Anda di halaman 1dari 19

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau dalam Dunia Patriarki di

Sumatera Barat dalam Perspektif Agama, Keluarga dan Budaya


==========================================================
Oleh: Tengku Rika Valentina dan Roni Ekha Putera

ABSTRACT

Culturally and socially, Minangkabau women, or well known as


Bundo Kanduang, has a typical position in Minangkabau traditional
law. The economic resources and its use, actually, is focused to the
women and it is being supported when they have to deal with political
context, primarily in traditional community, where the women rights in
order to aim the consensus. It is very significant to determine the
result that willing to achieve.

Kata Kunci: Budaya Patriarki, Kelompok Etnik, Etnik Minangkabau,


Matrilinial

I. PENDAHULUAN
sarkan studi yang dilakukan dengan
Hubungan perempuan dan laki-laki di
menggunakan analisis gender ternyata
Indonesia masih didominasi oleh
banyak ditemukan berbagai manifes-
idelogi gender yang membuahkan
tasi ketidakadilan seperti (1) terjadinya
budaya patriarkhi. Gender sebagai alat
marginalisasi atau pemiskinan eko-
analisis umumnya dipakai oleh
nomi terhadap kaum perempuan,
penganut aliran ilmu sosial konflik
misalnya banyak perempuan desa
yang justru memusatkan perhatian
yang tersingkir dan menjadi miskin
pada ketidakadilan struktural dan
akibat program pertanian revolusi
sistem yang disebabkan oleh gender.
hijau yang hanya memfokuskan pada
Gender yang sebagaimana ditu-
petani laki-laki. (2) terjadinya
turkan oleh Oakley1 berarti perbedaan
subordinasi pada salah satu jenis
yang bukan biologis dan bukan kodrat
kelamin umumnya terjadi pada
Tuhan. Budaya ini, tidak mengako-
perempuan di rumah tangga, dimana
modasikan kesetaraan, keseimbangan,
banyak kebijakan yng dibuat tanpa
sehingga perempuan menjadi tidak
menganggap penting kaum perempuan
penting untuk diperhitungkan. Berda-
(3) pelabelan negatif (streotype)
terhadap jenis kelamin tertentu
1
Dalam Mansour Fikih. 2005. Analisis sehingga terjadi diskriminasi terhadap
Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka perempuan, misalnya ada keyakinan
Pelajar. hal 71

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


dalam masyarakat bahwa laki-laki Ideologi yang dijadikan sebagai
adalah pencari nafkah (bread winer) dasar berpikir menentukan sistem
dan pekerjaan di luar yang dilakukan hubungan antara jenis kelamin ini
oleh perempuan dinilai hanya sebagai yang dilatarbelakangi oleh landasan
tambahan dan oleh karenanya boleh hukum perbapakan, sehingga segala
saja dibayar lebih rendah, (4) aspek dipandang dari sudut bapak.
perempaun menanggung beban kerja Ideology ini menjadi timpang ketika
domestik yang lebih banyak dan lebih perempuan diposisikan subordinate
lama (burden). Dengan kata lain terhadap laki-laki dan tidak diikut-
peran gender perempuan mengelola sertakan dalam membuat pranata
dan menjaga telah mengakibatkan kehidupan. Dalam perkembanganya,
tumbuhnya tradisi dan keyakinan relasi subordinat perempuan ini
masyarakat bahwa mereka harus memproduk ketidakadilan gender.
bertanggung jawab atas terlaksananya manusia sebagai individu kehilangan
keseluruhan pekerjaan domestik. identitas dirinya, karena konstruksi
Sosialisasi peran gender tersebut sosial budaya dan agama
menimbulkan rasa bersalah dalam diri Perubahan budaya matriarkat
perempuan jika tidak menjalankan menjadi patriarkat terjadi pada waktu
tugas-tugas domestik tersebut. laki-laki mengenal peternakan. Sifat
Sedanglan bagi kaum laki-laki tidak saja peternakan yang menciptakan harta
merasa bukan tanggung jawabnya membutuhkan pelimpahan sebagai
bahkan di banyak tradisi secara adat warisan, karena kebutuhan pelimpahan
laki-laki dilarang terlibat dalam ini laki-laki mulai mencari ketu-
pekerjaan domestik. Beban kerja runannya untuk diberi hak waris.
tersebut menjadi dua kali lipat bagi Sejak itu lah anak dikenal dari garis
kaum perempuan yang bekerja diluar keturunan ayah. Perubahan yang pada
rumah2. Menurut statistik PBB di tahun awalnya wajar-wajar saja karena
1980-an, diperoleh informasi bahwa (1) peternakan merupakan penyangga
Perempuan mengerjakan 2/3 pekerjaan pangan juga. Namun pada proses
seluruh dunia, tetapi hanya menerima berikutnya pandangan manusia
1/10 dari penghasilan seluruh dunia (2) mengenai hak milik diperluas. Bukan
Dari penduduk dunia yang masih buta hanya hak milik atas barang-barang
huruf, 2/3 adalah perempuan sementara tapi juga hak milik atas pengambilan
ia mendapat beban “mendidik” anak keputusan dalam kehidupan3.
keturunannya (3) Perempuan di dunia
hanya memiliki kurang dari 1/100
kekayaan dunia. 3
Murniati, A Nunuk. 2004. Getar Gender:
Perempuan Indonesia dalam Perspektif
agama, Budaya dan Kelurga. Magelang:
2
Ibid hal 75-76. Yayasan Indonesia Tera. hal xxv.

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


Perjalanan budaya patriarkhi bagi orang Minang akan kehidupannya
makin kuat ketika terjadi perubahan secara kolektif, meskipun kadangkala
sosial ke masyarakat kemudian cenderung berlebihan dari sudut ilmu
masyarakat ini berkembang menjadi kajian sosial. Kesemuanya itu
masyarakat kapitalis, dan kemudian menimbulkan spekulasi yang sangat
dikunci dengan sistem militerisme. menggugah dan tampaknya akan tetap
Akibat perubahan sosial tersebut, merupakan teka-teki yang menarik
dalam masyarakat terdapat pandangan yang belum dapat dijelaskan secara
bahwa norma manusia yang dianggap seksama. Kultur masyarakat Minang-
benar apabila dipandang dari sudut kabau yang diwujudkan dalam
laki-laki. Semua ini berlaku di semua falsafah tigo tungku sajarangan atau
aspek kehidupan baik sosial, tigo tali sapilin, dimana peranan tiga
ekonomi, politik, kebudayaan dan kekuatan pokok diwakili oleh alim
bahkan agama. ulama, niniak mamak, bundo
Masyarakat Minangkabau kanduang, cadiak pandai merupakan
adalah suatu kelompok etnis suatu kekuatan formal di masyarakat
matrilinial yang terbesar di dunia dan yang matrilinial.
jelas satu-satunya contoh untuk Secara sosial budaya perempuan
Indonesia. Organisasi sosial dan Minangkabau, atau dikenal juga
politiknya mendekati tipe matrilinial dengan sebutan bundo kanduang,
yang murni dari sudut pandang memiliki kedudukan yang khas dalam
antropologi. Namun begitu, mereka hukum adat Minangkabau, terutama
juga sudah lama dikenal sebagai dalam sistem keturunan yang diambil
penganut Islam yang teguh, seperti dari garis keturunan ibu (matrilinial).
juga dengan sikap mental mereka Sumber-sumber ekonomi dan peman-
yang berorientasi pasar dan outward faatannya juga untuk kaum perem-
looking. Atas dasar ini pula orang puan. Sementara dalam konteks
Minang di Indonesia sering dianggap dinamika politik di komunitas adat,
sebagai pemilik sah dari tradisi khususnya dalam bermusyawarah
merantau4 untuk kaum keluarga, suara bundo
Semua karakteristik ini dan kanduang menentukan hasil yang
berdampingan dengan kontradiksi- ingin dicapai5
kontradiksi internal yang menyer- Fenomena sosial yang berlaku
tainya telah menimbulkan rasa bangga dalam masyarakat sangatlah dinamis.
dan kesadaran sejarah yang tinggi Oleh karenanya tidak dapat dinafikan
bahwa kehidupan masyarakat itu
4
Lyn L. Thomas and Franz Von Benda (eds)
5
1985. Change and Continuity in Minang- Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian mustika
kabau. Athens, Ohio: Southeast Asia Adat Basandi Syarak di Minangkabau.
Series, No 71, Ohio University. hal 7 Bandung: Remaja Rosdakarya. hal 42

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


penuh dengan perubahan. Akibatnya, Pada keluarga secara induktif
tidak sedikit terjadi pergeseran- dan deduktif, nilai- nilai ideologi
pergeseran sistem nilai sosial budaya gender dikembangkan. Proses
etnis Minangkabau tersebut. Aktuali- pengembangan ini tanpa didasari
sasi nilai-nilai sosial budaya oleh dengan pemahaman serta apresiasi
masyarakatnya tidak berada pada yang cukup serta kritis, dan pada
ruang yang vakum. Artinya, nilai-nilai hakikatnya hanya merupakan proses
sosial budaya tersebut akan terus pemiskinan peradaban, karena kebu-
berkembang dan mengalami dayaan manusia tidak berkembang ke
perubahan sesuai dengan kondisi arah kebaikan tetapi berjalan dengan
individu atau masyarakat yang penuh eksploitasi.
menerapkannya. Dengan demikian
aktualisasi tersebut sangat bergantung II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
pada lingkungan sekitar. Secara umum patriarki dapat
Sementara itu, ajaran dan ujaran didefenisikan sabagai satu sistem yang
agama memiliki potensi dominan mencirikan laki-laki (ayah). Dalam
dalam penerapan ideologi gender sistem ini, laki-laki yang berkuasa
yang bias. Dalam konteks ini agama untuk menentukan seluruh pekerjaan.
bisa memberikan inspirasi dan Sistem ini dianggap wajar sebab
dorongan munculnya ketidakadilan
disejajarkan dengan pembagian kerja
gender. Dalam tataran praksis berdasarkan seks. Budaya patriarki
kehidupan beragama, kenyataan diyakini sebagai suatu sistem yang
sering menunjukan justru bisa terjadi bertingkat yang dibentuk olah suatu
segala bentuk penindasan dan ketidak kekuasaan yang mengontrol dan
adilan lewat ajaran dan ujaran agama. mendominasi pihak lain. Pihak lain,
Ketika agama dikemukakan, maka menurut yang meyakini defenisi ini,
kebudayaan dijadikan sebagai peng- adalah perempuan.6
gerak, bagaimana ideologi gender
masuk dalam komunitas masyarakat, Masyarakat dalam Perspektif
baik laki- laki atau perempuan, yang Budaya, Agama dan Keluarga
terdidik maupun dibodohkan. Jika Perspektif budaya
mereka percaya bahwa kehidupan
masyarakat berawal dari individu, Masyarakat Indonesia merupakan
maka keluarga sebagai komunitas masyarakat yang pembentukannya
terkecil dalam masyarakat menjadi tidak akan terlepas dari eksistensi
sebuah area pembibitan yang sangat masyarakat ysng mendiami daerah-
starategis untuk pelestarian dan daerah di Indonesia. Eksistensi yang
pengembangan ideologi gender. ada pada kelompok tersebut secara
6
Nunuk P Murniati. Op.Cit hal 80-82

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


nyata diidentitaskan dengan suku Masyarakat dan kebudayaan meru-
bangsa yang mempunyai latar pakan suatu hal yang tidak bisa
belakang sejarah, akar budaya, dan dipisahkan satu sama lainnya, karena
lingkungan dimana mereka tinggal. pada dasarnya segala tindakan yang
Tetapi sebagai makhluk sosial apalagi diwujudkan oleh individunya sebagai
yang disatukan dengan sistem politik, anggota masyarakat yang akan
menyebabkan timbulnya keunikan- mengacu atau menggunakan kebu-
keunikan tersendiri yang pada dayaan sebagai aturan pengetahuan
dasarnya membentuk aturan baru mereka.
yang bisa membudaya. Kebudayaan sebagai suatu
Dalam hubungan sosial yang pengetahuan, cara memandang dan
terjadi dalam masyarakat yang merasakan, berfungsi sebagai
majemuk ada tiga kategorisasi yang pengarah dan pedoman bagi tingkah
mencerminkan aturan budaya: (1) laku manusia. Dengan kebudayaan
suasana nasional, yakni suasana itulah manusia melakukan dan
dalam lingkungan sosial dimana menjalani kehidupan ini dengan
aturan-aturan berlaku secara eksplisit menginterprestasikan berbagai penga-
maupun implisit yang bersumber pada laman hidup yang dialaminya.
aturan-aturan dari kebudayaan Manusia memperoleh dan memiliki
nasional; (2) suasana umum lokal, kebudayaan itu dari proses belajar,
yakni aturan kebudayaan yang belajar dari sistem pewarisan dan
berlaku ditentukan oleh mereka- belajar dari alam sekitarnya.
mereka yang terlibat dalam hubungan Budaya pasca patriarkat adalah
sosial yang ada, yang baku dalam budaya yang memperbaiki kualitas
jangka waktu tertentu; (3) suasana kehidupan ke arah yang lebih baik.
suku bangsa, yakni adanya Penghormatan terhadap nilai dan
kebudayaan suku bangsa yang martabat manusia tidak hanya dilihat
mendominasi aturan-aturan yang ada dari satu sisi, yaitu sisi laki-laki saja,
yang harus diikuti oleh mereka yang melainkan juga harus dilihat dari sisi
terlibat didalamnya7. lain. Relasi antara manusia dalam
Unit terkecil untuk memper- aspek kehidupan sosial, ekonomi,
tahankan kebudayaan suku bangsa politik, agama penting untuk
adalah keluarga yang di dalamnya dikembalikan pada relasi yang setara
terdapat sosialisasi sehingga bukan subordinat dan hirarkis.
membentuk suatu sistem yang Wawasan patriarkkis membutuhkan
berpusat kepada kebudayaan. perubahan ke arah wawasan gender
dengan menghormati pandangan
7
Bambang Rudito. 1991. Adaptasi Sosial perempuan.
Budaya Masyarakat Minangkabau.
Padang: Pusat Penelitian Unand, hal 7-8

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


Orang Minangkabau menyadari kanduang. Artinya, masyarakat
bahwa masyarakat dan kebudayaan Minangkabau sedang bergerak dan
itu selalu berubah. Pepatah berubah menjadi suatu masyarakat
Minangkabau yang berbunyi ”sakali baru: apakah akan tetap berpegang
aia gadang sakali tapian baraliah” teguh pada prinsip matrilinial atau
(satu kali air besar, satu kali tepian patrilinial.
berubah) merupakan refleksi dari
kesadaran akan perubahan itu. Dalam Perspektif Agama dan Keluarga dari
masyarakat matrilinial Minangkabau, Teori ”Nature” dan Teori ”Nurture”
hubungan antara mamak dan Teori nature yang ekstrim berang-
kemenakan adalah saling mengikat
gapan bahwa perbedaan psikologis
dalam sebuah rumah gadang. Mamak antara dua insan disebabkan perbedaan
mempunyai tanggung jawab sebagai biologis saja. Sedangkan pengikut
pemelihara dan pemberi kesejahteraan teori nuture beranggapan perbedaan
pada warga rumah gadang itu. Segala psikologis antara perempuan dan laki-
yang berhubungan dengan rumah laki disebabkan oleh proses belajar
gadang pada umumnya berada di dari lingkungan. Dalam kehidupan
bawah kontrol mamak. Kedudukan bermasyarakat, biologis dan psikologis
suami dalam adat Minangkabau itu saling mempengaruhi. Pada
hanyalah sebagai sumando. Kemudian
awalnya perbedaan memang lebih
ternyata ajaran adat budaya itu secara bersifat alamiah kemudian melalui
evolutif telah mengalami berbagai kebuyaan manusia direkayasa oleh
perubahan. Hubungan mamak dan lingkungannya8.
kemenakan semakin longar. Ketika agama belum berkem-
Perubahan ini kemudian diikuti pula bang, manusia yang percaya kepada
dengan semakin berkurangnya sang pencipta mengadakan hubungan
peranan extended familiy dalam secara pribadi dengan cara masing-
rumah tangga Minangkabau. Lalu masing seperti hasil budaya manusia
kecenderungan untuk hidup dalam lain, agama dikembangkan berdasar-
bentuk nuclear family semakin kan pola berfikir yang sudah ada
meningkat. dalam masyarakat. Ideologi gender
Perubahan term of refence dan juga mewarnai munculnya agama-
term of address ini merupakan isyarat agama dan perkembangannya. Warna
yang kuat dari semakin longgarnya atau pengaruh ini tampak dalam
ikatan sosial antara mamak dan peraturan-peraturan agama.
kemenakan disatu pihak dan semakin Salah satu ekses ideologi gender
eratnya hubungan. antara anak dan terbentuknya budaya patriakat. Dalam
orang tua dipihak lain serta semakin
kurangnya eksistensi peranan bundo 8
Nunuk Purwanto, Op.cit hal 3-4

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


budaya ini kedudukan perempuan puan berprilaku. Oaklay10 memberi
ditentukan lebih rendah dari pada makna gender sebagai perbedaan jenis
laki-laki. Menurut sejarah, patriarchy kelamin yang bukan biologis dan
private muncul pada waktu agama di bukan kodrat Tuhan. Perbedaan
Eropa menentukan bahwa kawin biologis jenis kelamin (sex) merupa-
somah (satu isteri satu suami) kan kodrat Tuhan dan oleh karenanya
merupakan perkawinan yang diakui secara permanen dan universal
gereja. Aturan ini meresmikan berbeda. Sedangkan gender adalah
domestisitas perempuan9. behavioral difference antara laki-laki
Dalam keluarga kedudukan dan perempuan socially contructed
suami lebih dominan. Situasi ini yakni perbedaan yang bukan kodrat
berarti meneguhkan patriarchy dan bukan ciptaan Tuhan, melainkan
private dalam keluarga. Melalui per- diciptakan oleh kaun laki-laki dan
kembangan kapitalisme yang makin perempuan melalui proses sosial dan
matang patriarchy private menjadi budaya yang panjang.
state patriarchy. Patriarki menjadi Perbedaan gender kemudian
warna dalam kehidupan sosial dimana melahirkan peran gender sesungguh-
diciptakan aturan-aturan agama nya tidaklah menimbulkan menimbul-
sebagai bagian dari struktur budaya. kan masalah. Kalau secara biologis
kaum perempuan dengan organ
Kesetaraan Jender reproduksinya bisa hamil, melahirkan,
Gender adalah perbedaan-perbedaan dan menyusui kemudian mempunyai
sifat perempuan dan laki-laki yang peran sebagai perawat, pengasuh, dan
tidak mengacu pada perbedaan pendidik anak, sesungguhnya tidak
biologis, tetapi pada nilai-nilai sosial ada masalah. Persoalannya ternyata
budaya yang menentukan peranan peran gender tradisional perempuan
perempuan dan laki-laki dalan dinilai lebih rendah dibanding peran
kehidupan pribadi dan masyarakat. gender laki-laki.11 Selain itu ternyata
Istilah gender berbeda dengan seks, peran gender dan perbedaan gender ini
seks digunakan untuk mengacu pada melahirkan masalah ketidakadilan.
fenomena biologis. Sedangkan gender Manifestasi ketidakadilan tersebut
menunjuk pada atribut sosial. tersosialisasi baik kepada kaum laki-
Kata gender itu sendiri berasal laki maupun perempuan secara
dari bahasa Inggris yang berarti suatu mantap, yang lambat laun akhirnya
pemahaman sosial budaya tentang apa percaya bahwa peran gender itu
dan bagaimana laki-laki dan perem-
10
Dalam Mansur Fakih, Sesat Pikir Teori
Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hal. 171.
9 11
Ibid, hal 5 Ibid, hal. 172 –172.

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


seolah-olah menjadi kodrat. Secara menjelaskan tindakan sosial yang
biologis perempun dan laki-laki terjadi pada masyarakat13. Pemahaman
memang berbeda. Namun dalam hak yang terjadi dalam etnis Minangkabau
dalam kehidupan pribadi dan bisa dilihat dengan mengkombi-
masyarakat seharusnya perempuan nasikan antara kerangka pendekatan
dan laki-laki mempunyai kesempatan sruktural dan kultural historis, karena
dan hak yang sama. Konvensi kalau kita dapat mengemukakan
perempuan menekankan pada kese- kondisi historisnya dan beberapa
taraan dan keadilan (equality and persepsi yang tentang pengalaman
equty) perempuan dan laki-laki yaitu sejarah ( Hic et Nuch)
persamaan hak dan kesempatan. Gabungan antara kedua pen-
Konvensi perempuan ini mengakui dekatan ini dapat disebut dengan
adanya: (1) perbedaan biologis atau istilah diakronisasi multi dimen-
kodrat antara perempuan dan laki- sional14. Dalam bentuk yang paling
laki. (2) perbedaan perlakuan terhadap sederhana kehidupan etnis Minang-
perempuan yang berbasis gender yang kabau sama juga dengan kehidupan
mengakibatkan kerugian pada perem- masyarakat etnik lainnya. Etnis
puan. (3) perbedaan kondisi dan Minangkabau memiliki sejumlah ciri
posisi antara perempuan dan laki-laki, identitas yang kolektif yang dapat
dimana perempuan ada kondisi dan dilacak baik dari segi sifat, bentuk dan
posisi yang lebih lemah karena asal usulnya. Identitas tersebut
mengalami diskriminasi atau memberikan tertib makna bagi hidup
menanggung akibat karena perlakuan anggotanya secara kolektif dan
diskriminatif atau karena lingkungan, mengusahakan agar makna itu tetap
keluarga dan masyarakat tidak men- dipertahankan melalui persetujuan
dukung kemandirian perempuan.12 kolektif.15
Jumlah keseluruhan etnik
Etnis Minangkabau Minangkabau pada tahun 2000 baik
Masyarakat Minang adalah suatu yang berdiam di Propinsi Sumatera
realitas obyektif yang di dalamnya Barat maupun yang di perantauan
terdapat realitas subyektif. Bersifat
13
obyektif artinya adalah suatu kondisi Peter L Berger and Thomas Luckman. 1967.
yang didasari terhadap pemahaman The Social Construction of Reality. New
York: Doubleday Anchor Books, hal 18
proses sosial dan proses kultural. 14
Dalam tulisan Taufik Abdullah .”Identitiy
Alasan kultural paling mampu Maintenance and Crisis of identitiy in
Minangkabau” dalam Hans Mol (ed),
Identitiy and religion . International Cross
12
Omas Ihroni (ed), Penghapusan Diskrimi- Cultural Approach. London: Sage Pub-
nasi Terhadap Perempuan, Alumni, Ban- lication Ltd..hal 7
15
dung, 2000, hal. 27 –28. Ibid.. hal 7

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


adalah 5.475.145 orang yang terdiri ilmu pengetahuan dan ketrampilan
dari 2.708.751 laki-laki dan 2.766.394 termasuk jika suatu saat ia pergi
orang perempuan16. Di Propinsi merantau. Para suami dari perempuan
Sumatera Barat sendiri etnik Minang- yang tinggal di rumah gadang tersebut
kabau ini merupakan 88,35 % dari juga tidak boleh ada di sana pada
seluruh penduduk. Jadi merupakan siang hari dan harus sudah pergi
semacam mayoritas tunggal. Pertum- sebelum matahari terbit. Kehidupan di
buhan etnik Minangkabau ini adalah siang hari adalah di rumah ibu atau di
1,45% setahun atau dibawah pertum- rumah saudara perempuannya.
buhan penduduk etnik Jawa, Sunda, Tambo yang meriwayatkan
Batak, dan Melayu.17 bahwa adat Minangkabau diciptakan
Walaupun dalam kenyataan- oleh dua datuak yang turun dari
nya masyarakat Minangkabau sudah puncak gunung merapi yaitu Datuak
banyak berubah, namun hingga kini Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak
hampir seluruh warga etnik Katamangguangan. Namun juga tidak
Minangkabau percaya bahwa sistem mustahil bahwa adat matrilinial
masyarakat didasarkan pada sistem tersebut diterima berkat kontak dengan
kekerabatan matrilinial. Apalagi jika kebudayaan luar yang juga menganut
dikaitkan dengan ajaran agama Islam. adat seperti misalnya di Benua Eropa,
Perlambang paling nyata serta sebahagian Asia Tenggara.
dalam sistem kekerabatan matrilinial Agar realitas kehidupan sehari-
ini adalah rumah gadang, yaitu hari mereka dapat dipahami, maka
sebuah rumah komunal yang terdiri tidaklah cukup bila kita hanya
dari bilik-bilik untuk setiap warga memahami simbol-simbol atau pola
perempuan, baik yang masih gadis hubungan timbal balik antara individu
maupun yang sudah bersuami. Anak atau individu kelompok tertentu saja.
laki- laki tidak boleh tinggal di rumah Tetapi kita harus memahami juga
komunal ini, tetapi tempat mereka keseluruhan struktur makna dimana
adalah di surau yang diharapkan terdapat pola- pola dan simbol-simbol
akan dapat membekali mereka dengan yang tercipta melalui proses sejarah.

16
Saafroedin Bahar dan Ir. Moh. Zulfan
III. METODE PENELITIAN
Tadjoeddin. 2004. Posisi Sebuah Etnik Penelitian ini merupakan penelitian
Minoritas dalam Kehidupan Berbangsa
deskriptif dengan pendekatan kuali-
dan Bernegara. Jakarta: Yayasan 10
Agustus hal 5 tatif. Penelitian ini akan meng-
17
Leo Suryadinata, et.al. 2003. Indonesian’s gambarkan posisi perempuan etnis
Population Series, Indonesian’s Popu- Minangkabau itu sendiri ketika di
lation; Etnicity And Religion In A dalam teoritisnya memakai konsep
Changing Political Landscape. Singapore:
matrilinial tetapi didalam prakteknya
ISEAS, hal 6

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


lebih sering memakai konsep patriarki dan disederhanakan. Gabungan
dengan alat analisis yang dipakai (konversi) data yang dipaparkan
adalah dari segi agama, keluarga, dan menggambarkan realita empiris,
budaya. diorganisasikan dengan membuat
Objek dari penelitian ini adalah ringkasan terstruktur dalam bentuk
perempuan etnis Minangkabau yang teks serta penarikan kesimpulan dari
aktif dalam kegiatan organisasi baik data yang sudah terstruktur tersebut.
di pemerintah atau di lembaga swadya
masyarakat (LSM) dengan asumsi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian ini nantinya benar-benar Budaya dan kebudayaan Minang-
akan mendapatkan gambaran tentang
kabau pada dasarnya adalah sebuah
bagaimana posisi mereka ketika sintesis dari perpaduan adat dan
dihadapkan dengan sebuah konsep syarak dan kemudian bersintesis lagi
yang patriarki dengan ditinjau dari dengan nilai-nilai budaya moderen
analisis agama, budaya, dan keluarga. yang datang dari Barat. Masyarakat
Teknik pengumpulan data yang Minangkabau adalah kelompok etnik
digunakan dalam penelitian ini adalah matrillinial terbesar di dunia18 dimana
teknik wawancara mendalam (depth organisasi sosial politiknya mendekati
interview) dan pengamatan intensif tipe matrilinial yang murni dari sudut
(observasi). Jenis data yang dipakai
pandang antropologi. Banyak peru-
dalam penelitian ini adalah data bahan yang terjadi dalam sejarah
primer dan data sekunder. Data masyarakat Minangkabau. Dalam
primer adalah data wawancara dari masyarakat matrilinial Minangkabau
beberapa informan yang dipilih hubungan antara mamak dan
berdasarkan teknik pusposive kemenakan adalah hubungan yang
sampling sedangkan data sekunder saling mengikat, dimana mamak
adalah data-data berupa informasi, berkewajiban untuk mendidik keme-
tulisan dan dokumentasi yang relevan nakannya supaya manjadi “orang” dan
dengan penelitian ini. untuk itu kemenakan dikehendaki agar
Penelitian ini menggunakan dapat mematuhi segala nasehat dan
analisis deskriptif. Analasis dilakukan arahan yang dilakukan oleh mamak-
berdasarkan pandangan-pandangan nya. Tetapi dalam perjalanannya
informan (emik) yang sudah divalidasi ternyata ajaran adat itu secara evolutif
dengan menggunakan trianggulasi.
Kesimpulan dari analisis yang 18
Dalam Abdullah, Taufik. 1976. “Identitiy
dilakukan terkait pada gabungan data Maintenance and Crisis of identitiy in
yang didapat dari informan (emik) dan Minangkabau” dalam Hans Mol (ed).
interpretasi peneliti (etik) terhadap Identitiy and Religion: International Cross
data lapangan yang sudah direduksi Cultural Approach. 1976. London: Sage
Publication Ltd.

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


telah mengalami berbagai perubahan. Ringkasnya pada dasarnya suku
Hubungan mamak dengan kemenakan Minangkabau di daerah Sumatera
semakin longgar dan posisi bundo Barat adalah Masyarakat Rural yang
kanduang dalam rumah gadang tidak tatanan sosialnya bersifat kolektif dan
jelas lagi. Perubahan tersebut juga konservatif. Sedangkan sebagian besar
diikuti dengan semakin berkurangnya suku Minangkabau di perantauan
peranan extended familiy dalam adalah masyarakat urban yang lebih
rumah tangga Minangkabau, dan bersifat individualistik dan dinamis.
kecenderungan untuk hidup dalam Dengan perkataan lain, dari segi sosio
bentuk nuclear family semakin kultural para perantau Minangkabau
meningkat. sesungguhnya adalah suatu kategori
Dari tinjauan makro-sosiologis yang berbeda dari suku bangsa
sesungguhnya ada tiga jenis warga Minangkabau yang masih berdiam di
masyarakat Minangkabau ini yang Homeland-nya.
amat berbeda satu sama lainnya Walaupun dalam kenyataan
yaitu:19 masyarakat Minangkabau sudah
1) urang awak yang masih berdiam banyak berubah, namun hingga kini
di homelandnya masing-masing di hampir seluruh warga etnik percaya
propinsi Sumatera Barat. dan juga kelihatan bangga – bahwa
2) urang awak yang sudah mening- masyarakat didasarkan pada sistem
galkan kampung halamannya, dan kekerabatan matrilinial, yang garis
merantau ke kota-kota di propinsi keturuanannya serta sistem pewaris-
Sumatera Barat. nya diusut menurut garis keturunan
3) urang rantau yang tersebar luas di ibu. Apalagi jika dikaitkan dengan
daerah rantau di berbagai propinsi ajaran agama Islam bahwa surga itu
di Indonesia serta di berbagai ada dibawah telapak ibu.
negeri lain Perlambang paling nyata dari
Ditinjau dari segi mata pen- sistem kekerabatan matrlinial ini
adalah rumah gadang yaitu sebuah
carian 71% dari warga suku
rumah komunal yang terdiri dari bilik-
Minangkabau yang berdiam di daerah
bilik untuk setiap perempuannya, baik
Sumatera Barat adalah petani dan oleh
yang masih gadis atau yang sudah
karena itu secara sosiologis dan secara
bersuami. Anak laki- laki tidak boleh
psikologis dapat dikatakan sepenuh-
tinggal dalam rumah komunal ini,
nya hidup dalam tatananan adat
tempat mereka adalah di surau, yang
Minangkabau yang memang diran-
diaharapkan akan membekali mereka
cang untuk lingkungan agraris.
dengan berbagai pengetahuan dan
ketrampilan, termasuk jika pada suatu
19
Saafroedin Bahar dan Ir. Moh. Zulfan saat ia harus pergi merantau. Para
Tadjoeddin. Op.Cit. hal 71

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


suami dari perempuan yang tinggal di mereka kenal sebagai akibat logis dari
rumah juga tidak boleh ada di sana perubahan struktural dan fungsional
pada siang hari. Ia hanya boleh datang dari masyarakat secara keseluruhan.
pada malam hari dan sudah harus Ada beberapa parameter yang
pergi sebelum matahari terbit. dikemuakan oleh Mohctar Naim untuk
Kehidupan di siang hari mereka melihat pergeseran fungsi posisi dari
adalah di rumah ibu atau di rumah perempuan Minang tersebut. Salah
saudara perempuannya. Di seluruh satunya adalah sebuah parameter atau
pulau sumatera memang hanya etnik paradigma konsptual tentang
Minangkabau saja yang menganut parameter dan kedudukan wanita
sistem kekerabatan matrilinial ini. Minang dengan memakai cara
Dalam konteks Minangkabau kalibirasi sederhana (memakai simbol
ada semacam istilah yang disebut + dan - ) untuk menentukan tinggi
sebagai marumakkathayam. Isitilah rendahnya fungsi kedudukan wanita
ini sama dengan jurai payung atau Minang dengan melihat kecende-
suku, suku-suku ini kemudian akan rungan umum dari perubahan yang
terbagi dalam keluarga di Minang- terjadi dari situasi desa ke kota20
kabau yang mana proses penarikan seperti terlihat dalam tabel berikut ini.
suku itu berdasarkan garis keturunan
ibu atau matrlinial.
Dari sekian banyak perubahan
yang terjadi dalam budaya masyarakat
Minangkabau pada saat ini pada
penelitian ini peneliti lebih
memfokuskan pada perubahan posisi
perempuan itu sendiri “bundo
kanduang“ dalam budaya patriarki
yang telah lama melekat dalam
masyarakat Minangkabau.
Sebagaimana kita ketahui
proyeksi masa depan dari dinamika
dari fenomena sosial adalah salah
satunya pola pergeseran fungsi
perempuan etnis Minangkabau yang
berubah. Perubahan tersebut terjadi
dalam berbagai sektor yang ada dalam 20
Muhctar Naim. 2006. “Perempuan Minang-
masyarakat. Banyak fungsi-fungsi kabau di Persimpangan Jalan”. Makalah
baru yang dimasuki oleh perempuan dalam Kongres Kebudayaan dan Apresiasi
etnis Minang yang selama ini tidak Seni Budaya Mingkabau di Padang 29-30
November 2006., hal 45-47

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


Tabel 1. Kalibirasi Sederhana Parameter Kedudukan Wanita
di Minangkabau

Parameter Kedudukan Wanita Wanita Minang


Desa Kota
Kedudukan sosial + +
Kedudukan politik + +
Kedudukan ekonomi + +
Pemilikan harta + -
Penguasan terhadap anak dan keturunan + +
Pengaturan rumah tangga + +
Pemilikan hak asasi + +
Pemilikan harga diri + +
Kebebasan menentukan pilihan sendiri + +
Kebebasan bergerak + +

Secara perlahan-lahan terjadi sikap mendua atau sikap yang


perubahan dalam keluarga Minang- ambivalen terhadap dua jalur warisan
kabau yang bergerak menuju keluarga kebudayaan mereka, yaitu adat
batih yang utuh, bukan saja karena Minangkabau dan agama Islam.
harus diajarkan dalam agama Islam Mereka mencintai sekaligus merasa
dan undang–undang pokok perka- galau dengan kondisi dan aktualisasi
winan, tetapi juga karena terjadinya adat Minangkabau dan agama Islam
perubahan sosial dalam masyarakat, yang mereka yakini merupakan esensi
yang pada satu sisi memberikan peran dari keMinangkabauan mereka yang
yang semakin besar pada ayah dan ibu sudah lama dirangkum dalam formula
sebagai orang tua. Pada sisi lain yang dipandang sebagai suatu golden
melonggarkan hubungan mamak rule piagam Bukik Marapalam bahwa:
dengan kemenakannya, karena para adat basandi syarak, syarak basandi
mamak juga harus memberikan kitabullah.
perhatian pada keluarganya sendiri Secara psikologis masyarakat
Minangkabau seakan-akan dihinggapi
Posisi Perempuan Etnis Minang- oleh sindrom masochisme yaitu
kabau Dalam Dunia Patriarkhi merasakan kenikmatan dengan
Ditinjau Dari Perspektif Agama menyakiti dirinya sendiri. Rasanya
tidak banyak warga suku bangsa yang
Ada suatu sikap yang mencolok yang
bersifat ambivalen dan masochis
sudah lama terlihat di kalangan warga
seperti ini terhadap suku bangsa atau
suku bangsa Minangkabau ini, yaitu
kampung halamannya sendiri. Faktor

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


penyebab yang paling mungkin dari kaum perempuan di Minangkabau
sikap yang ambivalen yang berkepan- yaitu21
jangan itu antara lain: 1) terlindunginya secara formal
1) Menindaklanjuti pengintegrasian kepentingan kaum perempuan
adat Minangkabau dan Agama dalam perkawinan, karena garis
Islam secara kultural dan secara keturunan serta harta warisan
sosiologis dalam wujud yang dipercayakan kepada perempuan,
komprehensif, integral, sistematis, yang pada umumnya berada pada
dan melembaga. posisi yang rentan dalam
2) Mencari tempat yang tempat bagi perkawinan.
suku bangsa Minangkabau yang 2) secara teoritikal tatanan tersebut
beradat dan beraragam Islam itu berpotensi untuk melanggar
dalam konteks kebangsaan dan norma-norma hukum, baik hukum
kenegaraan internasional hak azazi manusia,
maupun hukum pidana, hukum
Kesenjangan peran normatif
internasional hak azazi manusia
antara adat Minangkabau dan agama
dilanggar, karena sistem kekera-
Islam pada tataran keluarga
batan matrilinial melakukan
mempunyai akar dan refleksinya pada
dsikriminasi sistemik terhadap
tataran sosial kemasyarakatan tetapi
manusia,bukan seorangan perseo-
wujudnya belum terintegrasinya
rangan tetapi juga terhadap jender.
norma adat dengan norma agama
dalam budaya agama. Kedua norma Artinya, tatanan yang sekitar sepuluh
tersebut serta organisasi para idee abad yang lalu dirancang dan
dragesnya berjalan bersisihan dan dilaksanakan tanpa ada masalah untuk
walaupun bersikap toleran, tetapi melindungi kaum perempuan. Dewasa
tidaklah menyatu. Sehingga fungsi ini secara substansif berpotensi
dan kedudukan antara laki- laki dan dipandang sebagai pelembagaan
perempuan diminagkabau sangat sistemik diskriminasi jender in reverse
berbeda. Tetapi para pemuka adat order. Baiknya disini belum ada laki-
tetap mengambil jalan tengahnya dari laki Minangkabau yang memprakarsai
perbedaan fungsi dan peranan tersebut protes terhadap diskriminasi terbalik
dimana keseluruhan norma, lembaga, itu. Namun hal itu tidak dengan
serta praksis sistem kekerabatan sendirinya berarti bahwa sistem
matrilinial etnik Minangkabau ini kekerabatan telah sesuai dengan rasa
mempunyai dua kesimpulan pokok
yang bermanfaat bagi kepentingan
21
Saafroedin Bahar dan Ir. Moh. Zulfan
Tadjoeddin. Op cit, hal 18

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


keadilanatau dengan sistem hukum kanduang merupakan “pusat jala” dari
nasional. keseluruhan sistem dalam sebuah
Seperti yang telah dibahas sebe- keluarga. Semua persoalan yang ada
lumnya bahwa masyarakat Minang- selalu dilimpahkan kepadanya dan dia
kabau adalah penganut matrilinial adalah penentu kebijaksanaan dalam
terbesar di dunia dan penganut Islam keluarga. Bundo kanduang dalam
yang teguh. Dalam Islam antara artian fungsionalnya dipersonifikasi-
perempuan dan laki-laki mempunyai kan oleh anggota yang lebih tua dalam
peranan yang sama. Islam meman- keluarga. Figur bundo kanduang
dang bahwa perempuan adalah adalah seorang wanita yang sudah
sesosok manusia dengan seperangkat matang dan kuat dalam kepribadian
potensi yang ada pada dirinya dengan serta memiliki kearifan-kearifan dan
seperangkat potensi tersebut. Allah berada dalam puncak kehidupannya.23
menetapkan mereka punya peran yang Proses pemilikan harta dalam
beragam. keluarga kaum juga diserahkan pada
Ketika kita berbicara tentang perempuan yang pengaturannya
perempuan Minang, ada satu hal yang dikendalikan oleh bundo kanduang.
perlu kita klarifikasikan yaitu siapa pada waktu harta pencarian masih
wanita Minangkabau itu sendiri?. belum memegang peranan yang
Wanita Minangkabau (bundo kan- penting karena kerena kehidupan pada
duang) adalah mereka yang secara waktu itu masih agraris maka tanah,
etnik adalah orang Minangkabau, rumah dan harta lainya dimiliki secara
tidak menjadi persoalan apakah kolektif oleh keluarga kaum. Dari segi
mereka dilahirkan di kampung atau di hukum faraidh agama hanya barang-
rantau, mempunyai nilai-nilai budaya barang bergerak saja yang bisa dibagi
Minang sehingga secara sadar akan tetapi pengelolaannya tetap kepada
membentuk pribadi dan prilaku wanita. Tetapi setelah perubahan
mereka22 zaman, peranan bundo kanduang
Dahulunya nilai-nilai budaya dalam pengelolaan harta semakin
dan masyarakat Minangkabau masih hilang, bahkan mereka semakin
terbatas pada nilai-nilai agama dan termaginalkan dengan budaya yang
adat. Kedudukan wanita di Minang- berkembang. Peranan mereka hanya
kabau dalam gambaran streotipnya semacam simbol saja, karena
adalah kuat, kukuh, dan anggun. fungsinya sudah beralih ke tangan
Wanita Minangkabau yang dilam- keluarga inti yaitu bapak atau suami.
bangkan dengan panggilan bundo Berbagai pendapat yang menya-
kanduang yang merupakan sebuah takan bahwa pada saat sekarang ini
figur sentral dalam keluarga. Bundo posisi bundo kanduang dalam adat
22 23
Ibid hal 51 Muhtar Naim, Opcit,hal 54.

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


Minang sudah mengalami degradasi. Posisi Perempuan Etnis Minang-
Kejayaan mereka dalam memegang kabau dalam Dunia Patriarki
harta pusaka hanya dijadikan sebagai Ditinjau dari Perspektif Budaya
simbol saja pada saat sekarang ini. dan Keluarga
Pengelolaan harta oleh Bundo Secara kodrati perempuan dan laki-
kanduang sifatnya memiliki tetapi laki dari adat Minangkabau tidak
tidak menguasai sehingga di dapat disamakan. Sebab bila kodrati
Minangkabau berlaku ungkapan perempuan dan laki- laki disamakan
“women reign but not rule”. akan bertentangan dengan ajaran ”adat
Perempuan jelas berkonotasi dengan basandi syarak dan syarak basandi
kata-kata female gender secara sosio
kitabullah”. Dalam adat Minang
kultural dan berkonotasi female sex kedudukan dan peran perempuan
secara biologis. Persentuhan antara sangat besar dan sangat diharapkan
adat dan agama dimana menempatkan keberadannya.
perempuan dalam kedudukan justru Perempuan di Minangkabau
lebih kuat terhormat dan terpelihara mempunyai kedudukan sangat penting
denga baik. Memang benar bahwa dalam suku, kaum dan nagari. Dalam
ajaran agama Islam lebih patriaki dan hal ini perempuan berfungsi sebagai
menempatkan suami sebagai kepala pewaris harta pusaka tinggi dari
keluarga, tetapi di sini agama Islam
mamak kepada kemenakannya dalam
telah mewajibkan laki- laki menjadi kaum atau suku. Adat Minangkabau
pemberi nafkah sehingga menjadikan mendudukkan perempuan pada posisi
wanita Minangkabau jusru mendapat yang sangat mulia. Peran perempuan
perlindungan dari kedua belah pihak terlihat pada asas sistem kekerabatan
yaitu dari adat berupa harta pusaka matrilinial (SKM )24 yang berciri- ciri:
tinggi serta dari agama Islam. 1) garis keturunan berasal dari ibu
Dengan perpaduan antara adat 2) suku anak menurut suku ibu ”
dan agama kedudukan wanita bukan basuku kabakeh ibu, babangso
saja bertambah kuat tetapi juga kabakeh ayah,jauah mancari suku,
mendapatkan makna baru. Jika adat dakek mancari induk, tabang
selama ini sifatnya terutama hanyalah basitumpu, hinggok mancakam ”
merupakan norma-norma sosial yang 3) pusako tinggi turun dari mamak
bernilai etik, maka dengan agama ia kemenakan, pusako randah turun
sekaligus menjadi sakral dan dari bapak ke anak. Dalam hal ini
trasandental, sehingga sanksi dan
kontrol sosialnya berlapis yaitu dari 24
Biro Pemberdayaan Perempuan, Sekretariat
adat dan agama. Daerah Propinsi Sumatera Barat. Kesetraan
dan Keadilan Gender dalam Keteladaanan
Rasulullah SAW: Peran dan Kedudukan
Perempuan di Minangkabau. hal 15

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


terjadi ”ganggam bauntuak” Hak 2) mambang tali awan (perempuan
kuasa berada pada tangan yang disitilahkan dengan sifat
perempuan. Hak memelihara sombong)
berada pada tangan laki-laki dan 3) parampuan (perempuan yang baik
hak menikmati secara bersama seorang ibu yang mempunyai sifat
sepakat kaum. terpuji, baik budi dan pekertinya,
4) gelar pusako tinggi turun dari mempunyai sifat malu dalam
mamak kepada kemenakan laki- disinya)
laki Dari hasil beberapa kutipan
5) Matrilokal (suami kerumah istri) wawancara yang peneliti bandingkan
6) Exogami ( kawin diluar suku)
ternyata banyak pemahaman yang
7) sehina, semalu seraso dan tidak sama tentang fungsi perempuan
separeso. (bundo kanduang) ini dalam keluarga
dan budaya. Selain itu, degradasi adat
Berdasarkan dari pemahaman dan budaya juga telah menimpa
hasil wawancara penelitian dapat Sumatera Barat, karena arus
dipahami bahwa kedudukan dan peran globalisasi, kapitalis sehingga fungsi
perempuan maka ada 7 pokok yang perempuan dalam keluarga dan
harus diaktualkan oleh perempuan budaya kadang-kadang sudah berada
Minang tersebut dalam lingkungan-
di luar batas kemampuan mereka.
nya: Tambo-tambo adat yang mengatur
1) memelihara dirinya tentang pola kehidupuan perempuan
2) memelihara martabat kaumnya hanya tinggal sebagai sejarah yang
3) menjaga anak dan keluarganya hanya bisa dibaca saja oleh generasi
4) memelihara harta benda muda sekarang tanpa bisa dipahami
pusakannya arti dan makna yang sebenarnya.
5) memajukan dan melanjutkan
kehidupan ekonomi keluarganya
V. PENUTUP
6) meyumarakan nagari dan alam
Minangkabau Berbagai pendapat menyatakan bahwa
7) menjalankan ajaran ABS-SBK pada saat sekarang ini posisi bundo
kanduang dalam adat Minang sudah
Mengingat penting peranan yang oleh mengalami degradasi. Kejayaan
wanita di dalam dan diluar rumah mereka dalam memegang harta pusaka
tangga, maka menurut adat hanya dijadikan sebagai simbol saja.
Minangkabau wanita dapat Pengelolaan harta oleh Bundo
digolongkan menjadi tiga macam: kanduang sifatnya memiliki tetapi
1) simarewan (tempat bermusya- tidak menguasai sehingga di
warah dan bertukar pikiran ) Minangkabau berlaku ungkapan

Posisi Perempuan Etnis Minangkabau....


“women reign but not rule” yang lebih bersifat individualistik dan
Perempuan jelas berkonotasi dengan dinamis.
kata-kata female gender secara sosio Ada beberapa saran yang
kultural dan berkonotasi female sex dikemukakan dalam penelitian ini,
secara biologis. Degradasi adat dan antara lain: 1) perlu diciptakannya
budaya juga telah menimpa Sumatera kesetaraan peran dan fungsi wanita
Barat karena arus globalisasi dan dan laki-laki di Minangkabau dalam
kapitalis sehingga fungsi perempuan bidang perkerjaan, sehingga wanita di
dalam keluarga dan budaya kadang- Minangkabau (bundo kanduang) juga
kadang sudah berada di luar batas mendapatkan kesempatan yang sama
kemampuan mereka. Tambo-tambo di ranah publik; 2) perlu adanya
adat yang mengatur tentang pola penjelasan yang lebih mendalam lagi
kehidupan perempuan hanya tinggal seperti sosialisasi kepada generasi
sebagai sejarah yang hanya bisa muda tentang kedudukan mereka
dibaca saja oleh generasi muda dalam adat, agama, dan keluarga dan
sekarang tanpa bisa dipahami arti dan budaya, sehingga mereka bisa
makna yang sebenarnya. mengetahui fungsi dan kedudukan
Suku Minangkabau di daerah mereka; dan 3) untuk menghindari
Sumatera Barat adalah Masyarakat terjadinya kesenjangan budaya
Rural yang tatanan sosialnya bersifat diantara masyarakat di Minangkabau,
kolektif dan konservatif. Sedangkan perlu lebih ditekankan peranan
sebagian besar suku Minangkabau di keluarga inti dan keluarga batih serta
perantauan adalah masyarakat urban lebih ditonjolkan peranan ninik
mamak dalam suatu keluarga.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, Taufik. 1976. “Identitiy Maintenance and Crisis of identitiy in


Minangkabau” dalam Hans Mol (ed). Identitiy and Religion:
International Cross Cultural Approach. 1976. London: Sage Publication
Ltd.
Berger, Peter L and Thomas Luckman. 1967. The Social Construction of Reality.
New York: Doubleday Anchor Books
H Idrus, Hakimy. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di
Minangkabau. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ihromi, Omas (ed). 2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan,
Bandung: Alumni

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007


Mansour Fikih. 2005. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Jakarta: Pustaka
Pelajar
Muhctar Naim. 2006. ”Perempuan Minangkabau di Persimpangan Jalan” Makalah
Disampaikan dalam Kongres Kebudayaan dan Apresiasi Seni Budaya
Mingkabau di Padang 29-30 November 2006.
Murniati, A Nunuk. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif
Agama, Budaya dan Keluarga. Magelang: Yayasan Indonesia Tera.
Rudito, Bambang. 1991. Adaptasi Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau.
Padang: Pusat Penelitian Unand.
Thomas, Lyn L. and Franz Von Benda (eds). 1985, Change and Continuity in
Minangkabau. Athens, Ohio: Southeast Asia Series, No 71, Ohio
University.
Saafroedin Bahar dan Ir. Moh. Zulfan Tadjoeddin. 2004. Posisi Sebuah Etnik
Minoritas dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Yayasan
10 Agustus hal 5
Leo Suryadinata, et.al. 2003. Indonesian’s Population Series, Indonesian’s Popu-
lation: Etnicity And Religion in A Changing Political Landscape.
Singapore: ISEAS, hal 6

DEMOKRASI Vol. VI No. 2 Th. 2007

Anda mungkin juga menyukai