Anda di halaman 1dari 104

Perempuan Cerdas

Berdemokrasi

ii

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Pengarah
Arief Budiman Ferry Kurnia Rizkiyansyah Husni Kamil Manik Ida Budhiati Juri Ardiantoro Hadar Nafis Gumay Sigit Pamungkas

Penyu

Tim sun

Penanggung Jawab
Arif Rahman Hakim

Penyusun
Dian Kartikasari

Editor
Titik P.W

Design Layout
Satrio Mahadi

Ilustrator
Anna Dania

Penerbit
Komisi Pemilihan Umum Jl. Imam Bonjol No. 29 Jakarta Pusat Telp. : 31937223 Fax : 3157759 Website : www.kpu.go.id

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

iii

Daftar Isi
Tim Penyusun................................................................... ii Daftar Isi .................................................................... iii Pengantar .....................................................................v Bab I Mengenali Demokrasi......................................... 1
1. 2. 3. 4. 5. Apa dan Mengapa Demokrasi?.......................... 2 Apa itu Pemilu?.................................................. 9 Hubungan pemilu dan demokrasi?.................. 17 Menjadikan pemilu bermakna bagi demokrasi?............................................... 20 Bagaimana pemilu dilaksanakan?................... 26

Bab II Masalah-Masalah Dalam Pemilu..........................41


1. 2. 3. 4. 5. Perempuan, Pemilu dan Korupsi..................... 42 Kekerasan terhadap Perempuan..................... 50 Kecurangan yang mengintai............................ 53 Diskriminasi Terhadap Perempuan.................. 57 Elitisme Merintangi Perempuan....................... 60

iv

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Bab I II Harapan Dalam Pemilu......................................63


1. 2. 3. 4. 5. Mewujudkan Kesejahteraan............................. 64 Kontrol atas Pemerintahan............................... 73 Partisipasi Politik Perempuan.......................... 77 Mewujudkan Keadilan Subtantif....................... 81 Pemilih Perempuan adalah Subyek................. 85

Pengertian Istilah..........................................................88 Daftar Singkatan.............................................................. 91

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Pengantar

Salam Demokrasi! emilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Melalui penyelenggaraan pemilu inilah, digantungkan harapan untuk dapat membentuk pemerintahan yang memiliki legitimasi, bertumpu pada kehendak rakyat dan mengabdi pada tujuan untuk mensejahterakan rakyat serta mewujudkan keadilan sosial. Untuk mewujudkan harapan tersebut, partisipasi politik sejati rakyat, menjadi kunci utama keberhasilan pemilu. Partisipasi politik sejati dalam pemilu adalah partisipasi rakyat yang didasarkan pada pengetahuan tentang sistem politik, hak-hak politik rakyat dan kesadaran kritis dalam menggunakan hak politik dan menanggapi seluruh proses dan tahapan pemilu. Singkatnya, partisipasi politik sejati rakyat, mensyaratkan adanya pengetahuan dan pemahaman politik atau melek politik (political literacy). Dengan pengetahuan dan kesadaran terhadap hak-hak politik, rakyat sebagai pemilih akan dapat menggunakan hak pilihnya secara mandiri dan cerdas. Untuk menjadikan rakyat sebagai pemilih yang mandiri dan cerdas itu, diperlukan pendidikan politik yang memberdayakan rak-

vi

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

yat untuk dapat berperan aktif dalam seluruh proses dan tahapan pemilu. Perempuan Cerdas Berdemokrasi ini disusun sebagai bagian dari materi pendidikan politik bagi pemilih, untuk memperkaya pengetahuan pemilih dalam menghadapi pemilu. Tujuan penyusunan modul ini adalah menyediakan bahan bacaan tentang demokrasi dan pemilu dari sudut pandang dan analisis kesetaraan dan keadilan gender, guna meningkatkan pemahaman rakyat tentang keadilan gender dalam demokrasi dan pemilu. Perempuan Cerdas Berdemokrasi ini, disediakan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemilu, dan secara khusus ditujukan bagi pemilih dan calon anggota dewan perempuan, yang tergolong dalam kelompok rentan terhadap berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap perempuan. Dengan membaca Perempuan Cerdas Berdemokrasi, diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dan lebih memahami problematika dan solusi yang ditawarkan, agar pelaksanaan demokrasi dan pemilu menjadi lebih adil bagi laki-laki dan perempuan (adil gender). Diharapkan melalui pengayaan pengetahuan ini, semua pemangku kepentingan penyelenggaraan pemilu khususnya perempuan, dapat berperan aktif memberdayakan diri untuk menjadi aktor pemilu yang mandiri dan cerdas, dan adil gender serta memberikan sumbangan dalam penyelesaian masalah. Perempuan Cerdas Berdemokrasi ini disusun dalam tiga tema besar, yaitu 1) Mengenali Demokrasi, 2) Masalah-masalah dalam Pemilu dan 3) Harapan dalam pemilu. Dalam tema Mengenali Demokrasi, dibahas tentang: Apa dan Mengapa Demokrasi?, Apa itu Pemilu?, Hubungan pemilu dan demokrasi, Bagaimana pemilu bermakna bagi demokrasi? dan Bagaimana pemilu dilaksanakan? Sedangkan dalam tema Masalah-masalah

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

vii

dalam Pemilu, diulas tentang Pemilu dan Korupsi, Pemilu dan Kekerasan, Pemilu dan Kecurangan, Pemilu dan Diskriminasi, Pemilu dan Elitisme. Kemudian Harapan dalam pemilu, menyajikan tentang: Pemilu dan Kesejahteraan, Kontrol atas Pemerintahan, Pemilu dan Partisipasi Politik, Pemilu dan Keadilan dan Pemilih sebagai subyek. Perempuan Cerdas Berdemokrasi disusun berbasis pengalaman empiris perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari maupun saat menghadapi pemilu. Teori dan aturan normatif diletakkan sebagai landasan dan kerangka pemikiran untuk mendukung gagasan Demokrasi dan Pemilu yang transformatif dan adil gender. Semoga bermanfaat ..... Jakarta, Mei 2013 Ttd Husni Kamil Manik

viii

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Demokrasi

Bab 1

Mengenali

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

1. Apa dan Mengapa Demokrasi?


a. Pengertian Demokrasi
Kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Dmokrata berarti Kekuasaan Rakyat. Dmokrata terbentuk dari dua kata yang disatukan, yaitu dmos artinya rakyat dan kratos berarti kekuatan atau kekuasaan. Sehingga kata Demokrasi secara sederhana diartikan Kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dimana kata kekuasaan diartikan sebagai kekuasaan dalam pemerintahan. Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan di suatu negara, yang bertumpu pada kedaulatan rakyat. Selain bentuk pemerintahan demokrasi, masih ada bentuk lain, yaitu: pemerintahan monarki yaitu pemerintahan dijalankan oleh satu orang dan pemerintahan oligarki, yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh sekelompok kecil orang yang berkuasa.

b. Bentukbentuk Demokrasi
Ada dua bentuk dasar demokrasi, yang dikenal umum, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi langsung adalah bentuk pemerintahan yang mengakui hak setiap rakyat secara langsung untuk berpendapat atau memberikan persetujuannya dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan publik. Dalam sistem demokrasi langsung ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri saat memilih suatu kebijakan, sehingga memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang tengah terjadi. Demokrasi tidak langsung adalah rakyat sebagai pemilik penuh kedaulatan, menyerahkan sebagian dari kedaulatannya kepada orang-orang yang dipilihnya, un-

Mengenali Demokrasi

tuk menjalankan mandat dari rakyat, yaitu mengurus dan menjamin jalannya pemerintahan, menyuarakan aspirasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyat, mewujudkan tujuan dari pembentukan negara dan menjamin keberlanjutan bangsa dan negara. Lewat wakil-wakil yang telah dipilih melalui Pemilihan Umum, rakyat berhak Demokrasi menyampaikan aspirasi, kelulangsung adalah han, terlibat dalam perumubentuk pemerintahan san dan pengambilan kepuyang mengakui hak setiap tusan kebijakan publik serta rakyat secara langsung perencanaan dan pelaksauntuk berpendapat atau memberikan persetujuannya naan hingga pemantauan dan evaluasi pembangudalam setiap pengambilan nan. Rakyat berhak mengawasi dan meminta pertanggungjawaban kepada wakil-wakil yang telah dipilihnya. Praktek demokrasi melalui wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat ini disebut juga Demokrasi Perwakilan.

keputusan atau kebijakan publik.

c. Mengapa Demokrasi
Mengapa Demokrasi Indonesia dipilih sebagai sistem pemerintahan di Indonesia? Ada dua pertimbangan yang menjadi dasar mengapa Indonesia memilih demokrasi, petama, adalah pertimbangan internal, yaitu pertimbangan berdasarkan sejarah dan dinamika dalam pembentukan negara Indonesia, dan kedua, adalah pertimbangan eksternal, yaitu pertimbangan posisi Indonesia dalam pergaulan internasional Pertimbangan tersebut dibahas saat Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yaitu sebuah badan yang dibentuk pada April 1945, un-

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

tuk mempersiapkan berdirinya negara Indonesia, yang merdeka. Badan ini membahas tentang dasar filsafat Indonesia Merdeka dan merumuskan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia. Pada saat itu, BPUPKI membahas dua hal utama, yaitu bentuk negara dan sistem pemerintahan. Pada saat membahas bentuk negara, diputuskan untuk memilih bentuk Negara Kesatuan, yang kemudian disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara Indonesia terdiri dari berbagai daerah, pulau-pulau, dan suku-suku yang menjadi satu kesatuan. Sedangkan saat membahas prinsip-prinsip dasar Indonesia, yang paling mengemuka adalah pembahasan tentang prinsip dasar pemerintahan Indonesia. Pada saat membahas prinsip dasar negara Indonesia inilah, pembahasan tentang Kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, dibahas. Pertimbangan yang melatarbelakangi pengakuan: kedaulatan tertinggi di tangan rakyat ini adalah kenyataan bahwa perjuangan mencapai Indonesia merdeka, merupakan perjuangan seluruh rakyat, laki-laki mapun perempuan. Pertimbangan lain adalah bahwa Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang digunakan hampir di semua negara-negara di dunia. Indonesia membutuhkan dukungan dan pengakuan dari negara-negara di dunia atas kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Diharapkan negara-negara dunia akan memberikan dukungannya. Dengan memperoleh dukungan dan pengakuan dari berbagai negara ini akan memperkuat posisi Indonesia untuk menolak kembalinya penjajah ke Indonesia. Demikianlah para pendiri negara kita, yang terdiri dari ilmuan dan tokoh pergerakan kemerdekaan, termasuk di dalamnya tokoh perempuan. merumuskan bentuk dan prinsip dasar pemerintah Indonesia, yang hingga kini ma-

Mengenali Demokrasi

sih tetap dipertahankan. Pada tahun 2000 sampai 2002, dilakukan perubahan atau amandemen Undang-undang Dasar. Pada saat amandemen UUD1945 inilah prinsip-prinsip demokrasi semakin diperkuat. Hasil amandemen UUD1945, yang mencerminkan penguatan prinsip-prinsip demokrasi adalah: a. Kedaulatan Rakyat, Pasal 1 ayat (2), b. Supremasi Hukum, Pasal 1 ayat (3) c. Persamaan kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan bagi semua warga negara, Pasal 27 ayat (1) d. Hak Asasi Manusia , Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28 butir A-J, Pasal 29, Pasal 31, Pasal 32 dan Pasal 34 e. Pemilihan umum yang Jujur dan adil dan dilaksanakan secara berkala , Pasal 22E f. Lembaga Perwakilan Rakyat, Pasal 19 sampai dengan Pasal 22 D

d. Problem Ketimpangan Gender Dalam Demokrasi


Demokrasi, baik langsung maupun tidak langsung memiliki problem terkait dengan perwujudkan kesetaraan dan keadilan gender, yaitu ketimpangan dan ketidakadilan gender. Ketimpangan (atau ketidaksetaraan) gender dalam demokrasi, dialami oleh perempuan, terutama dalam bentuk 1) rendahnya akses perempuan (terutama informasi dan pengetahuan) dan 2) kurang/tidak adanya kesempatan perempuan dalam pengambilan keputusan, berdasarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan ketidakadilan gender dalam demokrasi, menunjuk pada hasil dari proses pengambilan

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

keputusan, yaitu dalam bentuk kebijakan publik, seperti Undang-Undang (UU) dan Peraturan Daerah (Perda) dan alokasi anggaran dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tidak mempertimbangkan pengalaman dan kebutuhan perempuan.

Ketimpangan gender terjadi karena adanya sejarah pembagian kerja dan peran berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki bekerja di luar rumah, mencari nafkah dan berperan sebagai pemimpin atau Kepala keluarga. Sedangkan perempuan bekerja di dalam rumah mengurus dan merawat rumah tangga dan berperan sebagai Ibu Rumah Tangga. Sejarah pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin tersebut kemudian dilestarikan dalam undangundang, seperti dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang membakukan peran laki-laki dan perempuan dalam perkawinan. Di samping itu, untuk mengukuhkan pembagian kerja tersebut, maka dilekatkan ciri-ciri dan sifat-sifat yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dipandang memiliki ciri dan sifat rasional, kuat, tegar, dan memiliki jangkauan yang luas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai makhluk yang lemah, emosional, tidak tahan terhadap tekanan dan terbatas jangkauannya, pelekatan ciriciri ini sering disebut dengan negative stereotyping atau pencitraan negatif.

Mengenali Demokrasi

Laki-laki dipandang memiliki hak untuk ikut serta dalam urusan pemerintahan dan urusan publik lainnya. Sehingga laki-laki dapat berperan penuh dalam lembaga pengambilan keputusan dan mekanisme/ proses pengambilan keputusan. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pengurus urusan domestik atau rumah tangga, sehingga perempuan dianggap tidak memiliki hak untuk mengurus urusan pemerintahan dan urusan publik lainnya. Akibatnya, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk berperan dalam lembaga pengambilan keputusan dan mekanisme/proses pengambilan keputusan. Pengalaman dan kebutuhan perempuan dianggap sudah diwakili oleh laki-laki yang duduk dalam lembaga pengambilan keputusan. Peran, sifat dan ciri-ciri yang dilekatkan dan dibebankan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki inilah, yang mengakibatkan laki-laki atau perempuan tidak dapat menikmati hak-haknya, berdasarkan persamaan Hak laki-laki dan perempuan. Keadaan demikian disebut ketimpangan dan ketidakadilan gender. Ketimpangan dan ketidakadilan gender, mengakibatkan perempuan tidak dapat berperan aktif dan mandiri dalam politik dan pengambilan keputusan publik, seperti misalnya dalam menggunakan hak pilih, partisipasi dalam perencanaan pembangunan dan partisipasi dalam perumusan dan pengambilan keputusan peraturan perundangundangan. Untuk mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan gender, serta mewujudkan demokrasi yang adil gender, maka perlu dilakukan : 1) Memperbesar akses perempuan terhadap informasi dan pengetahuan. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, Pendidikan Politik dan Pendidikan Pemilih harus diberikan kepada perempuan, agar mereka memahami peran dan hak-haknya sebagai

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

warga negara, serta mengetahui adanya jaminan negara bagi setiap orang untuk menikmati kebebasan fundamental. 2) Menjamin dan memperluas kesempatan perempuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, seperti menjaminan sekurang-kurangnya 30% perempuan dalam daftar Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Lembaga Penyelenggara Pemilu, dalam peraturan perundangan adalah contoh-contoh baik dalam upaya menjamin kesempatan perempuan dalam pengambilan keputusan. 3) Melaksanakan Prinsip-prinsip Demokrasi, yang meliputi: 1) Partisipasi Semua Warga Negara, 2) Kesetaraan, 3) Toleransi dan Pengakuan terhadap Keberagaman, 4) Akuntabilitas, 5) Transparansi, 6) Pemilihan Yang Jujur Dan Adil dan Secara Berkala, 7) Pengendalian dan penegakkan hukum Atas Penyalahgunaan Kekuasaan, 8) Peraturan Perundangan yang melindungi Hak-hak Rakyat, 9) Penerimaan Hasil Pemilu (Legitimasi Pemerintahan), 10) Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), 11) Supremasi Hukum.

Bahan Bacaan : Cornwall Andrea dan Anne Marie Goetz: Democratizing Democracy. Feminist Perspective: Democratization, December 2005

Mengenali Demokrasi

2. Memahami Pemilu?
a. Pengertian Pemilu
Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan rekruitmen atau pemilihan orang-orang untuk menduduki jabatanjabatan politik tertentu seperti misalnya : anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Kepala Daerah dan Presiden, dengan tata cara yang diatur melalui peraturan perundangundangan. Melalui Pemilu, rakyat memiliki kesempatan melakukan evaluasi terhadap peserta pemilu, partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, untuk menentukan apakah mereka masih pantas diberi kepercayaan. Disamping itu, dalam proses menentukan pilihan terhadap partai dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, rakyat dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan visi dan misi partai dan calon yang akan dipilihnya, hal ini menunjukkan bahwa melalui Pemilu, rakyat menentukan masa depan negara dan bangsa, sesuai yang mereka inginkan. Sebagai suatu proses rekuritmen jabatan politik, pemilu sering dianggap sebagai medan pertarungan ileg perebutan kekua1. P s saan. Layaknya seilpre a 2. P ukad l buah pertarungan, emi P . 3 maka hasil akhir dari pemilu adalah adanya pihak yang kalah dan pihak yang menang. Pihak yang menang adalah mereka yang akan menduduki jabatan politik dan memiliki kekuasaan.

10

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Cara pandang terhadap pemilu sebagai medan pertarungan perebutan kekuasaan ini, mengakibatkan penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu rawan akan praktek-praktek tidak terpuji, seperti: korupsi, kecurangan, diskriminasi dan kekerasan. Bahkan pemilu dapat melahirkan konflik yang berskala luas dan menimbulkan korban harta dan jiwa. Namun di sisi lain, Pemilu menjadi tempat rakyat menggantungkan harapan adanya perubahan ke arah keadaan yang lebih baik, lebih adil dalam distribusi sumber daya, lebih memberi ruang bagi rakyat untuk berpartisipasi dan akhirnya mewujudkan pemerintahan yang menghormati, mempromosikan, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia dan mewujukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Harapan yang digantungkan oleh rakyat pada pemilu tersebut bukanlah yang mustahil untuk diwujudkan. Harapan tersebut akan dapat diwujudkan, sepanjang pemilu diselenggarakan dan dilaksanakan secara bersih dan damai serta taat pada asasasas penyelenggaraan pemilu yang Luber dan Jurdil. Lebih dari itu, untuk mewujudkan pemilu sebagai sarana menciptakan pemerintahan yang demokratis dan mensejahterakan rakyat, diperlukan partisipasi politik sejati seluruh rakyat. Partisipasi sejati

KECURANGAN DILARANG MASUK

E COM WEL

Mengenali Demokrasi

11

rakyat hanya akan dapat terwujud bila pemerintah, partai politik dan penyelenggara pemilu aktif menyelenggarakan pendidikan politik dan pendidikan pemilih. Namun luasnya wilayah, tingginya jumlah dan beragamnya pemilih, yang tersebar di seluruh Indonesia dan bahkan di luar negeri, menunjukkan bahwa pendidikan politik dan pendidikan pemilu tidak mungkin dibebankan hanya kepada penyelenggara pemilu, partai politik dan pemerintah. Partisipasi masyarakat sipil, media, pihak swasta dan semua warga negara pemilik hak pilih, merupakan bagian penting yang akan turut menentukan keberhasilan pemilu. Tanpa partisipasi semua pihak, laki-laki maupun perempuan, sangat sulit mengharapkan pemilu akan berhasil dan membawa perubahan ke arah tatanan pemerintahan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

b. Perempuan dalam Pemilu


UUD 1945 dan berbagai peraturan perundangan di Indonesia, mengakui bahwa setiap warga negara, laki-laki maupun perempuan, memiliki hak pilih yang sama. Hak pilih adalah hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Sejak Pemilu Pertama tahun 1955, perempuan Indonesia telah memiliki hak Pilih. Padahal saat itu, banyak negara yang mengaku sebagai negara demokratis, tetapi tidak memberikan hak bagi perempuan untuk memilih dalam pemilu. Pengakuan Indonesia terhadap hak pilih perempuan, tidak saja diatur dalam peraturan perundangan nasional, tetapi juga mengesahkan instrument Hukum Internasional, sebagai peraturan nasional, yaitu Konvensi Mengenai Hak-Hak Politik Perempuan (Convention on The Political Right of Women). Konvensi Mengenai Hak-Hak Politik Perempuan, di-

12

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

setujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan resolusi No 640 (III) pada 20 Desember 1952 dan dinyatakan berlaku sejak 7 Juli 1954. Indonesia mengesahkan (ratifikasi) konvensi ini, melalui Undangundang No 68 Tahun 1958 yang disahkan pada 16 Desember 1958. Pasal-pasal penting dalam Konvensi ini adalah : Pasal 1, Perempuan berhak untuk memberikan suara dalam semua pemilihan dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki, tanpa diskriminasi. Pasal 2, Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang dipilih secara umum, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan lakilaki, tanpa ada diskriminasi. Pasal 3, perempuan berhak untuk memegang jabatan publik dan menjalankan semua fungsi publik, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki, tanpa ada diskriminasi. Namun sejak pemilu pertama tahun 1955 hingga pemilu tahun 2009, jumlah perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rendahnya tetap rendah. Tidak seimbang jumlah bila dibandingkan dengan jumperempuan di DPR dan lah anggota DPR laki-laki, dan DPRD akan berakibat pada tidak berimbang bila diperperaturan perundangan, bandingkan dengan jumlah sepeti Undang-Undang pemilih laki-laki dan pemilih (UU) dan Peraturan Daerah perempuan. Jumlah perem(Perda) yang dihasilkannya, puan di DPR RI tertinggi hatidak mempertimbangkan nya mencapai 17,89 %, hasil kepentingan dan pemilu tahun 2009. Jumlah kebutuhan perempuan di Dewan Perwakilan perempuan. Rakyat Daerah (DPRD) di provinsi dan kabupaten, jauh lebih kecil diban-

Mengenali Demokrasi

13

dingkan di DPR. Bahkan beberapa DPRD kabupaten tidak ada satu pun anggota perempuan. Rendahnya jumlah perempuan di DPR dan DPRD, disebabkan oleh : 1. Partai Politik, peserta pemilu tidak memberikan kesempatan yang sama bagi kader laki-laki dan perempuan untuk dipilih dalam pemilu. Hal ini terlihat dari daftar calon anggota dewan yang didominasi oleh calon anggota dewan laki-laki. 2. Perempuan calon anggota dewan dihadapkan pada rintangan budaya, yang menganggap hanya laki-laki yang layak menjadi pemimpin dan menangani urusan politik. Pandangan ini mengakibatkan pemilih lakilaki maupun perempuan, lebih percaya untuk memberikan suaranya kepada laki-laki, dari pada kepada calon anggota dewan perempuan. 3. Pemilih perempuan, rentan mengalami berbagai bentuk pengaruh saat menentukan pilihannya, terutama oleh ayah, saudara laki-laki dan suaminya. Selain itu, tim sukses calon anggota dewan juga mempengaruhi kemandirian dan kebebasan perempuan pemilih melalui cara-cara bujuk rayu sampai pada cara-cara curang, seperti memberikan ancaman ataupun suap politik (pembagian uang atau barang). Sehingga perempuan kehilangan kebebasan menentukan pilihannya. Rendahnya jumlah perempuan di DPR dan DPRD akan berakibat pada peraturan perundangan, seperti Undang-Undang (UU) dan Peraturan Daerah (Perda) yang dihasilkannya, tidak mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan perempuan. Disamping itu, alokasi APBN dan atau APBD tidak digunakan secara efektif untuk mengatasi berbagai masalah terkait dengan kemiskinan dan kesejahteraan seperti : kelaparan dan gizi buruk, kerawanan

14

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

pangan, kelangkaan air bersih, tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), tingginya angka kematian bayi dan anak, kasus-kasus perdagangan orang serta kekerasan terhadap perempuan. Akhirnya berbagai persoalan yang sangat dekat dengan kehidupan perempuan dan menimbulkan beban kerja berlebih tersebut tidak kunjung diselesaikan melalui kebijakan dan alokasi anggaran. Rendahnya keterwakilan perempuan DPR dan DPRD atau keterwakilan politik perempuan ini merupakan persoalan demokrasi, yaitu menyalahi prinsip kesetaraan, dalam demokrasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka partisipasi politik untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik, harus terus didorong. Namun upaya mendorong keterwakilan perempuan dalam politik ini sangat sulit dilakukan, karena adanya rintangan sejarah, budaya dan rendahnya posisi tawar perempuan dalam partai politik dihadapan elit partai politik, yang memiliki kekuasaan pengambilan keputusan dalam partai tersebut. Mengingat besarnya rintangan yang dihadapi perempuan, maka untuk mengakhiri ketidaksetaraan gender dalam demokrasi tersebut diperlukan adanya campur tangan (intervensi) negara, melalui pengaturan Tindakan Khusus Sementara (TKS) dalam peraturan perundangundangan. Pengaturan tentang TKS ini sejalan dengan amanat Pasal 28 H UUD1945 yang menyatakan, Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dalam mencapai persamaan dan keadilan. Pemberlakuan TKS ini juga merupakan pelaksanaan dari Pasal 4 dan Pasal 7 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on Elimination All Form Discrimination Against WomenCEDAW) yang telah disahkan sebagai hukum yang berlaku di Indonesia melalui UU No 7 tahun 1984 tentang

Mengenali Demokrasi

15

Pengesahan CEDAW. Juga merupakan pelaksanaan dari Beijing Declaration and Platform For Action (BPFA) dan Rekomendasi Umum PBB No 23 (Sidang ke 16, tahun 1997). Pasal 4 CEDAW mengatur tentang Tindakan Khusus Sementara dan Pasal 7 CEDAW mengatur tentang kewajiban negara membuat peraturan untuk menghapus tindak diskriminasi dalam penikmatan hak politik perempuan. Sedangkan BPFA memuat tentang tindakan-tindakan yang harus diambil oleh pemerintah, partai politik, masyarakat sipil dan Perserikatan Bangsa-bangsa. Tindakan Khusus Sementara yang diberlakukan di Indonesia adalah mewajibkan partai politik peserta pemilu untuk memuat sekurang-kurangnya 30% perempuan dalam daftar bakal calon anggota dewan, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 7 tahun 2013. Peraturan khusus sementara ini ditujukan untuk mempercepat persamaan de facto antara laki-laki dan perempuan. Namun TKS tidak otomatis meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di DPR atau DPRD, sekalipun akan ada sekurang-kurangnya 30% perempuan dalam Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tentap (DCT). Karena ketentuan ini dibuat untuk mewujudkan persamaan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk dipilih. Selanjutnya, terpilih tidaknya calon anggota dewan tersebut, ditentukan pada kemampuan mereka dalam meyakinkan pemilih. Selain itu, terpilih tidaknya calon anggota dewan perempuan juga ditentukan oleh perubahan cara pandang pemilih, terhadap kepemimpinan politik perempuan. Oleh

16

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

karenanya, perlu dilakukan pendidikan pemilih, yang mendorong perubahan cara pandang pemilih, yang menyadarkan pemilih bahwa laki-laki dan perempuan berhak dan layak menjadi pemimpin dan duduk dalam jabatan politik. Bahan Bacaan : Koalisi Perempuan Indonesia: Tindakan Khusus Sementara: Menjamin Keterwakilan Perempuan, 2003 Achie Sudiati Luhulima: Bahan Ajar Tentang HakHak Perempuan, 2007

Mengenali Demokrasi

17

3. Hubungan pemilu dan demokrasi?


Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang bertumpu pada kedaulatan rakyat. Yaitu sistem pemerintahan yang mengakui peran senyatanya rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan tertinggi dalam Negara, untuk menentukan pilihan-pilihan atau jalan yang hendak ditempuh untuk mencapai tujuan negara. Dalam demokrasi perwakilan, pemilu merupakan sarana untuk mengisi jabatan-jabatan dalam lembaga perwakilan, yang dibentuk untuk menjalankan demokrasi perwakilan tersebut. Di Indonesia, lembaga yang dibangun untuk melaksanakan demokrasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karenanya pemilu yang diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, merupakan wujud dari pelaksanaan demokrasi, khususnya demokrasi perwakilan. Selain itu, pemilu merupakan wujud nyata dari pengakuan terhadap kedaulatan rakyat. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan dapat secara langsung menentukan pilihan terhadap orang-orang yang dipercaya untuk mewakili kepentingannya. Mekanisme penyerahan kedaulatan rakyat melalui wakilnya adalah melalui mekanisme pemilu. Jadi, pemilu adalah salah satu sarana melaksanakan demokrasi Dalam demokrasi, dikenal adanya pilar-pilar demokrasi. Pilar demokrasi tersebut adalah : Eksekutif (kekuasaan pemerintah), Legislatif (Kekuasaan Legislasi), dan Yudikatif (Kekuasaan Peradilan). Dalam kaitannya upaya menjamin tegaknya pilarpilar demokrasi itu, pemilu memiliki peran utama untuk mewujudkan adanya lembaga eksekutif dan legislatif yang representatif (sesuai fungsinya sebagai wakil), punya legitimasinya (diterima dan diakui), akuntabel (menjalankan misi yang diemban dan dapat dipertanggung jawabkan) dan kredibel (dapat dipercaya).

18

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Pemilu juga merupakan perwujudan dari pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Penyelenggaraan pemilu yang Luber Jurdil secara berkala, menjunjung tinggi supremasi hukum, mengakui persamaan kedudukan dan kesetaraan setiap warga negara tanpa ada diskriminasi, menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), ada toleransi terhadap keberagaman dan perbedaan pandangan serta menyelesaikan setiap perbedaan secara damai, merupakan pelaksanaan dari prinsip-prinsip demokrasi. Pemilu juga menjadi jalan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam demokrasi. Dalam pelaksanaan prinsip menjunjung tinggi supremasi hukum, menciptakan hukum yang melindungi laki-laki dan perempuan berdasarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, adalah upaya mewujudkan keadilan gender. Di samping itu, pembuatan peraturan hukum Khusus Sementara yang ditujukan untuk mempercepat persamaan kesempatan dan perlakuan secara de facto (senyatanya) antara laki-laki dan perempuan, seperti ketentuan yang mengatur, sekurang-kurangnya 30% dalam lembaga penyelenggara pemilu dan dalam daftar calon anggota, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, adalah bukti nyata, bahwa pemilu dapat menjadi sarana untuk mewujudkan demokrasi yang setara dan adil gender. Pemilu juga dapat menjadi bukti dari pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, berdasarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Pemilu di Indonesia menunjukkan adanya pengakuan yang sama terhadap Hak Politik Perempuan dan laki-laki. Terutama dalam bentuk pengakuan dan pemenuhan hak Perempuan untuk memilih dan hak untuk dipilih. Tidak semua negara yang mengaku sebagai negara demokrasi, menghormati dan memenuhi Hak Politik Perempuan, utamanya hak untuk memilih dan hak untuk

Mengenali Demokrasi

19

dipilih. Masih ada negara yang melarang perempuan untuk memilih dalam pemilu. Oleh karena itu, penting bagi perempuan Indonesia untuk memanfaatkan sebaik mungkin penghormatan dan pemenuhan hak pilih bagi perempuan ini, yaitu dengan cara menggunakan hak pilihnya secara cerdas, untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik, terutama keterwakilan dalam lembaga dewan perwakilan rakyat.

Bahan Bacaan : Beijing Declaration and Platform for Action, 1995 Vernon Bogdanor, David Butler, Democracy and Elections: Electoral Systems and Their Political Consequences, 1983

20

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

4. Menjadikan Pemilu bermakna bagi Demokrasi?


Pemilu memiliki dua aspek demokrasi sekaligus, yaitu aspek prosedural dan aspek substansial. Aspek prosedural akan turut menentukan tercapainya demokrasi substansial. Bila pemilu dilaksanakan secara baik dari sisi teknis dan administratif, pemilih yang cerdas dan seluruh pelaksanaannya bersih dan jujur, maka hal ini akan berdampak pada penerimaan terhadap hasil pemilu. Pemilu yang hasilnya diterima Pemilu baik oleh semua pihak, lembaga akan demokrasi hasil pemilu (eksekutif bermakna maupun legislatif) pun akan bagi demokrasi, diakui legitimasinya. Lembaga yang memiliki legitimasi akan bila prinsipbekerja secara efektif untuk prinsip demokrasi melahirkan kebijakan publik diterapkan dalam bagi peningkatan kesejahteraan pelaksanaan masyarakat, sehingga terwujudlah pemilu. demokrasi yang substantif. Pemilu akan bermakna bagi demokrasi, bila prinsip-prinsip demokrasi diterapkan dalam pelaksanaan pemilu. Prinsip-prinsip Demokrasi seperti, Partisipasi Semua Warga Negara, Kesetaraan, Toleransi dan Pengakuan terhadap Keberagaman, Transparansi dan Akuntabilitas, Penerimaan Hasil Pemilu (Legitimasi Pemerintahan), Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), Supremasi Hukum Partisipasi Semua Warga Negara faktor penentu utama keberhasilan pemilu. Pemilu sebagai sebuah Proses Politik ditentukan oleh keputusan politik pemilih. Keputusan politik pemilih dalam menentukan pilihan partai atau anggota dewan akan menentukan arah politik dan pembangunan yang akan terjadi setelah pemilu. Demikian pula dengan keputusan politik pemilih, untuk menggu-

Mengenali Demokrasi

21

nakan atau tidak hak pilihnya akan berakibat pada tinggi atau rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Kualitas partisipasi politik rakyat, juga menentukan kualitas demokrasi. Artinya, rakyat yang berpartispasi berdasarkan kesadaran kritis, pengetahuan dan kemerdekaan rakyat dalam menggunakan hak politiknya, seperti: rakyat paham mengapa ada pemilu, mengerti pengaruh partisipasi rakyat terhadap pemilu tata pemerintahan ke depan, dan adanya informasi yang memadai untuk menentukan pilihan terhadap salah satu calon. Pemilu yang dilaksanakan dengan cara membangun kesadaran politik kritis rakyat serta pemenuhan hak atas informasi publik akan menjadikan Pemilu sebagai pelaksanaan demokrasi prosedural sekaligus substantif. Sebaliknya Pemilu yang dilakukan sekedar memobilisasi rakyat untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), mencoblos partai atau nama calon, tanpa mengetahui apa tujuan dan akibat dari pilihannya, berakibat pada rentannya rakyat sebagai pemilih mengalami pembodohan dan menjadi korban politik uang. Pemilu yang dilakukan dengan cara memobilisasi rakyat akan menjadikan Pemilu dilaksanakan sekedar sebagai ritual politik tanpa makna, dan tidak memberikan sumbangan pada penguatan demokrasi dalam suatu negara. Pemilu sekedar ritual politik adalah demokrasi manipulatif. Untuk itu, diperlukan pendidikan politik atau pendidikan kewarganegaraan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan rakyat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, sistem politik diberlakukan dan pengaruh pemenuhan hak dan kewajiban negara terhadap sistem politik serta keberlanjutan negara dan bangsa. Peningkatan pengetahuan tersebut akan mendorong tumbuhnya kesadaran politik dan sikap kritis terhadap proses politik yang tengah berjalan.

22

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Selama ini, perempuan menjadi kelompok yang terabaikan untuk menikmati pendidikan politik. Berbagai kegiatan pendidikan politik yang diselenggarakan Buat Ngikuti ksa Kamuoleh Bisa Maksa-Ma Ada yang Gak lembaga penyelenggara pemilu maupun lembagau k ku A lembaga lain, tidak A secara khusus memberikan a ya ny un P Pu perhatian untuk penyelenggaraan pendidikan ipolitik bagi n an h ha ili P ta rendahnya Pili perempuan. Hal inilah yang mengakibatkan ar i i ir ir P d d en en S S P A khususnya pengetahuan perempuan terhadap politik, tentang ketatanegaraan, kewarganegaraan, demokrasi dan pemilihan umum. Rendahnya pengetahuan i perempuan akan berakibat pada kerentanan perempuan arta P B terhadap berbagai bentuk praktek politik kotor. Adanya kesetaraan dalam pemilu akan menjadikan pemilu bermakna bagi demokrasi. Kesetaraan dalam pemilu, yang memposisikan semua pemilik hak pilih dihargai sama, memiliki kesempatan yang sama, dan tidak ada pihak yang dibeda-bedakan atau didiskriminasi. Perlakuan khusus bagi pemilih yang mengalami rintangan, seperti pemilih yang lanjut usia, sakit atau penyandang disabilitas, juga mereka yang tinggal di dalam hutan atau di pegunungan yang terpencil, tidak boleh dianggap sebagai tindakan memberikan keistimewaan yang mengurangi

KOTAK SUARA

n di Kedaulata kyat an Ra g n a T ilu 2014 m e P Jadikan yang u l i m Pe S

RATI K O DEM

Mengenali Demokrasi

23

makna kesetaraan bagi semua pemilih. Karena perlakuan khusus bagi pemilih yang mengalami rintangan ini adalah a Pilihanny bagian dari upaya untuk memberikan kesempatan yang sama. Kesetaraan dalam pemilu juga harus dimaknai dengan upaya memberikan kesetaraan kesempatan bagi perempuan untuk menduduki jabatan politik dan pengambilan keputusan. Ada atau tidaknya sikap dan tindakan toleransi dan pengakuan terhadap keberagaman dari semua pihak yang terlibat dalam pemilu, akan berpengaruh pada kualitas dari pelaksanaan demokrasi. Sikap dan tindakan toleransi dan pengakuan terhadap keberagaman yaitu penyelenggaraan pemilu yang mengakui dan melindungi hak-hak kaum minoritas. Semua pihak juga mengakui adanya keberagaman dan menerima perbedaan sebagai suatu keindahan. Di samping itu, semua pihak yang terlibat dalam pemilu dapat bersikap dewasa dan mengatasi berbagai bentuk perselisihan atau konflik secara damai. Pemilu yang melaksanakan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas akan menjadi tolak ukur bagaimana pemilu bermakna bagi demokrasi. Prinsip akuntabilitas artinya segala tindakan dan keputusan yang dibuat oleh pejabat harus dapat dipertanggung jawabkan di hadapan rakyat. Sedangkan transparansi artinya penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan semua lembaga yang memiliki kaitan dengan pemilu membuka segala informasi dan dokumen publik, seperti peraturan, surat keputusan, dokumen perencanaan dan penganggaran, dokumen pertanggungjawaban, visi, misi dan platform partai, pendanaan dan lain-lain. Disamping itu, penyelenggara dan peserta pemilu harus memenuhi berkewajiban memberikan penjelasan kepada pers dan rakyat tentang hal-hal yang dipertanyakannya. Demokrasi

i r ta a P C

24

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

hanya akan berjalan dengan baik bila hak atas informasi publik dipenuhi. Di samping itu, taat kepada asas-asas pemilu, merupakan faktor yang ikut menentukan kualitas dari pelaksanaan demokrasi. Karena di dalam asas-asas pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil, terkandung makna, jaminan kebebasan bagi pemilih untuk menentukan pilihannya, dan kewajiban penyelenggaraan pemilu yang bersih dari praktek-praktek tidak terpuji dan praktek-praktek melawan hukum, seperti curang, korupsi dan kekerasan. Selain pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dan ketaatan kepada asas-asas dalam pemilu, menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Penyelenggaraan pemilu yang demokratis, memiliki beberapa persyaratan: 1. Harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom, memperoleh hak hak politik yang sama yang dijamin oleh undang undang (UU) sehingga dapat bersaing secara adil. 2. Diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. 3. Harus inklusif. Artinya Tidak ada satu kelompok pun yang ditinggalkan atau didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk menggunakan haknya dalam pemilu. 4. Bebas menentukan pilihan, artinya pemilih memiliki hak penuh untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, informasi yang cukup, tidak dibawah tekanan.

Mengenali Demokrasi

25

5. Penyelenggara Pemilu yang independen dan tidak memihak. Artinya penyelenggara pemilu melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai ketentuan undang-undang dan tidak bekerja di bawah pengaruh atau tekanan pihak lain, serta tidak memberikan perlakuan istimewa terhadap salah satu pihak peserta pemilu. 6. Bebas dari Penyalahgunaan Kekuasaan artinya penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemilih tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Jadi, pemilu akan bermakna bagi demokrasi bila semua pemangku kepentingan dalam pemilu melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dan taat pada asas-asas pemilu, secara bersama-sama mewujudkan penyelenggaraan pemilu secara demokratis.

Bahan Bacaan : Vernon Bogdanor, David Butler, Democracy and Elections: Electoral Systems and Their Political Consequences, 1983 Vicky Randall, Gender and Democracy, Briefing Paper. 2011

26

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

5. Bagaimana pemilu dilaksanakan?


1. Siklus Pemilu
Pemilu untuk pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat dan pemilu untuk pemilihan presiden diselenggarakan secara berkala setiap lima tahun sekali.

2. Jenis jenis Pemilu


Dilihat dari penyelenggaraannya, dua jenis pemilu di Indonesia, yaitu pemilu yang diselenggarakan secara serentak dalam skala nasional dan pemilu yang serentak dalam skala daerah yang dikelola oleh Lembaga Penyelenggara yang dibentuk oleh Undang-undang Pemilu yang diselenggarakan secara serentak setiap lima (5) tahun sekali dalam skala nasional adalah : 1. Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilu yang diselenggarakan secara serentak setiap lima (5) tahun sekali dalam skala daerah , yaitu : 1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Kepala Daerah, di tingkat Provinsi. 2. Pemilihan Bupati dan wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota, Kepala Daerah, di tingkat Kabupaten/ Kota. Di samping itu, masih ada pemilu dalam skala lebih kecil dan diselenggarakan oleh lembaga yang dibentuk oleh lingkungan itu sendiri, misalnya, seperti pemilihan Kepala Desa dan Pemilihan Badan Perwakilan/Permusyawaratan Desa.

Mengenali Demokrasi

27

3. Asas Pemilu
Asas Pemilu adalah Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBER JURDIL). Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara, tanpa terkecuali dan tidak boleh ada diskriminasi. Bebas berarti pemilih dijamin dapat menentukan pilihan dan memberikan suaranya, berdasarkan pertimbangannya sendiri tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya, setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu: pemerintah, penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemantau pemilu dan pemilih harus bersikap dan bertindak jujur dan sesuai peraturan perundangan. Adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih pemilu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

28

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

4. Pemilih
Pemilih adalah setiap Warga Negara Indonesia (WNI), yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.

Syarat Pemilih: 17, 17+


berusia 17 th atau lebih
DPT (Daftar Pemilih Tetap)

Artinya, setiap Warga WNI Negara Indonesia, laki-laki maupun perempuan tanpa memandang kondisi tubuh, status sosial maupun ekonomi, agama ataupun kepercayaannya dan apapun keyakinan sudah nikah atau politiknya, sepanjang telah pernah nikah genap berusia 17 tahun, maka yang bersangkutan berhak menjadi pemilih dalam pemilu.

terdaftar sebagai pemilih

Warga Negara Indonesia yang belum genap berusia 17 tahun, sudah menikah atau sudah pernah menikah, yang bersangkutan berhak menjadi pemilih dalam pemilu.

5. Penyelenggara Pemilu
Lembaga Penyelenggara Pemilu berdasarkan Undang-undang No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum , adalah : a. Komisi Pemilihan Umum (KPU), b. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) c. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Mengenali Demokrasi

29

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Komisi Pemilihan Umum (KPU), adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. Komisi Pemilihan Umum Provinsi (KPU Provinsi), adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota (KPU Kabupaten/Kota) adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota

KOMISI

LI

HAN

KPU
Komisi Pemilihan Umum

yaitu

Struktur Komisi Pemilihan Umum bersifat hierarkis

Komisi Pemilihan Umum ((KPU) Komisi Pemilihan Umum Provinsi (KPU Provinsi) Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota (KPU Kab/ Kota) Pelaksana Pemilu di lapangan adalah :

Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain.

UMU

PEM

30

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.

Jumlah anggota KPU sebanyak 7 (tujuh) orang, KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan KPU Kabupaten/ Kota sebanyak 5 (lima) orang. Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang sama. Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.

Mengenali Demokrasi

31

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah Lembaga Penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi) , adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota (Panwaslu Kabupaten/Kota) adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota Strukur Badan Pengawas Pemilu, adalah : 1) Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara. 2) Bawaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. 3) Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Pengawas Pemilu di lapangan adalah : Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwaslu Kecamatan), adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas

32

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Keanggotaan Lembaga Pengawas Pemilu Jumlah anggota Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang, anggota Bawaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang dan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang, anggota Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang. Jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa atau nama lain/kelurahan paling sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 5 (lima) orang yang disesuaikan dengan kondisi geografis dan sebaran TPS. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, dan Panwaslu Kecamatan terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu. Ketua Bawaslu Provinsi, ketua Panwaslu Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu Kecamatan dipilih dari dan oleh anggota. Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/ janji. Sedangkan lembaga pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota dan di lapangan bersifat ad hoc.

Mengenali Demokrasi

33

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di ibu kota negara. DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/ Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Panwaslu Kabupaten/ Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri. DKPP dibentuk paling lama 2 (dua) bulan sejak anggota KPU dan anggota Bawaslu mengucapkan sumpah/ janji. Masa tugas keanggotaan DKPP adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat dilantiknya anggota DKPP yang baru. Pembentukan DKPP ditetapkan dengan Keputusan Presiden. DKPP) terdiri dari: a. 1 (satu) orang unsur KPU; b. 1 (satu) orang unsur Bawaslu;

DK

PP

34

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

c. 1 (satu) orang utusan masing-masing partai politik yang ada di DPR; d. 1 (satu) orang utusan Pemerintah; e. 4 (empat) orang tokoh masyarakat

6. Peserta Pemilu
Berdasarkan UU no 8 tahun 2012, Peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah: Partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Perseorangan untuk Pemilu anggota DPD

Syarat Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD adalah : a. Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik; b. Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c. Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d. Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat f. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Pen-

Mengenali Demokrasi

35

duduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota; g. Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; h. Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; i. Menyerahkan nomor rekening dana kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU.

Selain itu, ada syarat khusus bagi Pemilu di Aceh, sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan di Aceh. Aceh merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki partai lokal, karena ketentuan undang-undang. Syarat Perseorangan bagi Peserta Pemilu DPD a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia; e. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau pendidikan lain yang sederajat; f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;

36

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; h. sehat jasmani dan rohani; i. j. terdaftar sebagai Pemilih; bersedia bekerja penuh waktu;

k. mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/ atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali; l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara. n. mencalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; o. mencalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan;

Mengenali Demokrasi

37

p. mendapat dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan Partai Politik Peserta Keputusan KPU adalah : Pemilu 2014, Berdasarkan

38

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Partai Nasional
No. Urut Nama Partai Ketua

Catatan: Tanda * menandakan partai yang memiliki kursi di DPR hasil pemilu sebelumnya.

Partai lokal di Aceh


No. Urut Nama Partai Ketua

Mengenali Demokrasi

39

6. Tahapan Pelaksanaan Pemilu


Tahapan Pelaksanaan Pemilu adalah : 1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; 2. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; 3. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu; 4. Penetapan Peserta Pemilu; 5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; 6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; 7. Masa Kampanye Pemilu; 8. Masa Tenang; 9. Pemungutan dan penghitungan suara; 10. Penetapan hasil Pemilu; 11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Bahan Bacaan : Undang-undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Undang-undang No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota.

40

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Perencanaan & Peraturan

Pemutakhiran Data pemilih

Pendaftaran, verifikasi peserta pemilu

Penetapan kursi & Dapil

Penetapan peserta pemilu

Pencalonan anggota Dewan

KAMPANYE

MASA TENANG

PENCOBLOSAN 9 APRIL

PENGUCAPAN SUMPAH

PENETAPAN HASIL PEMILU

Masalah-Masalah dalam

Bab 2
Pemilu

42

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

1. Perempuan, Pemilu dan Korupsi


a. Pengertian dan Titik Rawan Korupsi
Semua pihak sadar bahwa pemilu yang bersih akan menentukan legitimasi pemerintahan. Namun kenyataannya, sejumlah pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu tetap melakukan praktek korupsi, demi memenangkan pemilu Definisi atau pengertian tentang Korupsi tidak tunggal, artinya : tidak ada satu pengertian yang dapat mencakup semua bentuk tindak korupsi. Dalam Undang-undang No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada lebih dari 30 bentuk tindak pidana Korupsi, yang dapat dikelompokkan menjadi: 1) Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, 2) Tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara, 3) Pemalsuan data atau laporan pejabat/petugas, yang membuat laporan palsu untuk keuntungan dirinya atau orang lain 4) Penghilangan alat bukti pejabat/petugas yang sengaja melakukan atau mengakibatkan hilangnya alat bukti, 5) Suap yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu barang, uang atau fasilitas untuk berbuat sesuatu, 6) Penggelembungan dana atau data memperoleh keun-

Rp

ta k a n T a K

k da

P a da P

ol
i ti k U a n g

Mengenali Demokrasi

43

tungan untuk dirinya atau orang lain, 7) Pemerasan, pejabat/petugas yang meminta sejumlah uang atau barang, fasilitas atau meminta orang melakukan sesuatu secara paksa, 8) Pungutan liar, pejabat atau petugas yang meminta sejumlah uang atau barang di luar ketentuan peraturan, 9) Perbuatan Curang , 10) benturan kepentingan dalam pengadaan, 11) Gratifikasi atau hadiah. Namun, selain pengertian korupsi di dalam undangundang, ada praktek-praktek korupsi yang terjadi secara sosial atau budaya, seperti misalnya pemberian upeti, uang lelah dan lain-lain .

Definisi yang paling rentan menjadi korban atau atau terlibat dalam praktek korupsi. Pengertian Kerentanan terhadap praktek kotentang Korupsi rupsi dalam pemilu ini dialami oleh tidak tunggal, perempuan, karena 1) kurangnya artinya: tidak ada satu informasi dan pemahaman hupengertian yang dapat kum, 2) kurangnya kemampuan mencakup semua untuk mencegah dan mengabentuk tindak mankan dirinya agar tidak menjadi korupsi. korban dari praktek korupsi, 3) kare-

Perempuan merupakan kelompok

na relasi kuasa yang tidak setara dalam pengambilan keputusan di ruang publik, dan 4) karena ketimpangan relasi gender. Kurangnya informasi dan pemahaman hukum, mengakibatkan pemilih perempuan, mudah menerima uang dan barang, atau janji-janji hadiah agar memilih peserta pemilu atau calon anggota dewan tertentu. Pemilih perempuan, juga seringkali terpaksa menerima barang atau uang, karena ditekan oleh orang-orang terdekat yang memiliki posisi lebih tinggi dalam keluarganya, agar menerima pemberian tersebut. Praktek-praktek korup yang merupakan eksploitasi atau pemanfaatan terhadap rendahnya pengetahuan

44

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

STOP
POLITIK UANG

Mengenali Demokrasi

45

perempuan, biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian uang atau barang atau fasilitas tertentu kepada penyuluh pemilu untuk mengarahkan penyuluhannya pada pemenangan calon tertentu. Calon anggota dewan perempuan, rentan menjadi korban dari praktek korupsi, terutama kehilangan jumlah perolehan suara. Kasus ini sangat sering terjadi, karena perempuan tidak memiki saksi untuk mengawal suaranya sampai pada tahap penghitungan akhir. Biasanya, hal ini disebabkan karena perempuan tidak mampu menyediakan dana untuk membayar orang untuk menjadi saksi dalam pemungutan suara dan penghitungan suara pemilu. Ini artinya, perempuan kurang memiliki kemampuan untuk mencegah dan mengamankan dirinya agar tidak menjadi korban dari praktek korupsi. Eksploitasi atau pemanfaatan terhadap relasi kuasa yang tidak seimbang yang mengakibatkan perempuan menjadi korban dari praktek-praktek korup, misalnya calon anggota legislatif perempuan yang harus membayar sejumlah uang, barang atau fasilitas kepada pihak yang memiliki posisi pengambilan keputusan dalam partai, untuk mendapat urutan atau daerah pemilihan (dapil) tertentu. Praktek pemberian uang atau barang atau fasilitas oleh calon anggota legislatif kepada penguasa partai ini tidak tergolong sebagai tindak pidana korupsi, menurut hukum. Namun praktek semacam ini akan berpotensi menimbulkan tindak kejahatan korupsi anggota legislatif perempuan, karena yang bersangkutan harus mengembalikan modal /biaya yang telah dikeluarkan. Contoh yang juga sering terjadi adalah, pemberian imbalan atau jaminan keamanan kerja kepada buruh perempuan untuk memberikan suaranya kepada partai atau calon tertentu. Suara buruh perempuan dimobilisasi oleh majikan atau atasan atau pemimpin serikat buruh untuk tujuan pemenangan pemilu. Majikan atau atasan atau

46

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

ketua serikat buruh tersebut melakukan mobilisasi suara buruh perempuan dengan memanfaatkan relasi yang tidak seimbang diantara mereka. Tindakan memobilisasi buruh perempuan ini, biasanya dilatarbelakangi oleh adanya transaksi ekonomi atau politik antara majikan, atau atasan atau ketua serikat buruh tersebut dengan peserta pemilu. Senada dengan hal tersebut di atas, dapat juga terjadi pada kelompok petani perempuan, atau gabungan kelompok petani perempuan (gapoktan) yang dimobilisasi suaranya oleh pimpinan kelompok tani, dengan imbalan benih, pupuk atau pestisida untuk memenangkan orang atau partai tertentu. Sedangkan bentuk bentuk praktek korup yang merupakan eksploitasi atau pemanfaatan terhadap kemiskinan perempuan, sering terjadi dalam bentuk pemberian uang atau barang kepada pemilih perempuan agar memilih calon tertentu. Banyak pihak memandang bahwa kelompok perempuan miskin adalah target pemilih yang akan sangat mudah dipengaruhi dengan pemberian barang atau uang. Akibatnya, tak jarang satu komunitas perempuan miskin menerima pembagian uang atau barang dari beberapa partai politik. Namun sesungguhnya, sebagian dari kelompok miskin perempuan sudah sangat cerdas menanggapi perilaku partai-partai politik ini. Sebagian dari kelompok miskin, menolak pemberian partai-partai politik tersebut. Namun sebagian lagi, menerima semua pemberian

Mengenali Demokrasi

47

dari berbagai partai politik, namun mereka memutuskan bebas menentukan pilihannya. Tetapi praktek menerima semua pemberian dari berbagai partai politik ini, kini mulai berkurang, karena perempuan miskin, mulai menyadari bahwa tindakan itu, akan dapat melahirkan koruptor. Praktek korup lain yang sering terjadi adalah pemanfaatan ketimpangan relasi gender untuk memenangkan calon tertentu. Biasanya dilakukan dalam bentuk: Tim sukses calon atau pejabat atau juga tokoh masyarakat menggalang kepala keluarga (suami atau ayah) untuk mempengaruhi isteri, anak dan orang-orang dalam rumah tangganya. Tindakan ini dilakukan dengan memberikan imbalan tertentu atau janji akan memberikan sesuatu kepada kepala keluarga tersebut. Masih banyak contoh lain yang dapat kita gali berdasarkan pengalaman kita masing-masing. Intinya, bahwa perempuan rentan menjadi korban dari praktek korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perempuan menjadi korban langsung dalam proses dan tahapan korupsi, dalam bentuk: 1) mengalami pemerasan, 2) Kehilangan suara, data atau dokumen alat bukti untuk kemenangannya, 3) kehilangan kebebasan menentukan pilihan karena telah menerima suap dan 4) kehilangan kebebasan menentukan pilihan karena mengalami tekanan dari pihak yang memiliki kekuasaan terhadap dirinya, baik di tempat umum (ruang publik) atau dalam rumah tangga (ruang domestik). Perempuan juga dapat menjadi pelaku tindak kejahatan korupsi, bila mereka melakukan politik uang terhadap pemilihnya, atau memberikan suap kepada pejabat/petugas dalam pemilu. Namun hal ini tidak sejalan dengan tujuan dari cita-cita dan perjuangan gerakan perempuan untuk meningkatkan peran politik perempuan. Karena salah

48

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

satu tujuan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik adalah untuk menghapuskan korupsi. Diharapkan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan dalam politik, maka sistem dan aktor politik menjadi lebih bersih. Dalam Kontek Demokratisasi, Korupsi dalam Pemilu bukan saja merupakan kejahatan atau tindak pidana biasa, seperti tindak pidana pencurian barang atau kejahatan terhadap orang yang korbannya adalah individu. Korupsi Pemilu merupakan kejahatan yang berdampak luas pada sistem politik dan pemerintahan. Karena praktek korupsi dalam pemilu akan berakibat hancurnya integritas peserta, pemilih dan penyelenggara pemilu. Bahkan dalam tahap penyelesaian sengketa pemilu melalui jalur hukum, praktek korupsi akan menghancurkan integritas hakim dan lembaga penegak hukum. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencegah adanya praktek korupsi dalam pemilu, yaitu: 1) Perempuan harus paham bahwa praktek-praktek korupsi dalam pemilu akan berakibat pada lahirnya pemerintahan yang korup 2) Calon anggota Legislatif perempuan harus memiliki komitmen untuk menjalankan praktek politik yang bersih 3) Pemilih Perempuan harus memahami, mempraktekkan untuk dirinya sendiri dan mendorong semua pihak untuk melaksanakan asas-asas pemilu adalah LUBER. Tidak boleh ada pihak yang mewakili suara kita. Saat kita ada di bilik suara, tidak seorangpun dapat melihat, maka saat itulah kita bebas menentukan pilihan kita berdasarkan hati dan akal sehat kita. 4) Perempuan, organisasi perempuan menggalang atau mengorganisir diri untuk menyuarakan agar semua pemilih, menjadi pemilih yang cerdas dan bersih.

Mengenali Demokrasi

49

5) Mendorong pemerintah, KPU, Bawaslu, LSM agar memasukkan materi tentang anti korupsi dalam pendidikan pemilih, untuk mencegah agar pemilih perempuan tidak menjadi korban praktek korupsi. 6) Mendorong partai politik untuk memiliki komitmen yang kuat dalam menolak, mencegah dan menghentikan semua bentuk praktek korupsi 7) Mendorong penegakkan hukum dalam semua bentuk tindak pidana korupsi 8) Bekerja sama dengan media/jurnalis untuk melaksanakan fungsi pendidikan massa dan kontrol sosial. Korupsi dapat dicegah dan tidak perlu terjadi, bila kita semua peduli dan berperan aktif untuk mencegahnya

Bahan Bacaan : Bahan bacaan : Memahami Untuk Membasmi-KPK, September 2006

50

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

2. Kekerasan Terhadap Perempuan


Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Sedangkan , ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang.

KEKERASAN
Pengertian tentang kekerasan dan ancaman kekerasan ini terdapat dalam UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-undang tersebut sesuai dengan Rekomendasi Umum PBB No. 19 tentang Kekerasan terhadap Perempuan.

Mengenali Demokrasi

51

Kekerasan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yaitu prinsip toleran terhadap perbedaan, prinsip mengakui adanya keberagaman dan prinsip menyelesaikan masalah secara damai. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang memiliki toleransi terhadap berbagai bentuk perbedaan, saling menghargai pilihan pihak lain dan mengakui adanya keberagaman dan dapat menyelesaikan berbagai bentuk sengketa secara damai. Kekerasan dan ancaman kekerasan yang langsung ditujukan kepada perempuan maupun yang tidak langsung ditujukan kepada perempuan, selalu mengakibatkan dan menempatkan perempuan dan anak sebagai korban. Kekerasan yang langsung ditujukan kepada perempuan, mengakibatkan perempuan mengalami penderitaan secara fisik dan mental serta diliputi rasa takut dan kehilangan rasa aman. Kekerasan terhadap perempuan sekaligus merupakan penghancuran harga diri dan martabat perempuan. Misalnya, 1) Kekerasan terhadap perempuan pada masa kampanye, terutama saat pengerahan dan pengumpulan massa dalam suatu ruangan terbuka, yang mengakibatkan berbagai pelecehan seksual terhadap perempuan, 2) pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap perempuan untuk memilih partai politik atau calon anggota dewan tertentu. 3) pelecehan terhadap kapasitas perempuan calon anggota dewan perempuan. Sedangkan kekerasan dan ancaman kekerasan yang tidak secara langsung ditujukan kepada perempuan, tetapi menjadikan perempuan dan anak-anak menjadi korban adalah adanya konflik sosial pada masa kampanye. Selain pada masa kampanye konflik sosial juga mungkin terjadi saat penetapan pemenang pemilu. Karena dalam situasi konflik tersebut perempuan dan anak-anak dihadapkan pada suasana ketakutan dan kehilangan rasa aman. Perempuan juga terpaksa mengalami tambahan

52

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

beban kerja untuk melakukan perawatan dan penataan kembali manakala ada korban atau kerusakan. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemilu, tahapan Pemilu yang paling rawan terjadi tindak kekerasan adalah Masa Kampanye,Pemungutan/pemberian suara, Penepatan Hasil Pemilu dan Putusan Sengketa Pemilu. Ada beberapa cara mencegah, menghentikan dan menanggulangi kekerasan, antara lain, yaitu : 1. Tindakan Pencegahan, dilakukan melalui promosi dan kampanye pemilu damai yang melibatkan semua pihak 2. Tindakan Penghentian, dilakukan melalui mengefektifkan peran KPU dan Bawasku beserta seluruh struktur di bawahnya, peran kepolisian, partai politik dan masyarakat sipil termasuk tokoh-tokoh masyarakat untuk menghentikan segala bentuk gejala atau tanda-tanda atau peristiwa kekerasan atau ancaman kekerasan, termasuk menggunakan cara-cara mediasi atau perundingan damai. 3. Organisasi-organisasi perempuan perlu memperkuat kelompok perempuan agar kelompok perempuan berperan aktif dalam upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya kekerasan perempuan 4. Tindakan penanggulangan, dilakukan dengan penegakkan hukum, 5. Penanggulangan dan penanganan kekerasan melalui, mendirikan atau mengefektifkan pos-pos bantuan hukum dan pos-pos layanan dan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Pusat Krisis Terpadu (PKT), Pusat Pelayanan terpadu (PPT), Pusat Pemulihan

Mengenali Demokrasi

53

Trauma (trauma center), Pusat Penanganan Krisis Perempuan (women crisis center), 6. Perlindungan dan pendampingan saksi dan korban Pencegahan dan penghentian segala bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan harus menjadi tanggung jawab bersama, semua elemen negara dan bangsa Indonesia, untuk mewujudkan keadilan, demokrasi dan tata kehidupan yang beradab.

3. Kecurangan Yang Mengintai


Dalam masyarakat, kecurangan dipahami sebagai tindakan tidak jujur yang menimbulkan kerugian pihak lain. Pengertian atau definisi kecurangan sangat luas. Namun ada unsur-unsur dasar yang menentukan suatu perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan curang, yaitu: 1) ada salah pernyataan, 2) dilakukan dimasa lampau atau masa sekarang, 3) Fakta bersifat material (dapat dibuktikan secara material), 4) dilakukan dengan kesengajaan, 5) ada maksud atau tujuan untuk menggerakkan orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, 6) ada pihak yang menimbulkan kerugian dan 7) ada pihak yang dirugikan dan pihak ini menyatakan tidak menerima tindakan yang merugikan itu. Kecurangan memiliki kaitan erat dengan korupsi. Sebagian besar tindak kecurangan terjadi karena adanya korupsi, seperti suap dan pungutan liar yang mengakibatkan tindakan penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan melawan hukum. Perempuan menjadi rentan korban dari praktek kecurangan, disebabkan oleh: 1) Perempuan bersikap anti politik atau apolitis. Sikap ini terbentuk karena selama Orde baru, berpuluh-puluh

54

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

tahun, rakyat-termasuk perempuan dilarang berpolitik. Budaya patriakhi yang mengajarkan bahwa politik dianggap sebagai urusan laki-laki. Sikap a-politis perempuan inilah yang kemudian menjadikannya tidak waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya praktek curang. 2) Rendahnya Akses perempuan terhadap Informasi. Perempuan adalah pihak yang paling banyak tidak memahami seluk-beluk kepemiluan. Rendahnya akses perempuan terhadap informasi tentang kepemiluan ini, diseKecurangan babkan oleh karena penyuludalam pemilu han-penyuluhan lebih babisa mengakibatkan nyak mengundang kepala hilangnya hak pilih keluarga dan diselenggaperempuan, hilangnya rakan pada malam hari. kesempatan perempuan

untuk menggunakan 3) Keterasingan peremhak pilih dan hilangnya puan. Masih banyak peluang menang bagi perempuan, khususnya calon anggota dewan yang berada di daerah perempuan. pedesaan, wilayah terpencil, terluar dan perbatasan, yang buta huruf dan tidak cakap berbahasa Indonesia. Masyarakat di lingkungan terasing, cenderung mempercayai dan memaklumi tindakan orang lain. Sikap ini, kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk berbuat curang.
Bentuk-bentuk kecurangan yang mengintai perempuan, antara lain : 1) Secara sengaja nama-nama perempuan tidak dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Tujuan tindakan ini adalah untuk menghilangkan hak pilih perempuan, 2) Adanya penolakan memberikan layanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga

Mengenali Demokrasi

55

(KK) dengan tujuan agar yang bersangkutan tidak dapat mengurus hak pilihnya, manakala namanya tidak ada dalam DPT 3) Adanya tindakan manipulasi data dan informasi, seperti misalnya menggunakan forum pendidikan pemilih untuk mengarahkan pada partai atau nama tertentu. 4) Secara sengaja menahan, atau menyembunyikan atau menggelapkan surat undangan pemilih dengan tujuan menghalangi pemilih menggunakan hak pilihnya, 5) Menghasut, memfitnah, menyebarkan berita bohong tentang calon anggota dewan perempuan, dengan tujuan mengalihkan atau menghilangkan dukungan politik, 6) Adanya Pemilih Ganda, (orang yang sengaja memberikan suara beberapa kali (suara ganda), Pemilih siluman (penggunaan surat suara yang pemilihnya tidak hadir ke TPS, karena meninggal atau berpergian), sehingga meningkatkan suara calon anggota tertentu, sehingga merintangi peluang menang calon anggota dewan perempuan. 7) manipulasi penghitungan suara sehingga memberikan tambahan suara pada peserta pemilu tertentu dan mengurangi suara peserta pemilu perempuan. Kecurangan dalam pemilu bisa mengakibatkan hilangnya hak pilih perempuan, hilangnya kesempatan perempuan untuk menggunakan hak pilih dan hilangnya peluang menang bagi calon anggota dewan perempuan. Kecurangan dalam pemilu adalah pelanggaran asas pemilu, yaitu asas Jujur dan Adil. Kecurangan dapat terjadi di semua tahapan penyelenggaraan pemilu, dan dapat dilakukan oleh pemilih, peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu.

56

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Calon anggota dewan perempuan, pemilih perempuan, kelompok perempuan dan organisasi-organisasi perempuan harus bekerja sama untuk secara bersamasama mencegah praktek-pratek curang. Upaya mencegah dan menghentikan kecurangan dapat dilakukan dengan : 1. Memperkuat peran saksi dan warga masyarakat sebagai pemantau pemilu, untuk menghentikan setiap upaya atau tindakan curang. 2. Meminta agar seluruh proses penghitungan dilakukan dihadapan saksi dan pemantau 3. Melarang penghitungan suara dilakukan pada malam hari, yang mengakibatkan warga masyarakat dan saksi tidak dapat melakukan pemantauan. 4. Melaporkan kecurangan kepada lembaga pengawas pemilu. 5. Melaporkan kecurangan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bila kecurangan dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Praktek-praktek curang memang terus mengintai. Maka, Kenali titik-titik rawannya dan lakukan antisipasi atau pencegahan sedini mungkin. Hanya dengan kepedulian semua pihaklah, pemilu yang jujur dan adil dapat terwujud. Mencegah adanya pratek curang yang dalam pelaksanaan pemilu harus menjadi agenda semua pihak. Bahan Bacaan : Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu dan Demokrasi Konstitusional, 2012

Mengenali Demokrasi

57

4. Diskriminasi Terhadap Perempuan


Secara sederhana, diskriminasi berarti setiap pembedaan terhadap orang atau kelompok orang yang menimbulkan kerugian dan mengakibatkan ketidakadilan. Dalam CEDAW pengertian Diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. Diskriminasi merupakan salah satu bentuk Ketidakadilan gender. Bentuk ketidakadilan gender lainnya adalah kekerasan terhadap perempuan, pencitraan negatif terhadap perempuan, peminggiran dan pemberian beban ganda (multi burden) terhadap perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender ini satu dan lainnya saling berkelindan, atau kait mengait dan bahkan merupakan hubungan sebab dan akibat. Di Indonesia tidak ada diskriminasi secara nyata bagi perempuan untuk ikut pemilu, baik ikut memilih atau dipilih, seperti di negara Arab yang melarang perempuan memilih dalam pemilu. Namun praktek-praktek diskriminasi terhadap perempuan dalam pemilu masih tetap ada. Bentuk- bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam pemilu, antara lain : 1) Menutup akses perempuan untuk memperoleh pendidikan dan informasi terkait pemilu. Diskriminasi dapat dilakukan secara sengaja tidak melibatkan

58

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

perempuan atau mengundang perempuan untuk berpartisipasi, misalnya kegiatan diselenggarakan pada waktu malam hari, sehingga perempuan tidak dapat mengikuti pendidikan tersebut. 2) Adanya pihak-pihak yang merintangi perempuan pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya, misalnya pekerja rumah tangga yang dilarang oleh majikannya untuk pulang ke daerahnya untuk mengikuti pemilu, buruh pabrik yang tidak mendapatkan ijin atau cuti untuk memilih. 3) Berkampanye agar tidak memilih perempuan sebagai pemimpin, dengan alasan tafsir agama tertentu melarang perempuan menjadi pimpinan politik. 4) Adanya kampanye negatif terhadap calon anggota dewan perempuan. Seperti misalnya: mengatakan bahwa politisi perempuan tidak berkualitas, atau menyebarkan pemikiran bahwa perempuan aktif di politik akan merusak keharmonisan rumah tangganya, dan lain-lain. Diskriminasi terhadap perempuan adalah tindakan yang melanggar prinsip demokrasi dan asas-asas pemilu yang LUBER dan JURDIL Diskriminasi terhadap perempuan, dapat terjadi secara disengaja atau diluar kesengajaan. Seringkali seseorang tanpa sengaja mengakibatkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan, karena kurang tanggapnya terhadap keadaan dan kebutuhan perempuan. Oleh karenanya, perempuan perlu aktif melakukan koreksi, bila mengetahui atau merasakan adanya tindak diskriminasi terhadap perempuan. Beberapa langkah penting dapat diambil sebagai upaya menghentikan praktek diskriminasi terhadap perempuan

Mengenali Demokrasi

59

1. Menyuarakan Hak-hak perempuan adalah Hak Asasi Manusia, dan Hak Perempuan dalam Pemilu adalah Hak Asasi Manusia. 2. Mengkampanyekan kepada masyarakat, laki-laki dan perempuan, bahwa tindakan diskriminasi terhadap perempuan, bukan hanya masalah perempuan, melainkan masalah kemanusiaan, yang harus menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menghentikan, 3. Mendorong dan Mendukung upaya negara untuk mewujudkan Pengarus Utamaan Gender (PUG) dan masyarakat untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender 4. Memberdayakan perempuan untuk menolak segala bentuk praktek-praktek atau tindakan diskriminasi 5. Melakukan pemantauan terhadap berlangsungnya pemilu untuk mencegah dan menghentikan tindakan diskriminasi Diskriminasi hanya dapat dicegah dan dihentikan bila semua pihak menyadari bahwa diskriminasi adalah tindakan mencederai demokrasi dan menimbulkan ketidakadilan gender, serta berupaya untuk mencegah dan menghentikannya.

60

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

5. Elitisme, Merintangi Perempuan


Prinsip kesetaraan dan non diskriminasi dalam demokrasi dimaknai sebagai persamaan kesempatan bagi semua orang, tanpa membedakan status ekonomi, status sosial, jenis kelamin, agama, ras, suku, asal daerah, kemampuan fisik dan lain sebagainya. Dalam konteks pemilu, prinsip kesetaraan dan non diskriminasi dimaknai sebagai jaminan bagi setiap warga negara memiliki peluang yang sama untuk dipilih dan memilih. Namun gambaran ideal prinsip kesetaraan dan non diskriminasi dalam pemilu dan demokrasi, sering tidak terwujud dalam tataran pelaksanaannya. Tidak jarang, praktek demokrasi dan pelaksanaan pemilu dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki posisi strategis dan jabatan pengambilan keputusan. Umumnya posisi strategis dan jabatan pengambilan keputusan ini didominasi oleh laki-laki. Mereka bekerjasama dengan orang-orang yang memiliki kelebihan sumber dana dan sumber daya. Untuk memperoleh untungan atau kemudahan dalam pemilu. Situasi inilah yang menunjukkan pemilu menjadi bersifat elitis. Dalam kontek peningkatan partisipasi politik perempuan, pemilu yang elitis dan didominasi oleh kaum lakilaki menjadi rintangan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan di tingkat partai politik maupun di lembaga perwakilan rakyat. Elitisme dalam pemilu juga mengakibatkan kerugian pada upaya untuk peningkatan partisipasi perempuan dalam politik secara setara diantara sesama perempuan. Pengalaman menunjukkan bahwa tujuan peningkatan keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota dewan, untuk mewujudkan kesetaraan dalam politik, dapat dibajak oleh elit partai. Elit partai yang berkuasa memutuskan penempatan calon anggota dewan di dalam daftar

Mengenali Demokrasi

61

calon, menempatkan isteri, anak atau saudaranya berada pada posisi nomor urut yang lebih berpeluang untuk memperoleh suara. Wujud lain dari elitisme yang terjadi pada pemilu yang lalu, adalah masuknya pengusaha dan artis perempuan sebagai anggota baru yang langsung menempati posisi strategis dalam urutan daftar calon anggota legislatif, tanpa melalui proses pengkaderan. Hal ini mengakibatkan kader-kader perempuan partai politik yang telah lama mengikuti proses pengkaderan dan memberikan sumbangan tenaga dan pikiran kepada partai, tergusur. Pemilu yang elitis, menutup akses dan kesempatan bagi kader partai dan rakyat, secara luas termasuk perempuan, untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin dan untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam pemilu berdasarkan pengetahuan dan kesadaran kritis. Wujud lain dari elitisme juga diperlihatkan dihadapan masyarakat secara terang-terangan, dalam proses pemilihan kepala daerah. Beberapa kepala daerah yang sudah tidak mungkin lagi mengikuti pemilu, menempatkan isteri atau anaknya sebagai penggantinya untuk mengikuti pemilu kepala daerah. Pemilu yang elitis, juga seringkali mengakibatkan adanya mobilisasi suara rakyat dan mobilisasi kader dan simpatisan partai politik, laki-laki maupun perempuan. Mobilisasi rakyat, kader dan simpatisan partai politik adalah bentuk nyata dari praktek pemilu yang menempatkan kaum elit menjadi subjek pemilu dan menempatkan rakyat dan kader partai, termasuk di dalamnya perempuan sebagai objek pemilu. Pelaksanaan pemilu yang elitis, biasanya tidak transparan dan tidak akuntabel, sehingga rawan berbagai bentuk praktek pelanggaran dan kejahatan (pidana) pemilu, seperti korupsi, kecurangan dan diskriminasi. Perem-

62

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

puan, pemilih maupun calon anggota dewan perempuan menjadi kelompok paling rentan menjadi korban, dari praktek politik yang elitis. Pemilu yang elitis juga akan menghambat partisipasi sejati seluruh rakyat dalam menggunakan kedaulatannya untuk menentukan masa depan negara dan pemerintahan. Elitisme pemilu merupakan salah satu bentuk pelanggaran prinsip Kesetaraan dalam demokrasi dan pemilu, dan mengakibatkan rendahnya kualitas demokrasi. Elitisme dalam pemilu hanya dapat dihancurkan apabila transparansi dan akuntabilitas dilaksanakan dalam pengelolaan partai politik, pemilu dan pemerintahan. Hak atas informasi publik, harus dipenuhi, dan informasi dibuka seluas-luasnya bagi seluruh rakyat, laki-laki dan perempuan, tanpa diskriminasi. Serta mekanisme pengambilan keputusan secara demokratis, aturan main organisasi yang adil dan setara, ditegakkan.

Bahan Bacaan : Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu dan Demokrasi Konstitusional, 2012

Harapan dalam

Bab 3
Pemilu

64

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

1. Mewujudkan Kesejahteraan
Kesejahteraan sosial berdasarkan pengertian UU No 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial diartikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Komisi Pengukuran Kinerja Ekonomi Dan Kemajuan Sosial, yang dipimpin oleh penerima hadiah nobel bidang ekonomi : Professor Joseph E. Stiglitz, Professor Amartya Sen dan Professor Jean-Paul Fitoussi, selanjutnya disebut Komisi Stiglitz-Sen-Fitoussi, menemukan langkahlangkah yang diperlukan dalam mengukur kesejahteraan manusia yang terdiri dari "delapan dimensi kunci": 1) standar hidup Material (pendapatan, konsumsi, dan kekayaan); 2) Kesehatan; 3) Pendidikan; 4) kegiatan pribadi termasuk pekerjaan; 5) suara politik dan pemerintahan; 6) hubungan Sosial dan pergaulan; 7) Lingkungan (kondisi sekarang dan masa depan), dan 8) Kerawanan, bersifat ekonomi maupun fisik. Ukuran-ukuran kesejahteraan itu di Indonesia, masih belum tercapai. Masih jauh panggang dari api. Hal ini bisa dilihat dari laporan pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goal-MDG) yang merupakan kesepakatan dunia untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.

Mengenali Demokrasi

65

Jumlah penduduk miskin masih sangat tinggi, jumlah penduduk yang berpendapatan satu dollar (atau sekitar Rp.10.000), per orang perhari masih ada 12 % dari seluruh penduduk di Indonesia, atau sekitar 29 juta orang. Tingkat pendidikan masyarakat, dilihat dari rata-rata lama sekolah anak, hanya lulus pendidikan dasar, jumlah anak perempuan yang melanjutkan ke tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) lebih sedikit dari anak lakilaki. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit jumlah siswa perempuan. Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) dan Angka Kematian Anak juga masih paling tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Jumlah anak dan orang dewasa yang mengalami gizi buruk dan kurang gizi, juga masih tinggi. Bahkan laporan MDG menunjukkan, 60% penduduk Indonesia kekurangan asupan kalori berdasarkan standar kesehatan, minimal 2100 Kkal/per kapita/hari. Ketimpangan antar desa dan kota serta ketimpangan antar daerah masih sangat tajam. Tetapi keadaan tersebut di atas, bukan tidak bisa diubah. Cita-cita mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial pun bukan tidak mungkin dicapai. Pemilu dapat di-

Pilih Pemimpin yang :

BE RK U A L ITA S

PR OF E SIO NAL JU J UR A NTI KO RUP SI A MA N A H PRO-R A KYA T K O MP E T E N K R E DI BEL A DI L

66

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

harapkan untuk mengakhiri kemiskinan dan ketimpangan, bila pemilih dapat memilih wakil-wakilnya yang memiliki kemampuan dan komitmen untuk mensejahterakan rakyat. Pemilu diharapkan dapat menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial, artinya pemerintahan hasil pemilu diharapkan efektif dan memiliki kinerja yang baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Idealnya, pemilu dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat. Namun pemilu tidak dapat secara otomatis mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemilu Karena fungsi pemilu, adalah rekruityang dapat men jabatan politik dalam lembaga berpengaruh perwakilan rakyat. Yang dapat diterhadap peningkatan harapkan dari Pemilu adalah mekesejahteraan adalah nempatkan pejabat yang tepat pemilu yang dilakukan untuk membawa rakyat ke arah berdasarkan kecerdasan kesejahteraan dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan pemilu yang pemilihnya. berdampak pada kesejahteraan dan keadilan sosial, diperlukan syarat-syarat tertentu yaitu: Pertama, pemilih dalam pemilu adalah rakyat yang sadar terhadap hak dan kewajibannya, memiliki kesadaran kritis dan mampu bernegosiasi dengan calon anggota parlemen untuk membangun kontrak sosial. Kedua, peserta pemilu bersifat kompetitif, sehingga banyak pilihan bagi pemilih, untuk menentukan peserta mana yang paling memiliki komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan dan membangun kontrak sosial dengan pemilih. Ketiga, adanya informasi yang memadai bagi peserta sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan. Keempat asas-asas pemilu yang Luber dan Jurdil dan prinsip-prinsip keadilan dalam penyelenggaraan pemilu dilaksanakan sepenuhnya. kelima, hubungan konstituensi antara pemilih dan pemerintahan hasil pemilu tetap terjaga. Keenam

dan kesadaran kritis

Mengenali Demokrasi

67

pemerintahan hasil pemilu memiliki legitimasi yang kuat, sehingga dapat bekerja secara efektif dan memiliki kinerja yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan ketujuh mekanisme transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi rakyat dilaksanakan selama berlangsungnya pemerintahan. Pemilu yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan adalah pemilu yang dilakukan berdasarkan kecerdasan dan kesadaran kritis pemilihnya. Pemilih yang cerdas, adalah pemilih yang mempertimbangkan visi dan misi calon anggota dan mempelajari dengan cermat rekam jejak calon anggota yang akan dipilihnya. Bila pemilih memberikan suara kepada calon anggota dewan yang memiliki rekam jejak yang baik dan visi dan misinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sangat jelas, maka akan terbuka peluang dan harapan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemilu akan menghasilkan pemerintahan yang berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan, bila hasil pemilu menunjukkan komposisi keterwakilan laki-laki dan perempuan secara seimbang, atau adanya keseimbangan gender (gender balance) dalam lembaga pemerintahan atau pengambilan keputusan. Keseimbangan gender dalam pemerintahan perlu diwujudkan karena setengah dari penduduk Indonesia adalah perempuan dan setelah lagi adalah laki-laki. Namun keseimbangan gender, tidak akan serta merta membawa kesejahteraan bagi masyarakat, bila setelah berhasil mewujudkan keseimbangan gender tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya anggota perempuan, tidak dikawal oleh konstituennya. Pemilih dan organisasi perempuan yang telah mendukungnya untuk menang menduduki kursi dewan, seharusnya tetap bekerja sama dengan anggota dewan, setelah pemilu berlalu. Mereka harus tetap saling berkoordinasi, membahas permasalahan dan solusi terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

68

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat adalah Fungsi Legislasi (Pembuatan Undang-undang atau Peraturan Daerah), fungsi Budgeting (meberikan persetujuan APBN atau APBD), fungsi Kontrol terhadap pemerintah dan fungsi Aspirasi. Pengalaman di Indonesia membuktikan, bahwa kerjasama antara perempuan anggota dewan dengan kelompok perempuan, menghasilkan sejumlah undang-undang dan Peraturan Daerah yang menyumbang pada upaya mewujudkan kesejahteraan Masyarakat. Sebagian besar dari undang-undang ini lahir karena peran penting anggota DPR RI perempuan dan kerjasama dengan kelompok perempuan. Perlindungan bagi perempuan yang diatur dalam undang-undang tersebut, termasuk untuk memenuhi kebutuhan khusus perempuan. Yaitu antara lain, perlindungan khusus bagi perempuan korban kekerasan atau korban konflik, pemenuhan hak kesehatan reproduksi, partisipasi laki-laki dalam mendukung fungsi reproduksi perempuan, kemudahan khusus bagi kelompok yang mengalami rintangan dan lain-lain. Sedangkan di tingkat daerah, Peran anggota DPRD Perempuan dalam legislasi, mendorong lahirnya Peraturan Daerah yang melindungi perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Gak Ada yang Bisa Maksa-Maksa Kamu Buat Ngikuti Pilihannya
ku A Aku ya unya P Pun n han iliha P Pili ri diri endi S Sen

i rta Pa A
ai rt Pa B

i rta Pa C

Mengenali Demokrasi

69

Undang-undang yang berpihak pada perempuan, anak dan kelompok rentan


1. Undang Undang No 24 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

2. Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 3. Undang-undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban 4. 5. Undang-undang No 26 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

6. Undang-undang No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menegah 7. Undang-undang No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

8. Undang-undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial 9. Undang-undang No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik 10. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 11. Undang-undang No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga 12. Undang-Undang No. 19 tahun 2011 Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) 13. Undang-undang No 7 Tahun 2012 Penanganan Konflik Sosial

70

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Peraturan Daerah yang melindungi Perempuan, Anak serta kelompok rentan 1. Perda Tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak (KIBBLA). 2. Perda Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 3. Perda Tentang Pembebasan Biaya Akte Kelahiran. 4. Perda Tentang Perlindungan Anak. 5. Perda Tentang Pemberdayaan Perempuan. 6. Perda Tentang Pembebasan Pungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan Tingkat Puskesmas.

Sedangkan di bidang anggaran, anggota dewan dalam Komisi-komisi DPR/DPRD memiliki peran penting untuk mendorong Pemerintah agar menyusun anggaran yang tanggap terhadap ketidakadilan gender atau pemenuhan kebutuhan khusus perempuan dan anak. seperti misalnya, mengalokasikan anggaran untuk bantuan makanan tambahan untuk mengatasi persoalan gizi buruk, mengatasi buta huruf, beasiswa untuk siswa yang terancam putus sekolah karena miskin, anggaran untuk Posyandu, dan lain-lain. Dalam menjalankan fungsi aspirasi, anggota dewan perempuan, menjadi pintu bagi warga perempuan yang mengalami kesukaran terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Kisah di bawah ini, salah satu contoh.

Mengenali Demokrasi

71

Kisah Sekolah Kaki


Kelompok Perempuan di desa terpencil di SikkaNusa Tenggara Timur, bertahun-tahun gelisah, melihat anak-anaknya tidak bisa bersekolah. Anak-anak di desa itu, tidak bersekolah. Karena sekolahnya berada di desa lain yang jaraknya berkilo-kilo meter. Padahal tidak ada angkutan umum di sana, karena desa itu berbukit-bukit. Sebagai Ibu, mereka tidak bisa melepaskan anaknya yang baru berusia 6 tahun untuk berjalan menempuh jarak yang sangat jauh untuk sekolah. Mereka kemudian mengadu kepada Ibu Anggota Dewan tentang persoalan tersebut. Ibu Anggota Dewan, lalu berkunjung ke desa itu. Setelah kunjungannya, Beliau kemudian membahas dengan anggota DPRD lainnya dan Pemerintah Daerah untuk mendirikan sekolah di desa tersebut. Akhirnya berdirilah sekolah di desa terpencil tersebut. Sekolah itu, disebut Sekolah Kaki karena anak-anak yang sekolah di situ, tidak menggunakan sepatu atau tanpa alas kaki. Di tuturkan oleh Mama-mama di Sikka

72

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Jadi, Pemilu akan berujung pada peningkatan kesejahteraan bila, pemilih menggunakan hak pilihnya secara cerdas, bebas dari prektek-praktek korup dan manipulatif. Terwujudnya keseimbangan gender dalam lembaga perwakilan rakyat atau lembaga pengambilan keputusan. Selanjutnya, rakyat selalu berpartisipasi dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan, seperti misalnya: penyampaian aspirasi masyarakat, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), atau berbagai bentuk penyampaian keluhan dan dialog kebijakan. Bahan Bacaan : John Rowls, The Theory of Justice , 1971

Mengenali Demokrasi

73

2. Kontrol atas Pemerintahan


Pemilu dapat menjadi alat kontrol rakyat atas pemerintahan. Melalui pemilu, rakyat memiliki kekuasaan untuk melakukan kontrol atau mengendalikan pemerintahan. Pengendalian atau kontrol atas pemerintahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, dilakukan saat pemilih menentukan pilihannya dalam pemilu dan kedua, saat setelah pelaksanaan pemilu dan selama berlangsungnya pemerintahan. Disaat itulah, perempuan sebagai pemilih dapat memiliki kuasa untuk mengontrol pemerintahan. Saat perempuan pemilih menentukan pilihan, harus mengenal visi dan misi calon. Pengenalan visi dan misi calon ini sangat penting, agar pemilih tahu apakah calon yang akan dipilih nantinya akan membela kepentingan dan mensejahterakan rakyat. Perempuan pemilih juga harus mengenali rekam jejak calon yang akan dipilih, untuk memastikan bahwa orang yang dipilihnya, bukan termasuk golongan orang-orang yang tidak terpuji. Perempuan pemilih perlu mengenali dan memastikan bahwa pemimpin yang dipilihnya memiliki etika kepemimpinan dalam politik. Kontrol demikian ini, disebut control terhadap kualitas individu dalam pemerintahan. Etika kepemimpinan dalam politik adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pemimpin politik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai dan prinsip yang berlaku secara universal seperti penghormatan kepada Hak Asasi Manusia, adil dan tidak diskriminatif (membeda-bedakan), jujur dan dapat dipercaya. Pemimpin yang memiliki etika kepemimpinan yang baik, mampu mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal tersebut kedalam visi yang ditawarkan kepada pemilih, untuk membawa keadaan kearah yang lebih baik (transformatif). Selain itu, pemimpin yang memiliki etika kepemimpinan yang baik, adalah mereka yang dikenal sebagai orang yang menyuarakan

74

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

perjuangan untuk membela kepentingan rakyat dan upaya mensejahterakan rakyat. Lebih dari itu, seorang pemimpin harus menunjukkan sikap dan tindakan keutamaan, seperti budi pekerti yang baik, santun, rendah hati dan tidak berbuat aniaya terhadap siapapun. Disamping itu, pemilih (laki-laki maupun perempuan) sangat menentukan, apakah akan terjadi keseimbangan jumlah antara perempuan dan laki-laki di dalam lembaga pemerintahan hasil pemilu. Apakah keterwakilan sekurang-kurangnya 30% perempuan di dalam Daftar Calon Tetap akan berhasil mewujudkan keterwakilan perempuan di DPR atau DPRD? tentu saja hal ini sangat bergantung pada kebijakan pemilih. Pemilihlah yang memiliki kuasa untuk menentukan apakah komposisi keanggotaan di dalam DPR/DPRD seimbang antara lakilaki dan perempuan. Keterpilihan Calon Anggota Dewan Perempuan, bergantung pada Pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah dengan taat mengikuti Undang-undang Pemilu, yaitu memastikan bahwa setiap partai politik peserta pemilu harus menyampaikan daftar bakal calon anggota dewan yang memuat sekurang-kurangnya 30% perempuan di dalam daftar tersebut. Di dalam daftar bakal calon tersebut, setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon. Daftar bakal calon yang tidak memenuhi ketentuan dianggap tidak sah oleh KPU Hasilnya, Keterwakilan Perempuan di dalam daftar bakal calon atau disebut Daftar Calon Sementara

Mengenali Demokrasi

75

(DCS) melampaui 30% keterwakilan perempuan. Disamping itu, terdapat beberapa DCS partai politik yang dianggap gugur, karena tidak memenuhi syarat jumlah dan penempatan, keterwakilan 30% perempuan. Apakah hal ini berarti, akan ada 30% perempuan sebagai anggota DPR atau DPRD?, jawabnya : Belum Tentu. Jika hanya sedikit pemilih yang mencoblos nama atau nomor perempuan dalam Surat Suara Pemilu, tentu jumlah perempuan di DPRD atau DPR, tetap sedikit. Tetapi, Jika banyak pemilih yang mencoblos nama atau nomor perempuan dalam Surat Suara Pemilu, tentu keterwakilan sekurang-kurangnya 30% perempuan di DPR atau DPRD akan terwujud.

Kontrol atas pemerintahan yang dilakukan pada masa setelah pemilu dan selama pemerintahan berlangsung, adalah masa menagih janji-janji politik. Yaitu janji-janji politik yang didengungkan partai politik dan calon anggota dewan, saat melangsungkan kampanye. Bentuk kontrol atas pemerintahan yang paling mudah dan sederhana selama pemerintahan berlangsung, adalah dengan berpartisipasi dan memantau proses penyusunan undang-undang (UU) atau peraturan daerah (Perda); Memberikan usulan penggunaan anggaran negara untuk mengatasi persoalan perempuan dan anak; Mendorong Pemerintah dan DPR atau DPRD untuk mengutamakan pembangunan dan peningkatan kualitas layanan publik, seperti: pendidikan, kesehatan, pangan, infrastruktur, program perlindungan sosial dan lain-lainnya.

76

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Cara lain yang dapat dilakukan oleh rakyat adalah mendorong anggota dewan atau pimpinan eksekutif (pemerintah) membuka mekanisme penyampaian keluhan atau pengaduan masyarakat. Hal lain yang perlu diingat adalah, fungsi kontrol atas pemerintahan oleh rakyat. Tidak akan berpengaruh jika hanya dilakukan oleh orang per orang. Perempuan harus membentuk kelompok, agar suaranya lebih didengar dan fungsi kontrol yang dilakukan memiliki daya. Lebih dari itu, kita juga perlu bekerja sama dengan media, wartawan dan jurnalis. Media perlu diajak untuk melakukan fungsi kontrol tersebut, karena media adalah salah satu pilar dari demokrasi. Jadi, kontrol atas pemerintahan melalui pemilu dapat dilakukan oleh rakyat dengan empat langkah penting : 1) Gunakan hak pilih dengan cerdas dan bijak, terutama untuk mewujudkan keseimbangan gender di lembaga pengambilan keputusan 2) Catat baikbaik janji politisi semasa kampanye, 3) Tagih janjinya jika mereka sudah duduk di kursi kekuasaan dan 4) Kawal semua proses perumusan kebijakan serta perencanaan anggaran.

Mengenali Demokrasi

77

3. Partisipasi Politik Perempuan


Secara umum, partisipasi Politik adalah bentuk keikutsertaan seseorang dalam aktifitas politik. Ada berbagai bentuk partisipasi politik yang dikenal yaitu: 1) Keikutsertaan seseorang dalam lembaga pengambilan keputusan publik atau lembaga negara yang dipilih melalui mekanisme pemilihan 2) Keikutsertaan secara seseorang di dalam suatu partai politik atau organisasi politik, 3) Keikutsertaan seseorang secara aktif dalam kegiatan politik tanpa menjadi anggota suatu organisasi politik, 4) keikutsertaan seseorang dalam pemilihan umum untuk merekrut orang-orang untuk menduduki jabatan politik. Sedangkan partisipasi, memiliki dua makna, yaitu ikut serta secara aktif dan ikut serta secara pasif dalam suatu organisasi atau kegiatan politik Ada hubungan yang erat antara pemilu dan partisipasi politik perempuan. Pemilu adalah wujud dari pengakuan dari pentingnya partisipasi politik perempuan. Sebaliknya, partisipasi politik perempuan adalah kunci utama keberhasilan dan penentu kualitas penyelenggaraan pemilu. Oleh karenanya, pemerintah memberikan sebutan pemilu sebagai Pesta Demokrasi penempatan kata Pesta dimaksudkan untuk memberi makna bahwa pemilu adalah suatu peristiwa yang menyenangkan atau menggembirakan. Hal ini dimaksudkan agar setiap warga pemilik hak pilih tidak merasa takut dan berat hati untuk mengikuti pemilu, sehingga semua pihak hadir, memberikan partisipasinya dalam Pesta Demokrasi tersebut. Tanpa partisipasi politik rakyat, pemilu tidak akan terwujud. Rendahnya partisipasi politik rakyat dalam pemilu adalah tanda dari rendahnya kualitas penyelenggaraan pemilu. Dan rendahnya kualitas pemilu akan menentukan derajat demokrasi suatu pemerintahan. Rendahnya partisipasi rakyat dalam pemilu juga akan berakibat pada rendahnya legitimasi dan kinerja pemerintahan hasil pemilu.

78

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Rendahnya partisipasi politik perempuan, akan dapat mengakibatkan rendahnya keterwakilan perempuan dalam lembaga perwakilan rakyat. Hal ini terjadi, karena pemilih perempuan yang diharapkan akan lebih banyak memberikan suaranya kepada calon anggota legislatif ternyata tidak menggunakan hak pilihnya. Rendahnya partisipasi rakyat, disebabkan karena banyak pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya, atau disebut dengan golongan putih (golput). Umumnya golput disebabkan oleh: 1) kesalahan dalam pemutakhiran data pemilih, seperti misalnya pemilih yang sudah meninggal atau pindah domisili, tetapi masih terdaftar, 2) banyaknya pemilih yang merantau atau bermigrasi tetapi status kependudukannya masih di daerah tersebut, 3) pemilih yang secara sengaja tidak menggunakan hak pilihnya karena tidak memahami pentingnya partisipasi politik rakyat dalam pemilu, dan 4) Pemilih yang secara sengaja tidak menggunakan hak pilihnya karena hal itu merupakan pilihan politiknya, disebabkan oleh harapan-harapannya terhadap pemilu tidak menjadi kenyataan. Untuk mencegah tingginya golput, perlu dilakukan: 1. Perbaikan sistem dan mekanisme pemutakhiran data, dengan melibatkan pimpinan warga (Rukun Tetangga dan Rukun Warga, Kepala Dusun)dan petugas layanan publik dari tingkat paling dekat dengan masyarakat. 2. Secara terus menerus melakukan pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik dan pendidikan pemilih 3. Melibatkan tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti tokoh adat, tokoh agama, tokoh seni dan kebudayaan, tokoh-tokoh yang menjadi panutan masyarakat. 4. Melibatkan lembaga lembaga formal dan informal untuk mendorong partisipasi politik rakyat.

Mengenali Demokrasi

79

5. Bekerjasama dengan media, baik media mainstream seperti koran, radio, atau televisi, dan media alternatif seperti radio komunitas untuk mempromosikan pentingnya masyarakat berpartisipasi dalam pemilu dan penyelenggaraan pemilu damai. Berbagai upaya melalui sosialisasi dan pendidikan perlu dilakukan untuk mencegah golput atau rendahnya partisipasi masyarakat. Sosialisasi dan pendidikan ini harus dilakukan secara inklusif, menjangkau semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini tidak memperoleh akses terhadap informasi dan pengetahuan, seperti kelompok masyarakat adat, petani, nelayan, penyandang disabilitas, buruh, dan lanjut usia. Pendidikan atau sosialisasi harus mempertimbangkan waktu dan tempat yang memungkinkan laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan informasi tersebut. Materi, media dan bahasa yang digunakan dalam pendidikan atau penyebaran informasi tersebut harus tanggap terhadap situasi masyarakat penerima informasi, seperti misalnya, banyaknya penduduk, terutama kaum perempuan yang buta huruf dan tidak cakap berbahasa Indonesia. Semakin banyak dilakukan pendidikan politik atau sosialisasi, akan semakin banyak warga yang memiliki hak pilih, tergerak untuk berpartisipasi dalam pemilu. Pada akhirnya, semakin banyak pemilih yang menggunakan hak pilihnya, akan berakibat semakin kuatnya legitimasi penyelenggaraan pemilu. Akhirnya, akan semakin kuat pula legitimasi pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu tersebut. Untuk itu, penting bagi warga negara pemilik hak pilih untuk menggunakan hak pilihnya sebagai bentuk dari partisipasi politik warga untuk menentukan arah masa depan Indonesia yang lebih baik.

80

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Mengenali Demokrasi

81

4. Mewujudkan Keadilan Substantif


Sebagaimana diketahui, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah landasan pikir yang menggerakkan rakyat Indonesia berjuang untuk mencapai kemerdekaan dan membentuk suatu pemerintahan. Citacita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ditegaskan dalam Pembukaan UUD1945 dan dalam Sila ke 5 Pancasila. Sedangkan untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis, UUD 1945 mengamanatkan dilaksanakannya suatu pemilihan umum. Jadi pemilu secara tidak langsung merupakan sarana untuk mewujudkan dan mencapai keadilan. Pemilu merupakan sarana untuk mencapai keadilan, artinya melalui penyelenggaraan pemilu, akan dapat diwujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Keadilan di sini harus dilihat sebagai keadilan antar daerah. keadilan antara kota dan desa, dan keadilan antar individu, termasuk keadilan bagi laki-laki dan perempuan. Pemilu dapat sungguh-sungguh menjadi sarana untuk mencapai keadilan, bila pemilu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, tidak ada satu pihakpun yang menjadi korban dari praktek-praktek diskriminatif. Di sisi lain, pihak-pihak yang berkebutuhan khusus ditanggapi dan dipenuhi kebutuhannya melalui tindakan khusus, yaitu tindakan affirmasi (affirmative action), sehingga semua pihak memiliki persamaan kesempatan, misalnya penyandang disabilitas dipenuhi kebutuhan khususnya agar mereka dapat berpartisipasi. Mereka yang buta huruf dan tidak cakap berbahasa Indonesia dibantu untuk memperoleh kemudahan agar dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik. Mereka yang tidak memiliki domisili tetap, tidak berdokumen diberikan perlakuan khusus untuk memudahkan mereka menggunakan haknya. Mereka yang tinggal di daerah yang terpencil, pulau terluar dan di

82

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

luar negeri diberikan fasilitas kemudahan agar dapat berpartisipasi dalam pemilu. Jaminan keterwakilan sekurang-kurangnya 30% perempuan dalam daftar calon anggota dewan dijamin melalui peraturan perundangan untuk mewujudkan persamaan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk dipilih. Dengan cara demikian pemilu yang diselenggarakan, secara prosedural memenuhi prinsip-prinsip keadilan, yaitu keadilan kesempatan atau Equal Opportunity. Jaminan keterwakilan perempuan, diharapkan tidak berhenti sampai pada persamaan kesempatan di tingkat prosedural saja. Lebih jauh, jaminan ditingkat prosedural ini akan mengantarkan perempuan pada tahap persamaan peran dan kedudukan dalam perumusan dan pengambilan keputusan. Sehingga kehadiran perempuan dalam lembaga pengambilan keputusan tersebut dapat memastikan bahwa pengalaman dan kebutuhan laki-laki dan perempuan, sama-sama secara adil menjadi bahan pertimbang dalam setiap pengambilan keputusan. Sehingga peraturan yang diciptakan memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki, atau sering disebut dengan keadilan manfaat (equal benefit). Peraturan yang dapat bermanfaat secara adil bagi laki-laki dan perempuan, bukanlah yang menyamaratakan perempuan dengan laki-laki. Karena pengalaman dan kebutuhan perempuan berbeda dengan laki-laki. Peraturan yang memperlakukan perempuan sama dengan laki-laki, justu menimbulkan ketidakadilan bagi perempuan. Cerita di bawah ini adalah contoh peraturan yang tidak memberikan manfaat yang sama adilnya bagi laki-laki dan perempuan.

Mengenali Demokrasi

83

Batas Usia Memperoleh Beasiswa Pendidikan, Maksimal 35 tahun Untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis di suatu daerah, pemerintah dan DPRD menyusun Peraturan Dearah Tentang Beasiswa Pendidikan Spesialis Kedokteran. Dalam Perda tersebut, ditentukan bahwa laki-laki atau perempuan, dapat mengajukan beasiswa. Batas usia bagi dokter yang akan mengajukan beasiswa untuk mengikuti pendidikan spesialis adalah 35 tahun. Bedasarkan ketentuan tersebut, maka dokterdokter di daerah tersebut mengajukan permohonan beasiswa, 96% adalah dokter laki-laki. Sekalipun peraturan tersebut menyatakan bahwa dokter laki-laki maupun perempuan boleh mengajukan permohonan beasiswa, namun hanya sedikit perempuan yang mengajukan permohonan, karena pada usia 35 tahun, perempuan masih dihadapkan pada beban domestic.

Peraturan perundangan yang memberikan keadilan manfaat ini harus menunjukkan keadilan hasil (equal result) yaitu mencapai perubahan nyata. Yaitu perbaikan kehidupan dan penikmatan hak-hak perempuan di segala bidang. Hal ini dapat dicapai dengan adanya tindakan khusus sementara atau tindakan affirmasi , dimana perempuan memperoleh kemudahan untuk dapat menikmati hasil-hasil dari pembangunan. Perturan Daerah dan Undang-undang yang telah dihasilkan oleh DPR dan DPRD, sebagaimana disampaikan

84

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

pada bagian sebelumnya adalah contoh dari upaya memberikan hasil untuk penikmatan hak-hak perempuan. Pada gilirannya, perubahan nyata yang terjadi pada perempuan, akan menghasilkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, atau disebut dengan keadilan substantif (substantive Equality). Pemilu diharapkan dapat mewujudkan keadilan substantif, keadilan yang dapat membawa hasil bagi perubahan kehidupan perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya, untuk dapat menikmati kebebasan dasar, Hak Asasi Manusia dan pemenuhan kebutuhan hidup secara layak dan bermartabat.

tuh Bukt u B

Ka m i

Mengenali Demokrasi

85

5. Pemilih Sebagai Subjek


Pemilih adalah rakyat. Dalam demokrasi, rakyat adalah pemilik kedaulatan. Rakyatlah yang menjadi penentu masa depan pemerintahan melalui pemilihan umum. Di tangan rakyatlah pemerintahan hasil pemilu ditentukan. Dengan demikian, rakyat adalah subjek utama dalam pemilu. Yaitu subjek yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemilu diselenggarakan, melalui partisipasi yang diberikannya dalam pemilu. Subjek yang menentukan hasil pemilu, seperti apakah wujud pemerintahan yang akan datang. Subjek yang menentukan akankah pemilu berdampak pada kesejahteraan dan keadilan, di masa mendatang. Namun kenyataannya, pemilih tidak selalu berdaya penuh sebagai subjek dalam arti sesungguhnya. Sangat banyak pemilih yang tidak dapat berperan sebagai subjek dalam pemilu, karena tidak berdaya secara politik, dan tidak memiliki otonomi atas dirinya, karena tidak memahami hak-haknya atau karena barada dibawah kekuasaan orang lain. Pemilih perempuan, sangat rentan untuk kehilangan perannya sebagai subjek dalam pemilihan umum. Hal ini terjadi karena sebagian besar perempuan pemilih tidak memiliki kuasa atas dirinya. Ketika masih lajang, perempuan berada dalam kuasa orang tuanya. Saat telah menikah, mereka berada dalam kuasa suaminya. Orang tua-terutama ayah dan suaminyalah yang memutuskan banyak hal terkait kehidupan perempuan. Oleh karenanya saat menggunakan hak pilihnya, perempuan sangat rentan untuk mengalami pengaruh dari suami atau orang tuanya, sehingga mereka tidak dapat secara bebas dan mandiri menentukan pilihannya. Ketidakmandirian perempuan dalam memilih menjadi semakin mutlak, ketika perempuan tidak berdaya secara politik karena rendahnya pengetahuan mereka terhadap hak-hak politiknya. Dalam

86

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

situasi demikian, harapan untuk meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan dalam lembaga perwakilan, menjadi sangat tipis. Karena pemilih perempuan yang diharapkan dapat memberikan suaranya kepada calon anggota dewan perempuan, ternyata mengalami banyak rintangan untuk menentukan hak politiknya sejak berada dalam rumah tangga. Untuk memberdayakan perempuan sebagai pemilih mandiri yang dapat menjadi subjek dalam pemilihan umum, diperlukan pendidikan politik bagi perempuan dan laki-laki. Yaitu pendidikan yang membuat perempuan menyadari hak-hak politik yang dimilikinya dan menjadikan laki-lakiterutama suami atau ayah mereka lebih menghargai dan menghormati hak-hak politik perempuan. Sehingga perempuan sebagai pemilih dapat sungguh-sungguh menjadi subjek. Kenyataan pemilih perempuan dan laki-laki, tidak jarang juga diperlakukan sebagai objek oleh partai politik atau calon anggota dewan. Pemilih diperlukan dan diperlakukan sangat baik oleh partai dan calon anggota, di saat kampanye. Tak jarang mereka mendapat pertolongan ketika mengalami kesukaran, menerima berbagai hadiah dalam bentuk pembagian kaos, kerudung atau pun sarung. Namun semua perlakuan baik tersebut sebatas sampai saat pemungutan suara. Ketika kemenangan sudah di tangan, partai politik dan anggota dewan terpilih, segera melupakan pemilihnya. Cara-cara seperti inilah yang mengakibatkan pemilih merasa dijadikan objek pemenangan pemilu. Hanya sedikit partai politik dan anggota dewan yang masih memelihara hubungan baik dan menjadi jembatan komunikasi politik antara rakyat dan negara. Namun perempuan, selalu memiliki ingatan yang panjang. Mereka selalu mencatat dalam memori ingatannya tentang partai politik dan anggota dewan, yang melupakan mereka, setelah pemungutan suara. Lalu mereka me-

Mengenali Demokrasi

87

mutuskan untuk tidak memilih kembali, siapa-siapa yang telah melupakannya. Itulah sebabnya, sering terjadi partai atau anggota legislatif memenangkan pemilu di salah satu daerah pemilihan (dapil), tetapi kemudian kalah di dapil yang sama pada pemilu berikutnya. Sungguh, semua ini karena pemilih telah memilih sebagai subjek. Perempuan Pemilih adalah subjek penentu. Karena perempuan pemilih menentukan, proses politik seperti apakah yang terjadi dalam pemilu. Pilihan terhadap proses politik ini juga akan menentukan hasil pemerintahan yang akan datang.

88

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

PENGERTIAN ISTIL

AH

Gender Gender adalah merujuk pada peran dan hubungan, sifat, sikap, tingkah laku dan nilai-nilai yang merupakan hasil konstruksi sosial pada lelaki dan perempuan. Oleh karena itu, gender merujuk pada perbedaan-perbedaan pengalaman dan situasi yang dialami laki-laki dan perempuan. Peran gender sangat bervariasi di dalam dan antarkebudayaan, dan dapat berubah sepanjang waktu. Gender tidak hanya melihat pada peran laki-laki dan perempuan, tetapi juga melihat hubungan kekuasan (relasi kuasa) antara mereka, terutama relasi kuasa dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah merujuk pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan Gender (Gender Equality) Kesetaraan Gender adalah persamaan hak, tanggung jawab dan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol (kuasa Pengambilan keputusan) dan penikmatan manfaat dari seluruh proses dan hasil-hasil pembangunan disegala aspek kehidupan. Kesetaraan tidak berarti bahwa perempuan dan lakilaki akan menjadi sama, tetapi tanggung jawab dan peluang bagi perempuan dan hak laki-laki, tidak akan tergantung pada apakah mereka dilahirkan laki-laki atau

Mengenali Demokrasi

89

perempuan. Kesetaraan gender menyiratkan bahwa kepentingan, kebutuhan dan prioritas perempuan dan laki-laki dipertimbangkan - mengakui keragaman berbagai kelompok perempuan dan laki-laki. Kesetaraan gender bukanlah 'persoalan perempuan', tetapi perhatian harus dan benar-benar membuat laki-laki maupun perempuan terlibat. Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dilihat baik, sebagai isu hak asasi manusia dan sebagai prakondisi untuk, dan indikator, pembangunan yang berpusat pada masyarakat secara berkelanjutan. Keadilan gender (Gender Equity) Keadilan gender adalah perlakuan/tindakan yang adil kepada laki-laki dan perempuan berdasarkan kebutuhan mereka masing-masing. Hal ini termasuk perlakuan berbeda kepada laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk memberikan persamaan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan kewajiban mereka dan penikmatan HAM serta persamaan kesempatan dan manfaat. Dalam kontek pembangunan, tujuan mencapai keadilan gender menuntut adanya tindakan-tindakan khusus sebagai kompensasi atas rintangan sejarah dan budaya yang dialami oleh perempuan. Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) Istilah Pengarusutamaan Gender muncul pertama kali dalam Strategi Global mempromosikan kesetaraan gender dalam Kerangka untuk Aksi Beijing (the Platform for Action at the United Nations Fourth World Conference on Women in Beijing in September 1995). Strategi Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) didefinisikan secara resmi dalam Agreed Conclusions 1997/2 dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (The Economic and Social Council of United Nation), selanjutnya disebut ECOSOC Agreed Conclusions 1997/2,

90

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah Proses menilai implikasi dari setiap tindakan yang direncanakan, termasuk legislasi, kebijakan atau program, di semua wilayah dan pada semua tingkatan ini bagi perempuan dan laki-laki, dan strategi untuk membuat Kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dari rancangan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program di semua bidang politik, ekonomi dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dan ketidaksetaraan tidak diabadikan. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai kesetaraan gender Generic Mandates (ECOSOC 1997/2) Sumber : http://www.un.org/womenwatch/osagi/conceptsandefinitions.htm dan Gender Pathways out of Poverty Rural Empowerment

Mengenali Demokrasi

91

DAFTAR SINGKATAN
AKI APBN ABPD Bawaslu BPFA CEDAW : Angka Kematian Ibu melahirkan : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah : Badan Pengawas Pemilihan Umum : Beijing Platform For Action : Convention on Ellimination all Forms Discrimination Against

Women (Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan) DKPP DPR DPRD DPD DCS DCT DPT : Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu : Dewan Perwakilan Rakyat : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah : Dewan Perwakilan Daerah : Daftar Calon Sementara : Daftar Calon Tetap : Daftar Pemilih Tetap

Gerindra, Partai : Gerakan Indonesia Raya Golkar, Partai : Golongan Karya

92

Perempuan Cerdas Berdemokrasi

Golput Hanura, Partai HAM JURDIL KTP KK KPU KPPS KPPSLN LUBER

: Golongan Putih (Pemilih yang tidak menggunakan Hak Pilihnya) : Hati Nurani Rakyat : Hak Asasi Manusia : Jujur dan Adil : Kartu Tanda Penduduk : Kartu Keluarga : Komisi Pemilihan Umum : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri : Langsung Umum Bebas dan Rahasia

NasDem, Partai : Nasional Demokrat PAN, Partai PBB, Partai PBB PDI-P, Partai PKB, Partai PKS, Partai PPAT PPP, Partai PPK : Partai Amanat Rakyat : Partai Bulan Bintang : Perserikatan Bangsa Bangsa : Partai Demokrasi Indonesia -Perjuangan : Partai Kebangkitan Bangsa : Partai Keadilan Sejahtera : Pejabat Pembuat Akta Tanah : Partai Persatuan Pembangunan : Panitia Pemilihan Kecamatan

Mengenali Demokrasi

93

PPLN PPS PKPU Panwas Parpol Pemilu Perda PUG TKS TPS UU UUD1945 WNI

: Panitia Pemilihan Luar Negeri : Panitia Pemungutan Suara : Peraturan Komisi Pemilihan Umum : Panitia Pengawas Pemilihan Umum : Partai Politik : Pemilihan Umum : Peraturan Daerah : Pengarus Utamaan Gender : Tindakan Khusus Sementara : Tempat Pemungutan Suara : Undang-undang : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Warga Negara Indonesia

Catatan

Catatan

Catatan

Anda mungkin juga menyukai