhubungan dengan nama
kelompok ini, Siwa berarti sembilan dan Lima berarti lima. Penempatan sebuah
batu (Batu Pamali) didekat rumah adat (Baileo) pada kedua kelompok ini pun
berbeda. Pada kelompok Patalima batu ini menghadap kearah pantai sebagai
menghadap kearah gunung atau darat. Bentuk rumah adat atau Baileo pun berbeda
antara dua kelompok ini, bentuk rumah adat (Baileo) kelompok Patalima
3
Syarat pembayaran mas kawin dan denda menurut beberapa penelitian di pengaruhi oleh budaya
masyarakat Maluku Utara, Tidore dan Ternate yang pada waktu itu merupakan para penakluk di
pulau Seram.
4
merupakan bentuk rumah gantung berbeda dengan bentuk baileo kelompok Pata
Siwa.4
penduduk pulau Seram yang dahulunya merupakan satu kesatuan dalam sebuah
masyarakat itu dalam kelompok Patasiwa dan Patalima. Versi lainnya tentang
Ternate (Frank Cooley. 1962:17). Hal yang senada dikatakan oleh Bartels
tentang pembagian Pata Siwa - Pata Lima yang merupakan sebuah pembagian
daerah kekuasaan antara kerajaan Ternate dan Tidore (1977 : 27). Beberapa
penuturan yang lain memiliki versi yang berbeda juga, hal ini disebabkan karena
tradisi lisan yang menjadi ciri utama di wilayah Maluku. Pendapat – pendapat ini
untuk menemukan asal muasal kelompok ini, Ziwar Effendi berpendapat bahwa
kelompok – kelompok ini adalah kelompok asli Maluku Tengah yang dipakai
kerajaan Ternate dan Tidore untuk kepentingan politik mereka (1987 : 36).
Konsep Pata Siwa dan Pata Lima paling terkenal dengan pengertian yang
dilakukan oleh Boulan dengan istilah Manusia Uru atau Manusia Matahari, lewat
4
Lihat Lampiran 1
5
bukunya Boulan memecahkan konsep Pata Siwa dan pata Lima dengan
sehingga terkadang ketika orang awam membaca hasil tulisan Boulan yang
diterjemahkan oleh Siauta menjadi sangat sulit dimengerti. Konsep pengertian lain
yang ditawarkan adalah konsep Pata Siwa dan Pata Lima dari Jansen dalam
Moluccas, yang menguraikan bahwa konsep ini merupakan tatanan dasar tertua di
Maluku Tengah yang tersebar diseluruh daerah di pulau Ambon dan Lease.
(Uli, Aman, Soa dan Ruma) dan hubungan sosial politik masyarakat adat tua
Maluku yang didasarkan pada kombinasi angka, oposisi dan tubuh manusia.
Siwa adalah persekutuan Sembilan Aman (9 Negri) yang terdiri dari Luma Tau
(extended family), dan Luma Tau terdiri dari Mata Ruma (Nucleus Family). Uli
Siwa dikepalai oleh Ama Latu, sedangkan pemimpin masing –masing Sembilan
Aman adalah Amanupui. Uli Lima yang memiliki gelar pemimpin Upu Latu
terdiri dari Lima Hena (5 Negri), yang masing-masing Hena dipimpin oleh Hena
Upui. Hena terdiri dari Luma Inai (extended fam) yang dipimpin oleh Upui Elak,
dan bagian dari Luma Inai adalah Mata Ruma yang dipimpin oleh Upu (1999 :
62).
6
Kelompok Pata Siwa dan Pata Lima di pulau Seram disebut oleh Odo
Deodatus Taurn dalam Pata Siwa dan Pata Lima terjemahan DRA.Ny.Hermelin T
adalah orang kelima dan orang kesembilan, dan oleh masyarakat Seram kedua
angka tersebut dianggap keramat ( 2001 :50). Oleh Odo deodatus Taurn konsep
mereka berasal dari berbagai pulau disekitar Ambon, antara lain yang utama
adalah pulau Seram atau dikenal dengan pulau Ibu. Ziwar Efendi dalam Hukum
Adat Ambon Lease menyebut setidaknya ada empat kelompok pendatang jika di
kelompokkan menurut asal, yaitu; kelompok yang pertama adalah ―Tuni‖ yang
berasal dari pulau Seram dan sekitarnya, kelompok yang kedua bernama ―Wakan‖
yang berasal dari kepulauan Banda. Kelompok yang ketiga adalah kelompok
―Moni‖ yang datang dari daerah bagian Utara, seperti Halmahera, Ternate, dan
Tidore. Dan kelompok yang keempat adalah kelompok ―Mahu‖ yang datang dari
daerah bagian Barat, terutama menurut Ziwar dari pulau Jawa diantaranya Tuban
yang pada waktu itu menjadi pusat dari perdagangan dan pengembangan agama
kepada satu masyarakat di salah satu desa atau negeri di Ambon tentang asal usul
leluhur mereka maka satu marga atau satu fam akan berbeda dengan yang lain.
Penelusuran asal leluhur di setiap negeri di pulau Ambon akan sangat berbeda
antara negeri satu dengan negeri yang lain, bahkan akan berbeda antara kelompok
marga tertentu dengan kelompok marga yang lain, tetapi pada umumnya
7
masyarakat pulau Ambon selalu merujuk pulau Seram sebagai asal leluhur
mereka.
Pulau Ambon, membangun negeri dan menghadirkan adat sebagai sebuah sistem
pulau Ambon sehingga adat, negeri, dan leluhur adalah suatu keterikatan yang
tidak bisa diputuskan atau berkaitan satu dengan yang lain. Hal inilah yang
ideologi dasar yang masih dipegang menjadi penanda dari pentingnya adat bagi
masyarakat Ambon.
percaya bahwa leluhur mereka yang telah mati tidak mati melainkan hidup dan
masih ada bersama – sama dengan mereka, sehingga apa yang dilakukan oleh
5
Kata Ambon ditujukan pada umumnya untuk masyarakat yang hidup di daerah pulau Ambon,
Pulau Saparua, Haruku, dan Pulau Nusa Laut. Walaupun akhirnya kata Ambon dilekatkan pada
semua orang yang berasal dari Maluku, walaupun tidak berasal dari pulau Ambon.
6
Beberapa persekutuan berdasarkan marga atau asal desa dari Ambon, hadir sebagai salahsatu
bentuk komunitas di beberapa masyarakat urban, contohnya di Jakarta, begitu banyak kelompok
persekutuan berdasarkan marga atau asal-usul desa. Kelompok – kelompok ini memiliki rutinitas
tetap, terutama dalam perayaan hari-hari besar keagamaan. Bandingkan Cooley, 1987 : 274
8
mereka diperhatikan oleh leluhur. Leluhur menjadi tokoh sentral hadirnya adat
dan komunitas negeri, karena itulah pelaksanaan adat menjadi penting. Hubungan
leluhur selalu dikaitkan dengan semua keberadaan adat dan Negeri, sehingga
ketiga elemen ini berhubungan erat satu dengan yang lain. Ketiga elemen ini
Pata Lima dan Pata Siwa, tetapi apa yang menjadi sebuah dasar atau korelasi dari
ketiga elemen tersebut dengan pengelompokan angka Siwa dan Lima. Dalam Odo
Deodatus Taurn kelompok Lima dan Siwa hanya disebut dengan sebutan angka
negeri, masyarakat adat) tergambar sebagai bagian dari tubuh manusia ( 1977 :
101-110). Pemahaman inilah yang berusaha dibuktikan lewat penulisan tesis ini,
budaya yang dapat menggambarkan dengan jelas ketiga pemahaman ini karena
dasar sebuah kelompok seperti yang dikemukakan oleh Andaya, tentang konsep –
konsep dasar yang selalu berhubungan dengan masalah konsep kesatuan yang
didasarkan pada kepercayaan lokal orang Maluku pada umumnya yang tertuang
9
The foundation of Malukan ideas about the world can be found in the
myth, tales, and fragments of the past still retained in the collective memory.
Maluku. (23)
Maluku Tengah dan Pulau Ambon merupakan bentuk umum yang hadir di daerah-
daerah di Maluku, juga di pulau Ambon, yang sering tertuang didalam nyanyian-
(Frank Cooley, 1962 : 97-98). Di pulau Ambon (Maluku pada umumnya) bentuk
ini disebut sebagai Kapata, yang artinya nyanyian suci. Kapata dalam bahasa asli,
berasal dari kata Kapa Pata Tita, yg artinya ucapan suci yang mengarah keatas,
cara setengah bernyanyi setengah berbicara sambil diiringi oleh alat musik. Tidak
semua desa di pulau Ambon menyebut nyanyian suci ini sebagai Kapata, negeri –
sementara salah satu negeri yang mayoritas Kristen menyebutkan dengan sebutan
Suhat7. Walaupun berbeda – beda sebutan tetapi arti dari Kapata, Sawat, dan
Suhat adalah Nyanyian Tanah atau Nyanyian Suci. Desa Soya adalah sebuah desa
yang sampai sekarang masih memiliki struktur adat dan ritual-ritual adat di Pulau
atau yang dikenal dengan nama Cuci Negeri, adalah sebuah ritual yang
7
Penyebutan ini mungkin karena pengaruh dari budaya Islam yang akan dibahas pada bab
selanjutnya.
10
dilaksanakan setiap tahun pada bulan Desember, dan pada saat ini biasanya Suhat
dinyanyikan.
Suhat menurut penuturan para kepala adat berisikan sebuah mitos dari
leluhur desa Soya tentang bersatunya kedua kelompok penduduk, dan membentuk
desa Soya. Dalam setiap narasi yang dinyanyikan dalam Suhat disebutkan nama-
nama leluhur yang ikut membentuk desa Soya dan sebuah perjanjian yang leluhur
mereka buat untuk membentuk desa Soya. Suhat juga berisikan perintah –
perintah dari nenek moyang serta penegasan tentang perintah yang harus atau
wajib dilaksanakan. Sehingga Suhat tidak hanya didengar sebagai sebuah dongeng
biasa, tetapi Suhat merupakan penuturan sejarah asal-mula desa Soya dan bersifat
suci dan sakral. Dalam Suhat ditemukan juga sebuah struktur sosial masyarakat
awal yang menjadi bentuk desa Soya sampai sekarang, juga sebuah ketaatan
terhadap perintah leluhur yang menjadi ideologi dasar bagi komunitas adat desa
leluhur dalam kehidupan mereka. Hal ini sejajar dengan apa yang ditulis oleh Van
sistem sosial antar kelompok yang unik yang tergambar dalam mitos dan ritus-
nampak seperti kumpulan cerita yang kacau, tetapi mitos juga memiliki bentuk
yang konseptual dan sistematis. Mitos hadir dalam kehidupan manusia dan
menjadi salah satu bentuk aktifitas budaya, karena merupakan bagian dari ciri
manusia sebagai makhluk simbol (Cassirer, 1987 :40). Mitos memberi tempat
11
bagi manusia untuk berekspresi dengan bebas, tetapi bukan sebuah kebebasan
keinginan manusia untuk penjelasan akan sesuatu hal, merupakan perwakilan dari
nalar atau logika manusia sebagai makhluk simbol dan yang mendorong
munculnya mitos.
mengikat, hal ini tentunya terwujud dalam berbagai aktifitas budaya manusia.
tersebut dipengaruhi oleh unsur-unsur lain sehingga tidak murni, karena itulah
mitos mendapat tempat paling pantas dalam penelitian ini untuk menunjukkan
bahwa bahkan dalam aktivitas budaya manusia yang spontan pun terikat oleh
Meneliti mitos dalam Suhat pada Cuci Negri masyarakat Soya akan ditemukan
lain tentang keberadaan adat dan negeri mereka, serta pemahaman tentang
yang matang, karena negeri Soya adalah satu – satunya negeri adat di sebelah
Leitimor pulau Ambon yang sampai sekarang masih melakukan adat Cuci Negeri
12
dibandingkan negeri – negeri adat yang lain, serta memiliki struktur adat yang
lengkap dan juga yang menjadi alasan terutama yaitu mitos dalam Suhat.
B. Perumusan Masalah
tentang penyatuan dua kelompok yang membentuk desa Soya, tetapi terdapat
pada mitos yang terdapat pada narasi dalam syair-syair Suhat pada ritual Cuci
Negeri masyarakat Soya. Sehingga Tesis ini akan berjudul “Pemahaman Tete
Nene Moyang, Adat dan Negeri Pata Lima Dalam Suhat Masyarakat Soya :
13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Mitos terkesan adalah sebuah dongeng biasa saja tetapi jika digali lebih dalam
masyarakat dimaan mitos ini hadir, dengan meneliti mitos kita menemukan
pemahaman dasar suatu masyarakat. Hal ini yang menjadi tujuan khusus
dengan meneliti tentang mitos maka secara tidak langsung telah melakukan
penelitian budaya.
sehingga dengan melakukan penelitian tentang mitos dalam Suhat pada ritual
adat pada masyarakat Soya khususnya dan masyarakat pulau Ambon pada
umumnya.
Penelitian ini juga dapat memberikan sebuah kontribusi yang berharga dalam
14
terakhir suatu kontribusi yang berharga bagi studi Mitologi di Indonesia pada
D. Kajian kepustakaan
bagi penulis, antara lain penulisan – penulisan makalah, artikel maupun buku –
menggali tentang mitos – mitos dengan pendekatan ini. Karya Heidi Shri Ahimsa-
Putra dalam Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra (2009) adalah
sebuah karya pegangan wajib penulis dari awal sampai akhir penulisan yang
sangat membantu penulis untuk mengenal pendekatan ini. Dalam penulisan ini
dan Asdiwal, juga kritik dari sudut pandang Ahimsa-Putra pada penerapan
mitos – mitos dan karya sastra yang ada di Indonesia, walaupun strategi analisa
yang ditawarkan oleh Ahimsa-Putra tidak selalu sama dengan strategi yang
15
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, adalah artikel yang juga sangat
bermanfaat bagi penulis dalam menelusuri lebih jauh tentang cara – cara
ceriteme yang menunjukkan sebuah ide atau gagasan tertentu. Oleh Ahimsa-Putra
kemudian miteme dan ceriteme ini ditafsir untuk mengetahui pemaknaan dan nilai
strukturalisme, yang tidak hanya menerapkan dalam karya sastra juga menjadi
bahan kajian pustaka yang sangat membantu penulis. Numbery, Gerdha K.i
dalam penulisan tesis berjudul Struktur Budaya Orang Dani di Desa Jiwika
objek material (Slimo adat, Pola pemukiman, Sistem Berladang, Kelompok klen,
kepemimpinan, adat perang dan religi) budaya suku Dani dan menemukan bahwa
fenomena budaya tersebut. Penulisan tesis yang lain yaitu Nasrullah dalam Ngaju,
16
atau alih ruang konsep orang Bakumpai ke berbagai fenomena budaya lainnya.
Kedua penulisan tesis ini sangatlah membantu, tetapi yang menjadi perbedaannya
adalah kedua tesis ini memakai semua objek material budaya didalam budaya
yang diteliti untuk menemukan makna dan nilai, sehingga objek material menjadi
satu dengan konsep – konsep yang hendak dinilai. Kajian objek material (struktur
hubungan – hubungan antara ceriteme dan miteme yang akan ditemukan dalam
Sebuah buku sebagai perbandingan dari Zebua, Victor dalam Jejak Cerita
Rakyat Nias (2010) mengkaji mitos – mitos dari pulau Nias dengan memadukan
data-data lapangan serta data pustaka tentang kehidupan masyarakat Nias juga
mitos Nias dari karya peneliti-peneliti lain, menguraikan banyak hal serta
masyarakat Nias tentang pengenalan waktu satu hari (pengaturan waktu hidup
tentang leluhur Bugis adalah orang Nias. Penulisan ini lebih banyak
membandingkan dan mengkritik hasil karya tulisan penulis lain terhadap mitos
17
oral diberbagai daerah berbeda di Indonesia Timur. Kesepuluh esai yang
menggambarkan tradisi oral yang terjadi dari berbagai daerah di Indonesia Timur,
antara lain Sumba Barat, Sumba Timur, Timor, Flores dan Toraja ini,
menguraikan tentang bentuk bahasa tradisi oral dalam ritual-ritual adat didaerah-
mendominasi tradisi oral ini. Lewat uraian ini disimpulkan bahwa Paralelisme
yang merupakan bagian dari canon ini merupakan hal yang menonjol dalam suku
kesepuluh esai ini mengemukakan bahwa Paralelisme dalam tradisi oral ini
diyakini sebagai bahasa roh atau bahasa nenek moyang. Penulisan ini
Timur, bentuk penyajian tradisi lisan yang disampaikan dengan berpantun dan
informasi bagi penulis dalam mengguraikan bentuk tradisi lisan atau mitos ini.
mitos-mitos tersebut tetapi banyak disajikan dalam bahasa Belanda. konflik yang
Ambon, tetapi tulisan-tulisan ini lebih mengarah kepada keberadaan Ambon dan
budaya Ambon dalam konflik. Data-data sejarah dan budaya disajikan dalam
tulisan-tulisan ini hanya untuk membuktikan relasi sejarah dan budaya dalam
konflik yang terjadi, seperti dalam tulisan Dieter Bartels yang berjudul Tuhanmu
18
bukan Tuhanku lagi (2000), yang mengeksplor sejarah panjang pertikaian
penempatan data sejarah dan budaya dalam karya ini memainkan peranan penting
dalam memberi dukung bahwa sejarah membuktikan dan ikut membentuk budaya
konflik.
bisa lepas dari catatan-catatan bangsa Eropa, khususnya bangsa Portugis dan
tentang pulau Ambon sangat terbatas dan kalau pun ada lebih banyak tersaji
tetapi jarang sekali yang meneliti dan mengkhususkan penelitian pada Pulau
Ambon saja.
Boulan, dalam karyanya dibawah judul Uru, Bahasa, dan Kapata menyajikan
dengan dalam pemahaman dasar Siwa lima tentang realitas alam semesta yang
terwujud dalam wujud anak manusia dan bagaimana konsep ini menyatu sebagai
Patasiwa dan Patalima adalah tulisan dari Odo Deodatus Taurn dengan judul asli
Patasiwa und Patalima Vom Mollukeneiland Seran und Seinen Bewoners yang
19
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah Dan
Nilai Tradisional Ambon pada tahun 2001. Kajian ini lebih bersifat kajian
Beberapa artikel menjadi bahan acuan tentang konsep Pata Siwa dan Pata
Lima, seperti Jansen, H.J dengan judul Indigenous Classification Systems In The
diterbitkan oleh The Haque pada tahun 1977. Jansen dalam tulisan 9 halaman
sistem kombinasi angka dan hubungan oposisi yang dihubungkan dengan bagian
tubuh manusia. J.Th.F. Pattiselanno dengan judul Tradisi Uli, Pela dan Gandong
Pada masyarakat Seram, Ambon dan Uliase pada Antropologi Indonesia nomor
Gandong yang pada awalnya memakai nama Uli. Kedua tulisan ini sangat
secara singkat tentang konsep dasar pembentuk kelompok Siwa dan Lima,
F.A.E. van Wouden dalam Klen, Mitos, dan Kekuasaan (1985) melakukan
tentang struktur sosial di Indonesia bagian Timur. Penulisan ini lebih mengarah
20
pada penjelasan van Wouden tentang kekacauan terminologi pada keluarga, klan,
Frank L Cooley seorang Teolog, dalam Mimbar dan Takhta (1987) Cooley
penulisan Cooley lebih mengarah pada bagaimana interaksi adat dan Agama
Kristen. Cooley juga pernah menerbitkan sebuah buku tentang gambaran umum
adat Ambon yang tertuang dalam Ambonese Adat : A General Description, tahun
1962. Dalam penulisannya Cooley memberi sebuah gambaran umum tentang Adat
yang dimiliki, mulai dari adat perkawinan, baileo sebagai rumah adat dan
beberapa ritual yang kemudian dikaitkan dengan agama Kristen. Sedangkan Ziwar
Effendi SH dalam Hukum Adat Ambon Lease mengkaji adat masyarakat Ambon
Ambon Lease dan kemudian mengkaji lebih banyak perspektif hukum dalam
sistem adat kekerabatan, perkawinan, tanah, dati, dan waris. Seluruh kajian
perspektif hukum dalam sistem adat ini difokuskan Ziwar Effendi pada
Pada tahun 1973, dengan kerjasama LIPI dan lembaga dari Belanda, karya
Pada Akhir Abad Ke-17. Melalui karya J keuning didapatkan gambaran umum
bentuk budaya Ambon dan keadaan Ambon ketika kedatangan bangsa Eropa pada
21
abad 15 dan abad 16. Leonard Andaya, seorang ahli Sejarah, memiliki banyak
(1993), Andaya merangkai Sejarah Maluku pada awal abad moderen ketika
kedatangan bangsa Eropa, tetapi Maluku dalam karyanya ini adalah Maluku yang
temasuk dalam wilayah Maluku Utara dan Maluku tengah yang berada dibawah
tetapi kajian-kajian ini tidak cukup karena tidak ada kajian yang secara spesifik
melihat budaya Ambon lewat tradisi tuturnya secara khusus, terutama meneliti
tradisi tutur di masyarakat pulau Ambon dalam bingkai penelitian tentang mitos.
Padahal jika melihat dan membaca seluruh karya – karya tentang adat Ambon,
Ambon memiliki mitos – mitos yang banyak termuat lewat nyanyian, puisi dan
doa sebagai akibat masyarakat yang memiliki kebudayaan oral. Sehingga inilah
yang membedakan penulisan thesis Mitos dalam Suhat ini dengan tulisan-tulisan
sebelumnya.
E. Kerangka Teori
lewat objek materi yang dimiliki budaya tersebut serta nilai-nilai yang hendak
22
itu berbeda satu dengan yang lain, tetapi pada dasarnya setiap kebudayaan
berangkat dari kerangka yang sama sehingga tidak ada yang berbeda dengan
masyarakat moderen dan masyarakat primitif, yang berbeda hanyalah hasil dari
sebuah refleksi yang dilakukan. Masyarakat primitif memiliki cara pandang yang
satu dengan yang lain. Manusia moderen berpikir dengan cara mereka sendiri
demikian juga dengan masyarakat primitif. Sebuah mitos dalam kerangka berpikir
moderen mungkin akan tampak seperti bentuk pemikiran yang kacau tetapi tidak
primitif). Mitos dalam penyajiannya akan tampak sangat kacau tetapi jika diteliti
sesuatu hal. Karena itu mitos memiliki penjelasan yang bersifat keilmuan tetapi
dengan penyajian yang mengikuti pola masyarakat primitif sehingga mitos tidak
perlu dipisahkan dengan sains. Dengan kata lain mitos dapat dijelaskan secara
yaitu dengan mengakui keberadaan mitos sebagai salah satu aktivitas budaya
manusia yang merupakan sebuah perangkat atau sistem nilai yang mengandung
pesan – pesan tertentu. Mitos sebagai perangkat nilai yang mengandung pesan
ini dibagi didalam dua bagian, yaitu; struktur permukaan (surface structure) dan
23
struktur dalam (deep structure). Struktur permukaan adalah sebuah struktur dalam
mitos yang dapat dilihat secara langsung, misalnya sebuah sistem kekerabatan,
dalam yaitu struktur yang ada didalam struktur luar. Struktur luar bekerja dalam
gejala ini pada seorang ahli bahasa yang memiliki sejumlah pengetahuan tentang
Indonesia, struktur – struktur ini tidak dipikirkan lagi atau secara reflek sudah
Berpasangan atau binary opposition yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
eksklusif dan tidak eksklusif. Contoh dari Oposisi berpasangan yang eksklusif ada
pada bentuk kata mandi dan tidak mandi, sedangkan oposisi berpasangan yang
berpasangan jika dicari didalam mitos pada Suhat masyarakat Soya, misalnya
pada kata hormat pada leluhur. Kata hormat pada leluhur tertentu, misalnya
leluhur Koma Mara Nusa, kemudian hormat pada leluhur Pesi Mara Eli, bagi
masyarakat Soya ini adalah bentuk yang berlawanan. Karena leluhur Koma Mara
24
Nusa adalah leluhur yang ada di atas gunung Sirimau sedangkan leluhur Pesi
Berdasarkan pemikirian dasar inilah maka analisis yang dilakukan atas sebuah
mitos tidak hanya akan menggali makna tertentu tetapi juga mengungkapkan
sebuah logika dalam tata bahasa pada mitos tersebut seperti yang dilakukan oleh
sebuah miteme, yang akan kita susun untuk menemukan relasi – relasi tertentu,
yang membawa kita pada sebuah pemahaman yang dalam tentang mitos yang
sedang digali.
yang dilakukan pada bahasa. Mite tidak memiliki makna jika berdiri sendiri,
karena itu mite harus disusun, karena mite mengandung semacam kode – kode
tertentu yang merupakan sebuah struktur formal dari sebuah mitos (Kaplan 2002 :
239 – 240). Penemuan mite dalam Suhat masyarakat Soya dibentuk dengan
Mitos dalam Suhat dinarasikan lewat syair – syair Suhat, karena itu sebelum
akan dibuat menjadi sebuah episode yang membantu analisa yang dilakukan
dalam mitos ini. Hal ini juga dilakukan oleh Ahimsa-Putra ketika menganalisa
pembentukan episode ini disebut sebagai Ceriteme, yang diartikan oleh Ahimsa-
Putra sebagai pembentukan atau penemuan relasi – relasi tertentu lewat episode
25
Hal lain yang mendasar dalam analisis struktural adalah transformasi.
tiga bentuk, yaitu transformasi yang terjadi di tingkat permukaan, yang kedua
transformasi yang terjadi dengan perubahan susunan elemen – elemen dan yang
ketiga transformasi yang terjadi meliputi kedua bentuk transformasi yang telah
dikemukakan bahkan pada tingkat transformasi ini ada elemen – elemen yang
bahwa keseluruhan permukaan boleh berubah tetapi inti pesan atau makna yang
Mitos hadir dalam level konsep sebuah kelompok dan memiliki batasan-
batasan wilayah tersendiri, sehingga penelitian budaya suatu kelompok dan daerah
dimana mitos itu berada menjadi penting. Dengan meneliti budaya dimana mitos
2007 : 12). Dengan penelitian etnografi yang dilakukan maka konteks budaya
untuk mendapatkan data budaya dari mitos sehingga gambaran umum budaya
tersebut dapat disajikan pada penulisan thesis ini, juga untuk mendapatkan materi
26
dari teks-teks mitos tersebut, tahapan-tahapan tersebut memakai beberapa tahapan
Soya dan kehidupan adat masyarakat negeri Soya. Hal ini dilakukan untuk
yang berkaitan dengan mitos dalam Suhat pada Ritual Cuci Negeri, sekaligus
semangat adat dalam pelaksanaan adat Cuci Negeri, karena itu pengamatan –
pengamatan dalam kehidupan sehari – hari sosial masyarakat juga dilakukan oleh
penulis.
mewawancarai para Tokoh Adat (Bapa Raja, Kepala Soa, Kewang dan Staf Saniri
Negeri), Para pendukung acara Ritual Cuci Negeri, Pendeta, dan Musisi asal
Maluku. Bapa Raja, kepala Soa, dan Kewang adalah mereka-mereka yang
memiliki pengetahuan luas tentang sejarah tradisi yang diteliti serta penguasaan
bahasa asli dalam mitos yang diteliti. Staf saniri negeri adalah mereka yang
pengetahuan yang luas tentang adat yang dijalani. Para pendukung acara ritual
27
pelaksanaan penelitian diwawancarai demi mendapatkan sebuah data tentang
bentuk kehidupan antara agama dan adat. Musisi asal Maluku adalah para ahli
musik yang mengenal bentuk dan syair asli Maluku diwawancarai agar mendapat
pengetahuan tentang keaslian syair dan irama serta bentuk musik yang disajikan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada kerangka teori. Pada kerangka
teori, analisis struktural dilakukan untuk menemukan miteme dan ceriteme. Tetapi
sebelum sampai pada penemuan miteme dan ceriteme pada mitos, beberapa data
pemahaman yang bersifat holistik, mulai dari kehadiran adat itu sendiri, bentuk
sampai pada sistem kepercayaan adalah suatu kesatuan bagi masyarakat Soya,
karena itu perlu sebuah perhatian yang ekstra ketika melakukan pembedahan atau
pengelompokan.
bersama dengan keseluruhan penyampaian mitos dalam Suhat pada ritual Cuci
adat, bentuk kekerabatan sampai pada sistem kepercayaan akan dipisah untuk
28
mendukung pemahaman dalam menganalisis mitos pada Suhat. Sedangkan mitos
dalam Suhat yang masih berbentuk syair akan ditekskan dan diterjemahkan
menemukan ceriteme dan miteme seperti yang telah ditawarkan dalam kerangka
teori. Strategi pendekatan ini dilakukan karena mitos terdiri dari unit – unit yang
terkecil yang dapat mencerminkan nilai budaya tertentu. Masing – masing unit
masih dapat berelasi satu dengan yang lain untuk membentuk nilai - nilai yang
yang mana unsur – unsur dalam budaya tersebut seperti sebuah teks. (Ahimsa-
Putra, 2009: 6)
H. Kerangka Penulisan
Kerangka Teori, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisis Data dan kerangka
tentang Negri Soya, dimana akan memuat tentang Negri Soya, mulai dari
29
Pada bab ketiga dengan judul Negri Soya Sebagai Komunitas Adat, akan
dipaparkan bagaimana sistem adat negri Soya, dimulai dengan penulisan sejarah
sistem kepercayaan adat, bentuk kekristena di Soya agar dapat melihat sinkretisme
yang terjadi antara pemahaman Kristen dan sistem kepercayaan adat. Bab
Keempat akan diantar pada pemahaman mitos dalam Suhat, dengan terlebih
pada pengertian Suhat dan tipe-tipe Suhat, yang menguraikan musik dan syair
Suhat untuk mendapatkan informasi bahwa Suhat adalah bentuk musik asli dari
masyarakat Ambon.
Bab kelima merupakan bab analisa yang terdiri dari beberapa bagian,
yang disusun secara sistematik untuk menyajikan hasil yang baik. Bab Penutup
adalah bab keenam yang berisikan kesimpulan tentang seluruh penulisan thesis
yang tersaji dalam kesimpulan tiap bab. Dan yang menjadi bagian akhir adalah
sebuah saran bagi perkembangan studi – studi selanjutnya tentang budaya dan
30