Anda di halaman 1dari 13

Ratna Tri Hapsari 14320032

Fairuzi Nisrina R 14320064


Anindya Sari Khairinnisa 14320082
Rieny Nuraida 14320087
• Menurut Scriesheim (1992) adalah proses pengaruh sosial
di mana pemimpinnya mengupayakan partisipasi sukarela
bawahannya dalam usaha, untuk mencapai tujuan.
• Menurut Goetsch (1994) kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain
dan bertanggung jawab terhadap usaha dalam mencapai
tujuan berorganisasi.
• Menurut Robbins (1991) memimpin juga berarti
mengkomunikasikan visi dan prinsip organisasi kepada
seluruh anggota organisasi. Kegiatan memimpin termasuk
juga kegiatan untuk menciptakan budaya positif dan iklim
yang harmonis dalam lingkungan organisasi dan
menciptakan tanggung jawab untuk mencapai tujuan
bersama
1. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi

2. Bersikap positif dan optimis

3. Memiliki keberanian untuk mengambil resiko dan


merealisasikan visi misinya

4. Memiliki gaya pribadi yang menginspirasi banyak orang


dan mampu membuat anggotanya merasa dekat dengan
pemimpinnya

5. Memiliki kemampuan mengembangkan anggotanya

6. Bertanggung jawab dan berpengaruh positif

7. Memiliki keterampilan komunikasi yang baik

8. Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain


Kepemimpinan dalam
Islam
• Sebuah hadist Nabi menyebutkan “setiap kalian adalah pemimpin yang
akan dimintakan pertanggungjawaban dari kepemimpinannya itu.”
• Kepemimpinan dalam Islam menjadi parameter penentu pertahanan
umat (kaum) serta menjadi persoalan yang serius untuk
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, sehingga ajaran Islam
mengingatkan agar umatnya tidak gegabah dalam menentukan
pemimpin karena akan sangat berdampak kepada umatnya.
• Pada dasarnya Allah menciptakan manusia baik laki-laki maupun
perempuan semata-mata bertujuan untuk berbakti kepada-Nya. Islam
datang mengajarkan persamaan tanpa ada diskriminasi antara laki-laki
maupun perempuan baik dalam hal kedudukan, harkat, martabat,
kemampuan, dan kesempatan untuk berkarya.
Kepemimpinan
Perempuan
Di dalam konteks kepemimpinan terdapat kontroversi dari
aspek kegamaan. Aspek keagamaan yang diinterpretasikan oleh
ahli di bidangnya menegaskan bahwa, tidak diperbolehkannya
perempuan menjadi pemimpin karena dilihat dari sisi moral dan
kapabilitas. Di sisi moral, perempuan yang menjadi pemimpin
akan membuatnya berinteraksi lebih dengan lawan jenis yang
nantinya akan berpotensi menimbulkan fitnah. Di sisi
kapabilitas, laki-laki akan lebih kuat dan unggul daripada
perempuan. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa
kesuksesan perempuan menjadi pemimpin salah satunya
dicontohkan oleh Ratu Bilqis penguasa negeri Saba.
Islam yang memiliki ajaran agama yang sempurna
mendudukan laki-laki dan perempuan dalam posisi
yang setara baik sebagai hamba (Abid) maupun
posisi sebagai penguasa bumi (kholifatullah fil
ardh). Kepemimpinan perempuan diperbolehkan
selama itu baik dan bisa dipertanggungjawabkan.
Namun Islam memberikan batasan terhadap
perempuan disebabkan beberapa kendala kodrati
yang dimiliki seperti menstruasi, mengandung,
melahirkan, dan menyusui. Hal itu menyebabkan
kondisi perempuan saat itu lemah, sementara
seorang pemimpin membutuhkan kekuatan fisik
maupun akal.
Pada zaman Jahiliyah, perempuan adalah kelompok yang
selalu tertindas. Mereka tidak memiliki daya untuk keluar
dari tekanan, mereka tidak dihargai oleh kaum laki-laki.
Saat ini telah munculnya upaya penegakan kesetaraan
gender bagi kaum perempuan yang memiliki peran ganda
di lingkungan keluarga. Kesetaraan laki-laki dan
perempuan dalam keluarga secara Islam tidak
dimaksudkan untuk menghilangkan tugas dan tanggung
jawab seorang perempuan baik perannya sebagai istri
maupun ibu. Banyak persoalan yang menjadi masalah
dalam keluarga, terutama bagi seorang wanita karir.
Sesungguhnya hal itu tidak perlu terjadi, apabila
perempuan tersebut benar-benar menjalankan tugas dan
kewajibannya sebagai istri, ibu rumah tangga, dan wanita
karir.
Di Indonesia ini gerakan keadilan gender mulai berlangsung
sejak tahun 1980 an. Sebagai warga negara, perempuan
mempunyai hak untuk berpolitik dan melakukan kegiatan
sosial secara tegas, transparan, dan terlindungi. Peran
perempuan di publik diperbolehkan, sepanjang perempuan
tersebut mempunyai kemampuan untuk tidak melupakan
peran utamanya sebagai perempuan. Partisipasi kaum
perempuan di publik mendorong perubahan budaya yang
mampu meningkatkan pembangunan nasional di zaman
sekarang ini
Islam adalah agama yang mengajarkan keadilan dan keseimbangan.
Hubungan gender yang kurang adil di dalam masyarakat adalah
kenyataan yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Terdapat tiga
penghalang yang harus dihilangkan untuk mewujudkan hubungan
gender yang baik, yaitu teologi, budaya, dan politik. Di bidang
politik, sistem sosial dan politik harus dibangun secara demokratis
dan lepas dari diskriminasi gender dengan mengedepankan prinsip
persamaan, keadilan, kebebasan, menghindari kekerasan, dan yang
mempunyai keadilan. Seperti yang dicontohkan adalah peran
perempuan di publik sebagai anggota DPR/DPRD atau perempuan
yang berperan menjadi kepada desa, dan lain sebagainya.
Pandangan yang Mengharamkan
Pemimpin Wanita
• Pendapat yang mengharamkan kepala negara perempuan argumennya
terutama pada QS An Nisa 4:34 dan hadits dari Abu Bakrah. Dari kedua
nash tersebut kalangan ahli fiqih salaf berpendapat bahwa al-imam harus
dipegang seorang laki-laki dan tidak boleh diduduki seorang perempuan.
• Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir dalam menafsiri QS An-Nisa 4:34
menyatakan: “Laki-laki adalah pemimpin wanita, karena laki-laki lebih
utama dari perempuan. Itulah sebabnya kenabian dikhususkan bagi laki-
laki begitu juga raja yang agung, begitu juga posisi jabatan hakim dan
lainnya.”
• Ibnu Abbas berkata “Laki-laki pemimpin wanita” yang berarti laki-laki
sebagai amir yang harus ditaati oleh wanita.
• Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengutip ijmak-nya
ulama bahwa salah satu syarat menjadi imam adalah laki-laki karena beban
pekerjaan menuntut kemampuan besar yang umumnya tidak dapat
ditanggung wanita. Wanita juga tidak sanggup mengemban tanggung
jawab yang timbul atas jabatan ini dalam masa damai atau perang dan
situasi berbahaya. Nabi bersabda: ‘Tidak akan berjaya suatu kaum yang
menyerahkan kepemimpinannya pada wanita’ Oleh karena itu, ulama fiqih
sepakat bahwa jabatan Imam harus laki-laki.
Pandangan yang Membolehkan
Pemimpin Wanita
Wanita yang menduduki posisi jabatan kepala negara tidaklah bertentangan
dengan syariah karena Al-Quran memuji wanita yang menempati posisi ini
dalam sejumlah ayat tentang Ratu Balqis dari Saba.Dan bahwasanya apabila
hal itu bertentangan dengan syariah, maka niscaya Al-Quran akan
menjelaskan hal tersebut dalam kisah ini. Adapun tentang sabda Nabi
bahwa “Suatu kaum tidak akan berjaya apabila diperintah oleh wanita”
Tantawi berkata: bahwa hadits ini khusus untuk peristiwa tertentu yakni
kerajaan Farsi dan Nabi tidak menyebutnya secara umum. Oleh karena itu,
maka wanita boleh menduduki jabatan sebagai kepala negara, hakim,
menteri, duta besar, dan menjadi anggota lembaga legislatif. Hanya saja
perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh Al-Azhar karena jabatan
ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban menjadi imam shalat
(yang secara syariah tidak boleh bagi wanita).
Pandangan yang Membolehkan
Pemimpin Wanita
Pendapat ini disetujui oleh Yusuf Qardhawi. Ia
menegaskan bahwa perempuan berhak menduduki
jabatan kepala negara (riasah daulah), mufti, anggota
parlemen, hak memilih dan dipilih atau posisi apapun
dalam pemerintahan ataupun bekerja di sektor swasta
karena sikap Islam dalam soal ini jelas bahwa wanita itu
memiliki kemampuan sempurna (tamam al ahliyah).
Menurut Qaradawi tidak ada satupun nash Quran dan
hadits yang melarang wanita untuk menduduki jabatan
apapun dalam pemerintahan. Namun, ia mengingatkan
bahwa wanita yang bekerja di luar rumah harus
mengikuti aturan yang telah ditentukan syariah seperti:
• tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan
tertutup) dengan lawan jenis bukan mahram
• tidak boleh melupakan tugas utamanya sebagai
seorang ibu yang mendidik anak-anaknya,
• harus tetap menjaga perilaku islami dalam
berpakaian, berkata, berperilaku, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai