Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR

MATA KULIAH UMUM


BUDAYA ALAM MINANGKABAU (BAM)

Dosen Pengampu :
Dr. Yasnur Asri, M.pd
Novrizal Sadewa, M.Pd

Oleh :

FAUZIAH NOVITA SARI


17075116

Kode Seksi :
201921280319

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS PARIWISATA DAN PERHOTELAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
SOAL :

1. Jelaskanlah hakikat Alam Takambang Jadi Guru dan kaitannya sebagai


Motto UNP ?
2. Apa yang dimaksud dengan Adat Salingka Nagari dan Pusako Salingka
Kaum ?
3. Jelaskan apa itu Siganjualalai ?
4. Seperti apa Minangkabau memandang perempuan dan jelaskan apa itu
Sumbang 12 ?

PEMBAHASAN :

1. Hakikat Alam Takambang Jadi Guru dan kaitannya sebagai motto UNP
a. Alam Takambang Jadi Guru
Defenisi Alam Takambang Jadi Guru adalah Alam yang 
Takambang (membentang luas) atau alam raya dengan segala isinya.
Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai “guru”. “Guru” maksudnya
adalah apa yang ada yang dapat memberikan pelajaran kepada kita
atau apa yang dapat kita pelajari padanya.
Pepatah ini mengajarkan kepada masyarakat Minangkabau untuk
senantiasa menjadikan alam sebagai guru. Yang mana pembelajaran
tidak hanya dapat dilakukan dalam bangku pendidikan formal. Hanya
dengan mengamati apa yang ada di alam bisa membuat sebuah
pembelajaran yang sangat berharga.
Sejatinya pepatah atau unkapan filosofi ini mengandung makna,
pertama menunjukan sikap seseorang terhadap tanggung jawab yang
seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan diri. Kedua
ungkapan ini bermakna menunjukan kepada kita apa sesungguhnya
sumber dari pengetahuan dan keterampilan. AlamTakambang  yakni
menujukan sumber belajar yang sesungguhnya, yakni sumber belajar
yang sungguh-sunguh dapat memenuhi “kebutuhan semua” yang
sifatnya selalu ada sepanjang zaman.
b. Keterkaitan Alam Takambang Jadi Guru sebagai Motto UNP
Kaitan Alam Takambang Jadi Guru sebagai Motto UNP ialah agar
Civitas Akademika (seluruh warga dalam ruang lingkup Universitas)
UNP dapat belajar dari alam, karena alam adalah tempat belajar.
Sedangkan dalam kepentingan pendidikan, Motto Alam Takambang
Jadi Guru memiliki arti bahwa civitas akademika harus selalu
responsif dan proaktif terhadap lingkungannya.
Dengan belajar dari alam banyak yang bisa kita pelajari. Seperti
padi yang mengajarkan agar manusia tidak sombong dan senantiasa
menunduk. Seperti pohon yang memberikan keteduhan. Alam
mengajarkan manusia tentang makna keikhlasan, perjuangan, rendah
hati dan banyak hal lainnya.

2. Adat Salingka Nagari dan Pusako Salingka Kaum


a. Adat Salingka Nagari
Adat Salingka Nagari artinya sebuah keputusan adat yang akan
dibuat harus melalui aturan adat yang terdapat di nagari yang
bersangkutan. Memang diakui bahwa setiap daerah atau nagari
mempunyai adat istiadat yang berbeda yang dikenal dengan sebutan
adat salingka nagari. Adat salingka nagari ini dimaksudkan untuk
mengakomodinir keinginan masyarakat yang bersifat positif. Dengan
demikian lahirlah ungkapan :
lain lubuak lain ikannyo,
lain padang lain bilalangnyo,
lain nagari lain adatnyo.
Jadi artinya setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda, satu
aturan di suatu daerah bisa berbeda dengan aturan di daerah lain. Hal
ini dilakukan sehubungan dengan perubahan zaman, sehingga
masyarakat tidak merasa ketinggalan zaman. Walaupun demikian
sebuah keputusan adat yang akan dibuat harus melalui aturan adat,
dimusyawarahkan dan disepakati dulu oleh para niniak mamak dalam
nagari baru boleh dilaksanakan oleh masyarakat di nagari yang
bersangkutan.

b. Pusako Salingka Kaum


Dalam adat Minang harta pusaka terdiri dari 2 macam yaitu harta
pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi diwariskan
secara turun-temurun kepada satu kaum, sedangkan harta pusaka
rendah merupakan hasil pencaharian seseorang dan diwariskan
menurut hukum Islam (faraidh). Harta pusaka tinggi adalah harta milik
seluruh anggota kaum dan diperoleh secara turun temurun melalui
jalur wanita (padusi). Biasanya harta ini berupa rumah, sawah, ladang,
kolam dan hutan. Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan
hanya boleh digadaikan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan
biasanya di kelola oleh Mamak Kepala Waris (Angku). Hak pakai dari
harta pusaka tinggi ini antara lain: hak membuka tanah, memungut
hasil, mendirikan rumah dan hak menggembala. Jika berupa air (tabek)
maka hak pakainya adalah memanfaatkan air dan menangkap ikan.

3. Siganjua lalai
Dalam alam budaya Minangkabau terdapat nilai-nilai filosofi
siganjua lalai yang diperuntukkan bagi kaum perempuan, yang dikenal
dengan sebutan, kok bajalan suruik nan labih, samuik tapijak indak mati,
alu tataruang patah tigo. Ungkapan tersebut sering dikaitkan dengan sikap
dan perilaku perempuan, yang dilabelkan bahwa perempuan itu dalam
bersikap dan bertindak penuh dengan lemah-lembut.
Filosofi siganjua lalai diibaratkan perempuan itu adalah orang yang
cermat, teliti, hati-hati dan waspada dalam melakukan suatu tindakan.
Filosofi siganjua lalai melekat dalam bentuk sikap perilaku perempuan
yang memmiliki kepribadian yang santun. Kesantunan tersebut dapat
dilihat dalam menjalankan aktivitas kesehariannya, misalnya cara berjalan,
berbicara dan bertindak dengan menunjukkan kepribadian lemah lembut,
santun sesuai dengan fitrahnya sebagai seorang perempuan.

4. Pandangan Perempuan di Minangkabau dan Sumbang 12


a. Pandangan Perempuan di Minangkabau
Menurut pepatah Minangkabau, perempuan digambarkan sebagai
berikut:
Limpapeh rumah nan gadang
Acang-acang dalam nagari
Muluik manih kucindan murah
Rang kampung sayang kasadonyo
Dari pepatah ini dapat kita lihat bahwa perempuan Minangkabau
merupakan penghias rumah gadangnya, dan ini berarti bahwa
kehidupannya semestinya berputar sekitar rumah gadang tersebut.
Fungsi wanita pada dasarnya adalah untuk meneruskan keturunan
keluarga (paruik/ sukunya) demi kejayaan suku tersebut. Kalau kita
mengadakan suatu analogi, kedudukan wanita Minangkabau dalam
masyarakatnya barangkali dapat dikatakan hampir seperti “ratu lebah”
yang tugas utamanya menghasilkan madu dan anak-anak sedangkan
pekerja dan prajuritnya laki-laki (Erianjoni, 2011).
Budaya Minangkabau juga menyebutkan tentang perempuan:
Adopun nan disabuik parampuan, tapakai taratik dengan sopan,
mamakai baso jo basi, tahu diereang jo gendeang.
Maknanya, tentulah budi pekerti wanita yang akan menurunkan garis
matrilineal itu memiliki sifat-sifat utama yang mampu memakai tata
tertib dan sopan santun dalam tata pergaulan, berbasa-basi, mengenali
kondisi dan memahami posisinya.
Selanjutnya,
mamakai raso jo pareso, manaruah malu dengan sopan,
manjauhi sumbang jo salah,
muluik maih baso katuju,
kato baik kucindan murah,
pandai bagaua jo samo gadang
Artinya, mempunyai rasa dan periksa-cerdas akal dan terkendali
emosi, memiliki rasa malu dan menjauhi perbuatan salah dan tidak
berperangai tercela (sumbang), tutur kata disenangi orang, ungkapan
baik dan penyayang, karena pandai bergaul di kalangan sebaya
(Erianjoni, 2011).

b. Sumbang 12
Sumbang Duo Baleh  adalah peraturan tidak tertulis dalam adat
Minang yang berisi tentang tata krama dan nilai sopan santun. Di
dalamnya termuat dua belas ketentuan dan larangan yang mesti ditaati
oleh setiap perempuan minang. Melanggar aturan ini akan berakibat
hukuman malu, tidak hanya kepada dirinya sendiri, tapi
juga mamak dan keluarganya.
Berikut 12 hal Sumbang (Salah) yang tidak boleh dilakukan:
1) Sumbang Duduak (Sumbang ketika Duduk)
Adat kebiasaan mengatur bahwa duduk yang paling pantas
bagi perempuan adalah bersimpuh. Tidak boleh bersila seperti
lelaki, tidak boleh mengangkat kaki, berjongkok. Duduk di
kursi pun haruslah menyamping dan merapatkan paha. Apabila
berboncengan tidak boleh mengangkang, harus menyamping.
2) Sumbang Tagak (Sumbang ketika Berdiri)
Saat berdiripun, perempuan diatur untuk berdiri dengan
sopan, tidak berkacak pinggang. Dilarang berdiri di tangga
ataupun di depan pintu. Dilarang untuk berdiri di pinggir jalan
jika tidak ada yang dinanti, dan tentunya dilarang berdiri
berdua dengan yang bukan muhrim.
3) Sumbang Bajalan (Sumbang ketika Berjalan)
Ketika berjalan, perempuan haruslah berkawan, tidak boleh
tergesa-gesa namun harus tetap hati-hati. Diumpamakan bahwa
semut yang terinjak bahkan tidak mati. Demikian saking hati-
hatinya.
4) Sumbang Bakato (Sumbang dalam Berkata-kata)
Berkata haruslah dengan sopan dan memiliki tujuan,
haruslah mengerti kato nan ampek. Ia harus tahu dengan siapa
ia berkata-kata. Dilarang untuk memotong pembicaraan orang
lain, berkata dengan terlalu kegirangan.
5) Sumbang Mancaliak (Sumbang dalam Melihat)
Perempuan yang telah gadih (gadis) dilarang untuk
bersitatap dengan lelaki yang bukan muhrimnya, ia haruslah
menundukkan dan menjaga pandangannya. Saat ada tamu,
sebisa mungkin untuk tidak melihat jam terlalu sering. Karena
dianggap tengah mengusir tamu secara halus.
6) Sumbang Makan (Sumbang ketika Makan)
Makanlah secukupnya, makan pelan-pelan. Dilarang makan
sambil berdiri apalagi berjalan. Sebisa mungkin tidak berbicara
saat makan kecuali sangat penting. Jangan berbunyi saat makan
atau istilah ‘rang awak’ disebut "mancapak".
7) Sumbang Bapakaian (Sumbang dalam Berpakaian)
Pakaian harusah sopan, bersih dan rapih. Jangan memakai
pakaian yang jarang dan ketat, apalagi sampai mencetak lekuk
tubuh. Kenakanlah pakaian yang pas dengan fungsi masing
masing, pakaian ke pasar tentu beda dengan pakaian
sembahyang.
8) Sumbang Karajo (Sumbang ketika Bekerja)
Idealnya pekerjaan perempuan adalah pekerjaan yang
ringan dan mudah. Pekerjaan kasar dan berat hendaknya
diserahkan kepada kaum lelaki, ataupun dimintakan tolong
kepada laki-laki yang ada.
9) Sumbang Tanyo (Sumbang dalam Bertanya)
Dalam bertanya, dengarlah terlebih dahulu penjelasan
orang lain, barulah bertanya dengan sopan. Maksudnya sopan
adalah tidak menguji apalagi merendahkan orang lain.
10) Sumbang Jawek (Sumbang dalam Menjawab)
Begitu juga ketika ditanyai, jawablah dengan seperlunya
dan tepat. Jangan menjawab sekenanya, sehingga orang harus
bertanya berulang-ulang karena semakin bingung. Jawablah hal
yang perlu perlu saja, yang tidak perlu tidak usah dijawab.
11) Sumbang Bagaua (Sumbang dalam Bergaul)
Pergaulan perempuan dewasa minang haruslah terjaga. Ia
tidak boleh bergaul terlalu dekat dengan bukan muhrimnya
apalagi berjalan berduaan. Selain itu akan terlihat sumbang bila
perempuan dewasa bergaul dngan anak kecil, apalagi ikut
permainan mereka.
12) Sumbang Kurenah (Sumbang dalam Bertingkah Laku)
Dalam bertingkah laku sehari-hari haruslah tetap bisa
menjaga perasaan orang lain. Jangan berkata berbisik bisik,
menutup hidung dalam keramaian, tertawa terbahak-bahak dan
sejenisnya. Jaga lisan dari hal yang akan menyinggung banyak
orang.

Anda mungkin juga menyukai