Minangkabau adalah suku yang sangat kompleks. Hampir semua aspek kehidupan,
sosial, ekonomi, budaya, agama diatur dengan jelas. Norma adat yang berlaku di masyarakat
biasanya diajarkan oleh orang tua, mamak dan penghulu dalam bentuk pepatah dan petitih.
Sedangkan nilai-nilai keagamaan diajarkan oleh alim ulama di surau. Antara falsafah adat
dan nilai agama haruslah sinkron. Keduanya berpadu menjadi filosofi hidup orang
minangkabau.
Ini diambil dalam Perjanjian Bukik Marapalam. Kaum adat dan kaum paderi masa itu
menyeapakati bahwa ajaran adat minang haruslah berhulu pada syariat agama islam. Semua
kebiasaan yang bertentangan dengan ketentuan islam haruslah ditinggalkan. Hal ini
kemudian menggaris bawahi dengan penekanan yang sangat jelas bahwa semua orang
minangkabau beragama islam. Jika suatu saat ia keluar dari agama islam, maka statusnya
Kehidupan ekonomi, sosial, bahkan hingga seni dan budaya semuanya adalah hasil dari
proses meniru dari alam. Sehingga wajar saja alam minangkabau dianggap sebagai guru yang
dijadikan banyak (lauik-laut). Nan sakapa jadikan gunuang maknanya ialah dari hal yang
kecil (sakapa-sekepal) bisa dijadikan hal yang besar (gunuang-gunung). Alam takambang
jadikan guru. Inilah falsafah hidup tertinggi masyarakat minangkabau yaitu belajar dari
Alam.
Sebagai bagian dari masyarakat minang, setiap orang haruslah paham bagaimana
posisinya dalam strata kehidupan sosial. Misalnya, seorang lelaki memiliki status sumando
dalam keluarga istrinya, ayah dari anak-anaknya, mamak dari kemenakannya, belum lagi
status sosialnya dimasyarakat. Setiap status tentu dengan tanggun jawab masing-masing yang
Dalam kasus yang lebih luas, misalnya ketika merantau, pepatah ini menjadi ideologi
perantau untuk survive dan bisa diterima dengan baik di masyarakat. Dimanapun ia berada,
haruslah mengikuti hukum adat dan kebiasaan masyarakat setempat, harus bisa berbaur,
Perantau harus tahu diri. Ia harus sadar bahwa ia adalah pendatang, sehingga harus
menjalin hubungan baik dengan pribumi setempat, membaur dan menghindari permusuhan.
Namun lain halnya bila merasa terusik, harga diri tetaplah harus dibela dan dipertahanan
mati-matian. Meskipun filosofi musuh indak dicari ini adalah prinsip utama silat minang,
Tidak ada orang yang langsung sukses dan berhasil. Semuanya dimulai dari bawah
dan dilanjutkan dengan kerja keras. Agar kerja keras tidak sia-sia, haruslah dilakukan dengan
ilmu. Untuk itu, haruslah belajar dari orang yang lebih berpengalaman, sehingga kegagalan
bisa diminimalisir. Untuk itulah, kenapa setiap perantau harus punya induk semang.
Semangat dan kerja keras. Prinsip utama yang harus dimiliki oleh yang ingin sukses.
Sebagai suku yang terkenal akan bakat dagangnya, orang minang tak serta merta mewarisi
bakat tersebut. Selain kerja keras, tentulah harus pandai membaca situasi dan kondisi,
menghitung segala kemungkinan dan untung rugi agar tetap bisa bertahan hidup dan sukses
di rantau.
Cerdik dan tidak mau kalah. Jangankan kalah sekalipun, untuk seri pun tidak mau.
Itulahpepatah minang yang mereka patri dalam diri mereka agar bisa bertahan di kejamnya
persaingan hidup. Para perantau haruslah bisa membedakan mana kawan dan lawan bersaing,