Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

ASPEK HUKUM
SURAT AL-BAQARAH AYAT 226 - 230
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kelompok
Dosen Pengampu : KH. Ahmad Ali Al-Asfar

Disusun oleh:
1. Choirul Anam
2. M. Rizal Dzulqornain
3. Taufikurohman

PRODI TAFSIR WA 'ULUMUHU


MA'HAD ALY AL-IMAN BULUS, INDONESIA
TAHUN
1441 H
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang.
Al-Quran adalah kitab kalamullah yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk di
pahami isinya serta mengamalkan nya. Al-Quran juga termasuk sumbur segala hukum ajaran
islam. Penafsiran Al-Quran menjadi sarana penting bagi kemajuan dan perkembangan islam.
Maka dari itu umat islam setidaknya mempelajari kandumgan isi Al-Quran,untuk mengetahui isi
kandugan isi Al-Quran di butuhkan pemahamangan amat dalam baik dari segi ahkamnya ,segi
aspek sosial dan segi takwil,dan masih banyak lagi.
Pada makalah ini kita akan membahas tentang aspek hukum atau aspek ahkam yang
terkandung dalam surat al-Baqoroh ayat 226-230.

B. Rumusan Masalah.

1. Apa hukum yang terkandung dalam surat al-baqoroh ayat 226-230

C. Tujuan Pembahasan.

1. Mengetahui hukum yang terkandung dalam surat al-baqoroh ayat 226-230


BAB II
PEMBAHASAN

‫س ِمي ٌع‬ َّ َّ‫ق فَ ِإن‬


َ َ‫َّللا‬ َ ‫) َوإِ ْن ع ََز ُموا ال َّط ََل‬226( ‫ور َر ِحي ٌم‬ ٌ ُ‫غف‬ َّ َّ‫ش ُه ٍر فَ ِإ ْن َفا ُءوا فَ ِإن‬
َ َ‫َّللا‬ ْ َ‫ص أَ ْربَعَ ِة أ‬ َ ِ‫ِللَّ ِذينَ يُؤْ لُونَ ِم ْن ن‬
ُ ُّ‫سا ِئ ِه ْم ت َ َرب‬
َّ‫َام ِهنَّ إِ ْن كُنَّ يُؤْ ِمن‬ َّ َ‫صنَ بِأ َ ْنفُس ِِهنَّ ث َ ََلثَةَ قُ ُروءٍ َو ََل يَ ِح ُّل َل ُهنَّ أ َ ْن يَ ْكت ُْمنَ َما َخلَق‬
ِ ‫َّللاُ فِي أ َ ْرح‬ ْ َّ‫) َوا ْل ُم َط َّلقَاتُ يَت َ َرب‬227( ‫ع ِلي ٌم‬ َ
َّ‫علَي ِْهن‬ َ ‫وف َو ِل ِلرجَا ِل‬ِ ‫علَي ِْهنَّ ِبا ْل َم ْع ُر‬َ ‫اَّللِ َوا ْليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر َوبُعُولَت ُ ُهنَّ أَحَقُّ ِب َر ِد ِهنَّ فِي ذَ ِلكَ إِ ْن أ َ َرادُوا إِص ََْل ًحا َولَ ُهنَّ ِمثْ ُل الَّذِي‬ َّ ‫ِب‬
َّ‫ان َو ََل يَ ِح ُّل َل ُك ْم أ َ ْن تَأ ْ ُخذُوا ِم َّما آتَ ْيت ُ ُموهُن‬
ٍ ‫س‬ ْ َ ‫ساكٌ بِ َم ْع ُروفٍ أ َ ْو ت‬
َ ْ‫س ِري ٌح بِ ِإح‬ َ ‫ان فَ ِإ ْم‬ ِ َ ‫ق َم َّرت‬ ُ ‫) ال َّط ََل‬228( ‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ‫د ََرجَةٌ َو‬
ٌ ‫َّللاُ ع َِز‬
‫َّللاِ فَ ََل‬ َّ ‫علَي ِْه َما ِفي َما ا ْفتَدَتْ ِب ِه ِت ْلكَ ُح ُدو ُد‬ ِ َّ ‫َّللاِ فَ ِإ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ ََّل يُ ِقي َما ُحدُو َد‬
َ ‫َّللا فَ ََل ُجنَا َح‬ َّ ‫ش ْيئ ًا ِإ ََّل أ َ ْن َي َخافَا أ َ ََّل يُ ِقي َما ُحدُو َد‬َ
‫غي َْرهُ فَ ِإ ْن‬ َ ‫) فَ ِإ ْن َط َّلقَهَا فَ ََل ت َ ِح ُّل لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّى تَ ْن ِك َح َز ْو ًجا‬229( َ‫َّللاِ فَأُولَئِكَ ُه ُم ال َّظا ِل ُمون‬ َّ ‫ت َ ْعتَدُو َها َو َم ْن يَتَعَ َّد ُحدُو َد‬
َ َ
)230( َ‫َّللاِ يُبَيِنُهَا ِلق ْو ٍم يَ ْعل ُمون‬ ْ َ َّ َ َ
َّ ‫علي ِْه َما أ ْن يَت َ َرا َجعَا إِ ْن ظنا أ ْن يُ ِقي َما ُحدُو َد‬
َّ ‫َّللاِ َو ِتلكَ ُحدُو ُد‬ َ َ ‫َطلَّقَهَا فَ ََل ُجنَا َح‬

A. Sumpah Ila’
Pada bab pernikahan terdapat istilah tentang sumpah ila’. Ila’ sendiri secara bahasa
masdar dari ‫ الى يولي ايالء‬yang artinya ketika orang bersumpah. Dan menurut istilah adalah
sumpahnya suami untuk tidak menggauli istrinya secara mutlak atau lebih dari empat
bulan.
Bagi para suami, tidak ada larangan untuk melakukan sumpah ila’ kepada istrinya.
Suami yang ingin melakukan ila’ haruslah pernah melakukan hubungan dan tidak
memiliki ganggun kejiwaan, meskipun hanya seorang budak, bodoh ,dan juga dalam
posisi mabuk.
Sumpah ila’ yang dijatuhkan suami, harus jelas waktunya. Istri yang merdeka
memiliki waktu dua kali lebih lama dari seorang budak, yaitu empat bulan lebih. Suami
yang tidak tahan dengan sumpah yangb dilakukan, dia bisa kembali kepada istrinya
dengan membayr kifarot. Dan jika sudah tidak cocok maka jatulah hukum talak. Suami
wajib menetukan pilihannya jika waktu ila’ yang dijatuhkan telah usai.

B. Talak

Talak secara etimologi adalah melepas ikatan. Dan secara terminologi hukum
adalah nama perbuatan untuk melepas ikatan pernikahan lihat dari segi fikih. Pengertian
talak menurut kitab al qurtubi adalah lepaskan suatu ikatan yang telah di buat antara
sepasang suami istri dengan menggunakan lafad lafad khusus.
Ada dua kemungkinan seorang suami mentalak istrinya yaitu ketika sang istri
dalam keadaan haid maka metalak sang istri tersebut tidak di perbolehkan. Dan dari sini
kita dapat mengetahui iddah yang wajar adalah apabila talak di lakukan pada masa bersih
. Sebaliknya talak dalam masa bersih di perbolehkan atau sah. Para ulama bersepakat
bahwasanya seorang suami mentalak istrinya dalam keadaan haid maka istrinya tidak
langsung menjalani masa iddahnya. Sedangkan seorang suami mentalak istrinya pada masa
bersih atau suci maka sang istri dapat menjalankan masa iddahnya. Imam Safingi
berpendapat apabila seorang suami telah mencampuri istrinya yang sedang menjalani masa
iddah, baik ia niat ataupun tidak, maka suami itu tidak di anggap telah merrujuk istrinya.
Dan istri yang di campuri itu berhak mendapatkan mahar mitsl (mahar rata-rata).

Para ulama berbeda pendepatan mengenai hukum suami berpergian dengan


istrinya, sebelum sang istri di rujuk. Imam safingi dan imam malik berpendapat seorang
suami berpergian dengan istrinya yang di ceraikan tidak di perbolehkan, sehinggga suami
itu merujuk istrinya. Pada dasarnya hukum mentalak istri itu di perbolehkan,sabda nabi
muhammad SAW terserah apabila seseorang menginginkan rujuk atau talak dari Ibnu
Umar. Nabi Muhammad SAW pernah mentalak hafsoh yang kemudian merujuk kembali.

Seorang istri yang sudah ditalak tiga kali, maka tidak halal bagi suaminya untuk
rujuk. Ketika istri itu sudah menikah dengan laki-laki lain dan sudah di talak kembali,maka
baru di perbolehkan untuk merujuk kepada suami yang pertama. Jika seorang muslim
mentalak istrinya yang dzimi dengan tiga talakan, kemudian laki laki dimmi menikahinya
dan menggaulinya kemudian mentalaknya, ada sebagian kelompok ulama berpendapat laki
laki dhimmi itu pernah menjadi suaminya dan istri dhimmi itu boleh di rujuk kepada suami
yang pertama pendapat hasan, Az-Zuhri, sufyan, Ats-tsauri, Asy- syafinngi,Abu Ubaid dan
ahli ra’yi.

Para ulama’ berbeda pendapat tentang khulu’, apakah termasuk talak atau fasakh.
Diriwayatkan dari Utsman, Ali, ibnu Mas’ud Khulu’ termasuk dari talak.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Dalam hukum islam, Allah SWT tidak melarang bagi seorang suami melakukan
sumpah ila’ bahkan sampai tingkatan talak. Allah juga memperboehkan sepasang suami
istri untuk kembali lagi dengan syarat yang sudah ditentukan.

Daftar Pustaka : Tafsir Qurtubi, Tafsir Sofwah, Terjemah Fathul Qorib

Anda mungkin juga menyukai